Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan Rahmat taufik dan hidayah – Nya sehingga Penulisan Makalah
ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah saya ini berjudul “MUNAKAHAT “, didalam Makalah saya ini
terdapat beberapa pembahasan diantaranya, Pengertian Perkawinan, Hukum
Pernikahan, Rukun dan Syarat Sah Nikah, Wanita yang Haram dinikahi, serta
Hikmah Pernikahan atau Perkawinan.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, itu
dikarenakan kemampuan penulis yang terbatas. Namun berkat bantuan dan
dorongan serta bimbingan dari Dosen Pembimbing serta berbagai bantuan dari
berbagai pihak, akhirnya pembuatan makalah ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya.
Penulis berharap dengan penulisan makalah ini dapat bermanfaat
khususnya bagi penulis sendiri dan bagi para pembaca pada umumnya serta
semoga dapat menjadi bahan pertimbangan dan meningkatkan prestasi dimasa
yang akan datang.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perkawinan
Secara bahasa : kumpulan, bersetubuh, akad secara syar’i : dihalalkannya
seorang lelaki dan untuk perempuan bersenangg-senang, melakukan hubungan
seksual, dll .
Kata nikah berasal dari bahasa arab yang didalam bahasa Indonesia sering
diterjemahkan dengan perkawinan. Nikah menurut istilah syariat Islam adalah
akad yang menghalalkan pergaulan antara laki - laki dan perempuan yang tidak
ada hubungan Mahram sehingga dengan akad tersebut terjadi hak dan kewjiban
antara kedua insan.
Hubungan antara seorang laki - laki dan perempuan adalah merupakan
tuntunan yang telah diciptakan oleh Allah SWT dan untuk menghalalkan
hubungan ini maka disyariatkanlah akad nikah. Pergaulan antara laki - laki dn
perempuan yang diatur dengan pernikahan ini akan membawa keharmonisan,
keberkahan dan kesejahteraan baik bagi laki - laki maupun perempuan, bagi
keturunan diantara keduanya bahkan bagi masyarakat yang berada disekeliling
kedua insan tersebut.
Berbeda dengan pergaulan antara laki - laki dan perempuan yang tidak dibina
dengan sarana pernikahan akan membawa malapetaka baik bagi kedua insan itu,
keturunannya dan masyarakat disekelilingnya. Pergaulan yang diikat dengan tali
pernikahan akan membawa mereka menjadi satu dalam urusan kehidupan
sehingga antara keduanya itu dapat menjadi hubungan saling tolong menolong,
dapat menciptkan kebaikan bagi keduanya dan menjaga kejahatan yang mungkin
akan menimpa kedua belah pihak itu. Dengan pernikahan seseorang juga akan
terpelihara dari kebinasaan hawa nafsunya.
Allah SWT berfirman dalam surat An - Nisa Ayat 3 sebagai berikut :
” Maka kawinilah wanita - wanita (lain) yang kamu senangi, dua, tiga atau
empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan brlaku adil maka (kawinilah)
seorang saja .” (An - Nisa : 3).
Ayat ini memerintahkan kepada orang laki - laki yang sudah mampu untuk
melaksanakan nikah. Adapun yang dimaksud adil dalam ayat ini adalah adil
didalam memberikan kepada istri berupa pakaian, tempat, giliran dan lain - lain
yang bersifat lahiriah. Ayat ini juga menerangkan bahwa islam memperbolehkan
poligami dengan syarat - syarat tertentu.
B. Hukum Nikah
Para fuqaha mengklasifikasikan hukum nikah menjadi 5 kategori yang
berpulang kepada kondisi pelakunya :
· Wajib, bila nafsu mendesak, mampu menikah dan berpeluang besar jatuh ke
dalam zina.
· Sunnah, bila nafsu mendesak, mampu menikah tetapi dapat memelihara diri
dari zina.
· Mubah, bila tak ada alasan yang mendesak/mewajibkan segera menikah
dan/atau alasan yang mengharamkan menikah.
· Makruh, bila nafsu tak mendesak, tak mampu memberi nafkah tetapi tidak
merugikan isterinya.
· Haram, bila nafsu tak mendesak, tak mampu memberi nafkah sehingga
merugikan isterinya.
Pertama karena nasab, kedua haram mushaharah (ikatan perkawinan) dan ketiga
karena penyusuan.
1. Ibu
2. Anak perempuan
3. Saudara perempuan
4. Bibi dari pihak ayah (saudara perempuan ayah)
5. Bibi dari pihak ibu (saudara perempuan ibu)
6. Anak perempuan saudara laki-laki (keponakan)
7. Anak perempuan saudara perempuan).
1. Ibu istri (ibu mertua), dan tidak dipersyaratkan tahrim ini suami harus dukhul
”bercampur” lebih dahulu. Meskipun hanya sekedar akad nikah dengan puterinya,
maka sang ibu menjadi haram atau menantu tersebut.
2. Anak perempuan dari isteri yang sudah didukhul (dikumpul), oleh karena itu,
manakala akad nikah dengan ibunya sudah dilangsungkan namun belum sempat
(mengumpulinya), maka anak perempuan termasuk halal bagi mantan suami ibunya
itu. Hal ini didasarkan pada firman Allah, ”Tetapi kalian belum bercampur dengan
isteri kalian itu (dan sudah kalian campur), maka tidak berdosa kalian
menikahinya.” (An-Nisaa:23).
4. Isteri bapak (ibu tiri) diharamkan ats anak menikahi isteri bapak dengan sebab
hanya sekedar terjadinya akad nikah dengannya.
Ketiga: perempuan-perempuan yang haram dikawini karena sepersusuan.
Allah SWT berfirman yang artinya, ”Ibu-ibu kalian yang pernah menyusui
kalian; saudara perempuan sepersusuan.” (an-Nisaa’:23).
Oleh karena itu, ibu sepersusuan menempati kedudukan ibu kandung, dan
semua orang yang haram dikawini oleh anak laki-laki dari jalur ibu kandung, haram
pula dinikahi bapak sepersusuan, sehingga anak yang menyusui kepada orang lain
haram kawin dengan:
Dari Aisyah r.anha bahwa Rasulullah saw. Bersabda, ”Tidak bisa menjadikan
haram, sekali isapan dan dua kali isapan.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no:2148,
muslim II: 1073 no:1450,Tirmidzi II: 308 no: 1160’Aunul Ma’bud VI: 69 no: 2049,
Ibnu Majah I: 624 no:1941, Nassa’i VI:101).
2. Mengumpulkan seorang isteri dengan bibinya dari pihak ayah ataupun dari pihak
ibunya.
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda, ”Tidak boleh dikumpulkan
(dalam pernikahan) antara isteri bibinya dari pihak ayah dan tidak (pula) dari
ibunya.” (Muttafaqun ’alaih: II:160, Tirmidzi II:297 no:11359 Ibnu Majah I:621
no:1929 dengan lafadz yang sema’na dan Nasa’i VI:98).
Dari Amr bin Syu’aib, dari ayanya dari datuknya bahwa Martad bin Abi Martad al-
Ghanawi pernah membawa beberapa tawanan perang dari Mekkah dan di Mekkah
terdapat seorang pelacur yang bernama ’Anaq yang ia adalah teman baginya. Ia
(Martad) berkata, ”Saya datang menemui Nabi saw. lalu kutanyakan kepadanya
”Ya Rasulullah bolehkah saya menikah dengan ’Anaq Mak Beliau diam, lalu
turunlah ayat, ”Dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-
laki yang berzina atau laki-laki musyrik.” Kemudian Beliau memanggilku kembali
dan membacakan ayat itu kepadaku, lalu bersabda, ”Janganlah engkau
menikahinya.” (Hasanul Isnad: Shahih Nasa’i no:3027, ’Aunul Ma’bud VI:48 no:
2037, VI:66 dan Tirmidzi V:10 no:3227).
A. Kesimpulan
Pernikahan adalah suatu lembaga kehidupan yang disyariatkan dalam agama
Islam. Pernikahan merupakan suatu ikatan yang menghalalkan pergaulan laki-laki
dengan seorang wanita untuk membentuk keluarga yang bahagia dan mendapatkan
keturunan yang sah. Nikah adalah fitrah yang berarti sifat asal dan pembawaan
manusia sebagai makhluk Allah SWT.
Tujuan pernikahan adalah untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah,
mawaddah, warahmah, serta bahagia di dunia dan akhirat. Hukum nikah pada
dasarnya adalah mubah, artinya boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan. Meskipun
demikian, hukum, nikah dapat berubah menjadi sunah, wajib,makruh,atau haram.
Tujuan pernikahan menurut Islam adalah untuk memenuhi hajat manusia (prig
terhadap wanita atau sebaliknya) dalam rangka mewujudkan rumah tangga yang
bahagia sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama Islam.
B. Saran
Pernikahan merupakan suatu ikatan yang menghalalkan pergaulan laki-laki
dengan seorang wanita untuk membentuk keluarga yang bahagia dalam
mendapatkan keturunan yang sah.
Maka dari itu, kita harus mengetahui segala sesuatu, mulai dari hukum nikah,
rukun nikah, kewajiban suami istri setelah menikah, hikmah menikah, agar kita
tidak sekali-kali bila ada kesalah pahaman di dalam keluarga jangan terus
membuat keputusan untuk bercerai, karena bercerai itu tidak disukai oleh Allah
SWT.
DAFTAR PUSTAKA