Anda di halaman 1dari 13

ARTIKEL

STUNTING

Nama : Nurul Hasanah

NIM : 0432051321117020

Prodi : S1 Ilmu Gizi (2017) / STIK Immanuel Bandung

A. Fenomena Stunting dan Dampaknya

Stunting atau terlalu pendek berdasarkan umur adalah suatu keadaan


tinggi badan yang berada di bawah minus dua standar deviasi (<-2SD) dari
tabel status gizi WHO child growth standard (WHO, 2012). Kondisi stunting
menggambarkan status gizi atau status kesehatan di masa lalu yang kurang
baik dan menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan linier pada seseorang.
Kasus stunting masih menjadi masalah yang sulit diatasi dibeberapa negara
termasuk Indonesia. Beberapa kasus yaitu sebagai berikut.

1. Kurang gizi menyebabkan 45% kematian anak di dunia pada tahun


2017 > 90% di Asia dan Afrika.
2. 2 miliar orang menderita kekurangan mikronutrien.
18 dari 20 negara yang terkena dampak paling parah berada di sub
Sahara Afrika.
3. 69-82% dari semua anak kasus gizi kurang tidak diobati dengan baik.

Masalah gizi di Indonesia menjadi fokus utama pemerintah dibidang


kesehatan, seperti yang ada dalam 10 intruksi presiden kepada kesehatan yang
menjadi salah satu pointnya yaitu “gizi investasi bangsa”. Ini membuktikan
bahwa gizi setiap warga negara yang baik dapat menghasilkan kualitas SDM
yang berkualitas sebagai investasi bangsa dimasa depan, demi mewujudkan
Indonesia sebagai negara maju. Ada 2 macam masalah gizi yaitu sebagai
berikut.
1. Kurang gizi (kurang energi dan protein)
Di Indonesia mayoritas mengalami kurang gizi, misalnya kekurangan
protein akut (marasmus, kwashiorkor). Tidak hanya itu kekurangan aneka
vitamin dan mineral (vitamin A, yodium, zat besi, seng, kalsium dan lain-
lain) masih banyak dialami.
2. Gizi lebih
Yang termasuk gizi lebih yaitu obesitas, overweight. Gizi lebih
merupakan salah satu faktor yang dapat memicu timbulnya berbagai
macam penyakit lain seperti (diabetes, penyakit jantung, darah tinggi dan
lain-lain)

Semakin berkembangnya IPTEK, industry globalisasi semakin meningkat


sehingga menyebabkan perubahan gaya hidup di masyarakat dalam berbagai
aspek termasuk tingkat konsumsi.yang bisa menjadi salah satu faktor terjadinya
gizi lebih (obesitas) karena pola makan yang tidak seimbang (banyak
mengonsumsi makanan yang berkalori, lemak, karbohidrat yang tinggi). Gizi
lebih dapat juga berdampak pada timbulnya penyakit degeneratif (penyakit
tidak menular) seperti darah tinggi, penyakit jantung, stroke, diabetes dan
lainnya. seorang dengan gizi lebih memiliki produktivitas kerja yang rendah.
Yang dapat berdampak pada pendapatan keluarga yang rendah dan
kemungkinan kurang mampu dalam menyediakan makanan keluarga yang
bergizi sehingga status gizi anggota keluarganya menurun. Meskipun tidak
menjamin orang yang berkecukupan lebih memiliki status gizi yang baik

Perkembangan IPTEK yang berkembang pesat juga, menjadi salah satu


potensi meningkatnya pencemaran lingkungan (adanya pabrik-pabrik besar),
yang dapat menciptakan lingkungan yang tidak sehat (akibat limbah, polusi
yang dihasilkan). Dapat berdampak pada masyarakat sekitar dan menyebabkan
risiko terinfeksi penyakit yang tinggi karena sistem sanitasi lingkungan yang
buruk (kekurangan air bersih, pencemaran lingkungan), tingkat urbanisasi juga
bertambah karena lahan bekerja dikota besar lebih tinggi dari pada di desa-desa
kecil, tetapi akibat masyarakat urban yang tidak terkendali jumlahnya. Dapat
menjadi salah satu penyebab kantong kemiskinan (karena angka
penggangguran yang tinggi, karena rendahnya tingkat pendidikan). Yang
menyebakan pendapatan yang rendah dan pemenuhan asupan gizi tidak dapat
terjamin. Hal ini yang menjadi salah satu penyebab terjadinya gizi kurang
dimasyarakat pendatang. Kualitas SDM yang dihasilkan juga rendah karena
produktivitas kerja yang terhambat.

Menurut Riskesdas tahun 2013 sekitar 9 juta masyarakat Indonesia


mengalami stunting. Dan di seluruh dunia, Indonesia adalah negara yang
prevalensi stunting kelima terbesar. Angka ini melebihi 20% dari ambang
batas, ini menunjukan bahwa pengidap stunting di Indonesia masih sangat
banyak dan belum bisa teratasi. Stunting tidak hanya menyebabkan
pertumbuhan anak yang terhambat, stunting dapat pula berdampak pada
terganggunya perkembangan otak, penurunan kecerdasan, kerentanan terhadap
penyakit, prestasi belajar yang menurun, dan berisiko tinggi terkena penyakit
degenerative dimasa yang akan datang .

Tingkat kecerdasan anak Indonesia ada di urutan 64 terendah dari 65


negara (Asesmen yang dilakukan pada tahun 2012 oleh OECD PISA), hal ini
membuktikan bahwa masalah kesehatan termasuk masalah gizi memberi
dampak pada penurunan kecerdasan anak Indonesia. Pengalaman dan bukti
internasional menunjukan bahwa stunting ini dapat menghambat pertumbuhan
ekonomi dan produktivitas pasar kerja. Hilangnya 11% GDP mengurangi
pendapatan kerja dewasa hingga 20%, ini menyebabkan pendapatan
masyarakat yang rendah dan kemiskinan yang akan terus meningkat.
Akumulasi dari dampak-dampak tadi dapat menghambat pembangunan dan
peluang menjadi negara maju.

Penyebab Stunting

1. Praktek pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan


ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta
setelah ibu melahirkan.
2. Faktor gizi buruk yang dialami ibu saat hamil maupun kekurang gizi saat
anak sudah lahir. Kurangnya asupan gizi yang dibutuhkan pada saat
kehamilan akan berdampak pada janin yang dikandung.
3. Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal
Care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan), Post Natal
Care dan pembelajaran dini yang berkualitas
4. Masih kurangnya akses kepada makanan bergizi, hal ini dikarenakan harga
makanan bergizi di Indonesia masih tergolong mahal (seperti aneka daging,
ikan laut dan bahan lainnya yang tinggi protein) padahal asupan protein
yang cukup sangat penting dalam pertumbuhan anak.
5. Kurangnya akses air bersih dan sanitasi
6. Praktek pengasuhan yang tidak baik, seperti kurangnya pengetahuan
tentang kesehatan dan gizi pada masa sebelum dan sesudah kehamilan,
anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan ASI Eksklusif, dan anak 0-24bulan
tidak mendapatkan Makanan Pengganti ASI

Dampak Stunting – Kurang Gizi

1. Ibu hamil
a. Kesakitan dan kematian meningkat
b. Perkembangan otak janin & pertumbuhan terhambat
c. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

Untuk mencegah hal tersebut, pemeriksaan pada ibu hamil setiap bulan
kehamilannya harus terus dipantau, asupan gizi yang diberikan juga harus
memenuhi kebutuhan perharinya. Perlu diperhatikan bahwa kebutuhan gizi
pada ibu hamil 2 kali lipat lebih banyak dari pada keadaan biasanya.
Kebutuhan zat besi salah satunya harus terpenuhi, karena biasanya pada
ibu hamil memiliki risiko mengidap anemia yang tinggi. Untuk itu asupan
seperti sayuran hijau dan tambahan tablet zat besi minimal 90 tablet untuk
membantu mencegah terjadinya anemia, jika ibu mengalami anemia pada
masa kehamilan kemungkinan besar Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan
hal ini akan menjadi salah satu potensi terjadinya stunting pada anak.

Tidak hanya asupan zat besi, kebutuhan asam folat, omega 3 harus
terpenuhi agar perkembangan otak dan pertumbuhan janin dapat
berkembang secara optimal. Sering kali masyarakat masih belum
mengetahui pentingnya asupan zat besi, oleh karena itu pemerintah harus
lebih mensosialisasikan tambahan suplemen zat besi minmal 90 tablet
selama kehamilan. Pemberian tablet ini bisa dilakukan di puskesmas
dengan gratis, dengan begitu para ibu hamil dapat dengan mudah
mendapatkan tablet tambah darah ini.

2. Ibu menyusui
a. Kesakitan dan kematian meningkat
b. Produksi ASI menurun
c. Keadaan gizi dan kesehatan bayi menurun

3. Balita
a. Perkembangan otak dan pertumbuhan fisik terhambat
b. Perkembangan motorik, mental, kecerdasan terhambat
c. Kesakitan dan kematian anak meningkat

4. Anak usia sekolah dan remaja


a. Kesakitan & kematian meningkat
b. Pertumbuhan, Gangguan kecerdasan & mental
c. Kesegaran fisik menurun  prestasi olah raga jelek
d. Interaksi sosial kurang, kriminalitas meningkat
e. Tumbuh kembang otak tidak optimal
f. Potensi pendidikan rendah

5. Dewasa usia lanjut


a. Kesakitan meningkat, umur harapan hidup rendah
b. Kesegaran fisik dan produktivitas kerja menurun
c. Kesempatan bekerja dan pendapatan menurun

Dampak dari stunting atau masalah gizi lainnya tidak hanya


berdampak jangka pendek saja, tetapi masalah gizi ini dapat berlajut pada
generasi atau keturunan selanjutnya. Bila seorang ibu yang mengandung
dalam keadaan kurang gizi, dapat berdampak pada janin yang dikandung,
janin tersebut dapat mengalami kekurangan gizi sama seperti yang dialami
ibunya, atau bisa mengalami kecacatan baik fisik atau mental, atau bisa
juga mengalami kematian. Hal ini dapat berlanjut terus menerus pada
keturunan selanjutnya. Tidak hanya akan berdampak pada kesehatan yang
menurun, dapat berdampak pula pada tingkat ekonomi yang rendah dimasa
dewasa karena produktivitas kerja akan menurun akibat dari kurangnya
gizi. Hal ini disebabkan karena kurangnya asupan gizi sejak dalam
kandungan dapat menurunkan tingkat kecerdasan anak dimasa yang akan
datang, anak yang menderita stunting memiliki nilai IQ yang lebih rendah
10% dari pada anak lainnya yang berusia sama. Sehingga kesempatan
untuk bekerja dengan layak sangat rendah.

B. Mencegah Stunting Sejak Dini


Stunting tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja, faktor lain seperti
tingkat ekonomi, social-budaya, pendidikan, pola asuh, sanitasi dan faktor
lainnya dapat memperbesar resiko terjangkit stunting. Semua hal diawali dari
keluarga, pemenuhan gizi yang baik dalam keluarga akan meningkatkan
kualitas hidup bagi anak-anaknya kelak.
Gizi adalah stimulasi dari kesehatan, jika status gizi bayi atau balita
tercukupi dengan baik maka anak akan tumbuh dan berkembang secara
optimal dimasa yang akan datang. Oleh karena itu 1000 hari pertama
kehidupan menjadi masa keemasan untuk mencapai status gizi yang baik.
Yaitu dimulai dari 270 hari pada kehamilan, sang ibu harus memperhatikan
secara penuh asupan yang dibutuhkan seperti asupan zat besi, asam folat,
iodium dan asupan seperti karbohidrat, protein, mineral serta vitamin lainnya
harus terpenuhi setiap harinya, karena kebutuhan zat gizi ibu hamil dua kali
lipat lebih banyak dari pada saat tidak dalam keadaan hamil. Tahun pertama
365 hari kelahiran diusakan untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayi
selama 6 bulan karena ASI sudah mengandung berbagai zat gizi yang
dibutuhkan bayi.
Tetapi sayangnya penggunaan ASI sudah banyak tergantikan dengan susu
formula yang ada dipasaran, bukan hanya susu formula bahkan ada yang
memberikan susu kental manis, atau air teh yang dimasukkan kedalam botol
susu untuk menggantikan ASI. Hal ini dilakukan dengan berbagai alasan ada
yang sibuk dengan pekerjaan sehingga tidak sempat memberikan ASI,
masalah kecantikan bagian tubuh jadi alasannya, faktor ekonomi atau pun ada
juga yang tidak bisa memproduksi ASI atau produksinya sangat sedikit. Bagi
yang tidak bisa memproduksi ASI dapat diusahakan dengan mengonsumsi
daun katuk yang bisa memperlancar keluarnya air ASI atau dengan pil
pelancar ASI untuk mencukupi kebutuhan asupan gizi bayi, karena jika anak
sudah melebihi usia 2 tahun stunting akan sulit sekali diobati. Pada usia 6
bulan alangkah baiknya jika bayi baru di beri makanan pendamping ASI,
tetapi banyak masyarakat yang sudah memberi makanan pada usia kurang dari
6 bulan, padahal sebelum usia 6 bulan bayi masih belum bisa mencerna
makanan lain selain ASI karena sistem pencernaan yang belum matang.
Tahap selanjunya adalah pada tahun ke 2 365 hari setelah kelahiran
menjadi masa penting untuk mencegah ataupun mengejar ketertinggalan
pertumbuhan balita agar tidak mengalami stunting. Sebaiknya asupan dari
makanan yang harus diperhatikan seperti asupan protein, mineral, serta
vitamin harus terpenuhi. Pemantauan pertumbuhan balita di posyandu juga
harus terus dilakukan guna mengetahui perkembangan pada anak. Karena
masa pertumbuhan pada masa golden age ini sangat cepat, jika asupannya
tidak diperhatikan akan berdampak pada perkembangan yang kurang optimal
ke masa yang akan datang.
Intervensi Stunting
1. Ibu hamil mendapat tablet tambah darah, minimal 90 tablet selama
kehamilan
2. Pemberian makanan tambahan pada ibu hamil
3. Pemenuhan gizi
4. Persalinan dengan dokter atau bidan yang ahli
5. IMD (Inisiasi Menyusui Dini)
6. Berikan ASI Eksklusif pada bayi hingga usia 6 bulan
7. Berikan Makanan Pendamping ASI untuk bayi diatas 6 bulan hingga 2
tahun
8. Berikan imunisasi lengkap dan vitamin A
9. Pantau pertumbuhan balita di Posyandu terdekat
10. Lakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Tahap Pemberian Makanan pada Bayi


1. ASI Eksklusif (Selama 6 Bulan)
Menilai kecukupan ASI :

a. Menyusu ≥ 8 kali sehari

b. Buang air kecil > 6 kali/hari


c. Kenaikan BB adekuat

Bila tidak memberikan ASI Ekslusif, diganti dengan pemberian susu


formula. Diperlukan persiapan yang harus diperhatikan, agar susu dalam
keadaan steril adalah sebagai berikut.

a. Cuci tangan terlebih dahulu sebelum membuat susu (menggunakan air


mengalir dan sabun)
b. Cuci botol dan dot dengan sikat khusus botol bayi
c. Tes lubang dot (memastikan tidak tersumbat)
d. Didihkan botol dan dot dalam panci bersih, hingga mendidih (5 menit)
e. Tiriskan wadah dan keringkan
f. Untuk membuat formula biarkan air mendidih 2 menit lalu dinginkan
g. Buka kaleng susu dengan bersih, gunakan sendok penakar yang bersih
dan kering
h. Buka kaleng susu dengan bersih, gunakan sendok penakar yang bersih
dan kering
i. Encerkan susu sesuai takaran, kemudian kocok
j. Susu tidak boleh diberikan jika sudah lebih dari 1 jam

2. ASI + MP-ASI
a. MP-ASI mulai diberikan saat kebutuhan Energi dan nutrien melebihi
yang didapat dari ASI
b. MP-ASI harus mengandung cukup Energi, Protein dan mikronutrien
c. Penyimpanan, penyiapan dan sewaktu diberikan MP-ASI harus
higienis
d. MP-ASI diberikan sejalan dgn tanda lapar dan nafsu makan serta
frekuensi dan cara pemberiannya sesuai dengan usia bayi

3. Makanan Keluarga
a. Tingkatkan konsistensi dan variasi makanan sejalan dengan usia bayi
b. Bayi mampu makan pure, makanan saring atau makanan setengah
padat sejak usia 6 bulan
c. Pada usia 12 bulan, anak sudah dapat menerima makanan keluarga

C. Pemanfaatan Pangan Fungsional


Menurut Undang-undang No.18 Tahun 2012 tentang Pangan, pangan
adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian,
perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang
diolah maupun tidak diolah yang diperuntukan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan
baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan,
pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.
1. Fungsi Pangan
a. Fungsi gizi ( Primary function ):Zat gizi makro (karbohidrat, protein,
lemak); dan Zat gizi mikro (vitamin & mineral)
b. Fungsi sensoris ( Secondary function ): Warna, bentuk, tekstur, rasa;
kemasan & penampakan
c. Fungsi fisiologis ( Tertiary function ):Zat gizi & non-gizi
terhadapfisiologi tubuh

Dasar pertimbangan konsumen di negara-negara maju dalam memilih


bahan pangan, bukan hanya bertumpu pada kandungan gizi dan
kelezatannya, tetapi juga pengaruhnya terhadap kesehatan tubuhnya. Dari
sinilah lahir konsep pangan fungsional. Seperti yang kita tahu bahwa
Indonesia merupakan negara yang kayak akan sumber daya alamnya yang
melimpah, termasuk rempah- rempah yang dimiliki sangat beragam.
Sayangnya pemanfaatan sumber daya alam ini kurang bisa dilakukan.
Contohnya aneka ragam rempah yang melimpah masih kurang
dikembangkan, padahal dengan pengolahan yang benar rempah-rempah
dapat menjadi salah satu pangan fungsional. Yang tidak hanya memiliki
nilai gizi tapi memiliki pengaruh yang baik bagi tubuh.

Jamu khas Indonesia sebenarnya merupakan pangan funsional yang


telah ada sejak zaman nenek moyang yang berfungsi sebagai obat,
pencegahan penyakit dan hal lainnya. Tetapi sayangnya jamu hampir
sudah hilang keberadaannya seiring perkembangan zaman. Hal ini terjadi
karena mineset masyarakat kita yang sudah mulai berubah bahwa
minuman atau makanan haruslah enak dan menarik perhatian, sedangkan
jamu memang memiliki cita rasa yang dominan pahit. Selain itu jamu yang
sebelumnya dipercaya dapat menyembuhkan penyakit tertentu sudah jauh
tertinggal dengan adanya obat-obatan farmasi dan meninggalkan cara
pengobatan yang ada.
2. Definisi Pangan Fungsional
a. The Food Quality and Standar disservices (AGNS) & Food and
Agriculture Organization of the United Nations (FAO) (2007) : PF
adalah pangan yang ditujukan untuk dikonsumsi sebagai bagian dari
diet normal dan mengandung komponen aktif yang berpotensi
meningkatkan kesehatan dan mengurangi risiko penyakit.
b. ILSI menyebutkan suatu pangan disebut sebagai pangan fungsional
jika dapat menunjukkan dengan baik bahwa pangan tersebut memiliki
manfaat menguntungkan terhadap satu atau lebih fungsi dalam
organisme, selain manfaat gizi normal, yang memperbaiki kondisi
kesehatan atau mengurangi risiko penyakit.

3. Fungsi Fisiologis Pangan


a. Kesehatan & kebugaran
b. Pencegahan penyakit
c. Peningkatan daya tahan tubuh
d. Penghambatan proses penuaan
e. Penyehatan kembali ( recovery )

Makin maju suatu negara maka fungsi tertier (fungsi fisiologis bagi
tubuh) pada makanan atau minuman lebih diperhatikan oleh
masyarakatnya karea kesadaran akan kesehatan yang tinggi. Kualitas
makanan menjadi lebih penting dari pada kuantitas. Jepang merupakan
perintis pangan fungsional, karena negara yang paling tegas dalam
member batasan mengenai pangan fungsional dan paling maju dalam
perkembangan industrinya. Konsep dimulai dari FOSHU ( Foods for
Specified Health Uses ). Persyaratan FOSHU adalah sebagai berikut.

a. Berupa makanan (bukan kapsul, tablet, bubuk)


b. Berasal dari bahan alami
c. Dikonsumsi sebagai bagian dari makanan sehari-hari
d. Memiliki fungsi khusus pada saat dicerna, seperti : Meningkatkan
mekanisme pertahanan tubuh, Mencegah penyakit tertentu,
Mempercepat penyembuhan penyakit, Mengendalikan kondisi fisik &
mental, Memperlambat proses penuaan

Untuk bisa disebut sebagai Pangan Fungsional, pangan tersebut harus


memiliki komponen fungsional.

a. Komponen Fungsional adalah: komponen yang terdapat dalam


pangan fungsional, yang berdasarkan kajian ilmiah terbukti tidak
membahayakan kesehatan dan dapat memberikan manfaat kesehatan.

b. Senyawa bioaktif: salah satu komponen fungsional

c. Senyawa bioaktif dari tanaman disebut Fitokimia

d. Buah, sayur, rempah, dan biji-bijian merupakan sumber fitokimia

Dengan adanya pengetahuan akan pemanfaatan pangan fungsional


yang memadai diharapkan pemilihan makanan dalam kehidupan sehari-
hari tidak hanya mementingkan kelezatan, atau kuantitas semata tapi
kualitas yang harus diperhatikan. Dengan demikian tingkat terjangkitnya
penyakit di masyarakat dapat dicegah karena pemanfaatan pangan yang
benar dan efektif. Taraf hidup dimasyarakat juga dapat meningkat dengan
semakin baiknya pola konsumsi yang diterapkan juga dapat memperbaiki
status gizi yang rendah. Dan diharapkan permasalahan gizi yang ada dapat
berkurang dengan menerapkan pemanfaatan pangan fungsional di
kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigragi. 2017.


Buku Saku Desa dalam Penanganan Stunting. Jakarta : Kementerian Desa.

Kementerian Keuangan. 2018. Penanganan Stunting Terpadu Tahun 2018.


Jakarta: Direktur Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.

Suter, I. K. (2013). Pangan Fungsional dan Prospek Pengemabangnnya.


[Online]. Tersedia : https://repositori.unud.ac.id . [08 Agustus 2018].

Anda mungkin juga menyukai