Anda di halaman 1dari 59

Referat

DEFISIENSI VITAMIN

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSMH Palembang

Oleh:
Gresham Arceliusindi Mulya, S.Ked
04054821820083

Pembimbing:
dr. Djunaidi, SpPD, KGer

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


RUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Referat

Defisiensi Vitamin

Oleh:
Gresham Arceliusindi Mulya, S.Ked 04054821820083

Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 9 Juli 2018 s.d 13
September 2018.

Palembang, September 2018


Pembimbing,

dr. Djunaidi, SpPD, KGer

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan berkat-Nya referat
yang berjudul “Defisiensi Vitamin” ini dapat diselesaikan tepat waktu. Referat ini
dibuat untuk memenuhi salah satu syarat ujian kepaniteraan klinik senior di Bagian
Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya.

Terima kasih kepada dr. Djunaidi, SpPD, KGer yang telah membimbing penulis
dalam menyelesaikan penulisan referat ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan


referat ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan.

Semoga referat ini bermanfaat bagi pembacanya.

Palembang, September 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................1
1.2 Tujuan .........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................3
2.1 Vitamin Larut Dalam Lemak ...................................................................3
2.1.1 Vitamin A ...........................................................................................3
2.1.2 Vitamin D ...........................................................................................3
2.1.3 Vitamin E ..............................................................................................
2.1.4 Vitamin K .............................................................................................
2.2 Vitamin Larut Dalam Air ..........................................................................5
2.2.1 Vitamin B ............................................................................................5
2.2.1.1 Vitamin B1.................................................................................
2.2.1.2 Vitamin B2.................................................................................
2.2.1.3 Vitamin B3.................................................................................
2.2.1.4 Vitamin B5.................................................................................
2.2.1.5 Vitamin B6.................................................................................
2.2.1.6 Vitamin B7.................................................................................
2.2.1.7 Vitamin B9.................................................................................
2.2.1.8 Vitamin B12 ...............................................................................
2.2.2 Vitamin C ............................................................................................5
BAB III KESIMPULAN .....................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................17

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Nutrisi merupakan substansi organik yang dibutuhkan organisme untuk
menjalankan fungsi normal dari sistem tubuh, pertumbuhan dan pemeliharaan
kesehatan. Nutrisi dasar yang didapat dari makanan dapat berupa karbohidrat, protein,
lemak, vitamin dan mineral. Vitamin merupakan salah satu nutrisi organik yang
dibutuhkan dalam jumlah kecil (mikronutrien) yang penting untuk proses biokimiawi
misalnya metabolisme, pertumbuhan, pengaturan, dan perbaikan fungsi tubuh.
Vitamin umumnya tidak disintesis oleh tubuh sehingga harus dipasok dari
makanan.1,2,3
Vitamin dapat diklasifikasikan menjadi dua macam. Sifat larut dalam lemak
atau larut dalam air dipakai sebagai dasar dalam klasifikasi vitamin. Vitamin B dan C
merupakan jenis vitamin yang larut dalam air, sedangkan vitamin A, D, E, dan K
merupakan vitamin yang larut dalam lemak. Kelebihan dan kekurangan vitamin dapat
memberikan dampak bagi tubuh. Vitamin diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang
adekuat. Vitamin-vitamin tersebut kemudian disimpan di dalam tubuh, oleh karena
itu, defisiensi vitamin membutuhkan waktu sampai menimbulkan gejala klinis,
kecuali jika cadangan pada tubuh tidak adekuat seperti pada bayi prematur.1
Dari fakta yang ada, prevalensi terjadinya malnutrisi mikronutrien di berbagai
belahan dunia cukup tinggi.4 Tetapi, defisiensi vitamin yang tunggal kini sudah
jarang menimbulkan keadaan endemik bahkan di negara berkembang sekalipun dan
keadaan ini lebih cenderung terjadi sebagai bagian dari keadaan malnutrisi umum.
sebagai komplikasi dari penyakit lain seperti malabsorbsi atau sebagai konsekuensi
dari tindakan terapi yang kompleks seperti hemodialisis atau total parenteral
nutrition, atau juga sebagai akibat dari kelainan bawaan metabolisme. Banyak yang
tidak mengetahui bahwa gejala yang dirasakan pada tubuh merupakan akibat dari

1
2

defisiensi suatu vitamin tertentu sehingga seringkali terlambat untuk diketahui dan
mengakibatkan perlunya kunjungan ke dokter.3,5

1.2. Tujuan
Tujuan penulisan ilmiah ini adalah untuk mengidentifikasi dan memahami
fungsi vitamin bagi tubuh beserta penyakit yang terjadi akibat defisiensi
vitamin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Vitamin Larut Dalam Lemak


2.1.1. Vitamin A
Vitamin A (retinol) dapat dikonsumsi atau disintesis dalam tubuh dari
senyawa-senyawa karoten nabati. Sumber-sumber provitamin A yang terbaik
adalah hati, susu dan ginjal, yaitu vitamin ini terutama terdapat dalam bentuk
ester asam lemak. Senyawa-senyawa ester tersebut akan mengalami hidrolisis
selama proses pencernaanya, mengalami absorpsi dalam bentuk bebas,
reesterifikasi dengan asam-asam lemak di dalam mukosa intestinal, dan
memasuki sirkulasi darah bersama kilomikron limfe. Substrat karoten untuk
sintesis vitamin A, yaitu, terutama β-karoten, terdapat secara luas di dalam
tanaman. Beta-karoten dapat diserap dalam bentuk utuh atau dipecah di dalam
traktus intestinal sehingga terbentuk dua molekul retinaldehid. Retinaldehid
selanjutnya direduksi oleh enzim reduktase aldehid menjadi retinol. Retinol dari
sumber apapun akan disimpan sebagai ester retinil di dalam hepar. Depot yang
normal dalam tubuh adalah 300 hingga 900 mg. Sebelum dilepas dari hepar,
ester retinil akan dihidrolisis dahulu dan alcohol bebas yang terbentuk terikat
pada protein transport yang spesifik, yaitu retinol binding-protein (RBP) untuk
transportasi ke jaringan perifer. Pada defisiensi vitamin A, pelepasan RBP dari
hepar akan terhambat dan protein ini bertumpuk di dalam hepar; pada replesi,
RBP dengan cepat dilepas dari simpanan yang terbentuk sebelumnya. Retinol
dalam jumlah yang kurang-lebih sama akan diekskresikan ke dalam getah
empedu dan urin.5
Fungsi vitamin A yang sudah diketahui paling jelas adalah peranannya
dalam penglihatan; dalam retina mata, vitamin A merupakan gugus prostetik
protein karotenoid yang memberikan dasar molekuler bagi eksitasi visual. Di
samping itu, vitamin A diperlukan untuk pertumbuhan, reproduksi dan

6
7

pelestarian kehidupan. Retinol-fosfat-mmanosa-glikolipid ditemukan dalam


sejumlah membran sel, dan vitamin tersebut memiliki peranan yang penting
dalam sintesis glikoprotein. Makna gilkoprotein yang penting bagi setiap sel
mempunyai implikasi bahwa hal ini merupakan fungsi yang sama pentingnya
dari vitamin tersebut. Pada seluruh fungsinya, vitamin A dianggap bekerja
lewat pengikatannya pada protein regulasi transkripsi yang mengendalikan
ekspresi gen.5
Efisiensi penggunaan yang diperkirakan untuk konversi β-karoten
menjadi vitamin A pada manusia adalah satu per enam (0,167). Karotenoid lain
dengan aktivitas provitatmin A rata-rata sekitar setengah aktivitas β-karoten.
Kehamilan dan keadaan penyakit dengan gangguan absorpsi atau penyimpanan,
pengunaan yang berlebihan, atau ekskresi vitamin A yang meningkat mungkin
menyebabkan peningkatan kebutuhan.5
Bila subjek percobaan diberi makanan yang kekurangan retinol maupun
karoten, kadar plasma turun, dan simpanan tubuh menyusut sampai kurang dari
setengah nilai kendali. Defisiensi ditunjukkan oleh adanya hyperkeratosis
folikular, adaptasi gelap yang terganggu, dan kelainan elektroretinogram.
Perubahan ini diperbaiki setelah penambahan retinol 150 µg atau β-karoten 300
µg setiap hari.5
Defisiensi
Defisiensi vitamin A dapat disebabkan oleh defisiensi primer dan
sekunder. Defisiensi primer terjadi apabila kita tidak mengonsumsi makanan
dengan sumber vitamin A dengan cukup. Defisiensi sekunder biasanya
berhubungan dengan keadaan malabsorpsi lipid kronik, terganggunya produksi
dan pengeluaran empedu, paparan kronik terhadap oksidan, misalnya merokok
dan minum alcohol.5
Defisiensi endemik terjadi akibat jumlah vitamin dan provitamin yang
tidak mencukupi di dalam diet dan ditemukan bersama dengan defisiensi
nutrient lain atau dengan penyakit yang membawa komplikasi tersebut. Pada
8

sebagain negara berkembang, defisiensi vitamin A merupakan penyebab utama


kebutaan dalam usia muda sebagai akibat dari ketidakberhasilan untuk
menyertakan sayuran hijau atau sumber-sumber provitamin atau vitamin A
lainnya ke dalam diet. Anak-anak seperti ini tampaknya menjadi rentan
terhadap komplikasi penyakit campak. Defisiensi vitamin A juga dapat turut
menyebabkan malnutrisi kalori-protein, dan dalam keadaan ini, defisiensi
tersebut secara parsial disebabkan oleh gangguan mekanisme pelepasan dari
dalam hepar yang terjadi sekunder akibat tidak memadainya jumlah RBP. Di
negara maju, defisiensi vitamin A biasanya terjadi akibat malabsorpsi intestinal
(seperti pada penyakit sprue atau sesudah pembedahan pintas intestinal), akibat
penyimpanan yang abnormal (penyakit hepar) atau akibat peningkatan destruksi
atau ekskresi vitamin tersebut (proteinuria). Defisiensi vitamin A juga terjadi
pada penderita yang menerima nutrisi parenteral total karena kehilangan
vitamin A setelah penyimpanan cairan intravena yang memanjang.5
Buta senja (hemeralopia, niktalopia) merupaka gejala defisiensi vitamin
A yang paling dini, dan kemudian diikuti oleh perubahan degeneratif dalam
retina. Kemampuan mata untuk melihat saat gelap dipengaruhi oleh pigmen
visual, rhodopsin, di fotoreseptor batang di retina. Sintesis rhodopsin
dipengaruhi oleh kadar retinol di dalam tubuh.6
Konjungitva bulbi akan menjadi kering (serosis) dan timbul bercak-
bercak kecil kelabu dengan permukaan berbuih (bercak Bitot). Lesi yang dini
ini reversible dengan terapi vitamin A. Efek defisiensi yang lebih serius berupa
ulserasi dan nekrosis kornea (keratomalasia) yang menimbulkan perforasi,
endoftalmitis, serta kebutaan. Kekeringan dan hyperkeratosis pada kulit dapat
dijumpai. Perubahan lain meliputi penurunan daya tahan tubuh (meningkatnya
risiko infeksi telinga, infeksi saluran kemih, dan penyakit Meningococcal),
serta perubahan epitel di saluran nafas atas dan saluran kemih menjadi epitel
terkeratinisasi.5
9

Kadar vitamin A dalam plasma tidak dapat dipercayai untuk penilaian


simpanan pada kasus perorangan. Pengukuran adaptasi gelap, skotometri
batang, dan elektroretinografi merupakan indicator simpanan vitamin A yang
berguna tetapi sebagai akibatnya membutuhkan personal yang terlatih dan
perlengkapan yang mahal, diagnosis defiisiensi vitamin A biasanya ditegakkan
berdasarkan indeks kecurigaan yang tinggi pada anak-anak yang mengalami
malnutrisi atau pada pasien-pasien dengan faktor predisposisi untuk terjadinya
defisiensi vitamin A.5
Gejala buta senja dan perubahan konjungtiva yang lebih ringan akan
memperlihatkan respons yang baik terhadap pemberian vitamin A dengan dosis
30.000 IU per hari selama seminggu. Kerusakan kornea merupakan keadaan
emergensi yang memerlukan tindakan segera, dan pengobatan yang biasa
dilakukan adalah 20.000 IU/kgBB per hari selama 5 hari. Kepada anak-anak
yang menghadapi risiko untuk terjadinya defisiensi vitamin A dan yang
menderita penyakit campak harus diberikan dosis 200.000 IU per oral setiap
hari selama 2 hari.5

2.1.2. Vitamin D
Vitamin D mempunyai sifat yang unik karena dapat disintesis di kulit
dari paparan terhadap sinar matahari. Vitamin D terdapat dalam dua bentuk.
Vitamin D2 (ergocalciferol) dapat ditemukan pada jamur yang terpapar sinar
matahari, sedangkan vitamin D3 (cholcecalciferol) didapatkan dari sintesis sinar
UVB matahari yang menembus kulit. Manusia tidak dapat membentuk vitamin
D2 dan biasanya vitamin D3 banyak juga ditemukan pada ikan yang kaya akan
minyak seperti salmon, mackerel, dan herring. Vitamin D (mencakup vitamin
D2, D3, atau keduanya) yang dimakan dibentuk menjadi kilomikron yang akan
diserap ke dalam sistem limfatik dan memasuki aliran darah vena. Vitamin D
yang diproduksi di kulit bertahan lebih lama dua kali lipat di dalam darah
dibandingkan dengan vitamin D yang didapat dari makanan.7
10

Vitamin D yang didapat dari kulit atau makanan biasanya memerlukan


proses hidroksilasi di liver oleh enzim vitamin D-25-hydroxylase (25-OHase)
menjadi 25(OH)D. Tetapi, 25(OH)D memerlukan hidroksilasi lebih lanjut di
ginjal oleh enzim 25(OH)D-1-OHase (CYP27B1) menjadi bentuk aktif vitamin
D 1,25(OH)2D. 1,25(OH)2D menstimulasi penyerapan kalsium di usus. Tanpa
vitamin D, hanya sekitar 10-15% kalsium dan 60% fosfor yang dapat diserap
tubuh. Vitamin D membantu penyerapan kalsium dan fosfor sebesar 30-40%
dan 80%. Reseptor vitamin D terletak di sebagian besar jaringan dan sel di
dalam tubuh. 1,25(OH)2D mempunyai efek kerja yang luas, misalnya inhibisi
proliferasi sel, menginduksi differensiasi terminal, inhibisi angiogenesis,
stimulasi produksi insulin, inhibisi produksi rennin, dan menstimulasi produksi
cathelicidin makrofag.7
Vitamin D merupakan vitamin yang larut dalam lemak dan bekerja
sebagai hormon steroid. Pada manusia, sumber utama dari vitamin D adalah
konversi 7-dehydrocholesterol oleh sinar UVB menjadi vitamin D di kulit.
Vitamin D bekerja terhadap tulang, usus, sistem imun, sistem kardiovaskuler,
pancreas, otot, otak, dan control siklus sel.7
Vittamin D mengalami dua proses hidroksilasi di tubuh. Calcitirol
(1,25-dihydroxyvitamin D3), bentuk aktif dari vitamin D, mempunya waktu
paruh sekitar 15 jam, sedangkan calcidiol (25-hydroxyvitamin D3) mempunyai
waktu paruh sekitar 15 hari. 25(OH)D diubah oleh 1α-hydroxylase menjadi
1,25-dihidroxyvitamin D (1,25(OH)2D), yang bersirkulasi dalam konsentrasi
serum yang lebih rendah dibandingkan dengan 25(OH)D, tetapi mempunyai
afinitas yang lebih tinggi terhadap reseptor vitamin D.7
Suplemen vitamin D dapat berinteraksi dengan beberapa tipe obat
lainnya. Kortikosteroid dapat mengurangi absoprsi kalsium. Karena vitamin D
merupakan vitamin yang larut lemak, Orlistat dan Cholestyramine dapat
mengurangi absorpsinya dan harus dimakan beberapa jam sebelum atau
11

setelahnya. Fenobarbital dan phenytoin meningkatkan metabolisme vitamin D


di hepar menjadi bentuk inaktif dan mengurangi absoprsi kalsium.7
Defisiensi
Sumber utama terbesar dari vitamin D adalah paparan terhadap sinar
matahari. Oleh sebab itu, penyebab utama dari defisiensi vitamin D adalah
kurangnya paparan terhadap sinar matahari. Penggunaan sunscreen dengan SPF
30 mengurangi sintesis vitamin D di kulit sekitar 95%. Orang berkulit hitam
mempunyai proteksi natural terhadap sinar matahari, sehingga membutuhkan
setidaknya tiga sampai lima kali waktu paparan terhadap sinar matahari jika
dibandingkan dengan orang berkulit putih. Pada bayi yang sedang dalam
diberikan ASI juga menjadi faktor risiko terjadinya defisiensi vitamin D.
Vitamin D pada ASI dipengaruhi oleh kadar vitamin D yang tinggi pada ibu.
American Association of Paediatricians (AAP) merekomendasikan pemberian
suplemen vitamin D sebesar 400 IU tiap hari pada bayi dengan ASI eksklusif.
Orang yang sudah tua juga berisiko karena proses penuaan, kulit tidak dapat
melakukan sintesis vitamin D dengan efektif.7
Pasien dengan sindrom malabsorpsi lemak dan bariatric seringkali tidak
dapat menyerap vitamin D yang larut dalam lemak. Pasien dengan terapi obat
antikonvulsan dan obat terapi AIDS/HIV juga berisiko karena obat-obat
tersebut meningkatkan katabolisme 25(OH)D dan 1,25(OH)2D. Pasien dengan
penyakit granuloma kronik (sarcoidosis, tuberculosis, dan infeksi jamur
kronik), limfoma, hiperparatiroidisme primer juga dalam risiko terkena
defisiensi vitamin D karena terjadi peningkatan metabolism 25(OH)D menjadi
1,25(OH)2D.7
Defisiensi vitamin D mengakibatkan terjadinya gangguan pada
metabolisme tulang, kalsium, dan fosfor. Kondisi ini menyebabkan penurunan
absorbsi kalsium dan fosfor, menyebabkan terjadinya peningkatan kadar
hormon paratiroid (PTH). Akibatnya, terjadi peningkatan aktivitas osteoclast
yang menyebabkan lemahnya tulang pada daerah lokal tertentu serta penurunan
12

densitas tulang secara keseluruhan, menyebabkan keadaan osteopenia dan


osteoporosis. Produk kalsium-fosfor yang tidak adekuat menyebabkan defek
pada mineralisasi tulang rangka. Hal ini berbahaya bagi anak-anak yang hanya
mempunyai sedikit kadar mineral dalam tulang mereka, menyebabkan
terjadinya defek pada tulang yang disebut dengan riketsia. Defisiensi vitamin D
juga menyebabkan kelemahan pada otot, mengakibatkan gangguan saat berdiri
dan berjalan, sedangkan pada orang tua menyebabkan kesulitan dalam berjalan
dan lebih sering jatuh, meningkatkan risiko terjadinya fraktur.7

2.1.3. Vitamin E
Biokimiawi
Delapan jenis tokoferol yang terdapat secara alami memiliki aktivitas
vitamin E. Struktur alfa tokoferol, yaitu jenis tokoferol yang paling aktif dan
tersebar paling luas. Vitamin tersebut diserap dari traktus gastrointestinal
melalui mekanisme yang serupa dengan mekanisme pada penyerapan vitamin
larut-lemak lainnya, dan selanjutnya memasuki aliran darah lewat sistem aliran
limfe dengan mula-mula terikat kilomikron dan kemudian β-lipoprotein plasma.
Sebenarnya kadar vitam E di dalam plasma memiliki korelasi dengan kadar
lipid plasma. Vitamin tersebut disimpan dalam semua jaringan, dan simpanan
jaringan dapat memberikan perlindungan terhadap defisiensi vitamin tuntuk
periode waktu yang lama. Kira-kira tiga per empat vitamin tersebut
diekskresikan dalam empedu, dan sisanya diekskresikan sebagai glukuronida
dalam urin. Metabolit dengan struktur kuinon (termasuk yang serupa dengan
ubikuinon) terdapat dalam jaringan.5
Vitamin E kemungkinan bekerja sebagai antioksidan ketimbang sebagai
kofaktor spesifik. Dalam tindakan yang demikian vitamin tersebut rupanya
menghambat oksidasi unsur pokok seluler yang penting dan mencegah
pembentukan produk oksidasi yang toksik. Antioksidan lainnya seperti
13

selenium, asam-asam amino yang mengandung sulfur dan gugus ubikuinon


dapat memulihkan gejala-gejala defisiensi vitamin E pada hewan.5
Makanan yang mengandung jumlah besar asam lemak tak-jenuh
ikatan-ganda meningkat dan makanan yang mengandung antioksidan
menurunkan kebutuhan tersebut. Vitamin tersebut tersebar luas dalam
makanan, sehingga keadaan defisiensi primer belum dikenali pada anak-anak
atau dewasa sehat lain. Bayi yang baru lahir mempunyai konsentrasi plasma
sekitar satu per lima yang merupakan kadar ibu, secara tidak langsung
menyatakan transfer plasenta yang buruk, tetapi air susu manusia ((berbeda
dengan susu sapi) memiliki kadar yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pada
bayi.5
Pada penelitian jangka panjang, konsentrasi vitamin E dalam plasma
secara nyata menurun hanya setelah berbulan-bulan mengalami kekurangan
makanan. Tidak ada manifestasi dari kekurangan yang terdeteksi pada relawan
yang normal, yang membuat sulit untuk menetukan bahwa tokoferol merupakan
vitamin pada manusia.5
Defisiensi
Pada kondisi klinis yang tepat, defisiensi vitamin E akan disertai dengan
suatu sindorma yang jelas. Jarang, defisiensi disebabkan oleh malabsorpsi
vitamin yang selektif. Yang lebih sering, malabsorpsi lemak usus dapat
meenyebabkan defisiensi semua vitamin yang larut dalam lemak termasuk
vitamin E. Pengukuran rasio vitamin E serum terhadap lipid serum total adalah
petunjuk yang disukai untuk menilai status vitamin E dan anak-anak yang
menderita abetalipoproteinemia atau penyakit hepar kolestatik kronik
tampaknya merupakan penderita yang rentan. Manifestasi defisiensi vitamin
mencakup gejala arefleksia, gangguan cara jalan, penurunan sensibilitias
proprioseptif serta vibrasi, dan paresis penglihatan; keadaan ini berkaitan
dengan degenerasi kolum osterior medulla spinalis, kehilangan akson bermielin
dengan diameter besar yang selektif dalam saraf perifer dan timbulnya benda-
14

benda sferoid dalam nukleus grasilis serta kuneatus pada otak. Pengobatan
defisiensi (50 hingga 100 IU vitamin E/hari per oral) paling efektif kalau
dimulai secara dini dalam proses perjalanan penyakit tertentu.5

2.1.4. Vitamin K
Vitamin K terdiri atas cincin kuinon (methylated naphthoquinone) yang
terikat pada rantai samping dan bervariasi menurut sumber vitamin tersebut.
Vitamin K1 (filokuinon) ditemukan dalam sebagian besar sayuran yang bisa
dimakan (kadar normalnya 0.5-2.5 nM), khususnya dalam sayuran daun yang
hijau, dan vitamin K2 (menakuinon/MK, yang paling penting contohnya MK-4
yang berantai pendek dan MK-7, MK-8, MK-9, dan MK-10 yang berantai
panjang) diproduksi oleh bakteri usus misalnya bakteri asam laktat dan dapat
digunakan untuk pembuatan keju yang kaya akan vitamin K2.8
Banyak senyawa dengan aktivitas vitamin K secara structural terkait
dengan senyawa yang lebih sederhana, 2-metil-1,4-naftokuinon (menadion).
Menadion dibentuk dalam usus melalui penyingkiran rantai samping dari
vitamin tersebut oleh bakteri susu. Setelah penyerapan, menadion dikonversi
dalam tubuh menjadi menakuinon yang aktif. Vitamin K merupakan komponen
pada suatu sistem enzim mikrosomal khusus yang menghasilkan karboksilasi
pascatranslasi pada asam glutamate dalam protein plasma, tulang, ginjal dan
urin, termasuk protein precursor untuk faktor pembekuan VII, IX, X serta
mungkin pula V. Kematian akibat perdarahan pada keadaan defisiensi terjadi
sebelum terlihat manifestasi defisiensi protein terkarboksilasi lainnya. Obat-
obat antikoagulan warfarin menimbulkan hipoprotrombinemia dengan
menghambat karboksilasi pada protein prekursor.8
Vitamin K berperan penting dalam sintesis protein golongan Gla-
protein. Terdapat empat faktor koagulasi darah pada golongan ini dan
semuanya dibentuk secara khusus di liver. Pentingnya vitamin K untuk proses
hemostatis dapat dilihat dari fakta bahwa defisiensi vitamin K merupakan suatu
15

kondisi akut dan mengancam jiwa akibat perdarahan berlebihan. Kelompok lain
dari golongan Gla-protein adalah ostecalcin, matrix Gla-protein (MGP), dan
Gas6 yang berperang penting dalam mempertahankan kekuatan tulang, inhibisi
kalsifikasi arterial, dan regulasi perkembangan sel. Dari penelitian, didapatkan
bahwa kebutuhan vitamin K untuk sintesis faktor koagulasi lebih sedikit
dibandingkan untuk sintesis Gla-proteins extra-hepatic. Hal ini mendukung
teori bahwa pada keadaan kurangnya suplai vitamin, tubuh lebih
mengutamakan utilisasi fungsi yang penting bagi keadaan gawat darurat. Oleh
karena itu, defisiensi vitamin K lama dapat meningkatkan faktor risiko
osteoporosis, atherosclerosis, dan kanker.8

Gambar 1. Klasifikasi Gla Protein


Vitamin K juga bekerja sebagai kofaktor enzim gammaglutamate
carboxylase (GGCX) yang terdapat di reticulum endoplasma banyak mamalia
dan mengkatalisasi konversi asam amino glutamate menjadi Gla. Oksidasi
16

hidrokuinon vitamin K memberikan energi yang dibutuhkan untuk reaksi


karboksilasi ini. Semuga Gla-protein merupakan protein secretor yang terdapat
di matrix extraseluler atau dalam cairan tubuh.8
Setelah masuk saluran pencernaan, semua vitamin K akan bergabung
dalam lipoprotein kaya trigliserida dan ditranspor ke liver. Perbedaan yang
paling mencolok adalah vitamin K1 disimpan dalam liver dan digunakan untuk
sintesis faktor pembekua darah, sedangkan vitamin K2 tergabung bersama LDL
dan beredar bebas dalam aliran darah. Tidak ada reseptor spesifik vitamin K
yang ditemukan di membran luar berbagai macam sel, ada kemungkinan bahwa
LDL yang terikat vitamin K berikatan melalui reseptor LDL dan larut dalam
struktur membran sel, yaitu pada reticulum endoplasma tempatnya bekerja
sebagai kofaktor.8
Defisiensi
Defisiensi vitamin K diartikan sebagai keadaan klinis perdarahan karena
fungsi vitamin K dalam proses koagulasi, dan kadar plasma filokuinon <0.5
nM. Pada keadaan yang biasa, sekitar 80 persen vitamin K diabsorbsi dari usus
kecil ke dalam limfe usus. Defisiensi vitamin K dapat terjadi bersamaan dengan
penyakit-penyakit yang mengganggu absorpsi lemak. Di samping itu,
pengobatan jangka-panjang dengan antibiotic oral dapat mengihlangkan untuk
sementara waktu semua bakteri usus yang mnejadi sumber vitamin K dan
mempercepat terjadinya defisiensi kalau dietnya kekurangan vitamin K.9
Risiko bayi baru lahir untuk mengalami perdarahan akibat defisiensi
vitamin K adalah sebesar 1700/100.000 kelahiran jika tidak diberikan suntikan
vitamin K profilaksis 1 mg. Jika suntikan vitamin K intramuskuler diberikan,
risiko berkurang menjadi 1/100.000 kelahiran. Profilaksis tetap diberikan pada
bayi yang sehat tanpa risiko perdarahan. Bayi baru lahir cenderung menderita
defisiensi vitamin K dan memiliki kadar di dalam plasma yang rendah untuk
beberapa faktor pembekuan dalam kompleks protrombin. Defisiensi semacam
itu terjadi akibat simpanan vitamin K yang sedikit pada saat lahir, kurangnya
17

flora intestinal yang mapan dan terbatasnya asupan vitamin tersebut dari
makanan. Perdarahan akibat defisiensi vitamin K biasanya dikategorikan
menjadi tiga kelompok berdasarkan onsetnya yaitu: early (24 jam awal
kelahiran), classic (2-7 hari), dan late (2-12 minggu kehidupan).10
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan protrombin
time (PT), sedangkan partial thromboplastin time (PTT) normal atau meningkat
setelah beberapa lama. Pengukuran protrombin harus dilakukan secara rutin
sebelum tindakan pembedahan atau melahirkan bayi. Pasien dengan kadar
protrombin di bawah 70 persen dari nilai normal harus mendapatkan terapi
vitamin K. Keadaan defisiensi dapat dibedakan dari keadaan
hipoprotrombinemia pada penyakit hepar dengan terlibatnya precursor
protrombin nonkarboksilasi yang menumpuk di dalam plasama pada keadaan
difisiensi vitamin tersebut. Pasien dengan defisiensi vitamin K dapat diberikan
tablet oral dengan dosis 5-20 mg dan pada keadaan darurat, 10-20 mg
phytonadione (mengandung vitamin K1) dapat dilarutkan dalam 5% dextrose
atau NS 0.9 % dan diberikan dalam intravena dengan kecepatan tidak lebih dari
1 mg/mL mencegah terjadinya reaksi hipersensitivitas atau anafilaktik.11

2.2. Vitamin Larut Dalam Air


2.2.1. Vitamin B
2.2.1.1. Vitamin B1
Biokimiawi
Tiamin mengandung moietas pirimidin dan triazol yang
berikatan lewat jembatan metilen. Vitamin tersebut disintesis oleh
sejumlah tanaman dan mikroorganisme tetapi biasanya tidak dapat
dibuat oleh tubuh hewan. Namun, tikus dan burung merpati yang makan
makanan bebas tiaminnya dapat dilindungi dari defisiensi oleh jumlah
besar pirimidin dan tiazol, yang berrasal dari bagian suatu struktur
molekul, memberi kesan kapasitas yang kecil untuk menggandeng
18

subunit bersama-sama. Sejumlah kecil mungkin disintesis oleh


mikroorganisme dalam traktus gastrointestinal. Tiamin diabsorpsi
melalui proses transportasi aktif maupun difusi pasif. Kapasitas untuk
menyerap vitamin tersebut dalam intestinum manusia adalah sekitar 5
mg/hari. Kurang lebih 25 hingga 30 mg tiamin tersimpan dalam tubuh,
yaitu 80 persen sebagai tiamin difosfat (pirofosfat), 10 persen sebagai
tiamin trifosfat dan sisanya sebagai tiamin monofosfat. Sejumlah besar
tiamin terdapat dalam otot-otot skeletal, jantung, hepar, ginjal, dan otak.
Sejumlah enzim tiaminase menginaktifkan tiamin dengan memecah
vitamin tersebut menjadi dua bagian komponennya. Beberapa metabolit
yang dieksresi dalam urin, terutama tiamin itu sendiri (yang disekresi
oleh tubulus ginjal), suatu derivate yang mengalami asetilasi, dan
derivate tiazol asetat dan piirimidi karboksilat.5
Tiamin difosfat berfungsi sebagai koenzim untuk beberapa
reaksi yang memecahkan ikatan karbon-karbon dekarboksilasi oksidatif
asam α-keto (piruvat dan α-ketoglutarat) dan analog keto dari leusin,
isoleusin, dan valin dan reaksi transketolase dalam jalur pentosa fosfat.
Banyak gambaran defisiensi tiamin adalah akibat penghambatan reaksi
enzimatik ini dan/atau penumpukan metabolit proksimal. Tiamin
mungkin juga mempunyai peranan khusus dalam neuron terlepas dari
fungsinya dalam metabolisme umum, tiamin dan ester-nya terdapat
dalam membrane aksonal, dan perangsangan listrik dari saraf
mempengaruhi hidrolisis dan melepaskan tiamin difosfat dan trifosfat.5
Vitamin tersebut tersebar luas dalam makanan dan hanya tidak
terdapat dalam minyak, lema, singkong/ubi, gula yang disaring. Pada
produk sayuran, vitamin tersebut sebagian besar dalam bentuk tiamin.
Lapisan luar bijian sereal khususnya kaya akan tiamin, karena itu, beras
giling merupakan sumber vitamin yang jelek. Dalam jaringan tubuh
hewan, tiamin terutama terdapat dalam bentuk ester fosfat. Senyawa
19

ester ini mengalami defosforilasis oleh enzim fosfatase dalam intestium,


dan hanya vitamin bebas yang diserap. Kehilangan vitamin tiamin
dalam jumlah besar terjadi saat pemasakan makanan dengan suhu di atas
100 oC.5
Beberapa faktor turut mempengaruhi penyerapan dan
metaboliisme tiamin (dan dengan demikian mengubah kebutuhan per
harinya) Faktor pertama adalah keberadaan enzim tiaminase dalam
makanan seperti ikan segar, kerang-kerangan, udang, remis serta
beberapa jenis jaringan tubuh hewan yang mentah dan pada
mikroorganisme di dalam kolon. Yang kedua, kebutuhan harian akan
tiamin menurun kalau sebagian besar makanan terdiri atas lemak dan
meningkat kalau asupan hidrat arang meningkat. Kebutuhan meningkat
pada kehamilan, laktasi, tirotoksikosis dan demam. Kehilangan tiamin
yang dipercepat dapat terjadi pada terapi diuretic, hemodialisis, dialysis
peritoneal dan diare. Gangguan absorpsi dapat terjadi pada keadaan
malabsorpsi, alkoholisme, malnutrisi kronik dan defisiensi folat.5
Memantau pengadaan makanan bebas tiamin pada subjek
control, eskresi tiamin dalam urin menurun sampai 5 persen dari nilai
control setelah seminggu dan tidak dapat terdeteksi setelah 2 minggu.
Namun. Ekskresi katabolit pirimidin dan tiazol tetap tidak berubah
sealama sebulan, menunjukkan bahwa simpanan tubuh digunakan
dengan lambat bila masukan menurun. Dalam seminggu setelah
pengadaan kekurangan makanan, subjek menderita takikardia pada
waktu istirahat, disertai oleh awitan kelemahan, penurunan relfeks
tendo dalam, dan (pada beberapa) neuropati sensoris dari otot.
Munculnya gejala ini bersamaan dengan penurunan aktivitas
transketolase sel darah merah. Dalam seminggu yang penuh akan tiamin
(2 mg/hari), semua temuan fisis yang abnormal menghilang, dan bebas
gejala subjektif setelah 2 minggu. (Kehabisan yang bersifat percobaan
20

pada manusia belum diterima untuk menjelaskan perkembangan


manifestasi yang berat).5
Defisiensi
Pada Negara-negara yang maju, defisiensi tiamin terjadi di
antara para alkoholik atau penganut food faddism, atau di antara orang-
orang yang menjalani terapi dialysis peritoneal kronik, hemodialisis
realismentasi setelah stravasi, atau setelah pemberian glukosa kepada
pasien-pasien yang mengalami deplesi tiamin tetapi asimtomatik. Di
Negara berkembang, kelainan ini sering disebabkan oleh konsumsi beras
giling atau konsumsi makanan yang mengandung tiaminase atau
(mungkin pula) faktor antitiamin lainnya.5
Terjadinya defisiensi tiamin pada alkoholik kronik disebabkan
oleh asupan tiamin yang rendah, gangguan absorpsi serta penyimpanan
tiamin, destruksi tiamin difosfat yang meningkat, dan pengeluaran
energi dengan pelbagai derajat. Namun demikian, manifestasi klinisnya
hanya terjadi pada sebagian pasien alkoholik dan pejnderita malnutrisi
kronik lainnya. Faktor-faktor genetic mungkin terilbat dalam
menentukan kerentanan seseorang terhadap defisiensi tiamin.5
Ada dua bentuk utama manifestasi defisiensi tiamin yang
mencakup bentuk defisiensi yang mengenai sistem kardiovaskuler
(beriberi basah) dan yang mengenai sistem saraf (beriberi kering serta
sindroma Wernicke-Korsakoff). Pasien yang tipikal memiliki gejala
campuran yang meliputi baik sistem kardiovaskuler maupun saraf, tetapi
bentuk-bentuk kardiovaskuler, neuropatik dan serebral yang murni juga
terdapat. Jumlah yang relative lebih besar dari manifestasi ini
berhubungan dengan lama dan keparahan defisiensi, tingkat pengerahan
tenaga fisik, dan masukan kalori. Latihan jasmani yang berat, asupan
hidrat arang yang tinggi dan defisiensi kronik dengan derajat yang
sedang memudahkan terjadinya penyakit beri-beri basah dengan sedikit
21

atau tanpa neuritis periferl sementara itu, defisiensi yang sama tetapi
dengna asupan kalor yang terbatas dan inaktivitas relative memudahkan
timbulnya penyakit beri-beri kering.5
Penyakit jantung beriberi terdiri atas tiga gangguan fisiologis
yang penting, yaitu; (1) vasodilatasi perifer yang menyebabkan keadaan
high-output, (2) retensi natrium serta air yang menimbulkan edema, dan
(3) gagal miokard biventrikel. Pada bentuk kronik, vasodilatasi perifer
menyebabkan peningkatan pintasan (shunting) darah arteriovenosa,
waktu sirkulasi yang cepat, takikardia, peningkatan curah jantung dan
keadaan kongesti venosa yang ditandai oleh kenaikan tekanan venosa
perifer, kenaikan tekanan akhir diastolik ventrikel kanan, penurunan
ekstraksi oksigen arteriovenosa, retensi natrium serta edema. Penurunan
aliran darah serebral serta renal dan peningkatan aliran darah ke dalam
otot-otot skeletal lazim terjadi. Curah jantung meningkat sehingga
sekalipun terdapat penurunan tahanan vaskuler perifer, namun kerja
ventrikel, tekanan darah arterial dan teakanan baji pulmoner cenderung
meninggi. Timbulnya hipertensi secara temporer atau memburuknya
hipertensi dapat terjadi pada saat dilakukan replesi tiamin; kedua
keadaan ini kemungkinan disebabkan oleh penutupan pintasan
arteriovenous dan overloading volume yang temporer.5
Pada jenis beriberi kardiovaskuler fulminan yang akut
(shoshin), lesi miokard merupakan gambarran sentral dari perjalanan
penyakitnya dengan gejala dispnea, kegelisahan dan ansietas berakhir
dengan kolaps kardiovaskuler yang akut serta kematian dalam waktu
beberapa jam hingga beberapa hari. Gambaran fisis yang ditemukan
mencakup sianosis glove-stocking, takikardia, kardiomegali yang nyata,
hepatomegali, bruit arterial dan distensi pembuluh vena leher. Tekanan
venosa meninggi dan waktu sirkulasi menjadi cepat. Karena
perjalananya yang fulminan, gejala edema mungkin ringan (minimal)
22

atau tidak terdapat. Pemberian tiamin akan memulihkan dengan cepat


resistensi vaaskuler perifer, tetapi perbaikan pada abnormalitas miokard
mungkin terjadi belakangan sehingga gagal jantung low-output dapat
timbul selama terapi replacement tersebut.5
Ada tiga tipe kelainan pada sistem saraf yang dapat terjadi,
yaitu: neuropati perifer, ensefalopati Wernicke (beriberi serebral) dan
sindroma Korsakoff. Neuropati bisa disertai nyeri atau tanpa nyeri dan
ditandai oleh gangguan fungsi sensorik, motorik serta reflex yang
simetris dan terutama mengenai segmen distal ekstremitas. Kelainan
histologinya berupa degenerasi noninflamatorik selubung myelin.
Antara kelainan ini dan keadaan yang disebut sebagai neuropati
alkoholik tidak terdapat perbedaan yang berarti berdasarkan kriteria
klinisnya.5
Ensefaopati Wernicek biasanya terjadi dengan rangkaian
proses yang teratur dan terdiri atas gejala vomitus, nistagmus (gerakan
horizontal lebih sering ditemukan dariapda gerakan veritkal),
kelumpuhan otot-otot rektus okuli yang menyebabkan oftalmoplegia
unilateral atau bilateral (serta berkurangnya nistagmus), febris, ataksia
dan kemunduran mental progresif yang berakhir dengan keadaan
konfusional global serta dapat berlanjut ke dalam keadaan koma dan
kematian. Perbaikan terjadi setelah dilakukan terapi pemberian tiamin,
kendati sindroma Korsakoff bisa timbul. Jadi, kelumpuhan mata akan
terkoreksi, gejala nistagmus membaik pada separuh kasus, gejala ataksia
membaik atau lenyap pada dua per tiga kasus, dan keadaan konfusional
global menghilang untu kmeudian digantikan oleh sindroma Korsakoff.
Keadaan yang terakhir ini terdiri atas amnesia retrograde, gangguan
kemampuan belajar, dan (biasanya) konfabulasi. Pasien secara tipikal
tampak sadar serta responsive dan tidak memperlihatkan gangguan yang
23

serius pada perilakunya. Kepulihan (total atau parsial) sindroma


Korsakoff hanya terjadi pada separuh kasus.5
Singkatnya, ensefalopati Wernicke dan psikosis amnesik dari
sindroma Korsakoff bukan merupakan kejadian klinis yang terpisah;
sebaliknya, tanda-tanda okuler dan ataksia yang saling berubah,
perubahan bentuk dari keadaan konfusional global menjadi sindroma
amnesia-konfabulasi, dan timbulnya keadaan amnesia nonkkonfabulasi
merupakan tahapan yang terjadi secara berturut-turut dalam proses
pemulihan dari suatu proses yang tunggal.5
Berbagai uji biokimiawi untuk mendeteksi defisiensi tiamin
meliputi pengukuran tiamin, piruvat, α-ketogllutarat, laktat, dan
glioksilat darah; pengukuran ekskresi tiamin dan metabolit tiamin dalam
urin; uji pembebanan tiaminl dan pengukuran metilglioksal urin. Yang
paling dapat dipercaya adalah pengukuran aktivitas transketolase darah
segar atau eritrosit. Peningkatan apapun dalam aktivitas enzimatik
diakibatkan dari penambahan tiamin difosfat (TPP) yang ditunjuk
sebagai efek TPP (dinyatakan dalam persen). Bila aktivitas enzim
tersebut ditingkatkan lebih dari 15 persen oleh penambahan tiamin
difosfat, kemudian mungkin terdapat keadaan defisiensi. Karena
keanekaragaman aktivitas, pengukuran kadar transketolase yang
diisolasi adalah tidak berguna, tetapi pertunjukan peningkatan aktivitas
setelah terapi yang bergandengan dengan uji TPP positif sebelum terapi
member kesan defisiensi vitamin.5
Kriteria lain untuk menegakkan diagnosis defisiensi tiamin
adalah hasil penilaian respons penderita terhadap pemberian vitamin
tersebut. Perbaikan klinis dapat terjadi secara dramatis pada penyakit
beriberi kardiovaskuler dengan peningkatan tekanan darah serta
penurunan frekuensi denyut jantung dalam waktu 12 jam setelah terai
24

dimulai, dan dengan timbuulnya diursesi serta penguranan ukuran


jantung dalam tempo 1 hingga 2 hari.5
Pemberian tiamin yang cepat diperlukan begitu penyakit
beriberi didiagnosis atau dicurigai. Lima puluh milligram tiamin per hari
harus diberikan secara intramuskuler selama beberapa hari dan sesudah
itu,, vitamin tersebut dapat diberikan per oral dengan dosis 2,5 hingga 5
mg/hari. Pemberian dalam jumlah besar biasanya tidak diabsorpsi.
Semua penderita penyakit beriberi harus memperoleh vitamin larut air
lainnya dengan takaran terapeutik.5
Kesalahan metabolisme pembawaan sejak lahir yang
responsive tiamin, ketika pasien member respons terhadap dosis
farmakologis tiamin, termasuk anemia megaloblastik yang responsive
terhadap tiamin, dengan mekanisme tersebut tidak diketahui; asidosis
laktat yang responsiif terhadap tiamin, dengan mekanisme tersebut tidak
diketahui; asidosis laktat yang responsive terhadap tiamin, yang
disebabkan oleh aktivitas piruvat karboksilasie yang rendah dalam hati;
ketoasiduria rantai bercabang yang responsive terhadap tiamin, yang
disebabkan oleh aktivitas asam keto dehidrogenase yang rendah; dan
ataksia serebelar yang sebentar-sebentar yang mungkin diakibatkan dari
piruvat dehidrogenase yang abnormal. Lagi pula, ensefalomielopati
nekrosis subakut gangguan resesif autosomal (penyakit Leigh) mungkin
berhubungan dengna penurunan jumlah tiamin trifosfat dalam jaringan
saraf; suatu faktor yang diisolasi dari urin penderita tersebut yang
menghambat enzim tersebut yang mensintesis tiamin trifosfat. Namun,
respons penderita dengan penyakit Leigh terhadap dosis farmakologis
tampaknya sedikit.5
25

2.2.1.2. Vitamin B2
Ribolfavin, yang juga dikenal dengan vitamin B2, dikonversi
oleh riboflavin kinase (RFK) menjadi bentuk koenzim flavin
mononukleotida (FMN) dan flavin adenine dinukleotida (FAD) turut
serta dalam sejumlah reaksi oksidasi-reduksi. Disamping itu, flavin yang
melekat secara kovalen sangat penting bagi struktur enzim seperti enzim
suksinat dehidrogenase dan monoamine oksidase. Vitamin tersebut
diserap dari traktus gastrointestinal baik sebagai riboflavin bebas
ataupun 5-fosfat melalui proses transport aktif. Vitamin yang terikat
secara konvalen menyebabkan kurang dari sepersepuluh simpanan
jaringan. Vitamin tersebut diekskresi dalam urin terutama dalam bentuk
bebas, walaupun sedikit fraksi pergantian harian merupakan akibat dari
katabolisme oleh mikroorganisme dalam traktus gastrointestinal.
Manusia membutuhkan riboflavin untuk repair DNA, produksi energi,
asam lemak dan sintesis asam amino, aktivasi asam folat, dan produksi
gluthatione. Riboflavin tidak disimpan dengan baik dalam tubuh, oleh
karena itu diperlukan suplai konstan atau dari suplemen setiap harinya.
Absorpsi riboflavin terjadi di usus halus.12
Riboflavin berperan penting sebagai kofaktor enzim-enzim
dehidrogenase, reduktase, dan oksidase termasuk NADPH oxidase 2
fagositik (Nox2). Reactive oxygen species (ROS) yang dihasilkan oleh
Nox merupakan molekul efektor dan signaling yang penting dalam
proses inflamasi dan imunitas tubuh. Untuk menciptakan respon imun
yang efektif terhadap pathogen, reaksi oksidatif, ROS yang diproduksi
oleh Nox2 berperan penting karena neutrofil dan makrofag bergantung
pada Nox2 untuk inaktivasi mikroba yang difagositosis. Selain itu,
fungsi Nox2 yang terganggu juga menyebabkan kelainan
imunodefisiensi berat yang sering disebut dengan chronic
granulomatous disease (CGD).13
26

Gluthathione reductase (GR) memerlukan riboflavin dalam


bentuk FAD dalam menjalankan prosesnya. GR mengkonversi
gluthathione teroksidasi menjadi bentuk tereduksi. FAD mentransport
hydrogen darri NADPH ke gluthathione teroksidasi untuk
mengkonversinya menjadi bentuk tereduksi. Gluthathione tereduksi
bekerja sebagai antioxidan endogen pada berbagai macam tipe sel dan
mendeaktivasi ROS. Lewat proses ini, peptida ini dideaktivasi saat
dikonversi menjadi bentuk teroksidasi. Oleh karena itu,, gluthathione
teroksidasi harus direduksi oleh GR lagi untuk mengembalikan fungsi
antioksidannya, dimana proses ini membutuhkan riboflavin. Defisiensi
riboflavin dapat memberikan dampak pada efek antioksidan
gluthathione sehingga menjadi terganggu. Salah satu peran antioksidan
gluthathione yang penting adalah deaktivasi peroksida seperti
hidroperoksida.14
Defisiensi
Walaupun dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit, riboflavin
penting bagi tubuh. Manusia tidak dapat menyintesis riboflavin dalam
tubuh, hanya tumbuhan dan beberapa mikoorganisme yang bisa.
Meskipun ridoflavin banyak terkadung dalam berbagai macam jenis
makanan, defisiensi riboflavin endemik di banyak populasi. FNB (The
Food and Nutrition Board) merekomendasikan asupan harian riboflavin
sekitar 0.3-0.4 mg/hari untuk bayi, 0.5-0.9 mg/hari untuk anak-anak, 1.3
mg/hari untuk dewasa, 1.4 mg/hari untuk ibu hamil, 1.6 mg/hari untuk
ibu menyusui.14 Defisiensi riboflavin sering disebut dengan
ariboflavinosis dan dapat dinilai melalui ekskresi urin. Apabila ekskresi
riboflavin lewat urine kurang dari 40 mikrogram/hari, maka dapat
dikatakan terjadi ariboflavinosis.15
Defisiensi riboflavin dapat ditimbulkan dengan pemberian diet
yang kurang mengandung riboflavin atau dengan pemberian zat-zat
27

antagonis riboflavin seperti galaktoflavin. Ariboflavinosis sering terjadi


pada dewasa muda dan orang tua sehingga berisiko terkena listeriosis.
Defisiensi vitamin ini ditandai oleh keluhan sakit leher, hyperemia serta
edema membrane mukosa oral, keilosis, stomatitis angularis, glostitis,
dermatitis seborhoika dan aneima normokrom normositer akibat
hipoplasia sel darah merah pada sumsum tulang. Gambaran ini dapat
direversi dengan pemberian riboflavin. Hormon tiroid dan steroid
adrenal akan meningkatkan sintesis FMN dan FAD; fenotiazin dan
golongan antidepresan trisiklik secara kompetitif menghambat
biosintesis koenzim flavin tetapi preparat ini saja tidak menimbulkan
defisiensi vitamin tersebut. Sebaliknya defisiensi riboflavin hampir
selalu terjadi bersama dengan defisiensi vitamin larut-air lainnya.
Kebutuhan akan riboflavin meningkat pada pasien-pasien yang
menjalani terapi hemodialisis atau dialysis peritoneal.15
Suplemen riboflavin tersedia dalam sediaan tablet 25 mg, 50
mg, dan 100 mg dan lebih baik dimakan setelah makan karena absorpsi
meningkat dengan makanan. Untuk mengobati defisiensi vitamin B2
dapat diberkan terapi oral 2-10 mg tiga kali sehari sampai tanda dan
gejala berkurang, kemudian dosis dapat diturunkan menjadi 2-4 mg
sekali sehari. Jika terapi oral tidak efektif, dapat diberikan dengan
injeksi.15

2.2.1.3. Vitamin B3
Niasin adalah nama generic untuk asam nikotinat (asam
piridin-3-karboksilat) dan merupakan derivat senyawa yang
memperlihatkan aktivitas nutrisi asam nikotinat. Jadi, dalam pengertian
lain, niasin bukan vitamin karena zat ini dapat dibentuk dari asam amino
esensial triptofan. Pada manusia, rata-rata sekitar 1 mg niasin dibentuk
dari 60 mg triptofan yang berasal dari makanan. Karena itu, estimasi
28

kecukupan masukan niasin dari makanan harus mempertimbangkan


kandungan triptofan dalam makanan di samping kandungan niasin
sendiri. Banyak bahan makanan, khususnya sereal, yang mengandung
niasin dalam bentuk terikat dan dari bentuk ini, vitamin tersebut secara
nutrisi tidak tersedia.5
Niasin diserap dengan cepat dari dalam intestinum lewat
mekanisme transportasi yang aktif maupun pasif. Kapasitas untuk
menyerap niasin kira-kira 3 sampai 4 g/hari pada manusia. Kira-kira
seperlima vitamin tersebut mengalami dekarboksilasi menjadi asam
nikotinurat, dan sisanya dieskresikan dalam urin sebagai produk yang
mengalami metilasi, sebagian besar-N-Nmetilnikotinamid (NMN) dan
N-metil-2-piridon-5-karboksamid.5
Niasin adalah komponen penting nikotinamid adenine
dinukleotida (NAD) dan nikotinamid adenine dinukleotida fosfat
(NADP), koenzim untuk banyak reaksi oksidasi-reduksi. Perbedaan
dengan sebagian besar vitamin, kebutuhan akan niasin tidak tampak
meningkat selama kehamilan. Kebutuhan terutama ditentukan oleh
komposisi asam amino dalam makanan.5
Setelah terjadi kekurangan niasin dan triptofan dalam
makanan, ekskresi metabolit niasin dalam urin mencapai nilai minimal
(<1,5 mg/hari) setelah 1 sampai 2 bulan. Defisiensi klinis terjadi segara
dan terdiri atas dermatitis, glostitis, stomatitis, diare, prostitis, depresi
mental, nyeri abdomen, vaginitis, disfagia, dan amenorea, temuan yang
serupa pada pellagra.5
Defisiensi
Pelagra sebelumnya merupakan penyakit endemik Amerika
Selatan dan pada banyak bagian lainnya di dunia. Penyakit endemik
tersebut biasanya berkaitan dengan asupan jagung yang tinggi (Jagung
Amerika) atau millet (sorghum, jowar) dan dapat diobati dengan
29

pemberian niasin; namun demikian, kenyataan adanya sejumlah besar


penduduk yang sumber utama proteinnya berasal dari jagung ternyata
bebas dari penyakit pellagra menunjukkan bahwa hubbungan antara
asupan jagung dan timbulnya penyakit tersebut bukan merupakan
hubungan langsung. Kendati rendah, kandungan zat yang ekuivalen
dengan niasin (niasin yang ada dan triptofan) pada jagung tidak lebih
rendah daripada kandungan dalam beberapa jenis sereal yang tidak
berkaitan dengan pellagra endemic. Sebagai konsekuensinya, konsep
mengenai pathogenesis penyakit pellagra telah berkembang dari
defisiensi vitamin yang murni atau defisiensi campuran triptofan dengan
niasin yang ada dalam makanan menjadi etiologi pellagra yang lebih
rumit. Kelainan tersebut dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan
asam-asam amino dalam makanan atau oleh keadaan defisiensi yang
kompleks. Sebagai kemungkinan lain, penggilingan jagung
mempengaruhi ketersediaan hayati niasin dalam sereal. Pemrosesan
jagung dengan zat alkalis dalam pembuatan makanan di Amerika Latin
dapat menimbulkan hidrolisis asam nikotinat yang terikat dan
menghilangkan aktivitas toksin yang bertumpuk dalam biji-bijian yang
disimpan di gudang serta terkontaminasi dengan kapang. Sebagai
alternative lain, degerminasi sereal selama proses penggilingan yang
lazim dilakukan di Amerika Serikat dapat menghambat pelepasan niasin
yang terikat. Efek dari tiap-tiap perlakuan ini adalah mencegah atau
menimbulkan predisposisi terjadinya pellagra kalau jagung merupakan
unsur utama dalam diet seseorang.5
Apapun yang menjadi penyebabnya, kelainan pellagra endemic
akan menghilang bersamaan dengan perbaikan pendidikan gizi dan
suplementasi niasin ke dalam sereal bijian yag dilakukan secara luas.
Penyakit pellagra merupakan manifestasi langka dari dua bentuk
kelainan metabolism triptofan, yaitu sindroma karsinoid dengan 60
30

persen triptofan dikatabolis lewat lintasan yang biasanya merupakan


minor pathway, dan penyakit Hartnup suatu kelainan bawaan dengan
absorpsi dari makanan yang jelek untuk beberapa jenis asam amino
termasuk triptofan. Pada kedua keadaan tersebut, penyakit pellagra
disebabkan oleh berkurangnya persediaan ekuivalen niasin dalam
jumlah yang efektif dan dapat disembuhkan dengan pemberian vitamin
tersebut dalam jumlah besar.5
Pelagra merupakan penyakit kronik yang memperburuk
keadaan umum penderitanya dengan gejala dermatitis, demensia dan
diare. Dermatitis yang terjadi bersifat bilateral, simetris serta dijumpai
pada bagian tubuh yang terkena sinar matahari, dan disebabkan oleh
fotosensitivitas. Perubahan mental pada pasien pellagra tidak begitu
nyata; gejala kelelahan, insomnia dan apati dapat mendahului keadaan
ensefalopati yang ditandai oleh confusion, disorientasi, halusinasi,
penurunan daya ingat serta akhirnya psikosis organic. Parestesia dan
polyneuritis dapat terjadi akibat defisiensi vitamin lain yang terdapat
secara bersamaan. Diare, kalau gejala ini terdapat, terjadi akibat
inflamasi permukaan mukosa usus yang menyebar luas; abnormalitas
mukosa lainnya mencakup aklorhidria, glostitis, stomatitis dan vaginitis.
Lesi pada kulit ditandai oleh hyperkeratosis, hiperpigmentasi dan
dsekuamasi. Perjalanan penyakit pellagra berlangsung progresif selama
periode beberapa tahun, dan kematian biasanya disebabkan oleh
komplikasi sekunder. Hubungan antara fungsi koenzim NAD dan
NADP dan gejala belum ditentukan. Kadar NAD dan NADP dalam
eritrosit adalah rendah pada penderita dengan pellagra, tetapi koenzim
tersebut adalah penting untuk sedemikian banyak reaksi dalam
metabolism perantara yang sangat kekurangan NAD dan NADP adalah
bertentangan dengan kehidupan. Perubahan mental pada pellagra
31

mungkin disebabkan karena penurunan konversi triptofan menjadi


serotonin.5
Pemeriksaan biokimiawi darah tidak mempunyai nilai
diagnostic, dan diagnosis penyakit pellagra ditegakkan berdasarkan
kecurigaan serta respons penderita terhadap terapi replacement. Ekskresi
metabolit asam nikotinat dan triptofan dalam urin seperti yang
diramalkan adalah rendah tetapi tidak lebih rendah daripada penderita
dengan malnutrisi yang menyeluruh. Kadar triptofan dalam plasma dan
kadar NAD dan NADP dalam eritrosit adalah juga rendah. Pemberian
niasin dalam jumlah kecil (10 mg/hari) dengan jumlah asupan triptofan
yang memadai dari makanan sudah cukup untuk mengatasi penyakit
pellagra endemic. Pemberian niasin dalam jumlah yang besar (40 hingga
200 mg/hari) mungkin diperlukan pada penyakit Hartnup dan pada
sindroma karsinoid.5

2.2.1.4. Vitamin B5
Asam pantotenat (vitamin B5) merupakan salah satu vitamin B
kompleks yang larut dalam air. Asam pantotenat penting karena
dibutuhkan untuk pembentukan coenzim A (CoA) dan acyl carrier
protein (ACP). Coenzim A merupakan kofaktor yang penting bagi
semua mahluk hidup karena bekerja di sekitar 70 jalur enzimatik.
Sebagian besar bakteri, tumbuhan, dan jamur menyintesis asam
pantotenat, sehingga pada umumnya vitamin ini dapat ditemukan
hampir dimana saja.5
Asam pantotenat merupakan asam pantoic yang terhubung
dengan β-alanine melalui ikatan amida. Melalui proses asetilasi dan
akilasi, asam pantotenat dapat menjadi berperan penting dalam
pembentukan CoA dan ACP. CoA berfungsi dalam 70 jalur enzimatik
misalnya, oksidasi asam lemak, metabolisme karbohidrat, degradasi
32

piruvat, katablosime asam amino, sintesis heme, sintesis asetilkolin, dan


detoksifikasi asetilasi fase II, sedangkan ACP merupakan komponen
esensial untuk proses elongasi asam lemak.5
Sebagian besar tumbuhan dan mikroorganisme dapat
menyintesis asam pantotenat dengan cara menggabungkan asam pantoic
dan β-alanine, sedangkan mamalia dan beberapa mikroba tidak
mempunyai enzim tertentu untuk menyintesis asam pantotenat sehingga
lebih cenderung mendapatkannya dari luar.5
Biosintesis CoA dari asam pantotenat merupakan proses yang
esensial dan universal bagi prokariotik dan eukariotik, yang
membutuhkan sistein dan ATP. CoA dibentuk dari asam pantotenat
melalui lima reaksi sintesis. Pertama, asam pantotenat difosforilasi
menjadi 4’-phospopantothenate oleh enzim pantotenat kinase (CoaA).
Langkah selanjutnya, terjadi reaksi kondensasi dengan sistein dengan
menggunakan ATP menjadi 4’phoshpopantothenoylcysteine yang
didekarboksilasi membentuk 4’-phospopantetheine. Kedua reaksi ini
dikatalisasi oleh enzim 4’-phospopantothenoylcysteine synthase (CoaB)
dan 4’-phospopantothenoylcysteine decarboxylase (CoaC). Kemudian
4’phospopantetheine dikonversi menjadi dephospo-CoA oleh enzim
phospopantetheine adenyltransferase (CoaD). Setelah itu, dephospo-
CoA difosforilasi oleh enzim dephospo-CoA kinase (CoaE) menjadi
CoA.5
33

Asam pantotenat dapat didapat dari daging ayam, sapi,


kentang, gandum, tomat, hati, ginjal, kacang, almond, ragi, kuning telur,
brokoli, keju, lobster yang mempunyai kadar asam pantotenat yang
tinggi.5
Defisiensi
Oleh sebab penting dan luasnya asam pantotenat bagi semua
mahluk hidup, defisiensi asam pantotenat secara natural hampir tidak
pernah terjadi. Walaupun dalam diet yang sangat jelek, defisiensi
vitamin lain menjadi penghalang pada pasien sebelum defisiensi asam
pantotenat itu sendiri menyebabkan masalah.5
Gejala umum yang sering dikeluhkan dari defisiensi asam
pantotenat adalah rasa terbakar pada kaki dan mati rasa. Gejala lain
meliputin sakit kepala, kelemahan, malaise, kelabilan emosi, koordinasi
motorik terganggu, paraestese, rasa terbakar pada tangan dan kaki, kram
otot, gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, dan nyeri perut.
34

Beberapa didapatkan mengalami takikardia, hipotensi ortostatik, dan


fluktuasi tekanan darah arteri. Pada beberapa individu, ISPA sering
terjadi, sedangkan sisanya tidak. Gejala-gejala klinis yang ditemukan
tersebut tidak spesifik.5

2.2.1.5. Vitamin B6
Aktivitas biologis golongan vitamin B6 diperlihatkan oleh
senyawa piridoksin, piridoksal serta piridoksamin dan senyawa-senyawa
ester 5-fosfatnya. Bentuk koenzim berupa piridoksal-5-fosfat, dan
senyawa lainnya memiliki aktivitas untuk konversi menjadi piridoksal-
5-fosfat. Vitaminn ini secara luas dan merata terdistribusi dalam semua
makanan; di antara semua makanan tersebut, daging, hati, sayuran serta
sereal berbentuk biji yang utuh merupakan sumber-sumber vitamin B6
yang terbaik.5
Piridoksal fosfat berfungsi sebagai kofaktor untuk banyak
enzim yang terlibat dalam metabolisme asam amino, termasuk
transaminase, sintetase, dan hidroksilase. Pada manusia, vitamin
tersebut merupakan kepentingan khusus dalam metabolisme triptofan,
glisinn, serin, glutamate, dan asam amino yang mengandung sulfur
(belerang). Piridoksal fosfat juga diperlukan untuk sintesis precursor
heme asam δ-aminolevulinat. Bagian besar dari simpanan tubuh adalah
dalam fosforilase otot, yanag berfungsi untu kmenstabilkan enzim
daripada sebagai katalisis. Piridoksal fosfat juga memainkan peranan
dalam eksitabilitias neuron yang kurang dimengerti dengan baik,
mungkin sebagai akibat fungsinya dalam reaksi transulfurasi atau dalam
metabolisme asam γ-aminobutirat.5
Bahkan lebih dari untuk sebagian besar vitamin, kebutuhan
meningkat pada kehamilan dan dengan pemberian estrogen. Estrogen
tampaknya menghambat peran piridoksal fosfat dalam metabolisme
35

triptofan. Kebutuhan piridoksin mungkin juga kronik atau dialysis


peritoneal. Etanol metabolit asetaldehid memindahkan piridoksal fosfat
dari pprotein dan dengan demikian meningkatkan degradasinya.5
Pembentukan makanan yang kekurangan piridoksin
menunjukkan bukti kimia defisiensi (meningkatkan asam xanturenat dan
penurunan piridoksin dalam urin) dalam seminggu. Kelainan
elektroensefalografis terjadi dalam waktu 3 minggu, dan beberapa
subjek mengalami kejang grand mal. Lagi pula, defisiiensi yang
dirangsang bersama dengan deoksipiridoksin (antagonis piridoksin)
menyebabkan dermatitis seboroik, keilosis, glostitis, mual, muntah,
kelemahan, dan pusing.5
Defisiensi
Terdapatnya vitamin B6 secara luas di dalam makanan
mungkin menjadi penyebab mengapa defisiensi piridoksi yang murni
jarang terdapat, kecuali kalau selama pemrosesan makanan terjadi
kerusakan atau konversi piridoksin menjadi bentuk-bentuk terikat-
protein yang lebih jarang dijumpai sebagaimana terlihat dalam
pembuatan beberapa susu formula untuk bayi. Karena itu, kenyataan
bahwa defisiensi piridoksi kini sering terjadi karena banyak obat yang
bekerja sebagai antagonis piridoksin merupakan kenyataan yang
paradoksal. Isoniazid, sikloserin, penisilamin dan reagensia karbonil
umumnya akan membentuk senyawa kompleks dengan moeitas aldehid
vitamin tersebut dan mencegah fungsi koenzim yang normal. Pada
setiap kasus, metabolisme triptofan yang abnormal dan gejala konvulsi
dapat dicegah oleh suplementasi vitamin tersebut.5
Perkiraan defisiensi vitamin B6 dibuat berdasarkan hasil
koreksi tanda-tanda klinis defisiensi setelah pemberian vitamin tersebut,
hasil pengukuran ekskresi metabolit triptofan setelah tes pemmberian
triptofan, hasil pengukuran aktivitas berbagai enzim transferase asam
36

amino di dalam darah dan berdasarkan hasil pengukuran ekskresi


oksalat dalam urin. Satu petunjuk adalah pengukuran dan metabolit
triptofanm khususnya asam xanturenat, setelah dilakukan tes pemberian
triptofan. Sebagai pilihan lain, kadar sistationin dapat diukur setelah
pemberian asam amino metionin. Pengukuran secara in vitro enzim
transaminase glutamate privuat sel darah merah dengan dan tanpa
adanya piridoksal fosfat mungkin merupakan indicator terbaik untuk
menunjukkan status piridoksi dibandingkan tes lainnya.5
Penanganan yang tepat untuk defisiensi piridoksin adalah
pencegahan defisiensi vitamin ini. Suplementasi diet dengan 30 mg
piridoksin akan mengembalikan metabolisme triptofan kepada keadaan
normalnya pada kehamilan, pada para pemakai preparat kontrasepsi oral
dan pada pasien yang menggunakan isoniazid. Takaran sebesar 100 mg
per hari mungkin diperlukan oleh pasien-pasien yang memakai preparat
penisilamin.5
Beberapa penyakit genetic menyebabkan kelainan dalam
metabolisme vitamin B. Pada satu kelompok, bayi mengalami konvulsi
dan kerusakan otak dan meninggal bila tidak diberikan tambahan
piridoksin yang besar setiap hari; anak-anak ini mempunyai apoenzim
untuk asam glutamate dekarboksilase yang menurunkan pengikatan
afinitas untuk piridoksal fosfat. Oleh karena itu, tidak terbentuk jumlah
asam γ-aminobutirat yang normal, suatu penghambat fisiologis dari
penghantaran saraf. Kelompok lain menderita anemia kronik yang
responsive terhadap piridoksin; penambahan piridoksin menyebabkan
perbaikan hematologis yang cepat tetapi tidak memperbaiki kelainan
morfologis dalam eritrosit.5
Sintesis sistationin dari homosistin dan serin dan
pemecahannya menjadi sistein dan homoserin yang dikatalisis oleh dua
enzim piridoksal fosfat. Peruubahan yang terjadi bersama defisiensi dua
37

enzim ini dan pada asiduria xanturenat yang disebabkan oleh defisiensi
kinureninase telah ditinjau oleh Mudd. Beberapa penderita dengan
asiduria xanturenat yang responsif terhadap vitamin B6 atau
sistationinuria mempunyai apoenzim mutan yang pengaruh-
mempengaruhi piridoksal fosfat secara abnormal, suatu cacat yang
sebagian besar dapat diperbaiki dengan cara meningkatkan konsentrasi
kofaktor. Sebaliknya, respons vitamin B6 pada penderita dengan
homosistinuria yang disebabkan oleh defisiensi sistationin sintetase
diakibatkan oleh peningkatan aktivitas jumlah sisa enzim normal yang
ada daripada diakibatkan dari pemulihan kadar enzim yang terpengaruh
menjadi normal.5

2.2.1.6. Vitamin B7
Vitamin B7 atau juga dikenal dengan Biotin atau vitamin H
(dari bahasa Jerman Haar und Haut, yang artinya rambut dan kulit)
merupakan vitamin B kompleks yang larut dalam air. Biotin berfungsi
sebagai kofaktor pada enzim-enzim karboksilase mammalia. Vitamin ini
terutama dikonsumsi dalam bentuk terikat-protein, dihidrolsisis oleh
enzim biotinidase (BTD) pancreas, dan mungkin diserap lewat proses
transportasi aktif. Anjuran harian yang diperkenankan disajikan pada
tabel 71-1. Dalam sel, biotin melekat secara kovalen pada
apokarboksilase untuk membentuk empat haloenzim yang mengkatalisis
penggabungan biokarbonat menjadi substrat, asetil-koA karboksilase
(ACCα dan ACCβ), piruvat karboksilase (PC), 3-metilkrotonil KoA
karboksilase (MCC), dan propionil KoA karboksilase (PCC).
Karboksilase yang bergantung pada biotin berperan dalam katalisasi
pada proses biosintesis asam lemak, glukoneogenesis, anaplerosis
tricarboxylic acid cycle dan regulasi gen pleiotropic, terutama gen pada
metabolisme karbohidrat. ACCα, satu-satunya karboksilase pada
38

manusia yang berada di sitoplasma, mengkatalisasi ikatan bikarbonat


pada asetil-KoA, membentuk malonyl-KoA untuk sintesis asam lemak.
ACCβ, PCC, MCC, dan PC dapat ditemukan di matriks mitokondria.
ACCβ berperan dalam regulasi oksidasi asam lemak dan juga sebagai
reservoir biotin. PCC dan MCC masing-masing terdiri dari α-subunit
yang mengandung biotin dan β-subunit yang bebas biotin. PCC
mengkatalisasi proses penting dalam metabolism asam amino, kolesterol
dan asam lemak rantai-ganjil, sedangkan MCC mengkatalisasi proses
penting dalam metabolism leusin. PC mengkatalisasi proses penting
dalam glukoneogenesis dan memegang peranan penting dalam
lipogenesis, glucose-induced insulin release, dan anaplerosis asam
tricarboxylic. Oleh karena itu, homeostasis biotin penting dalam
mempertahankan fungsi tubuh normal.5,16
Terdapat tiga protein yang berperan mempunyai peranan yang
besar dalam homeostasis biotin yaitu: biotinidase (BTD), sodium-
dependent multivitamin transporter (SMVT) dan holokarboksilase
sintetase (HCS). Biotin yang berasal dari makanan terdapat dalam
bentuk bebas dan dalam bentuk terikat-protein. Protease dan peptidase
di gastrointestinal mencerna protein yang mengandung biotin untuk
melepas biocytin (biotinyl-ε-lysine) dan dan peptide yang megandung
biotin. BTD disekresi di cairan pancreas dan berperan penting dalam
melepaskan free biotin dari biocytin dan biotinylated peptide pada
proses absorpsi.16
39

Gambar 2. Homeostasis Biotin


SMVT bertanggung jawab dalam absorpsi intestinal free
biotin, reabsorpsi renal dan transport melewati membran sel di liver dan
jaringan perifer. Pada sel limfoid, monocarboxylate transporter 1 juga
berkontribusi terhadap uptake biotin. BTD disekresikan dalam jumlah
besar di plasma darah dan berpartisipasi dalam transport biotin ke
jaringan perifer. Sedangkan HCS berperan dalam pengikatan biotin pada
lysine residues pada karboksilase dan histon.16
Defisiensi
Defisiensi biotin dapat disebabkan oleh defeisiensi tiga protein
yang terlibat dalam homeostasis biotin yaitu HCS, BTD dan SMVT.
BTD memegang peranan penting dalam recycling dan transport biotin.
Defisiensi BTD dapat disebabkan oleh mutasi gen (delesi, insersi, point
mutation, dll). Defisiensi BTD menyebabkan terjadinya kegagalan
dalam melepas biotin dari protein dietary, sehingga bioavaliabilitasnya
menurun. Ekskresi biotin lewat urin juga mengalami peningkatan akibat
peningkatan laju filtrasi renal terhadap free biotin (kurangnya protein
40

transport biotin BTD), dan terganggunya recycling biotin dari


pemecahan produk biotiniylated carboxylases seperti biocytin.
Terganggunya aktivitas serum BTD bersamaan dengan peningkatan
kebutuhan biotin dapat ditemukan pada pasien dengan penyakit liver
kronis seperti sirosis. Intake adekuat biotin untuk orang dewasa adalah
30 µg/hari. Kadar biotin <200 ng/L sudah termasuk dalam keadaan
defisiensi biotin, 200-400 ng/L dikatakan suboptimal, dan >400 ng/L
optimal.17
Defisiensi biotin jarang terjadi karena bakteri intestinal
memproduksi biotin lebih banyak daripada kebutuhan biotin sehari-hari.
Terlebih lagi, biotin dapat didapatkan dari konsumsi beragam jenis
makanan. Defisiensi biotin pada manusia terjadi sedikitnya dalam tiga
keadaan: setelah kosumsi putih telur mentah untuk jangka waktu lama
(yang akan mengikat biotin dalam usus dan mencegah absorpsisnya),
setelah terapi nutrisi parenteral tanpa suplementasi biotin pada pasien-
pasien malnutrisi, dan pada pasien-pasien yang menderita defisiensi
enzim biotinidase.17
41

Gambar 3. Asupan Biotin


Pada ketiga keadaan ini, manifestasi defisiensi biotin yang
lazim dijumpai menyerupai manifestasi defisiensi asam lemak esensial
dan mencakup dermatitis perioral, konjungtivitis, alopesia, ataksia serta
pada anak-anak, retardasi mental. Di samping itu, defisiensi biotinidase
dapat menyebabkan gangguan neurologi yang serius. Diagnosis
defisiensi biotin dapat ditegakkan dengan menemukan penurunan
ekskresi biotin ke dalam urin (normalnya 100 nmol biotin dan
katabolit/hari) atau dengan terlihatnya perbaikan gejala defisiensi yang
merupakan respons terhadap terapi suplementasi dengan takaran 100
µg/hari.18
42

2.2.1.7. Vitamin B9
Vitamin B9 biasa dikenal juga dengan asam folat, folacin,
vitamin M, folvite, acifolic, folcidin, atau asam pteroylglutamic.
Walaupun istilah asam folat dan folate biasa digunakan bergantian,
tetapi efek metaboliknya sedikit berbeda. Asam folat yang ditemukan
dalam suplemen dan makanan terfortifikasi merupakan bentuk sintesis
dari folate. Folate ditemukan secara natural terutama pada tumbuh-
tumbuhan. Folate banyak ditemukan pada tumbuhan yang berdaun hijau
gelap, brokoli, asparagus, jeruk, anggur, stroberi, buncis, alpukat,
kacang-kacangan dan biji-bijian, jagung, wortel, dan lain-lain. Folate
juga dapat ditemukan pada daging-dagingan seperti ayam, domba, sapi,
dan hati babi. Asam folat dapat ditemukan pada makanan terfortifikasi
seperti sereal, pasta, tepung, dan roti. Suplemen asam folat dijual dalam
bentuk tablet atau bubuk.19
Perkiraan kadar folate dalam tubuh adalah sekitar 10-30 mg.
Kadar normal serum folat total adalah sekitar 5-15 ng/mL, 16-21 ng/mL
adalah nilai normal kadar LCS. Kadar normal folate di dalam eritrosit
berkisar antara 175-316 ng/mL. Persentase folate dalam jumlah besar
disimpan di liver, sebagian dalam darah dan jaringan. Kadar serum
folate dibawah 5 ng/mL mengindikasikan defisiensi folate dan kadar
serum folate dibawah 2 ng/mL mengindikasikan anemia megaloblastik.
Folate yang didapatkan dari konsumsi makanan di usus dihidrolise
menjadi bentuk monoglutamat dan diabsorpsi lewat transport aktif
melewati mukosa usus halus. Asam folat ketika dikonsumsi sebagai
suplemen diabsorpsi dengan cepat, terutama di bagian proximal usus
halus melalui diffusi pasif. Monoglutamat kemudian direduksi menjadi
tetrahydrofolate (THF) di liver dan kemudian dikonversi menjadi bentuk
methyl atau formyl sebelum memasuki aliran darah. Folate dapat
ditemukan di aliran darrah dalam bentuk 5-methyl-tetrahydrofolate.
43

Konsentrasi folate eristrosit kadang-kadang digunakan untuk mengukur


intake folate jangan panjang terutama pada mereka yang sakit, dimana
kadar di atas 140 ng/mL dikatakan adekuat. Hiperhomosisteinemia atau
tingginya kadar homosistein dalam plasma didefinisikan sebagai kadar
lebih dari 16 mikromol/L sebagai indicator rendahnya konversi
homosistein menjadi methionine karena defek pada 5-methyl-
tetrahydrofolate. Produk metabolic dari asam folat biasanya muncul di
urine 6 jam setelah intake dan ekskresi komplit dalam waktu 24 jam dan
dapat ditemukan juga dalam jumlah sedikit dalam feses. Asam folat juga
diekskresikan di air susu ibu.19

Gambar 4. Metabolisme Asam Folat


Metabolisme asam folat, yang membentuk nucleic acid
building blocks, penting bagi sintesis dan repair DNA. Deoxyuridine
monophosphate (dUMP) melalui proses sintesis de novo diubah menjadi
deoxythymidine monophosphate (dTMP) oleh enzim thymidiylate
44

synthase. Thymidine triphosphate (dTTP) merupakan satu dari empat


deoxyribonucleic acid esensial bagi sintesis dan repair DNA. Defisiensi
folat menghalangi konversi dUMP menjadi dTMP sehingga
menyebabkan kelebihan deoxyuridine triphosphate (dUTP). Karena
DNA polymerase tidak dapat membedakan antara dUTP dan dTTP, ada
kemungkinan terjadi mis-inkorporasi urasil pada DNA menggantikan
thymidine. Peningkatan deplesi thymidine akibat defisiensi folat akan
menyebabkan kacaunya repair DNA, sehingga DNA menjadi tidak
stabil dan dapat terjadi kelainan kromosom dan perubahan kearah
keganasan.19
Reaksi metabolic folate yang penting nomor dua adalah
konversi homosistein menjadi methionine oleh 5-methyltetrahydrofolate
(5-methyl-THF). Sebagian dari methionine ini dikonversi menjadi
enzyme methionine adenosyl transferase untuk menghasilkan bentuk
aktifnya, yaitu S-adenosylmethionine (SAM). S-adenosylmethionine
(SAM) berpartisipasi dalam berbagai reaksi metilasi molekul seperti
lipid dan peptida. SAM merupakan contributor methyl utama dalam
proses metilasi sitosin menjadi DNA. Pada defisiensi folate, penurunan
metilasi sitosine pada DNA dapat menyebabkan ekspresi pro-onkogen
dan potensi perubahan kearah keganasan.19
Deplesi folate dan penurunan sintesis dan metilasi DNA
berdampak buruk baik bagi sel normal maupun sel malignan karena
metabolisme folat dibutuhkan baik bagi sel kanker maupun sel normal.
Defisiensi folat akibat insufisiensi thymidine dapat menyebabkan
kerusakan DNA dan juga menyebabkan hipometilasi DNA akibat
penurunan kadar SAM. Ironisnya, karena pentingnya metabolisme folat
bagi replikasi dan kelangsungan hidup sel, inhibisi metabolism asam
folat menunjukkan keberhasilan dalam eliminasi sel malignan dan telah
dicoba sebagai terapi antitumor. Aminopterin, merupakan analog asam
45

folat (4-aminofolic acid) yang menginhibisi dihydrofolate reductase,


sehingga mencegah reduksi asam folat dan asam dihidrofolat menjadi
tertrahydrofolate (THF). Methotrexate (MTX) merupakan analog lain
dari asam folat yang digunakan untuk inhibisi langsung dihydrofolate
reductase dan inhibisi thymidylate synthase.19
Asupan harian rekomendasi untuk asam folat adalah sebagai
berikut: bayi usia 0-6 bulan ekitar 65 mcg (intake adekuat), bayi usia 7-
12 bulan sekitar 80 mcg, anak usia 1-3 tahun sekitar 150 mcg, anak usia
4-8 tahun sekitar 200 mcg, anak usia 9-13 tahun sekitar 300 mcg, usia
14 tahun ke atas sekitar 400 mcg, pada ibu hamil sekitar 500 mcg, dan
pada ibu menyusui sekitar 600 mcg. Defisiensi asam folat dapat
memberikan dampak negative bagi tubuh, yang terutama paling sering
adalah anemia megaloblastik dan cacat lahir.19
Anemia megaloblastik dideskripsikan sebagai adanya sel darah
merah berukuran lebih dari normal yang merupakan hasil dari inhibisi
sintesis DNA dalam produksi sel darah merah. 5-methyl tetrahydrofolate
hanya dapat dimetabolisme oleh methionine synthase, oleh karena itu,
kurangnya koenzim folate akan menyebabkan kelainan pada RBC.
Karena sintesis DNA terganggu, siklus selnya tidak dapat berjalan dan
sel terus tumbuh tanpa terjadi pembelahan, sehingga terbentuklah
makorsit. Hal ini juga dapat disebabkan oleh vitamin B12 dan juga oleh
tertahannya folate sehingga tidak dapat menjalankan fungsi normalnya.
Defek ini disebabkan oleh defek sintesis thymidylate dengan
pembesaran deoxyuridine triphosphate. Anemia megaloblastik
menyebabkan kelainan pada RBC, nyeri pada tangan dan kaki, kelainan
gastrointestinal, kelelahan, perubahan persepsi pengecapan, letih dan
lemas, hilangnya koordinasi, kurangnya nafsu makan, dan penurunan
berat badan. Peneliti juga mencari hubungan antara defisiensi fola dan
46

neural tube defects (NTD) pada bayi baru lahir, dan homosistein diduga
sebagai penyebabnya.20

2.2.1.8. Vitamin B12


Vitamin B12 yang sering dikenal dengan cyanocobalamin
addalah vitamin yang memiliki struktur kimia yang paling kompleks
dibandingkan dengan vitamin lainnya. Struktur vitamin B12 berdasarkan
cincin corrin, yang mirip dengan cincin porphyrin yang dapat ditemukan
pada heme, chlorophyll, dan cytochrome dan mempunyai dua cincin
pyrrole yang berikatan langsung.21
Vitamin B12 merupakan vitamin yang larut dalam air yang
berperan penting dalam fungsi neurologis normal, produksi sel darah
merah, dan juga sintesis DNA. Vitamin B12 penting dalam tiga proses
enzimatik, yaitu konversi homocysteine menjadi methionine, konversi
asam methylmalonic menjadi suksinil koenzim A, dan konversi 5-
methyltetrahydrofolate menjadi tetrahydrofolate, yaitu proses-proses
yang berperan penting dalam sintesis DNA dan produksi sel darah
merah. Vitamin B12 tidak dapat dibuat oleh manusia dan harus didapat
sehari-hari dari protein hewani atau produk-produk sereal. Asam
lambung memecah vitamin B12 yang berasal dari protein hewani, setelah
itu bergabung dengan faktor intrinsic yang diproduksi oleh sel parietal
lambung dan di absorbsi di ileum terminal.21
Vitamin B12 digunakan dalam tubuh dalam dua bentuk, yaitu
sebagai methylcobalamin atau 5-deoxyadenosyl cobalamin. Enzim
methionine sintase membutuhkan methylcobalamin sebagai kofaktor.
Enzim ini biasanya terlibat dalam konversi asam amino homosistein
menjadi methionine, sedangkan methionine sendiri diperlukan untuk
metilasi DNA. 5-deoxyadenosil cobalamin merupakan kofaktor yang
dibutuhkan oleh enzim yang mengkonversi l-methylmalonyl CoA
47

menjadi suksinil CoA. Konversi ini merupakan langkah yang penting


dalam ekstraksi energi dari protein dan lemak. Suksinil CoA juga
penting bagi produksi hemoglobin yaitu substansi pembawa oksigen di
dalam sel darah merah.21
Vitamin B12 diperlukan unntuk perkembangan dan mielinasi
inisial dari sistem saraf pusat maupun maintenance fungsi normalnya.
Demielinasi saraf servikal, dorsal thorakal, dan kolumna lateral dari
medulla spinalis, demielinasi saraf cranial dan perifer, serta demielinasi
white matter otak dapat terjadi oleh karena defisiensi vitamin B12.
Proses degenerasi ini dapat terlihat melalu pemeriksaan MRI.22
Defisiensi
Penyebab tersering terjadinya defisiensi vitamin B12 berat
biasanya disebabkan oleh hilangnya faktor intrinsik akibat dari gastritis
atrofik autoimun, biasa disebut dengan anemia perniciosa, walaupun
kebanyakan pasien mengeluhkan gejala neurologis.. Anemia pernisiosa
harus dicurigai pada pasien tanpa sebab pasti malapsrobsi atau penderita
dengan kelainan autoimun seperti vitiligo atau tiroiditis. Penyebab lain
dapat disebabkan oleh malabsorpsi postbedah, kurangnya asupan, dan
malapsorbsi.22
The Institute of Medicine memperkirakan bahwa pada populasi
berusia 50 tahun kebawah menyerap sekitar 50 persen vitamin B12 yang
berasal dari makanan dan sekitar 10-30 persen populasi berusia 50 tahun
keatas tidak dapat menyerap asupan secara adekuat dari sumber
makanan. Kebutuhan intake vitamin B12 sehari-hari adalah sebagai
berikut: pada bayi usia 0-6 bulan sekitar 0.4 µg/hari, bayi usia 7-12
bulan sekitar 0.5 mcg/hari, anak-anak usia 1-3 tahun sekitar 0.9
mcg/hari, anak-anak usia 4-8 tahun sekitar 1.2 mcg/hari, anak-anak usia
9-13 tahun sekitar 1.8 mcg/hari, usia lebih dari 14 tahun sekitar 2.4
48

mcg/hari, pada ibu hamil sekitar 2.6 mcg/harri dan pada ibu menyusui
sekitar 2.8 mcg/hari.22
Defisiensi vitamin B12 dikatakan sebagai kadar serum vitamin
B12 kurang dari 200 pg/mL dan peningkatan kadar serum homosistein,
asam methylmalonic atau keduanya. Pada siklus methionine, vitamin
B12 (cobalamin) memegang peranan penting dalam konversi
homosistein menjadi methionine, mengambil methyl group dari 5-
methyl tetrahydrofolate (asam folat) dan membentuk methyl cobalamin
yang kemudian melepaskan methyl groupnya untuk konversi
homosistein menjadi methionine. Cobalamin juga dibutuhkan untuk
konversi methionine menjadi homosistein, dimana methionine
dikonversi menjadi S-adenosyl methionine (SAM) dengan
menggunakan ATP oleh methionine adenosyl transferase. Dalam
keadaan defisiensi vitamin B12 tubuh tidak dapat memproduksi
methionine, sehingga menyebabkan berbagai macam masalah. Tubuh
juga tidak dapat memproduksi SAM sehingga menyebabkan gangguan
sintesis carnitine, gangguan neural, maintenance myelin, dan kurangnya
metilasi DNA atau RNA. Hiperhomosisteinemia ditandai dengan
kenaikan kadar homosistein dalam darah. Keadaan ini meningkatkan
risiko penyakit vaskuler misalnya abnormalitas pembuluh darah,
thrombosis dengan penyempitan dan pengerasan pembuluh darah,
inflamasi pembuluh darah, penyakit arteri koroner, dan atherosclerosis.
Selain itu juga meningkatkan risiko terjadinya sakit jantung, stroke,
osteoporosis, Alzheimer, ulcerative colitis, dan Crohn’s disease.20
Dua molekul adenosyl cobalamin dibutuhkan untuk
menkonversi methylmalonyl CoA oleh enzim methylmalonnyl CoA
mutase menjadi Suksinil CoA, yang merupakan intermediet dalam
siklus TCA. Pada keadaan defisiensi vitamin B12, fungsi methylmalonyl
CoA mutase terganggu dan terjadi akumulasi asam methylmalonic di
49

dalam tubuh. Hal ini menyebabkan tubuh kehilangan kemampuannya


untuk memproduksi intermediet siklus TCA, suksinil CoA, yang
menyebabkan gangguan pada siklus TCA karena penurunan konversi
suksinat menjadi fumarat, malat, dan produk akhir siklus yang berperan
dalam memberikan sejumlah kecil energi sebelum proses rantai
transport electron yang bertanggung jawab dalam menghasilkan energi
dalam jumlah besar. Selain itu juga terjadi gangguan pada
glukoneogenesis, yang merupakan jalur metabolic yang bertanggung
jawab dalam membentuk glukosa dari substansi non-karbohidrat, seperti
gliserol, asam amino glukogenik, laktat, dan membantu dalam
maintenance keadaan normoglikemia saat berpuasa. Ketika asam lemak
dioksidasi mennjadi propionyl CoA, peran suksinil CoA muncul sebagai
precursor, yang kemudian dikonversi menjadi piruvate dan memasuki
siklus glukoneogenesis.22
Walaupun manifestasi hematologi klasik dari defisiensi
vitamin B12 adalah anemia megaloblastik yang ditandai dengan
peningkatan MCV dan MCH, serta dari gambaran darah tepi didapatkan
macroovalocytes dan hipersegmented neutrofil, sekitar 28 % penderita
mempunyai kadar hemoglobin yang normal dan sekitar 17 %
mempunyai kadar MCV yang normal. Manifestasi klinis dari anemia
megaloblastik adalah pucat, takikardia, mudah lelah, kelemahan,dan
palpitasi. Tidak seperti pada manifestasi hematologis, mekanisme
spesifik defisiensi vitamin B12 terhadap sistem neurologis tidak
diketahui dengan jelas. Manifestasi neurologis yang umum terjadi
adalah paraestese, kelemahan, gait abnormal, serta gangguan kognitif
dan perilaku.21
50

Gambar 5. Manifestasi Klinis Defisiensi Vitamin B12


Pengobatan defisiensi vitamin B12 secara tradisional didapat
dari injeksi intramuscular kristaline vitamin B12 dengan dosis sebesar 1
mg tiap minggu selama delapan minggu, dilanjutkan dengan 1 mg setiap
bulan seumur hidup. Pasien yang mendapatkan terapi oral vitamin B12
dosis tinggi (1-2 mg/hari) selama 90-120 hari mengalami peningkatan
serum vitamin B12 sama seperti pada pasien yang mendapatkan terapi
51

injeksi intramuscular. Karena harganya yang lebih murah dan lebih


mudah dalam pemberiannya, vitamin B12 oral lebih baik digunakan
dibandingkan dengan injeksi. Setidaknya pasien dengan defisiensi
vitamin B12 membutuhkan sekitar 1 mg vitamin B12 setiap harinya.21

2.2.2. Vitamin C
Biokimiawi
Pada kebanyakan binatang, asam askorbat dapat disintesis dari glukosa.
Namun demikian, manusia, primate lainnya dan guinea pig tidak dapat
mensintesis asam L-askorbat sehingga memerlukan vitamin C dalam
makanannya. Spesies ini dapat melakukan reaksi yang diperlukan untuk
biosintesis vitamin tersebut dair D-glukosa kecuali untuk satu tahap, koversi L-
glukonogamalakton menjadi asam L-askorbat. Enzim tersebut yang
mengkatalisis reaksi ini (L-glukonolakton oksidase) menghilang karena mutasi;
dengan demikian kebutuhan akan vitamin C dalam makanan merupakan akibat
dari kesalahan metabolisme pembawaan sejak lahir.5
Asam L-askorbat dengan mudah mengalami oksidasi dan reduksi yang
reversible seperti berikut ini
Asam L-askorbat asam dehidro L-askorbat + 2H+ + 2e-
Sifat vitamin itu merupakan kunci untuk memahami peranannya sebagai
agen redoks untuk oksidasi biologis. Namun, asam askorbat tidadk berfungsi
sebagai kofaktor yang lazim karena kepeluannya biasanya digantikan oleh
senyawa lain dengan sifat redoks yang serupa. Vitamin itu mengurangi ion
logam buatan pada banyak enzim menjadi bentuk yang diperlukan dan
melakukan fungsi antioksidan lain dengan cara menyingkirkan radikal bebas.
Fungsi vitamin C yang dipahami paling jelas terdapat pada sintesis kolagen;
tidak adanya vitamin C akan menimbulkan gangguan hidroksilasi peptidil pada
prokolagen dan penurunan pembentukan serta sekresi kolagen oleh jaringan
52

ikat. Kolagen yang tidak dihidroksilasi tidak dapat membentuk heliks rangkap-
tiga yang diperlukan untuk struktur jaringan yang normal.5
Banyak gambaran penyakit skrobut yang terjadi akibat defek pada
sintesis kolagen ini, termasuk fragilitas kapiler yang melandasi gambaran
hematologi, kesembuhan luka yang jelek dan (sebagian) abnormalitas tulang
pada anak-anak. Kolagen dengan kandungan hidroksiprolin yang paling tinggi
merupakan jariingan yang paling sering terkena dan menjadi penyebab
timbulnya disrupsi dini pada lamina adventisia, media serta basalis dinding
pembuluh darah. Asam askorbat juga mencegah oksidasi tetrahidrofolat dan
dengna demikian melndungi simpanan asam folat yang aktif dan mengatur
distribusi dan penyimpanan besi, mungkin dengan cara mempengaruhi valensi
besi yang disimpan dan mempertahankan rasio feritin terhadap hemosiderin
yang normal. Penderita skorbut mengekskresi produk metabolisme tirosin yang
dioksidasi secara tidak sempurna, tetapi arti tersebut tidak jelas.5
Vitamin itu terdapat dalam susu dan beberapa daging (ginjal, hati, ikan)
dan tersebar luas dalam buah-buahan dan sayur-sayuran. Sebagian hilang
setelah penyimpanan yanga lama dari buah dan sayuran yang tidak diproses
(misalnya, kentang) tetapi sebagian dipertahankan (setengah atua lebih banyak)
oleh sebagian besar cara pemroses makanan (merebus, mengukus, memasak
dengan tekanan, selai, dibekukan, dikeringkan, dan diiawetkan). Sebagai
akibatnya, anjuran harian yang diperkenankan dapat dipenuhi bahkan dengan
masukan sedang buah-buahan dan sayuran. Pengunaan vitamin itu meningkat
selama kehamilan dan menyusui dan pada tirotoksikosis, dan penyerapan
menurun pada keadaan diare dan pada aklorhidria.5
Simpanan vitamin C total dalam tubuh bervariasi dari 1,5 sampai 3 g.
Bila diadakan kekurangan makanan, simpanan tersebut dihabiskan pada
kecepatan sekitar 4 persen setiap hari. Pada monyet, jalur katabolic utama
melibatkan oksidasi alcohol pada karbon 6 menjadi aldehid dan kemudian
menjadi asam. Karena perbedaan dalam ukuran simpanan awal dan kecepatan
53

pergantian, perbedaan dalam kesempurnaan defisiensi dalam berbagai


mmakanan yang bersifet percobaan, dan perbedaan antara subjek yang normal
pada tingkat seluler atau enzimatik, waktu yang diperlukan untuk
perkembangan gejala berkisar sekitar 1 sampai 3 bulan dalam penelitian yang
berbeda. Manifestasi defisiensi berhubungan lebih baik dengan ukuran
simpanan total daripada dengan kadar plasma atau darah. Gejala pertama
tersebut (perdaraha ptekie dan ekimosis) terjadi bila ukuran simpanan kurang
dari 0,5 g; dengan kekurangan lebih lanjut (ukuran simpanan 0,1-0,5 g),
dispnea, edema, oliguria, dan komplikasi neuropati. Karena itu perkembangan
penyakit menjadi cepat.5
Gejala tidak membaik sampai simpanan penuh, dan makin besar dosis
terapi, makin cepat penuhan tersebut. Namun, dengan dosis serendah 6,5
mg/hari akhirnya simpanan tubuh kembali menjadi normal, dan disertai
perbaikan gejala.5
Defisiensi
Penyakit skorbut kini terjadi terutama di kawasan kota yang miskin.
Peningkatan insidensinya terdapat pada bayi yang berusia 6 hingga 12 bulan
dam memperoleh susu formula tanpa tambahan jeruk atau sayuran sebagai
akibat dari kesalahan atau ketidakpedulian ibu. Puncak insidensi lainnya
terdapat pada usia pertengahan dan lanjut; laki-laki yang ompong dan tinggal
seorang diri serta memasak sendiri cenderung menderita penyakit defisiensi
vitamin C ini. Penyakit skorbut yang dijumpai dalam klinik lebih berat daripada
penyakit skorbut yang terjadi lewat eksperimen; keadaan ini jelas terjadi karena
defisiensi usnur diet lainnya yang terdapat pada penderita skorbut dank arena
kelompok yang berisiko (bayi serta manula) terutama merupakan kelompok
yang rentan.5
Pada orang dewasa, gambaran klinis penyakit skorbut mencakup papula
hyperkeratosis perifolikularis dengan rambut pasien mengalamai fragmentasi
dan terbenam; perdarahan perifolikularis; purpura yang dimulai pada bagian
54

pposterior ekstremitas bawah dan menyatu hingga terbentuk ekimosis;


perdarahan ke dalam otot-otot lengan serta tungkai dengan flebotrombosis
sekunder; perdarahan ke dalam sendi; splinter hemorrhages pada dasar kuku;
kelainan gingiva (hanya pada pasien yang masih mempunyai gigi) yang
mencakup pembengkakan, kerapuhan jaringan, perdarahan, infeksi sekunder
dan goyahnya gigi; kesembuhan luka yang jelek serta pecahnya luka yang baru
sembuh, perdarahan ptekie pada visera; dan perubahan emosional. Gejala-gejala
yang menyerupai gejala pada sindroma Sjogren dapat terjadi. Dalam stadium
terminal, pasien penyakit skorbut sering mengalami ikterus, edema serta febris,
dan gejala konvulsi, hipotensi serta kematian dapat terjadi mendadak.5
Pada bayi dan anak-anak, perdarahan ke dalam periosteum tulang
panjang menyebabkan pembengkakan yang nyeri dan dapat mengakibatkan
pemisahan epifise. Tulang sternum dapat terbenam ke bawah sehingga terjadi
elevasi tajam pada tepi tulang iga (scorbutic rosary). Purpura serta ekimosis
dapat ditemukan pada kulit, dan lesi gingival akan terjadi bila erupsi gigi sudah
terdapat. Perdarahan retrobulber, subaraknoid dan intraserebral dengan cepat
memuncak dalam bentuk kematian bila pengobatannya terlambat.5
Anemia normokromik normositer sering dijumpai dan disebabkan oleh
perdarahan ke dalam jaringan. Anemia juga dapat makrositik dan/atau
megaloblastik (seperlima dari pasien-asien dalam satu seri penelitian). Banyak
makanan yang mengandung vitamin C juga mengandung folat, dan diet yang
menyebabkan penyakit skorbut juga dapat menyebabkan defisiensi folat.
Namun demikian, defisiensi asam askorbat juga mengakibatkan peningkatan
oksidasi asam formil tetrahidrofolat menjadi metabolit folat inaktif dan dapat
menyebabkan penurunan depot folat aktif. Apakah perubahan dalam distribusi
dan penyimpanan besi terlibat dalam pathogenesis anemia adalah tidak jelas.
Anemia ini dikoreksi dengan pemberian vitamin C dan penerapan diet
seimbang.5
55

Pada beberapa rumah sakit di Amerika, kadar asam askorbat dalam


trombosit digunakan untuk mendiagnosis penyakit skorbut dan biasanya kadar
tersebut kurang dari seperempat nilai normalnya. Kadar vitamin plasma kurang
berhubungan baik dengan keadaan klinis. Pada bayi, perubahan gambaran
tulang dalam foto rontgen merupakan petunjuk diagnostic. Kadar bilirubin
sering meninggi. Fragilitas kapiler menjadi abnormal.5
Penyakit skorbut dapat membawa kematian; bila terdapat kecurigaan
akan diagnosis penyakit ini, pemeriksaan darah harus dilakukan dan terai asam
askorbat harus segera dimulai. Takaran inisial yang biasanya diberikan pada
pasien-pasien dewasa adalah 100 mg tiga hingga lima kali per hari per oral
sampai tercapai takaran total 4 gram, dan kemudian pemberian vitamin C
dilakukan dengan takaran 100 mg/hari. Pada bayi dan anak-anak, pemberian 10
hingga 25 mg vitamin C tiga kali sehari sudah memadai. Diet yang kaya akan
vitamin C harus dimulai bersama dengan pengobatan. Perdarahan spontan
akibat defisiensi vitamin C biasanya akan terhenti dalam waktu 24 jam, rasa
nyeri pada otot serta tulang mereda dengan cepat, dan lesi pada gingival mulai
menunjukkan kesembuhan dalam waktu 2 hingga 3 hari. Bahkan ekimosis dan
hematoma yang luas akan menghilang dalam waktu 10 hingga 12 hari, kendati
bercak-bercak pigmentasi pada daerah-daerah perdarahan dapat bertahan
selama berbulan-bulan. Kadar bilirubin serum kembali normal dalam 3 hingga
5 hari, dan anemia biasanya dapat dikoreksi dalam waktu 2 hingga 4 minggu.5
BAB III
KESIMPULAN

Vitamin merupakan salah satu nutrisi organik yang dibutuhkan dalam jumlah
kecil (mikronutrien) yang penting untuk proses biokimiawi misalnya metabolisme,
pertumbuhan, pengaturan, dan perbaikan fungsi tubuh. Vitamin terdiri dari beberapa
jenis dan dapat dikelompokkan berdasarkan dua golongan, yaitu vitamin yang larut
dalam lemak (A,D,E dan K) dan vitamin yang larut dalam air (B dan C), masing-
masing dengan fungsi dan tujuan tertentu bagi tubuh.
Meskipun dibutuhkan dalam jumlah yang kecil, vitamin tersedia luas dalam
beragam jenis makanan dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi, hal ini tidak menutup
kemungkinan untuk terjadinya defisiensi vitamin secara endemik pada daerah
tertentu, terutama disebabkan oleh rendahnya asupan vitamin-vitamin dari sumber
makanan tersebut. Defisiensi vitamin menyebabkan terganggunya berbagai macam
proses penting dalam tubuh dan dapat berakibat fatal apabila diabaikan.
Defisiensi vitamin sebagian besar dapat diatasi dengan diet yang cukup, serta
dengan pemberian suplemen vitamin baik itu berupa sediaan oral maupun injeksi
sesuai dengan kebutuhan. Banyak yang tidak mengetahui bahwa gejala yang
dirasakan pada tubuh merupakan akibat dari defisiensi suatu vitamin tertentu
sehingga seringkali terlambat untuk diketahui dan mengakibatkan perlunya
kunjungan ke dokter.

16
18

DAFTAR PUSTAKA

1. Student Health Service. 2014. Vitamins.


(https://www.studenthealth.gov.hk/english/health/health_dn/health_dn_vit.html,
Diakses tanggal 26 Juli 2018).
2. Triana, V. Macam-Macam Vitamin dan Fungsinya dalam Tubuh Manusia. Jurnal
Kesehatan Masyarakat. 2006 Sep, 1(1): 40-47.
3. Labellapansa, A. Sistem Pakar Diagnosa Dini Defisiensi Vitamin dan Mineral.
Jurnal Informatika. 2016 Jan, 10(1):1156-1163.
4. Sanghvi, T. Vitamin and Mineral Deficiencies Technical Situation Analysis: a
Report for the Ten Year Strategy for the Reduction of Vitamin and Mineral
Deficienies. Food Nutr Bull. 2007 Mar, 28(1):160-219.
5. Isselbacher, et al. Harrison: Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke 13.
2014. Jakarta : EGC.
6. Maqsood, M., et al. Vitamin A Deficiency and Inflammatory Markers Among
Preschool Children in the Republic of the Marshall Islands. Nutrition Journal.
2004 Oct, 3(21).
7. Nair, R., dan A. Maseeh. Vitamin D: The “sunshine” vitamin. Journal of
Pharmacology & Pharmacotherapeutics. 2012 Apr-Jun, 3(2): 118-126.
8. Vermeer, C. Vitamin K: the Effect on Health Beyond Coagulation - an Overview.
Food & Nutrition Research. 2012 Apr, 56: 10.
9. Misra, D., et al. Vitamin K Deficiency is Associated with Incident Knee
Osteoarthritis. Am J Med. 2013 Mar, 126(3): 243-248.
10. Sankar, M. J., et al. Vitamin K Prophylaxis for Prevention of Vitamin K
Deficiency Bleeding: a Systematic Review. Journal of Perinatology. 2016 Apr,
36: 29-35.
11. Nguyen-Khoa, D. 2017. Vitamin K Deficiency Treatment & Management.
(https://emedicine.medscape.com/article/126354-treatment, Diakses tanggal 30
Juli 2018).
18

12. Buehler, A. B. Vitamin B2: Ribofllavin. Journal of Evidence Based


Complementary & Alternative Medicine. 2010 Oct, 16(2):88-90.
13. Scharmm, M., et al. Riboflavin (Vitamin B2) Deficicency Impairs NADPH
Oxidase 2 (Nox2) Priming and Defense Against Listeria monocytogenes.
European Journal of Immunology. 2013 Nov, 44(3).
14. Ashoori, M. dan A. Saedisomeolia. Riboflavin (Vitamin B2) and Oxidative Stress:
A Review. British Journal of Nutrition. 111:1985-1991.
15. Bhusal, A. dan S. W. Banks. 2017. Riboflavin Deficiency.
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470460/, Diakses 14 Agustus 2018).
16. Zempeleni, J., et al. Biotin and Biotinidase Deficiency. Expert Rev Endocrinol
Metab. 2008 Nov, 3(6):715-724.
17. Trueb, R. M. Serum Biotin Levels in Women Complaining of Hair Loss.
International Journal of Trichology. 2016 Apr-Jun, 8(2):73-77.
18. Zempeleni, J., et al. Biotin. Biofactors. 2009 Jan-Feb, 35(1): 36-46.
19. Liew, S. C. Folic Acid and Diseases – Supplement It or Not?. Revista da
Associacao Medica Brasileria. 2016 Jan-Feb, 62(1).
20. Mahmood, L. The Metabolic Processes of Folic Acid and Vitamin B12
Deficiency. Journal of Health Research and Reviews. 2014 Oct, 1(1): 5-9.
21. Langan, R. C dan K. J. Zawistoski. Update on Vitamin B12 Deficiency. American
Family Physician. 2011 Jun, 15;83(12):1425-1430.
22. Stabler, S. P. Vitamin B12 Deficiency. The New England Journal of Medicine.
2013 Jan, 368(2): 149-160.

Anda mungkin juga menyukai