Anda di halaman 1dari 8

4. Apa faktor risiko terjadinya ekspulsi setelah pemasangan IUD postplasenta?

Tidak ada penelitian yang dirancang khusus untuk menilai faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi risiko terjadinya ekspulsi setelah pemasangan postplasenta.

Tipe persalinan

Beberapa penelitian membandingkan pemasangan IUD postplasenta setelah Caesar


dibandingkan dengan persalinan pervaginam. Walaupun sebagian besar penelitian tidak
terlalu kuat, kejadian ekspulsi terjadi lebih tinggi pada kelompok dengan persalinan
pervaginam kecuali pada satu penelitian.

Pengalaman pengerja

Pengalaman pengerja juga memegang peranan dalam kejadian ekspulsi. Pada penelitian
multinasional insersi postplasenta setelah persalinan pervaginam, data yang dikumpulkan dari
semua sumber menujukkan bahwa insersi yang dilakukan pada setengah awal percobaan,
investigator yang hanya memiliki sedikit pengalaman ternyata berhubungan dengan tingginya
kejadian ekspulsi dibandingkan dengan setengah kedua (12% dan 7%, p<.001). Pada salah
satu RCT dari pemasangan LNG IUD 52-mg postplasenta setelah persalinan dengan Caesar,
dua sumber dilibatkan. Pada sumber/tempat kedua, pengerjanya kurang berpengalaman
dalam pemasangan IUD, dan empat dari enam (67%) orang mengalami ekspulsi setelah
pemasangan intrasesar jika dibandingkan dengan sumber/tempat pertama (p<.01) dari 14
orang tidak ada yang mengalami ekspulsi (0%). Tidak ada pengerja yang mempunyai
pengalaman terhadap pemasangan intrasesar. Tetapi, sebuah penelitian tentang pemasangan
postplasenta setelah persalinan pervaginam tidak menunjukkan perbedaan pada kejadian
ekspulsi pada tingkatan pengerja (residen tahun pertama/kedua dibandingkan dengan residen
tahun ketiga keatas), walaupun penelitian ini tidak memiliki kekuatan yang cukup dalam
menjelaskan hasil ini.

Paritas

Data yang didapat menunjukkan pertentangan hubungan antara paritas dan ekspulsi setelah
pemasangan IUD postplasenta. Dua penelitian menunjukkan bahwa risiko terjadinya ekspulsi
meningkat dengan tingginya paritas, tetapi pada salah satu penelitian malah sebaliknya.
Tetapi, tidak satupun penelitian ini dirancang khusus untuk melihat paritas, dan penelitian
lebih lanjut diperlukan untuk menyimpulkan hasil yang bertentangan tersebut.

Perbedaan yang luas pada ekspulsi dari berbagai macam penelitian menunjukkan ada faktor
yang dapat dimodifikasi untuk mengurangi kejadian ekspulsi. Penelitian lebih lanjut
diperlukan untuk mengidentifikasi variabel-variabel tersebut.

5. Apakah ada teknik, modifikasi alat, atau tipe alat yang dapat mengurangi kejadian ekspulsi
setelah pemasangan IUD postplasenta?

Penelitian sistematis menunjukkan sedikit atau tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa
kejadian ekspulsi berbeda-beda sesuai teknik pemasangan yang digunakan, modifikasi
alatnya, atau tipe IUD yang digunakan. Tetapi, sebagian besar data pada topik ini sparse and
date dari tahun 1980 dan 1990-an.

Teknik insersi

Penelitian terdahulu yang melihat teknik pemasangan postplasenta seperti pemasangan


dengan tangan, pemasangan dengan forceps, atau dengan menggunakan inserter IUD,
menunjukkan hasil yang berbeda-beda, dengan kebanyakan penelitian menunjukkan tidak ada
perbedaan. Pada RCT dengan menggunakan IUD yang ada, Xu et al, mengambil sampel 910
perempuan secara acak untuk pemasangan CuT380A postplasenta dengan menggunakan ring
forceps atau insersi manual setelah persalinan pervaginam. Ekspulsi pada bulan ke 6 terjadi
sekitar 13% pada setiap kelompok. Mereka juga tidak menemukan perbedaan pada pelepasan
karena nyeri dan perdarahan atau karena indikasi nonmedis. Sebuah penelitian pilot proof-
of-concept study examined a dedicated device inserter untuk pemasangan IUD 48 jam
setelah persalinan pervaginam. Inserter tersebut mirip dengan inserter CuT380A standar
tetapi mempunyai sleeve yang lebih panjang dan string IUD yang lebih panjang. Sekitar 6-8
bulan postpartum, 5 dari 80 perempuan (7.5 %) mengalami ekspulsi komplit dan 8 dari 80
perempuan (10%) mengalami ekspulsi parsial asimptomatik. Penelitian lanjutan terhadap
dedicated inserter sedang dilaksanakan.

Modifikasi alat

Beberapa IUD dirancang secara khusus untuk digunakan pada periode postpartum.
Modifikasi dari GYNE-T 380 (sebuah copper IUD yang hampir identik dengan CuT380A),
GYNE-T 380 Postpartum, mempunyai chromic suture pada bagian atas lengan kiri. Pada
penelitian quasi-randomized trial dari 592 perempuan, ekspulsi dari GYNE-T 380 terjadi
13.2 dari 100 kasus dibandingkan dengan 16.2 dari 100 kasus pada pemasangan GYNE-T
380 Postpartum. Tidak ada perforasi atau infeksi pelvis yang terjadi pada kedua kelompok
penelitian. Penelitian lain yang melibatkan modifikasi dari IUD jenis lama untuk pemasangan
postpartum juga tidak menunjukkan keuntungan.

Tipe Alat

IUD Hormonal memiliki tingkat kejadian ekspulsi lebih tinggi jika dibandingkan dengan
copper IUD walaupun data yang ada tidak konsisten. Penelitian lama yang membandingkan
progesterone-releasing Progestasert IUD dengan IUD CuT200 menunjukkan bukti yang
terbatas bahwa IUD yang mengandung progestin memiliki tingkat kejadian ekspulsi yang
lebih tinggi. Penelitian cohort yang lumayan baru menunjukkan sekitar 7% ekspulsi dari
Nova-T-copper IUD dan 0% pada pemasangan LNG-IUD 52 mg setelah pemasangan
postplasenta saat Caesar. Pada Levi et al,’s RCT, 10% (4/40) dari LNG-IUD 52 mg saat
operasi Caesar were expelled dibandingkan dengan 0% (0/15) pemasangan IUD CuT380A,
tetapi penelitian tidak menunjukkan kekuatan yang adekuat untuk menilai perbedaan pada
kejadian ekspulsi oleh tipe IUD.

Eggenbroten et al, juga menemukan perbedaan tingkat kejadian ekspulsi oleh tipe IUD pada
penelitian prospective observasional mengenai perempuan yang meminta pemasangan IUD
postpartum atau implant. Dari 186 perempuan yang mendapatkan pemasangan IUD
postpartum segera and were successfully contacted pada 6 bulan postpartum, 17% (18/108)
dari pengguna LNG-IUD dan 4% (3/78) dari pengguna IUD CuT380A mengalami ekspulsi
(adjusted hazards ratio 5.9)(CI 1.3-26.4). Pertanyaan apakah tipe IUD (IUD CuT380A atau
LNG-IUD) berhubungan dengan peningkatan risiko ekspulsi masih membutuhkan penelitian
lebih lanjut.

Halaman 8

6. Apakah peran ultrasound dalam IUD postplasenta provision?

Penggunaan ultrasound dalam pemasangan

Penelitian yang melaporkan penggunaan ultrasound pada pemasangan postplasenta setelah


persalinan pervaginam menunjukan kejadian ekspulsi sebesar 19-24%, sedangkan penelitian
yang tidak menggunakan ultrasound menunjukkan kejadian ekspulsi sebesar 27-37%.
Tetapi,, tidak ada penelitian yang meneliti secara langsung apakah penggunaan ultrasound
pada pemasangan postplasenta menurunkan kejadian ekspulsi, dan tidak ada bukti yang jelas
yang mendukung penggunaan ultrasound secara rutin. Oleh karena itu, masih memungkinkan
untuk melakukan pemasangan dengan atau tanpa bantuan ultrasound. Apabila terjadi
permasalahan dalam pemasangan IUD fundus, pertimbangan klinis untuk menggunakan
ultrasound saat pemasangan ketika diperlukan. Kurangnya pemasangan dengan bantuan
ultrasound tidak boleh prohibit provision pemasangan postplasenta setelah persalinan
pervaginam.

Penggunaan ultrasound untuk follow-up dan monitoring lebih lanjut

Data yang menunjukkan malposisi IUD setelah pemasangan IUD postplasenta sangat
terbatas. Salah satu penelitian observasional dari 100 perempuan yang melakukan
pemasangan CuT380A setelah persalinan pervaginam atau Caesar menunjukkan sekitar 44%
terjadi malposisi IUD. Wanita dengan malposisi IUD lebih sering melakukan pemasangan
IUD setelah persalinan vaginam daripada Caesar dan lebih sering melaporkan komplikasi
setelah 6 bulan melahirkan, termasuk ekspulsi, perdarahan ireguler, dan nyeri perut bawah.

Tidak jelas apakah ekspulsi parsial asimptomatik atau malposisi IUD yang terjadi setelah
pemasangan IUD pada waktu tertentu secara klinis signifikan. Walaupun banyak penelitian
membahas kegagalan IUD, contohnya pada kehamilan dengan IUD in utero menunjukkan
malposisi IUD, tidak jelas apakah kegagalan IUD terjadi akibat malposisi IUD atau karena
IUD bergeser akibat pembesaran gestational sac. Pentingnya kejadian malposisi IUD belum
diteliti secara khusus pada pemasangan IUD postplasenta. Tetapi, pada suatu penelitian case-
control pada 364 perempuan tidak didapatkan hubungan antara malposisi IUD dan
pemasangan 6-9 minggu setelah melahirkan. Tidak terjadi kehamilan pada perempuan
dengan malposisi copper atau LNG-IUD left in situ, tetapi terjadi peningkatan risiko
kehamilan pada wanita yang melepaskan IUD yang mengalami malposisi tanpa inisiasi
kontrasepsi lain yang lebih efektif, yang menunjukkan pentingnya menghindari pelepasan
yang tidak perlu. Salah satu penelitian dengan mengambil secara acak sampel perempuan
untuk pemasangan intraservikal atau intrauterine LNG-IUD menunjukkan tingkat kehamilan
yang rendah pada kedua kelompok selama 5 tahun. Hal ini mendukung hipotesis bahwa
posisi tidak mempengaruhi efektifitas LNG-IUD karena efek progestin pada mucus serviks.
Walaupun ada permasalahan bahwa IUD copper kurang efektif jika tidak terletak di fundus
uteri, tidak ada penelitian yang memastikan teori ini.

Telah dilakukan penelitian yang mengkorelasikan jarak IUD dari fundus atau os internal
setelah pemasangan postplasenta dengan risiko terjadinya ekspulsi. Tetapi, karena beberapa
penelitian menunjukkan pergerakan IUD di dalam cavitas uterine tanpa terjadi ekspulsi,
pengukuran ini secara klinis tidak terlalu berguna. Berdasarkan fakta ini, kami tidak
merekomendasikan penggunaan ultrasound rutin untuk monitoring setelah pemasangan IUD
postplasenta. Apabila terjadi displacement secara tidak sengaja terdiagnosa pada ultrasound,
pelepasan tidak diharuskan tetapi dapat dilakukan setelah konseling dengan pasien jika
dilakukan penggantian IUD segera atau inisiasi kontrasepsi yang lebih efektif yang feasible
dan diinginkan

Missing strings

Penggunaan ultrasound untuk memastikan lokasi IUD intrauterine dapat berguna apabila
string IUD tidak terlihat atau teraba pada os cervical externa. Ketidakmampuan untuk
memvisualisasikan string IUD saat pemeriksaan dengan speculum terjadi lebih sering setelah
pemasangan IUD postplasenta daripada pemasangan interval, terutama setelah pemasangan
pada Caesar. Ketidakmampuan untuk memvisualisasikan string IUD setelah pemasangan
postplasenta berkisar antara 5% pada pemasangan LNG-IUD postplasenta setelah persalinan
pervaginam hingga 44-79% pada pemasangan IUD pada Caesar. Penemuan ini dapat
disebabkan oleh karena teknik pemasangan IUD pada Caesar dimana string IUD may not be
traversing through servik ke vagina saat pemasangan. Perempuan yang melakukan
pemasangan IUD postplasenta harus dikonsulkan bahwa untuk memastikan letak IUD
intrauterine harus menggunakan ultrasound. Setelah pemasangan postplasenta pada Caesar,
string IUD lebih sering tervisualisasi pada LNG-IUD jiak dibandingkan IUD CuT380A, oleh
karena LNG-IUD mempunyai string yang lebih panjang. Terlebih lagi, string dapat turun ke
vagina oleh involusi lebih lanjut oleh uterus postpartum sehingga dapat terlihat setelah
pemasangan postplasenta. Salah satu penelitian prospective cohort pada 348 perempuan yang
menggunakan IUD CuT380A setelah persalinan pervaginam atau Caesar menunjukkan
peningkatan pada visibilitas string IUD, dengan 90% dan 32% string terlihat saat 6 minggu
setelah persalinan pervaginam (90%) dan Caesar (32%), dibandingkan dengan 98% dan 72%
pada bulan ke 12. Sebuah penelitian prospective randomized yang membahas tentang
visibilitas string setelah pemasangan intrasesar IUD Cu375 (panjang string 19,4 cm) (100%)
dengan IUD CuT380A (panjang string 11,5 cm) (47,9%) menunjukkan tingkat visibilitas
string yang tinggi pada perempuan dengan IUD Cu375 (100% vs 47,9% saat bulan ke 3,
p<.001). IUD CuT380A yang dirancang untuk penggunaan postpartum dengan string yang
lebih panjang dapat membantu meningkatkan identifikasi string IUD setelah pemasangan.

7. Pasien mana yang tidak termasuk sebagai kandidat pemasangan IUD postplasenta?
Ada beberapa larangan pada pemasangan IUD postpartum. USMEC hanya memberikan satu
kontraindikasi absolut pemasangan postplasenta atau postpartum lainnya yaitu puerperal
sepsis. Baik itu copper IUD maupun LNG-IUD tidak punya restriksi (Kategori 1), atau
keuntungan lebih tinggi daripada risiko (Kategori 2), untuk penggunaan postpartum dalam
waktu kapan saja, menimbang status menyusui dan cara persalinan. Hampir semua penelitian
yang melibatkan pemasangan IUD postplasenta mengeksklusi pasien dengan faktor risiiko
infeksi postpartum, termasuk rupture membrane lebih dari 18-24 jam sebelum kelahiran atau
chorioamnionitis oleh karena persalinan, jadi, keamanan dalam pemasangan pada situasi-
situasi ini belum diterapkan. Pertimbangan klinis harus digunakan untuk menilai risiko
endometritis postpartum. Sebagai tambahan, banyak penelitian yang mengeksklusi
perempuan dengan anomali uterine atau fibroid. Diduga risiko tertinggi pada perempuan-
perempuan ini adalah ekspulsi IUD, oleh karena itu informed konseling harus dilakukan
untuk memberitahu tentang peningkatan risiko ekspulsi. Perdarahan postpartum yang tidak
teratasi atau kejadian intrapartum lainnya dapat menunda pemasangan IUD dalam waktu 10
menit setelah keluarnya plasenta, which by definition precludes pemasangan postplasenta
tetapi dapat permit early postpartum placement.

8. Apakah pemasangan IUD postplasenta dapat memberikan dampak pada proses menyusui?

Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa copper IUD memberikan dampak pada proses
menyusui. A large body of research menunjukkan bukti bahwa kontrasepsi progestin pada
periode postpartum aman bagi ibu dan bayi, dan tidak memberikan dampak pada laktasi.
Penelitian mengenai pemasangan LNG-IUD postplasenta menunjukkan hasil yang mixed,
dengan satu pilot RCT menunjukkan proses menyusui yang dilanjutkan pada pengguna LNG-
IUD 52 mg, regardless waktu pemasangan postpartum dan penelitan cohort lainnya
menunjukkan tidak ada perbedaan pada mean duration menyusui antara ibu yang tidak
menggunakan IUD, immediate copper IUD dan immediate LNG-IUD 52-mg. Tetapi,
subanalisis oleh Chen et al. RCT menunjukkan a significantly lower median duration of
menyusui pada ibu yang mendapat LNG-IUD 52-mg dibandingan dengan pemasangan yang
tertunda. Sebuah penelitian A large noninferiority randomized trial dirancang secara khusus
untuk membandingkan outcome menyusui antara pemasangan LNG-IUD 52-mg postplasenta
(79%) dan yang tertunda (84%). Outcome primer menyusui pada 8 minggu setelah
postpartum, pemasangan postplasenta was non inferior to delayed insertion (79% vs 84%,
resepectively, p=.28). Waktu laktogenesis juga noninferior pada pemasangan postplasenta
jika dibandingkan dengan kelompok yang tertunda (65,3 vs 63,6 h, p=.61). Berdasarkan hasil
penelitian definitif ini, kami tidak merekomendasikan withholding penggunaan LNG-IUD
postplasenta pada ibu menyusui.

9. Apa rasio risiko-keuntungan pemasangan IUD postplasenta?

Pemasangan cooper IUD dan LNG-IUD postplasenta aman pada waktu tertentu dan
memberikan keunggulan pada pemasangan yang tertunda. Tetapi, kejadian ekspulsi lebih
tinggi setelah pemasangan postplasenta. Dalamm menentukan apakah pemasangan IUD
postplasenta merupakan pilihan yang tepat pada situasi manapun, beberapa faktor harus
dipertimbangkan, termasuk availabilitas penggantian IUD setelah ekspulsi dan tingkat
populasi pasien yang datang kembali untuk kunjungan postpartum. Penelitian randomized
trial pemasangan postplasenta dengan pemasangan tertunda menunjukkan tidak ada
perbedaan penggunaan IUD postplasenta bulan ke 6 dan 12 postpartum. Pada penelitian ini,
partisipan mendapatkan IUD baru setelah ekspulsi. Oleh karena itu, pada clinical
environment dimana penggantian IUD yang terekspulsi feasible, peningkatan kejadian
ekspulsi setelah pemasangan postplasenta may be less clinically relevant. Given the
multiple barriers that exist for IUD insertion in routine practice, populasi pasien dengan
tingkat kunjungan postpartum kembali yang rendah lebih diuntungkan dengan opsi
pemasangan IUD postplasenta.

Dua penelitian telah looked at cost implications pemasangan IUD postplasenta. Sebuah
penelitian retrospective analisis cost-benefit yang memfokuskan terhadap perempuan imigran
underinsured menyimpulkan bahwa, walaupun rumah sakit dapat kehilangan uang jika
menginisasi program IUD postpartum di rumah sakit, the state would save $2.94 untuk
setiap dollar yang diberikan pada program state-financed. Sebuah decision-analysis model
menilai cost-effectiveness pemasangan IUD postplasenta. Analisis tersebut mendukung
potensi penghematan pengeluaran financial dengan pemasangan IUD postplasenta, dengan
prediksi penghematan sebesar $282,540 dalam waktu 2 tahun untuk setiap 1000 perempuan
yang ingin pemasangan IUD postpartum.

Untuk program yang menawarkan pemasangan IUD postplasenta, konseling komprehensif


menimbang pentingnya risiko dan keuntungannya. Penting juga untuk menghindari coercion
kontrasepsi atau persepsi coercion in this setting. Metode LARC dapat particularly
susceptible terhadap potential coercion oleh karena ketergantungan pada petugas kesehatan
untuk melakukan pemasangan dan pelepasan IUD. Given the history sterilisasi paksa di US
dan persepsi pasien mengenai konseling directive dan coercion oleh petugas kesehat,
petugas harus memastikan bahwa perempuan mendapatkan konseling nonjudgemental
patient centered dan maintain autonomy dalam memutuskan pemilihan penggunaan
kontrasepsi. Tim pelayanan kesehatan harust memastikan bahwa perempuan mendapatkan
informasi dan waktu untuk membuat keputusan tanpa coercion berdasarkan preferensi
personal dan tujuan reproduktif. Pada akhirnya, a patient-centered, shared decision-
makking terhadap konseling kontrasepsi harus diutilisasi selama periode antepartum dan
awal postpartum.

5. Kesimpulan dan saran

Saran berikut didasarkan pada bukti scientific yang konsisten (Tingkat A):

- Tingkat kejadian ekspulsi lebih tinggi setelah pemasangan postplasenta dibandingan


dengan pemasangan tertunda
- Penggunaan IUD sama atau lebih besar setelah pemasangan postplasenta dibandingkan
dengan pemasangan tertunda pada kondisi dimana penggantian IUD yang terekspulsi
tersedia.
- Pemasangan postplasenta aman dan tidak berisiko tinggi terhadap perforasi atau infeksi
dibandingkan dengan pemasangan pada waktu lain.
Saran berikut berdasarkan bukti scientific yang terbatas dan inkosisten (Tingkat B):

- Tingkat kejadian ekspulsi lebih rendah setelah persalinan Caesar dibandingkan dengan
persalinan pervaginam
- Tingkat kejadian ekspulsi setelah pemasangan postpartum awal sama atau lebih tinggi
dibandingkan dengan tingkat kejadian ekspulsi setelah pemasangan postplasenta
- Pengalaman pengerja memegang peranan pada tingkat kejadian ekspulsi
- Teknik pemasangan dan modifikasi IUD tidak memberikan dampak pada tingkat kejadian
ekspulsi
- Ketidakmampuan untuk memvisualisasi string IUD pada os servikal eksternal lebih sering
terjadi pada pemasangan postplasenta dibandingkan dengan setelah pemasangan interval,
dan lebih tinggi pada pemasangan pada Caesar dibandingkan dengan pemasangan segera
setelah persalinan pervaginam

Sara berikut secara primer berdasarkan consensus dan pendapat expert (Tingkat C):

- Kurangnya penggunaan ultrasound should not prohibit provision pemasangan


postplasenta
- Coercion kontrasepsi atau perceived coercion may be more likely with LARC
methods. Konseling patient-centered komprehensif pada kontrasepsi dengan full
disclosure of risiko dan keuntungan pemasangan IUD postplasenta harus diberikan pada
setiap perempuan yang mempertimbangkan pilihan ini.

6. Pertanyaan penting yang harus dijawab

Tingkat kejadian ekspulsi setelah pemasangan postplasenta beragam pada berbagai


penelitian. Penelitian to isolate faktor yang dapat dimodifikasi yang berkontribusi to this
variability e.g, pengalaman pengerja atau tipe IUD—dapat berdampak pada penurunan
ekspulsi di dalam praktik klinis. Bidang lain pada penelitian di masa depan termasuk
perbandingan interval pemasangan postpartum (e.g., postplasenta vs postpartum awal).
Selanjutnya, penelitian dalam utilisasi ultrasound pada pemasangan, termasuk investigasi
terhadap intervensi yang berpotensi untuk menuurunkan insidensi missing strings pada saat
follow-up (yang dapat memerlukan penggunaan ultrasound). Penelitian lebih lanjut
dibutuhkan dalam insidensi dan manajemen malposisi IUD setelah pemasangan
postplasenta. Penelitian pada konseling anterpartum dan postpartum dan juga decision
making, untuk ensure reproductive autonomy dan menghindari coercion penting dilakukan.
Terakhir, policy research dibutuhkan untuk address barriers pemasangan IUD, termasuk
biaya dan insurance barriers serta institutional barriers pada tingkat rumah sakit dan state
level.

Sumber

Penulis menggunakan kata kunci berikut pada Ovid MEDLINE database untuk
mengidentifikasi sumber yang relevan yang dipublikasikan dari tahun 1946-2017 yaitu:
postplacenta, postpartum period, intrauterine devices, intrauterine devices + medicated,
intrauterine devices + copper, cesarean, obstetric delivery. Kata kunci digunakan sendiri atau
dalam kombinasi untuk pencarian yang optimal. Abstrak English- dan Spansih-language
direview dan artikel relevan didapat. Penulis menggunakan kata kunci yang sama pada
PubMed untuk mengidentifikasi artikel in press. Penulis menggunakan sitasi dari referensi
tersebut

Anda mungkin juga menyukai