Anda di halaman 1dari 3

REVIEW JURNALJudul :

LANDSCAPE ECOLOGY AND URBAN BIODIVERSITY IN TROPICAL


INDONESIAN CITIES (Ekologi Lanskap dan Keanekaragaman Hayati Perkotaan di
Kota-kota Tropis Indonesia)
Pengarang : Hadi Susilo Arifin, Nobukazu Nakagoshi

Pengantar
Lanskap, penggunaan lahan, dan tutupan lahan berubah dengan cepat di
Indonesiasebagai bentuk respon dari krisis ekonomi dan politik pada tahun 1997-
1998. Perubahanlanskap berkaitan dengan perubahan pola aktivitas pertanian yang
mengarah keindustrialisasi, urbanisasi dan lahan pertanian komersial telah menjadi
permasalahandegradasi lingkungan yang serius (Arifin et al. 2007); berkurangnya
ruang terbuka hijau;meningkatnya pencemaran air, tanah dan udara; serta hilangnya
keanekaragaman hayatipertanian di Pulau Jawa.Tujuan penulisan karya tulis ini
adalah untuk mengulas kembali publikasi ilmiahtentang ekologi lanskap dan
memaparkan gambaran umum studi terbaru mengenaikeanekaragaman hayati
perkotaan di negara tropis, Indonesia. Karya tulis ini merupakansebuah bentuk
tanggapan terhadap kerusakan yang terus berlanjut dan fragmentasi yangterjadi pada
daerah alami perkotaan, khususnya di Indonesia. Konservasi keanekaragamanhayati
sebagai suatu hal yang dipandang sagat penting dalam rangka mengurangi
pemanasanglobal dan perubahan iklim global, dapat dilakukan melalui program
penghijauan perkotaandan jaringan ekologis.

Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan penulis dalam jurnal ini adalah studi literatur
danstudi kasus. Beberapa teori dan bukti-bukti ilmiah bersumber dari sejumlah
literatur yangrelevan. Sedangkan sebagai contoh, penulis menggunakan studi kasus di
Kota Jakarta danBogor.

Hasil Penelitian dan Pembahasan


Pada tahun 2030, lebih dari 60% populasi dunia diperkirakan akan tinggal di
kota. Halini menjadi tantangan tersendiri mengingat pertumbuhan kota yang pasti
akan menimbulkanberbagai macam persoalan terkait daya dukung tanah, air, dan
sumber daya energi yangpenting bagi keanekaragaman hayati. Beberapa gerakan
seperti kampanye eco green city dan gerakan penanaman pohon telah banyak
digalakkan oleh pemerintah, organisasi nonpemerintah, perusahaan, maupun
kelompok masyarakat di sejumlah kota metropolitan didunia, begitu pula di Jakarta.
Sedangkan untuk Indonesia secara keseluruhan, pemerintah telahmengatur tentang
proporsi minimal ruang terbuka hijau di area perkotaan sebanyak 30% dariluas area
kota. Selain itu, masyarakat juga telah menerapkan konsep pekarangan , yakni
sistemwanatani kecil yang diaplikasikan mulai dari pedesaan sampai ke perkotaan.
Pekarangan merupakan sebuah konsep yang menawarkan sistem keanekaragaman
tradisional-rendahkarbon yang concern terhadap gerakan penghijauan, saham hijau,
serta diversitas danbiodiversitas spesies yang memiliki peran penting dalam
mempertahankan ekosistem saat ini(dan di masa depan). Perubahan penggunaan lahan
dan tutupan lahan terjadi sangat cepat selama tahun 1970-2009 yang menyebabkan
banyaknya ruang terbuka hijau yang hilang.Ruang terbuka memiliki manfaat sebagai
pelestarian tanah dan air, konservasikeanekaragaman hayati biologi, dan pengurang
polusi udara. Sedangkan pada skala global, muncul konsep green city. Green City
merupakan istilah yang digunakan untuk sebuah kota yang berkelanjutan atau kota yang
ekologis.

Keanekaragaman Hayati Perkotaan dan Studi Jaringan Hijau (Kota


Metropolitan Jakarta)
Kim et al. (2006) mengklasifikasikan area hijau perkotaan di Jakarta menjadi
empat tipe berdasarkan tipe penggunaan lahan dan fungsinya; public park, village
green space, dan nursery, or roadside green space. Berdasarkan survey terhadap 11
area perkotaan di Jakarta, terdapat total sebanyak 80 spesies tumbuhan berkayu
pada layer pohonnya. Pterecarpus indica adalah jenis pohon yang mendominasi di
pinggir jalan. Beberapa jenis bunga dan semak banyak terdapat pula di median jalan.
119 spesies tumbuhan dapat ditemukan di antara 25.706 pohon-pohon yang terletak
di 113 area hijau di tepi jalan di lima kotamadya Jakarta. Di antara 19 spesies pohon
di tepi jalan kota Jakarta yang dapat teridentifikasi, ditemukan bahwa 47,4%
merupakan spesies asing.

Kota Bogor dan Kebun Raya Bogor


Berdasarkan peraturan tata ruang, Kota Bogor diarahkan sebagai wilayah
penyangga Kota Jakarta. Keanekaragaman hayati pertanian yang paling banyak
ditemukan di area pertaniannya antara lain padi (Oryza sativa L.), jagung (Zea mays
L.), kedelai (Soya max Piper), singkong (Manihot esculenta Crantz), dan lain
sebagainya.
Beberapa penelitian yang berkaitan dengan perubahan keanekaragaman hayati
tumbuhan di pekarangan telah dilakukan di Bantaran Sungai Ciliwung dan Cianjur
yang meliputi wilayah Bogor, Puncak, dan Cianjur. Arifin (1998) dan Arifin et al.
(1998) menemukan bahwa spesies tanaman di 115 pekarangan yang diteliti jumlahnya
sangat bervariasi. Luas pekarangan berkurang secara signifikan dari wilayah pedesaan ke
perkotaan.
Kebun Raya Bogor (KRB) berperan sebagai ruang terbuka hijau yang luas di Kota
Bogor yang melestarikan flora secara ex situ dengan total 2.972 spesies dari 55 famili.
KRB juga menyediakan habitat untuk satwa liar seperti burung, mamalia kecil, dan
serangga. Konektivitas ekologis yang baik terjadi antara KRB dan ruang terbuka hijau
lain di Kota Bogor. Dari perspektif ekologi lanskap, realisasi struktur ruang fungsional di
area perkotaan (dalam konteks ini ruang hijau) memberikan jaringan yang menyenangkan
secara cultural dan estetis, dan merepresentasikan area dimana penduduk dapat
berekreasi.

Sentul City
Salah satu dari keempat pilar pembangunan yang ditetapkan kota ini sebagai
upaya peremajaan kota adalah konsep eco-city dengan menerapkan pendekatan
keanekaragaman hayati tumbuhan di taman sepanjang 6,2 km di jalan utamanya.
Dengan luas 27 ha, terdapat 6.518 pohon dengan 49 spesies. Untuk memperkuat
konsep eco-city, Sentul City bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor dalam
empat hal; pengembangan konsep eco-city, konsep hijau pada bangunan, metode
manajemen lingkungan, dan fasilitas pendidikan IPB di Sentul City. Sentul City saat
ini telah berkembang menjadi kota kecil dengan keanekaragaman hayati yang tinggi
di wilayahnya maupun di koridornya.

Kesimpulan
Keanekaragaman hayati di perkotaan begitu penting. Hendaknya kita mulai
membangun kembali keanekaragaman tersebut dalam rangka memperbaiki kualitas
lingkungan perkotaan. Ruang terbuka hijau di perkotaan merupkan lanskap yang
potensial sebagai lahan konservasi keanekaragaman tersebut. Kesadaran masing-masing
pemangku kepentingan sangat penting demi keberhasilan implementasi program-program
dengan konsep eco-green. Penggunaan spesies asli untuk program-program penghijauan
sangat dianjurkan karena dapat lebih mudah beradaptasi dengan kondisi biofisik lokal,
low maintenance, dan sebagai upaya pelestarian genetic.\

Tanggapan
Indonesia merupakan negara dengan populasi terbanyak keempat di dunia.
Sebanyak 65% dari populasi tersebut diperkirakan akan menempati area perkotaan
di 16 kota metropolitan di Indonesia. Perubahan penggunaan lahan dan tutupan
lahan terjadi sangat cepat selama tahun 1970-2009 yang menyebabkan hilangnya
ruang terbuka hijau.
Indonesia memiliki hutan yang sangat luas pula. 70% dari total luas negara
adalah hutan. Indonesia memiliki 17% dari semua spesies di dunia, padahal wilayah
Indonesia hanya 1,3 dari luas daratan di dunia. United Nations Environment
Programme (UNEP) telah memposisikan Indonesia di antara sepuluh negara yang
memiliki megadiversity, ketiga setelah Brazil dan Kongo. Oleh karena itu, Indonesia
merupakan salah satu hotspot ekologi dunia. Namun Indonesia justru memiliki
tingkat deforestasi paling tinggi di dunia. Hutan menghilang sekitar 3,8 juta per
tahun atau 7,2 hektar per menit. 72% hutan alam telah dikonversi menjadi
permukiman, kawasan industri, kawasan pertanian, perkebunan, padang
penggembalaan, dan masih banyak lagi. Dapat dibayangkan berapa spesies
keanekaragaman hayati flora dan fauna asli Indonesia yang terancam punah karena
kehilangan habitatnya. Oleh karena itu, upaya pelestarian keanekaragaman hayati
tersebut sangatlah penting.
Urbanisasi sebagai salah satu proses vital dalam pembangunan, di sisi lain
juga memiliki dampak negatif terhadap lingkungan dan keanekaragaman hayati
perkotaan. Saya sepakat bahwa salah satu upaya tersebut adalah dengan
menanam spesies tumbuhan asli Indonesia di ruang-ruang terbuka hijau di
perkotaan. Ruang terbuka hijau selain sebagai area konservasi keanekaragaman
hayati, juga berfungsi untuk membantu menyerap emisi CO2, menghasilkan O2,
memurnikan udara dan air, mengatur iklim mikro, dan mengurangi kebisingan.
Sebagai starting point, Kota Jakarta dan Bogor telah menerapkan upaya
pelestarian keanekaragaman hayati di ruang terbuka hijau perkotaan. Konsep
green city sebagaimana diterapkan oleh Sentul City juga diharapkan dapat
menjadi contoh yang baik bagi kota-kota lain di Indonesia. Gerakan penghijauan
yang dilakukan tidak hanya sekedar penanaman pohon, namun turut
memperhatikan pula pohon apa yang ditanam dalam rangka pelestarian
keanekaragaman hayati.

Anda mungkin juga menyukai