Anda di halaman 1dari 16

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini dilakukan di Panti sosial Tresna Werdha Nirwana

Puri Samarinda, Panti sosial Tresna Werdha Nirwana Puri samarinda sebagai

tempat tinggal warga lanjut usia untuk mengatasi masalah lansia terutama yang

terlantar untuk wilayah Kalimantan Timur melalui program pelayanan

kesejahteraan sosial lanjut usia yang terencana, berkelanjutan, tepat guna dan

tetap memiliki karakteristik. Bertempat di Jl. Mayor Jendral Sutoyo, Sungai

Pinang Dalam, Kec. Sungai Pinang, Kota Samarinda, Kalimantan Timur.

UPTD Panti Sosial Tresna Werdha Nirwana Puri Samarinda mempunyai luas

areal kurang lebih 22.850 M2 serta dilengkapi dengan sarana dan prasarana

yang memiliki jumlah bangunan 37 buah dan SDM sebanyak 96 orang, serta

dapat melayani jumlah klien sebanyak 120 orang sesuai dengan daya tampung

yang ada.

39
5.2 Hasil penelitian

5.2.1 Kualitas Tidur pada Lansia

No Kualitas tidur Frekuensi Persentasi (%)


1. Buruk 25 38,5
2. Baik 40 61,5
Total 65 100,0
Tabel 5.2.1 hasil data kualitas tidur pada lansia berdasarkan komponen
kualitas tidur

Dari tabel diatas menunjukan bahwa mayoritas responden di Panti

Sosial Tresna Werdha Nirwana Puri Samarinda, Kualitas tidurnya baik

sebanyak 40 orang (61,5%).

5.2.2 Kualitas Tidur pada Lansia Berdasarkan Umur


No. Usia Kualitas Tidur Total (%)
Buruk % Baik %
1. 60-70 Tahun 12 18,5 15 23,1 27 (41,5)
2. >70 Tahun 13 20,0 25 38,5 38 ( 58,5)
Total 25 38,5 40 61,5 65 (100,0)
Tabel 5.2.1 hasil data kualitas tidur pada lansia berdasarkan umur

Dari tabel diatas menunjukan bahwa mayoritas responden di Panti

Sosial Tresna Werdha Nirwana Puri Samarinda, yang berusia >70 tahun

kualitas tidurnya baik sebanyak 25 orang (38,5%).

5.2.3 Kualitas Tidur pada Lansia Berdasarkan Jenis Kelamin


No. Jenis Kelamin Kualitas Tidur Total (%)
T Buruk % Baik %
1. Laki-laki 15 23,1 10 15,4 25 (38,5)
2. Perempuan 10 15,4 30 46,2 40 (61,5)
a
Total 25 38,5 40 61,5 65 (100,0)
tabel 5.2.1 hasil data kualitas tidur pada lansia berdasarkan jenis kelamin

40
Dari tabel diatas menunjukan bahwa mayoritas responden di Panti

Sosial Tresna Werdha Nirwana Puri Samarinda, yang berjenis kelamin

Perempuan kualitas tidurnya baik sebanyak 30 orang (46,2%).

5.2.4 Kualitas Tidur pada Lansia Berdasarkan Faktor Fisik (Tekanan


Darah)
No. Jenis Kelamin Kualitas Tidur Total (%)
Buruk % Baik %
1. Normal 6 9,2 9 13,8 15 (23,1)
(120/80)
2. Hipertensi 7 10,8 15 23,1 22 (33,8)
Ringan
(130/>80)
3. Hipertensi 8 12,3 12 18,5 20 (30,8)
Sedang
(140/90)
4. Hipertensi 4 6,2 4 6,2 8 (12,3)
Berat
(160/100)
Total 25 38,5 40 61,5 65 (100,0)
tabel 5.2.1 hasil data kualitas tidur pada lansia berdasarkan tekanan darah

Dari tabel diatas menunjukan bahwa mayoritas responden di Panti

Sosial Tresna Werdha Nirwana Puri Samarinda, yang mengalami Hipertensi

Ringan (130/>80) kualitas tidurnya baik sebanyak 15 orang (23,1%).

5.2.5 Data Khusus

a. total jam tidur di malam hari

No Total jam tidur Frekuensi Persentasi (%)


1. <5 jam 5 7,7
2. 5-6 jam 45 69,2
3. 6-7 jam 14 21,5
4. >7 jam 1 1,5
Total 65 100,0
Tabel 5.2.5.a Berdasarkan total jam tidur lansia di malam hari

41
Dari tabel diatas menunjukan bahwa mayoritas responden di Panti

Sosial Tresna Werdha Nirwana Puri Samarinda total jam tidur dimalam hari

5-6 jam sebanyak 45 orang (49,2%).

b. Waktu memulai tidur di malam hari

No Waktu memulai tidur Frekuensi Persentasi (%)


1. >60 menit 0 0,
2. 31-60 menit 17 26,2
3. 16-30 menit 47 72,3
4. <15 menit 1 1,5
Total 65 100,0
Tabel 5.2.5.b Berdasarkan waktu yang dibutuhkan lansia untuk memulai
tidur di malam hari

Dari tabel diatas menunjukan bahwa mayoritas responden di Panti

Sosial Tresna Werdha Nirwana Puri Samarinda waktu memulai tidur

dimalam hari 16-30 menit sebanyak 47 orang (72,3%).

c. Frekuensi terbangun di malam hari

No Frekuensi terbangun Frekuensi Persentasi (%)


1. >5 kali 1 1,5
2. 3-4 kali 16 24,6
3. 1-2 kali 45 69,2
4. tidak ada 3 4,6
Total 65 100,0
Tabel 5.2.5.c Berdasarkan frekuensi terbangun dari tidur di malam hari

Dari tabel diatas menunjukan bahwa mayoritas responden di Panti

Sosial Tresna Werdha Nirwana Puri Samarinda frekuensi terbangun dari

tidur di malam hari 1-2 kali sebanyak 45 orang (69,2%).

42
d. Perasaan saat bangun tidur di pagi hari

No Perasaan saat bangun tidur Frekuensi Persentasi (%)


1. sangat mengantuk 1 1,5
2. mengantuk 6 9,2
3. kurang mengantuk 22 33,8
4. segar 36 55,4
Total 65 100,0
Tabel 5.2.5.d Berdasarkan Perasaan lansia saat bangun tidur di pagi hari

Dari tabel diatas menunjukan bahwa mayoritas responden di Panti

Sosial Tresna Werdha Nirwana Puri Samarinda Perasaan saat bangun tidur

di pagi hari segar sebanyak 36 orang (55,4%).

e. Seberapa lelap tidur di malam hari

No Kedalaman Tidur Frekuensi Persentasi (%)


1. sebentar-bentar terbangun 11 16,9
2. tidur dan kemudian terbangun 40 61,5
3. tidur tetapi tidak lelap 13 20,0
4. tidur sangat lelap 1 1,5
Total 65 100,0
Tabel 5.2.5.e Berdasarkan seberapa nyeyak tidur lansia dimalam hari

Dari tabel diatas menunjukan bahwa mayoritas responden di Panti

Sosial Tresna Werdha Nirwana Puri Samarinda Kedalaman Tidurnya, tidur

dan kemudian terbangun sebanyak 40 orang (61,5%).

f. kepuasan tidur yang dialami tadi malam

No Kepuasan tidur Frekuensi Persentasi (%)


1. Tidak merasa puas 3 4,6
2. Kurang puas 33 50,8
3. Lumayan puas 29 44,6
4. Sangat merasa puas 0 0,
Total 65 100,0
Tabel 5.2.5.f perasaan puas dengan tidur yang dialami tadi malam

43
Dari tabel diatas menunjukan bahwa mayoritas responden di Panti

Sosial Tresna Werdha Nirwana Puri Samarinda kepuasan tidurnya kurang

puas sebanyak 33 orang (50,8%).

g. Perasaan mengantuk di siang hari

No Perasaan mengantuk Frekuensi Persentasi (%)


1. Sangat mengantuk 4 6,2
2. Lumayan mengantuk 39 60,0
3. Kurang mengantuk 20 30,8
4. Tidak mengantuk 2 3,1
Total 65 100,0
Tabel 5.2.5.g Perasaan mengantuk di siang hari

Dari tabel diatas menunjukan bahwa mayoritas responden di Panti

Sosial Tresna Werdha Nirwana Puri Samarinda perasaan mengantuk disiang

hari, lumayan mengantuk sebanyak 39 orang (60,0%).

5.3 Pembahasan

5.3.1 Kualitas tidur pada lansia

Kualitas tidur pada lansia berdasarkan komponen kualitas tidur,

menunjukan bahwa mayoritas responden di Panti Sosial Tresna Werdha

Nirwana Puri Samarinda, Kualitas tidurnya baik sebanyak 40 responden

(61,5%).

Lansia yang memiliki kualitas tidur yang baik bisa di sebabkan karena

lingkungan yang kondusif, tidak mempunyai masalah kesehatan dan lansia

yang tidak mengalami stres. sehingga lansia mempunyai kulitas tidur yang

baik. Hal ini sejalan dengan teori (Novianty, 2014), Kualitas tidur seseorang

dikatakan baik apabila tidak menunjukan tanda-tanda kekurangan tidur dan

44
tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Tanda-tanda kekurangan tidur

dapat dibedakan menjadi tanda fisik dan tanda psikologis. Tanda-tanda fisik

akibat kekurangan tidur antara lain ekspresi wajah (area gelap disekitar

mata, bengkak di kelopak mata, konjungtiva kemerahan dan mata terlihat

cekung), kantuk yang berlebihan, tidak mampu berkonsentrasi terlihat

tanda-tanda keletihan. Sedangkan tanda-tanda psikologis antara lain

menarik diri, apatis, merasa tidak enak badan, malas, daya ingat menurun,

bingung, halusinasi, ilusi penglihatan dan kemampuan mengambil

keputusan menurun. Sedangakn menurut (Asmadi, 2008), Kualitas tidur

merupakan masalah klinis yang penting dan komplek, dimana Orang yang

terganggu dalam tidur beresiko terjadi kelelahan. Kualitas tidur yang buruk

juga terkait dengan fungsi kekebalan tubuh seseorang dan depresi. Kualitas

tidur lansia yang baik dikarenakan mereka memiliki kemampuan untuk tetap

tidur dan kondisi lansia yang masih relatif baik dalam hal psikologis

maupun biologis.

Menurut pendapat (Rasyad, 2009), Tidur dikatakan berkualitas baik

apabila siklus NREM dan REM terjadi berselang-seling empat sampai enam

kali Hidayat (2006, dalam Sagala, 2011) juga menyatakan bahwa kualitas

tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tanda kekurangan

tidur dan tidak mengalami masalah tidur

45
5.3.2 Kualitas Tidur pada Lansia Berdasarkan Umur

Berdasarkan hasil penelitian di Panti Sosial Tresna Werdha Nirwana

Puri Samarinda, diperoleh data bahwa mayoritas responden yang berusia

>70 tahun kualitas tidurnya baik sebanyak 25 orang.

(Depkes RI 2003, dalam Pangastuti, 2008) menggolongkan lansia

dalam tiga kategori, yaitu: lansia dini (55-60 tahun), lansia (60-70 tahun),

dan lansia resiko tinggi (lebih dari 70 tahun). Jika ditinjau dari jumlah lansia

di Panti Sosial Tresna Werdha Nirwana Puri Samarinda lansia resiko tinggi

berusia >70 tahun sebanyak 38 orang (58,5%) memiliki jumlah tertinggi

dari pada lansia yang berusia 60-70 tahun Berdasarkan data Statistik

Penduduk Lanjut Usia (2015) jumlah penduduk lansia di kota samarinda

pada tahun 2015 dengan rentang usia 60-70 tahun sebesar 670 jiwa dan usia

>70 tahun adalah sebesar 938 jiwa.

Pemi, (2009) dalam Indarwati, (2012). penyebab gangguan atau susah

tidur antara lain adalah usia dimana Semakin bertambahnya usia seseorang,

maka akan menyebabkan beberapa perubahan pada tubuhnya, salah satunya

adalah perubahan pada pola tidur dan istirahat. Hal ini sejalan dengan

Perubahan kualitas tidur yang berkaitan dengan usia disebabkan adanya

peningkatan waktu yang mengganggu tidur dan pengurangan tidur tahap 3

dan 4 NREM (Galea, 2008).

46
5.3.3 Kualitas Tidur pada Lansia Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian di Panti Sosial Tresna Werdha Nirwana

Puri Samarinda, diperoleh data bahwa mayoritas responden di Panti Sosial

Tresna Werdha Nirwana Puri Samarinda, yang berjenis kelamin Perempuan

kualitas tidurnya baik sebanyak 30 orang.

Jumlah lansia umumnya lebih banyak wanita dibandingkan pria, hal

ini dapat dilihat dari presentasi pria dan wanita serta ratio jenis kelamin dari

lansia pria dan wanita. Umumnya angka morbiditas pada perempuan lebih

tinggi dibandingkan pria. (Handayani 2012). Menurut teori dari (Pemi, 2009

dalam Indarwati, 2012). Jenis kelamin sebagai penyebab gangguan atau

susah tidur seseorang, Jenis kelamin merupakan status gender dari

seseorang yaitu laki-laki dan perempuan. Wanita secara psikologis memiliki

mekanisme koping yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki dalam

mengatasi suatu masalah. Dengan adanya gangguan secara fisik maupun

secara psikologis tersebut maka wanita akan mengalami suatu kecemasan,

jika kecemasan itu berlanjut maka akan mengakibatkan seseorang wanita

lebih sering mengalami kejadian insomnia dibandingkan dengan laki-laki.

5.3.4 Kualitas Tidur pada Lansia Berdasarkan Faktor Fisik (Tekanan


Darah)
Berdasarkan hasil penelitian di Panti Sosial Tresna Werdha Nirwana

Puri Samarinda, diperoleh data bahwa mayoritas responden di Panti Sosial

Tresna Werdha Nirwana Puri Samarinda, yang mengalami Hipertensi

Ringan kualitas tidurnya baik sebanyak 15 orang.

47
Dari hasil peneliti diatas, mengapa pada responden didapatkan hasil

lebih banyak mengalami hipertensi ringan itu karena dipengaruhi oleh usia

responden yang mana pada lansia sangat sering ditemui peningkatan

tekanan darah. bahwa tekanan darah dewasa cenderung meningkat seiring

dengan pertambahan usia, Hal itu merupakan pengaruh degenerasi yang

terjadi pada orang yang bertambah usianya (potter dan perry 2008).

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Ayu dkk, (2012) menunjukkan

bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kualitas tidur yang

buruk dengan peningkatan tekanan darah sistolik dengan kualitas tidur

seseorang. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Angkat, dimana

kualitas tidur yang buruk tidak mempengaruhi peningkatan tekanan darah

sistolik.

Hal tersebut bertentangan dengan teori yang menyatakan bahwa

gangguan tidur yang terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan

perubahan fisiologi tubuh dimana keseimbangan antara pengaturan sistem

saraf simpatis dan parasimpatis terganggu. Sistem simpatis akan

ditingkatkan sehingga memicu terjadinya peningkatan tekanan darah pada

orang yang mengalami gangguan tidur tersebut. (Wendy, et al .,2008).

Penjelasan tersebut juga mendukung pada hasil penelitian (Javaheri,

2008), yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kualitas tidur

dengan tekanan darah, yakni kualitas tidur yang buruk menyebabkan

peningkatan tekanan darah. Penelitian Lu et.al (2014) juga menunjukkan

bahwa terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan hipertensi, dimana

48
seseorang yang memiliki waktu tidur yang kurang (<6 jam) akan

menjadikan kualitas tidur menjadi buruk. Kekurangan waktu tidur dapat

menyebabkan peningkatan tekanan darah secara tiba-tiba dan mengaktivasi

sistem saraf simpatis yang apabila terjadi dalam jangka waktu lama dapat

memicu terjadinya hipertensi.

5.4 Data Khusus

a. Total Jam Tidur di Malam Hari

Total jam tidur lansia di malam hari <5 jam sebanyak 5 responden

(7,7%), 5-6 jam sebanyak 45 responden (69,2%), 6-7 jam sebanyak 14

responden (21,5%) dan >7 jam sebanyak 1 responden (1,5%). Data tersebut

menunjukan mayoritas responden di Panti Sosial Tresna Werdha Nirwana

Puri Samarinda total jam tidur dimalam hari 5-6 jam. Menurut teori

(Hidayat, 2008). Kebutuhan tidur setiap orang berbeda-beda, usia lanjut

membutuhkan waktu tidur 6-7 jam perhari Walaupun mereka menghabiskan

lebih banyak waktu di tempat tidur, tetapi usia lanjut sering mengeluh

terbangun pada malam hari, memiliki waktu tidur kurang total, mengambil

lebih lama tidur, dan mengambil tidur siang lebih banyak

Sedangkan menurut (Schachter, 2008) Dimana Kebutuhan tidur

normal pada lansia adalah tidur sekitar 6 jam sehari. Lansia mengalami tidur

6-7 jam sehari karena adanya penurunan fase NREM 1 dan 2, stadium 3 dan

4 aktivitas gelombang delta menurun atau hilang, hal ini membuat tidur

lansia menjadi lebih singkat atau berkurang dibandingkan dengan orang

49
dewasa yang rata-rata 8 jam sehari. Lansia yang tidurnya lebih dari 7 jam,

hal ini dimungkinkan lansia mampu beradaptasi dengan perubahan seiring

dengan proses penuaan pada dirinya.

b. Waktu memulai tidur di malam hari

Waktu yang dibutuhkan lansia untuk memulai tidur di malam hari >60

menit sebanyak 0 responden (0,%), 31-60 menit sebanyak 17 responden

(17%), 16-30 menit sebanyak 47 rsponden (72,3%) dan <15 menit sebnayak

1 responden (1,5%). Data tersebut menunjukan mayoritas responden di

Panti Sosial Tresna Werdha Nirwana Puri Samarinda waktu memulai tidur

dimalam hari 16-30 menit. Kisaran waktu normal yang dibutuhkan untuk

dapat tertidur adalah 10-30 menit (Potter & Perry, 2012). Lansia secara

normal membutuhkan waktu untuk tidur sekitar 10-15 menit. Hasil

penelitian ini sesuai dengan kondisi yang normal yaitu waktu yang

dibutuhkan untuk mulai tertidur adalah <20 menit (Schachter, 2008).

Kebiasaan lansia yang sering dilakukan sebelum memulai tidur, juga dapat

mempengaruhi waktu lansia untuk mulai tertidur. Faktor yang

mempengaruhi kualitas tidur lansia adalah kondisi lingkungan dan

kebiasaan sebelum tidur yang tidak sehat seperti: makan dan minum,

merokok, mengonsumsi alkohol akan mengganggu tidur seseorang yang

bisa berdampak pada meningkatnya latensi tidur pada lansia (Peters, 2009).

c. Frekuensi terbangun di malam hari

Frekuensi terbangun dari tidur di malam hari >5 kali sebanyak 1

responden (1,5%), 3-4 kali sebanyak 16 responden ( 24,6%), 1-2 kali

50
sebanyak 45 responden (69,2%) dan tidak ada sebanyak 3 responden

(4,6%). Data tersebut menunjukan mayoritas responden di Panti Sosial

Tresna Werdha Nirwana Puri Samarinda menunjukan frekuensi terbangun

dari tidur di malam hari 1-2 kali. Lansia dapat mengalami gangguan tidur

dikarenakan sering terbangun pada malam hari untuk ke kamar mandi,

kondisi lingkungan yang tidak kondusif, misalnya ruangan yang terlalu

panas ataupun dingin. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Khasanah dan

Hidayati (2012), bahwa lansia sering ke kamar mandi pada malam hari

karena adanya penurunan fungsi sistem perkemihan. Inkonentinensia pada

lansia dikaitkan dengan penurunan otot kandung kemih sebagai akibat dari

proses penuaan. Yang membuat seseorang sering terbangun pada malam

hari untuk berkemih sehingga menyulitkan seseorang untuk kembali tidur.

Suhu kamar yang panas dan dingin berdampak pada meningkatnya

terbangun pada malam hari dan mempengaruhi tidur. Nyeri badan pada

lansia dianggap sebagai salah satu gangguan tidur yang menyerang saat

tidur dalam kondisi terjaga di malam hari. Lansia merasakan nyeri pada

malam hari terutama yang mempunyai sakit fisik seperti rematik, asam urat,

hipertensi dan lainnya. Seiring bertambahnya usia, fungsi organ-organ tubuh

juga tidak seoptimal ketika masih muda. Hal inilah yang kemudian bisa

menyebabkan lansia mudah terserang penyakit. Kondisi tersebut bisa

mengganggu kualitas tidur seseorang.

51
d. Perasaan saat bangun tidur di pagi hari

Perasaan lansia saat bangun tidur di pagi hari, sangat mengantuk

sebanyak 1 responden (1,5%), mengantuk sebanyak 6 responden (9,2%),

sedikit mengantuk sebanyak 22 responden (33,8%) dan segar sebanyak 36

responden (55,4%). Data tersebut menunjukan mayoritas responden di Panti

Sosial Tresna Werdha Nirwana Puri Samarinda Perasaan saat bangun tidur

di pagi hari segar. Siklus tidur dan bangun mengatur fungsi fisiologis dan

respon perilaku. Jika siklus tidur-bangun seseorang terganggu, maka fungsi

fisiologis tubuh lainnya juga dapat terganggu atau berubah. Secara normal

orang yang tidur cukup akan merasakan segar setelah terbangun dari

tidurnya, karena tidur sebagai penyimpanan energi untuk digunakan pada

hari berikutnya (Potter & Perry, 2012).

e. Seberapa nyeyak tidur di malam hari

Seberapa nyeyak tidur lansia dimalam hari, sebentar-bentar

terbangun sebanyak 11 responden (16,9%), tidur dan kemudian terbangun

40 responden (61,5%), tidur tetapi tidak nyeyak sebanyak 13 responden

(20,0) dan tidur sangat nyeyak sebanyak 1 responden (1,5%). Data tersebut

menunjukan mayoritas responden di Panti Sosial Tresna Werdha Nirwana

Puri Samarinda Kedalaman Tidurnya. tidur dan kemudian terbangun.

Sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi kualitas tidur responden

yaitu: faktor psikologis dan lingkungan, stress emosional juga

menyebabkan seseorang sulit untuk tertidur, sering terbangun selama

siklus tidur, atau terlalu banyak tidur, dan lingkungan fisik tempat

52
sesorang tidur berpengaruh penting pada kemampuan untuk tertidur (

Potter & Perry, 2012).

f. Kepuasan tidur yang dialami tadi malam

Perasaan puas dengan tidur yang dialami tadi malam, Tidak merasa

puas sebanyak 3 responden (4,6%), Sedikit puas sebanyak 33 responden

(50,8%), lumayan puas sebanyak 29 responden (44,6%), dan sangat

merasa puas sebanyak 0 responden (0,0%). Data tersebut menunjukan

mayoritas responden di Panti Sosial Tresna Werdha Nirwana Puri

Samarinda kepuasan tidurnya sedikit puas. Hidayat (2008), menyatakan

bahwa faktor yang menyebabkan kepuasan tidur yang buruk pada lansia

yaitu fisiologis, penyakit, psikologis, gangguan tidur primer, perilaku

sosial, dan lingkungan. Kim & Moritz (1982, dalam Maas, 2011), juga

menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan gangguan pola tidur pada

lansia yaitu penambahan usia, penyakit, nyeri, depresi, kecemasan,

lingkungan, dan gaya hidup.

g. Perasaan mengantuk di siang hari

Perasaan mengantuk lansia di siang hari, sangat mengantuk sebanyak

4 responden (6,2%), lumayan mengantuk sebanyak 39 responden (60,0%),

sedikit mengantuk sebanyak 20 responden, tidak mengantuk sebanyak 2

responden. Data tersebut menunjukan mayoritas responden di Panti Sosial

Tresna Werdha Nirwana Puri Samarinda perasaan mengantuk disiang hari,

lumayan mengantuk.

53
Lansia merasa mengantuk di siang hari karena kurang aktivitas pada

siang hari dan tidak adanya aktivitas yang rutin. Hal ini menyebabkan lansia

sering tidur pada siang hari karena tidak ada aktivitas yang harus dikerjakan.

Hal ini di dukung penelitian yang di lakukan oleh Oliveira yang menyatakan

bahwa lansia yang mengalami tidur siang hari yang panjang disebabkan

karena kurang adanya aktivitas di siang hari dan tidak adannya stimulus

kegiatan yang rutinitas (Oliveira, 2010).

5.5 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan yang memerlukan perbaikan dan

pengembangan untuk penelitian selanjutnya. Keterbatasan dalam penelitian ini

yaitu, peneliti merasa kesulitan dalam melakukan pengumpulan data dalam bentuk

kuesioner (sejumlah pertanyaan ditujukan langsung ke responden karena banyak

lansia tidak mengerti cara mengisi kuesioner tersebut). Keterbatasan lainya adalah

dalam berkomunikasi karena sebagian besar reponden berbahasa Jawa, sehingga

peneliti merasa kesulitan saat berkomunikasi dengan responden.

54

Anda mungkin juga menyukai