Anda di halaman 1dari 69

BAB I

ANALISA CURAH HUJAN

1.1 Pendahuluan
Analisa merupakan proses pengolahan data mentah menjadi data yang siap di pakai.
Analisa ini merupakan bahan perhitungan perencanaan atau perhitungan lain dalam
rangka monitor ( memonitor kualitas air ).
Kronologis Analisa curah hujan yaitu :
1) Pengumpulan data curah hujan metah dari pos pencatat hujan, alat manual/otomatis.
2) Data mentah diatas diolah menjadi data siap pakai sehingga data curah hujan menjadi
data hujan terpusat.
3) Analisa curah hujan wilayah.

Lima unsur yang berkaitan dengan data persipitasi adalah :


1) Ketinggian/jumlah hujan (Rainfall Depth ) adalah jumlah curah hujan yang terjadi,
dinyatakan sebagai tebal lapisan air diatas permukaan ( mm,Inch ).
2) Lamannya hujan ( Duration of Rainfall ) adalah lamanya hujan berlangsung ( menit,
jam ).
3) Kederasan hujan ( Rainfall Intensity ) adalah laju curah hujan/kederasan hujan, juga
kedalaman air yang jatuh per Satuan waktu ( mm/menit , mm/jam ).
4) Periode ulang/ frekuensi ( Return Period ) adalah frekuensi kejadian hujan tertentu.
5) Luas areal hujan, adalah luas/permukaan perluasan hujan secara geografis.
1.2 Analisa Curah Hujan Wilayah
Curah hujan yang diperlukan untuk menyusun suatu rancangan pemanfaatan air dan
rancangan pengaliran banjir adalah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan
bukan curah hujan pada suatu titik tertentu (stasuin) curah hujan ini disebut Curah Hujan
Wilayah / daerah yang dinyatakan dalam cm, m.
Curah Hujan Wilayah dapat ditentukan beberapa pas pencatat hujan. Cara-cara
perhitungan curah hujan dengan metode :
a) Rata-rata Aljabar
b) Poligon Thiessen
c) Ishoyet

1
Pemilihan dari ketiga cara menghitung hujan wilayah di atas umumnya didasarkan
pada luas daerah rencana, yaitu :
 Daerah dengan luas 250 Ha yang mempunyai variasi topografi yang kecil dapat
diwakili oleh sebuah alat ukur hujan.
 Untuk daerah antara 120.000 Ha sampai dengan 50.000 Ha yang mempunyai
titik-titik pengamatan yang tersebar cukup merata dan hujannya tidak terlalu
mempengaruhi oleh kondisi topografi dapat digunakan cara rata-rata aljabar. Jika
titik-titik pengamatan itu tidak tersebar merata maka digunakan cara Poligon
Thiessen.
 Untuk daerah antara 250 Ha sampai 50.000 Ha dengan 2 atau 3 titik pengamatan
dapat digunakan cara rata-rata aljabar.
 Untuk daerah yang lebih besar dari 500.000 Ha dapat digunakan cara isohyet
atau cara potongan antara (Inter Sector Method)

a. Metode Rata-Rata Aljabar


Metode ini termasuk yang paling sederhana, karena menggambar daerah pengaruh
pos pencatat hujan.
Rumus :
1
n= ( R1 + R2 + R3 +⋯+ R n ) …………….………………………………(1.1)
n
Keterangan :
n : Curah Hujan Wilayah .
n : Jumlah pos pencatat hujan.
R1, R2, Rn : Curah Hujan tiap pos pencatat hujan.

Hasil yang optimal akan diperoleh dengan cara ini bila wilayah adalah daerah di atas
pos pencatat banyak dan tersebar merata di seluruh wilayah itu.

b. Poligon Thiessen
Jika pos pencatat hujan di dalam suatu wilayah tersebar merata, maka cara
perhitungan curah hujan rata-rata dapat dilakukan dengan memperhitungkan daerah tiap
pos pencatat hujan.
Rumus :

2
A 1 R 1 + A 2 R2 + ⋯ A n . R n
R= …………………………….…………………….
A 1+ A 2+ ⋯ A n
…….. (1.2)
Keterangan :
R : Curah Hujan Wilayah.
R1 , R2 , R3 , … Rn : Curah hujan di setiap pos terbanyak pos pencatat hujan.
n : Jumlah pos pencatat hujan.
A1 , A2 , … An : Luas bagian wilayah yang mewakili tiap pos.

Cara membuat Poligon Thiessen adalah :


 Hubungkan pos-pos pengamatan hujan pada wilayah yang bersangkutan
dengan garis lurus.
 Tarik garis tegak lurus dari pertengahan garis penghubung pos pengamatan.
c. Metode Ishoyet
Ishoyet adalah suatu garis yang menggambarkan curah hujan yang sama pada suatu
wilayah. Metode Isohyet dimulai dengan penggambaran pada peta isohyet pada nilai-nilai
curah hujan yang tercatat pada pos pencatat hujan di sekitarnya. Dengan tergambarnya
peta isohyet maka dapat luas bagian wilayah antara dua isohyet.
Rumus :
A1 R1 + A 2 R 2+ A 3+ ⋯+ A n . Rn
n= ……………….……………………………..
A 1 + A 2+ A 3+ … + A n
(1.3)
Keterangan :
n : Curah hujan wilayah
A1 , A2 , An : Luas bagian wilayah antara 2 isohyet
R1 , R2 , Rn : Curah hujan rata-rata antara 2 isohyet.

1.3 Menghitung Data Curah Hujan Yang Hilang.


Hasil dari pengamatan hujan kadang-kadang ada yang tidak lengkap, hal ini
mungkin disebabkan oleh kesalahan petugas pengamat atau kerusakan alat pencatat.
Untuk melengkapi data hujan yang hilang tersebut, dapat dilakukan dengan perkiraan. Ini
digunakan data curah hujan disekitar pos pengamatan yang datanya tidak lengkap
tersebut.

3
Jika selisih data hujan tahunan normal dari pos pengamatan yang datanya tidak
lengkap tersebut kurang dari % muka air perkiraan data yang hilang, boleh diambil harga
rata-rata dari data pos pengamatan di sekelilingnya ( cara rata-rata aljabar ). Jika selisih
lebih besar dari 10% dipakai data cara ormal ratio method dan cara Inversed Square
Distance. Adapun rumusan kedua metode tersebut ialah :
a. Normal Ratio Method.
1 Nx Nx Nx
Px= [ Pa+ Pb+ Pc] ………………………………………………(
3 Na Nb Nc
1.4 )
Dimana :
Px = Hujan yang di perkirakan di x.
Nx = Hujan tahunan normal yang di ketahui di pos x.
Na, Nb, Nc = Hujan tahunan normal yang relevan dengan Nx pada pos ABC.
Pa, Pb, Pc = hujan pada saat yang sama dengan hujan di pos x

b. Inversed Square Distance.


1 1 1
+ +
( dxa ) ( dxb ) ( dxc )2
2 2

¿ ………………………………………..
1 1 1
2
. Pa+ 2
Pb+ 2
Pc
( dxa ) ( dxb ) ( dxc )
Px=
¿
( 1.5 )
Dari data, Soal diketahui :
Tabel 1.1 Data Hujan Harian Maksimum Wilayah.
Tahun Pos A ( mm ) Pos B ( mm ) Pos c ( mm ) Pos D ( mm)
2009 100,5 … 99,4 80,5
2010 80,5 70,5 89,2 100,2
2011 50,5 76,8 78,5 70,7
2012 75,5 80,2 75,3 60,5
2013 120,4 110,5 … 87,5
2014 74,6 86,5 90,1 78,3
2015 56,5 80,5 62,3 90,0
2016 62,0 82,6 56,7 86,4
2017 60,7 84,5 81,5 57,9
2018 65,7 80,0 79,2 67,5
Jumlah 747,0 752,1 712,2 779,5

4
Sumber : Hasil Perhitungan.
Dalam tugas ini, data curah hujan yang hilang di cari menggunakan Normal Ratio
Method :
ΣnA 747,0
Na= = =74,7 mm
nA 10
ΣnB 752,1
Nb= = =83,57 mm
nB 9
ΣnC 712,9
Nc= = =79,13mm
nC 9
ΣnD 779,5
Nd= = =77,95 mm
nC 10
Menghitung data yang hilang pada tahun 2009 di Pos B.
Nx
Pi
¿
n


i=1
¿

1
Px= ¿
N
1 83,57 83,57 83,57
P b 1= [ 100,5+ 99,4+ 80,5]
3 74,7 79,13 77,95
Pb 1=101,23 mm
Menghitung data yang hilang pada tahun 2013 di Pos C.
1 79,13 79,13 79,13
P c 5= [ 120,4+ 110,5+ 87,5]
3 74,7 83,57 77,95
Pc 5=107,0 mm

Tabel 1.2 Data Hujan Harian Maksimum Wilayah Lengkap.


Tahun Pos A ( mm ) Pos B ( mm ) Pos c ( mm ) Pos D ( mm)
2009 100,5 101,23 99,4 80,5
2010 80,5 70,5 89,2 100,2
2011 50,5 76,8 78,5 70,7
2012 75,5 80,2 75,3 60,5
2013 120,4 110,5 107,0 87,5
2014 74,6 86,5 90,1 78,3
2015 56,5 80,5 62,3 90,0
2016 62,0 82,6 56,7 86,4
2017 60,7 84,5 81,5 57,9

5
2018 65,7 80,0 79,2 67,5
Jumlah 795,4 853,33 819,2 779,5

1.3.1 Menghitung Hujan Rencana


Sebelum menghitung hujan rencana Lakukan uji konsistensi dan homogenitas data
curah hujan terlebih dahulu. Untuk Menghitung hujan rencana, ada beberapa distribusi
probabilitas yang dapat digunakan yaitu :
a. Distribusi Probabilitas Normal.
b. Distribusi Probabilitas Log Normal.
c. Distribusi Probabilitas Gumbel.
d. Distribusi Probabilitas Pearson Type III
e. Distribusi Probabilitas Log Pearson Type III
Dalam tugas ini perhitungan hujan rencana ditentukan menggunakan Distribusi
Gumbel/Eksponensial Ganda.

a) Distribusi Probabilitas Normal


Distribusi ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
 Nilai Probabilitas kejadian = nilai probabilitas kegagalan adalah sama
dengan 0,5.
 Probabilitas stabil.
 Parameter statistic Cs ≈ 0 dan Ck ≈ 3
a. Cara Analitis
XTR = X + Tp . S……………………………………………………………..( 1.6 )
Dimana :
XTR = Nilai Variate dengan Periode Ulang Tr.
X = Nilai rata-rata Variate.
Tp = Karakteristik dari Probabilitas normal ( lihat tabel nilai untuk
Probabilitas Normal ).
S = Standar Deviasi.
b. Cara Grafis
Kertas probabilitas yang digunakan adalah kertas probabilitas normal.
Langkha-langkah pengerjaan :

6
 Urut data dari kecil ke besar dan plot kertas probabilitas sebagai
ordinat.
 Hitung probabilitas kumulatif kemudian diplot sebagai absis pada
kertas probabilitas dengan cara Weibull :
i
P (x )= ………………………………………………….…
n+1
( 1.7 )
 Tentukan garis regresi secara grafis ( dengan bantuan tangan )
menurut Jayadi ( 2000 ), sifat khas lainnya yaitu kemungkinan :
P ( X−σ )=15,87
P ( X )=50
P ( X +σ ) =¿ 84,14 %
b) Distribusi Probabilitas Log Normal
Metode ini adalah hasil transformasi distribusi normal dengan menggantikan
Variate ( X ) menjadi nilai Logaritmik.
a. Cara Analitis
Mencari persamaan garis regresi dengan menggunakan rumus :
Log ( XTr ) = Log X + yLog S……………………………………………....( 1.8 )
Dimana :
Log X = Nilai rata-rata dihitung dari sampel nilai Logaritmik
Log X = Σ Log X1
n
Log S = Simpangan baku dari sampel nilai Log.
2
(log X 1−LogX )
( ∑ ¿ /(n−1))
¿ ……………………………( 1.9 )
¿
log S=√ ¿

Cv = Koefisien Variaton

LogS
CV = ……………………………………………………………..
LogX
( 1.10 )

y = Karakteristik dari distribusi Log Normal ( Fungs probabilitas dengan


koefisien variasi ).

7
b. Cara Grafis
1. Urut data dari kecil ke besar, kemudian tentukan nilai Lognya, nilai ini
kemudian diplot sebagai Ordinat pada kertas Probabilitas Log Normal.
2. Hitung probabilitas kumulatif data dengan cara Weibull, yaitu :
1
P= 100 ………………………………………………...…
n+3
( 1.11 )
3. Tentukan garis regresi.
c) Distribusi Probabilitas Pearson Type III
Dari beberapa type distribusi Pearson ( I, II, III, dan IV ) yang sering digunakan
untuk perhitungan Analisa frekuensi banjir adalah distribusi Probabilitas Pearson III
a. Cara Analisis.
Persamaan Garis Regresi distribusi kumulatif pearson :
XTr = X(rata-rata) + K.S……………………………………………………….( 1.15 )
Dimana :
XTr = Nilai Variate dengan periode ulang Tr
X(rata-rata) = Nilai rata-rata Variate
S = standar deviasi
K = Faktor dari distribusi Pearson III nilainya tergantung pada Tr dan
Cs. Jika nilai Cs (+), maka nila k di cari dengan tabel sebaliknya jikan
nilai Cs (-) gunakan tabel.
b. Cara Grafis
Langkah-langkah pengerjaan sama dengan cara grafis pada distribusi probabilitas
Gumbel dan Normal.
d) Distribusi Probabilitas Log Pearson Type III
Parameter penting dalam Log Pearson III harga rata-rata, simpangan baku, dan
koefisien kemunculan sama dengan nol makadistribusi kembali ke Distribusi Log
Normal ( Suridin, 2004 ).
Menurut (Jejadi;2009), Ciri khas statistic distribusi Log Pearson III adalah :
 Jika tidak menunjukan sifat-sifat kesemuan distribusi di atas.
 Garis teoritis probabilitas beberapa jenis lengkungan.
a. Cara Analisi

8
Persamaan garis regresi Log Pearson III dengan periode ulang Tr di rumuskan
sebagai berikut :
Log ( XTr ) = Log X(rata-rata) + K Log S………………………………… (1.16)
Dimana :
XTr = Variate dengan periode ulang Tr
LogX(rata-rata) = Nilai rata-rata dari
LogXi
Log X = ∑ ¿ / n )……………………………..(1.17)
¿
¿
Log S = Simpangan baku dari sampel nilai logaritmis.

√∑
2
Log S = log X 1−LogX ( rata−rata )
n−1
K = Faktor sifat dari distribusi Log Pearson III, nilainya
tergantung koefisien kemencengan (Cs) dan Tr
b. Cara Grafis
Sama halnya dengan cara Log, Normal, pada cara ini data di urutkan terlebih
dahulu, probabilitas kumulatif dihitung kemudian diplot pada kertas
probabilitas.

e) Distribus Probabilitas Gumbel


Distribusi ini dikemukakan oleh Gumbel ( 1941 ). Data yang digunakan untuk
peramalan nilai atau kejadian adalah data-data ekstrim. Persamaan regresi dan
distribusi kumulatifnya bisa ditentukan dengan cara analitis dan grafis. Parameter
statistik distribusi Gumbel adalah Cs = 1,1396 dam Ck = 5,4002 ( Wilson 1972 ).
 Cara Analitis.
Persamaan Regresi didapat dengan rumus :
X Tr= X+ S . K ……………………………………………………….
( 1.18 )
Dimana :
XTr = Besarnya nilai x untuk periode ulang Tr.
X = Nilai rata-rata sampel.

9
K = Faktor frekuensi untuk nilai-nilai ekstrim gumbel di tulis sebagai
berikut.
XTr−Yn
K= ………………………………………………… ..
Sn
(1.19)
Dimana :
Yn = Reduced mean, nilainya tergantung Jumlaj sampel/ data n.
Sn = Reduced standar deviation, nilai tergantung jumlah data n.
( Xi−X )2

Standar Deviasi, Rumusnya


∑ ¿ /(n−1)
¿
¿
S=√ ¿
YTr = Reduced Variated, nilainya dapat di tentukan dengan rumus :

YTr = - Ln {−ln Tr−1


Tr }
Tr = Fungsi waktu balik ( Tahun ).
 Cara Grafis
Kertas probabilitas yang digunakan adalah kertas probabilitas Gumbel.
Langkah pengerjaannya sama dengan cara grafis normal.

1.3.2 Pengujian Konsistensi Data


a) Landasan Teori RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums)
Uji konsistensi berarti menguji kebenaran data lapangan yang tidak
dipengaruhi oleh kesalahan pada saat pengiriman atau saat pengukuran, data tersebut
harus betul-betul menggambarkan fenomena hidrologi seperti keadaan sebenarnya di
lapangan. Dengan kata lain data hidrologi disebut tidak konsisten apabila terdapat
perbedaan antara nilai pengukuran dengan nilai sebenarnya (Soewarno, 1995:23) Uji
konsistensi yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode RAPS (Rescaled
Adjusted Partial Sums). Cara ini dilakukan dengan cara menghitung nilai kumulatif
penyimpangannya terhadap nilai rata-rata (mean) dengan persamaan berikut:
So* = 0

10
k
Sk* = ∑ ( Yi−Y ) …………………………………….. (1.20)
i=1

Dengan :
K = 1,2,3,……,n
Sk∗¿
Sk** = Dy
¿
……………………………………...(1.21)
k

Dy2 =
∑ (Yi−Y )2 ……………………………………...(1.22)
i=1
n
Pengujian dengan menggunakan data dari stasiun itu sendiri yaitu pengujian
dengan komulatif penyimpangan terhadap nilai rata-rata dibagi dengan akar
komulatif rerata penyimpangan kuadrat terhadap nilai reratanya, lebih jelas lagi bisa
dilihat pada rumus, nilai statistik Q dan R.
Nilai statistik Q dan R
Q = maks │Sk**│ untuk 0 ≤ k ≤n
R = maks Sk** – min Sk**
dengan :
So* = simpangan awal
Sk* = simpangan mutlak
Sk** = nilai konsistensi data
n = jumlah data
Dy = simpangan rata-rata
Q = nilai statistik Q untuk 0 ≤ k ≤n
R = nilai statistik (range)
Dengan melihat nilai statistik diatas maka dapat dicari nilai Q/n dan R/n.
Hasil yang di dapat dibandingkan dengan nilai Q/√n syarat dan R/√n syarat, jika
lebih kecil maka data masih dalam batasan konsisten.
Tabel 2.1 Nilai Q/√n dan R/√n
Tabel 1.3 Q/√n kritis dan R/√n kritis

Q/√n R/√n
n
90% 95% 99% 90% 95% 99%
10 1.05 1.14 1.29 1.21 1.26 1.38

11
15 1.075 1.18 1.355 1.275 1.345 1.49
20 1.10 1.22 1.42 1.34 1.43 1.60
30 1.12 1.24 1.46 1.40 1.50 1.70
40 1.13 1.26 1.50 1.42 1.53 1.74
50 1.14 1.27 1.52 1.44 1.55 1.74
100 1.17 1.29 1.55 1.50 1.62 1.86
>100 1.22 1.36 1.63 1.62 1.75 2.0

Sumber:Harto(2009:41)
Perhitungan rerata curah hujan diper- lukan untuk mendapatkan nilai
koefisien kepencengan (Cs), koefisien kepuncakan (Ck), dan koefisien keseragaman
(Cv). Penentuan curah hujan rancangan dengan periode ulang tertentu dihitung
dengan menggunakan analisis frekuensi dalam hal ini dengan menggunakan metode
metode Normal, Log Normal, Gumbel atau Log Pearson III. Untuk menguji diterima
atau tidaknya distribusi, maka dilakukan pengujian simpangan horizontal yakni uji
Smirnov Kolmogorov dan pengujian simpangan vertikal, yakni Chi – Square.
b) Landasan Teori Kurva Massa Ganda
Data hujan yang telah dilengkapi, digunakan untuk menyelesaikan masalah-
masalah hidrologis. Ketelitian hasil perhitungannya tergantung pada kekonsistensian
data. Sebelum dianalisis lebih lanjut data curah hujan yang telah dilengkapi dites
konsistensi. Suatu array data pengamatan hujan mungkin terjadi ketidaksesuaian
(inconsistency) yang dapat mengakibatkan penyimpangan pada hasil perhitungan.
Tidak konsistensinya data curah hujan dapat disebabkan karena :
1) Perubahan mendadak pada sistem lingkungan hidrologis seperti ekosistem
terhadap iklim, misalnya karena kebakaran hutan, ekosistem sawah berubah
menjadi ekosistem pemukiman, gempa bumi, kebakaran hutan, meletusnya
gunung berapi, dll.
2) Perpindahan lokasi stasiun pengukur hujan.
3) Terdapat kesalahan sistem observasi pada sekumpulan data akibat posisi
dan cara pemasangan alat ukur curah hujan yang tidak baik atau terjadi
perubahan pengukuran (sehubungan adanya metode atau alat yang baru).

Pengecekan konsistensi data dapat dilakukan dengan teknik kurva massa


ganda (double mass curve technique). Teknik ini berdasarkan prinsip setiap

12
pencatatan data yang berasal dari populasi sekandung akan konsisten. Sedangkan
yang bukan sekandung tidak konsisten, dimana terdapat penyimpangan atau trend.
Prinsip metode analisis massa ganda adalah sejumlah tertentu stasiun dalam
wilayah iklim yang sama diseleksi sebagai stasiun dasar dihitung untuk setiap
periode yang sama. Rata-rata aritmatik dari semua stasiun dasar dihitung untuk
periode yang sama. Rata-rata hujan tersebut ditambahkan (diakumulasikan mulai
dari periode awal pengamatan).
Demikian pula dengan stasiun utama yang akan dicek kekonsistensiannya.
Grafik yang menghubungkan curah hujan akumulatif stasiun dasar dan stasiun
utama untuk setiap periode, diplot pada koordinat segi empat dalam kurva massa-
ganda. Bila data stasiun yang dicek konsistensinya dengan stasiun dasar adalah
konsisten, maka kurva massa gandanya hampir merupakan garis lurus.
Jika terdapat patahan atau belokan yang menyimpang dari garis pada titik
tertentu maka mulai titik tersebut sampai dengan tahun pengamatan berikutnya
dianggap tidak akurat. Menurut Linsey perubahan slope tidak akan terlihat jelas
kecuali didukung paling sedikit oleh 5 tahun data atau dengan bukti nyata adanya
perubahan eksposure.
Untuk data hujan musiman atau tahunan dari suatu DPS yang diuji pos hujan
“Y” maka data kumulatif dari pos ”Y” itu dapat dibandingkan secara grafis dengan
data hujan acuan “X”. Data hujan acuan “X” merupakan nilai rata-rata dari pos
hujan A, B, C, dan D atau lebih yang lokasinya di sekeliling pos hujan “Y” bila
kondisinya masih sama. Data hujan minimal 10 tahun; data pos “Y” : sumbu Y dan
data pos “X” sumbu X
Memperkirakan data hujan yang hilang dengan menggunakan metode “Rata-
rata Aljabar”:
1
HD= ( HA + HB +HC ) ……………………………….…….(1.23)
3
Dimana:
HA,HB,HC = hujan tahunan rata-rata pada masing-masing stasiun A, B dan C
HD = data hujan pada stasiun D yang diperkirakan
Berlaku untuk perbedaan antara data hujan pada stasiun terdekat untuk jangka waktu
tahunan rata-rata < 10%

13
Memperkirakan data hujan yang hilang dengan menggunakan metode
“Perbandingan Ratio Normal”:
1 ND ND ND
HD = ( HA + HB + HC ) ……………………………………
3 NA NB NC
(1.24)
Dimana:
NA, NB, NC = hujan tahunan rata-rata pada masing-masing stasiun A, B dan C
ND = hujan tahunan rata-rata pada stasiun D
HA, HB, HC = hujan pada masing-masing stasiun D
HD = data hujan pada stasiun D yang diperkirakan.
Memperkirakan data hujan yang hilang dengan menggunakan metode
“Kebalikan Kuadrat Jarak”:
1 1 1 1
2
H I + 2 H II + 2
H III + 2
H IV
RI RII R III RIV
HX =
1 1 1 1
+ 2+ +
R I R II R III R IV 2
2 2

…………………………………….(1.25)
Dimana :
HI, HII, HIII, HIV = hujan pada masing-masing stasiun pada kuadran I, II, III dan I V
RI, RII, RIII, RIV = jarak masing-masing stasiun terhadap stasiun yang ditinjau
Hx = hujan yang diperkirakan pada sistem yang ditinjau.
Contoh perhitungan untuk curah hujan 1998 dengan acuan stasiun 1 dimana
i=1 dan k=1, Yi=909.6, Y=2055.4, Total curah hujan = 30831.3 Total Dy2 =
353888.7, Min Sk** = -3.36, Max Sk** = 0.00, dan Q = Max|Sk**| = 3.36 (didapat
dari perhitungan yang sudah tabelkan).
k
Sk* = ∑ ( Yi−Y )
i=1

Sk* = (909.6-2055.4) = -1145.8


k

Dy 2
=
∑ (Yi−Y )2
i=1
n

14
909.6−2055.4
¿
Dy2 = ¿ = 87526.79631
¿2
¿
¿


k

Dy = ∑ (Yi−Y )2 X
i=1
n
Dy = 496.0220078 (Didapat dari pehitungan di tabel Excel)
Sk∗¿
Sk** = Dy
¿
−1145.8
Sk** = = -1.137
496.0220078
|Sk**| = 1.137
R = MaxSk**- MinSk**
R = 0.00 – (-3.36) = 3.36
Q/√n = 3.36 / √15
Q/√n = 0.87
R/√n = 3.36 / √15
R/√n = 0.867948
Jadi berdasarkan nilai Q/√n = 0.87 dan nilai R/√n = 0.867948 dapat
ditentukan pada kepercayaan berapa persen data curah hujan ini, Tapi nilai
kepercayaan bisa diambil jika semua data pada setiap tahun sudah dihitung dan
dicari nilai Q/√n dan nilai R/√n berdasarkan nilai secara menyeluruh. kepercayaan
data dapat dilihat dengan membandingkan nilai Q/√n dan nilai R/√n dengan table
berikut:
Tabel 1.4 Q/√n kritis dan R/√n kritis

Q/√n R/√n
n
90% 95% 99% 90% 95% 99%
10 1.05 1.14 1.29 1.21 1.26 1.38
15 1.075 1.18 1.355 1.275 1.345 1.49
20 1.10 1.22 1.42 1.34 1.43 1.60
30 1.12 1.24 1.46 1.40 1.50 1.70
40 1.13 1.26 1.50 1.42 1.53 1.74
50 1.14 1.27 1.52 1.44 1.55 1.74
100 1.17 1.29 1.55 1.50 1.62 1.86

15
>100 1.22 1.36 1.63 1.62 1.75 2.0

Berdasarkan tabel di atas nilai Q/√n dan nilai R/√n bisa masuk pada
kepercayaan 90%. Jadi oleh karena nilai Q hitung = 0.87 < Q kritis =1.05; atau
Q*√n = 4.066632 dan nilai R hitung = 0.867948 < R kritis =1.21; atau R*√n =
4.686309 maka seri data hujan adalah konsisten.

1.3.3 Perhitungan
Perhitungan RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums) manual
Tabel 1.5 Data Hujan Harian Maksimum Wilayah Lengkap.
Tahun Pos A ( mm ) Pos B ( mm ) Pos c ( mm ) Pos D ( mm)
2009 100,5 101,23 99,4 80,5
2010 80,5 70,5 89,2 100,2
2011 50,5 76,8 78,5 70,7
2012 75,5 80,2 75,3 60,5
2013 120,4 110,5 107,0 87,5
2014 74,6 86,5 90,1 78,3
2015 56,5 80,5 62,3 90,0
2016 62,0 82,6 56,7 86,4
2017 60,7 84,5 81,5 57,9
2018 65,7 80,0 79,2 67,5
Jumlah 795,4 853,33 819,2 779,5

Tabel 1.6 Q/√n kritis dan R/√n kritis

Q/√n R/√n
n
90% 95% 99% 90% 95% 99%
10 1.05 1.14 1.29 1.21 1.26 1.38
15 1.075 1.18 1.355 1.275 1.345 1.49
20 1.10 1.22 1.42 1.34 1.43 1.6
30 1.12 1.24 1.46 1.40 1.50 1.70
40 1.13 1.26 1.50 1.42 1.53 1.74
50 1.14 1.27 1.52 1.44 1.55 1.74
100 1.17 1.29 1.55 1.5 1.62 1.86
>100 1.22 1.36 1.63 1.62 1.75 2.0

Berdasarkan tabel di atas nilai Q/√n dan nilai R/√n bisa masuk pada
kepercayaan 90%. Tapi nilai kepercayaan bisa diambil jika semua data pada setiap
tahun sudah dihitung dan dicari nilai Q/√n dan nilai R/√n berdasarkan nilai secara
menyeluruh.

16
a) Uji konsistensi data stasiun A dengan RAPS (Rescaled Adjusted Partial
Sums)
Tabel 1.7 Data Uji Konsistensi Stasiun A
TAHUN Yi (pos A) Yi--- Ȳ Sk* Dy2 Sk**
{1} {2} {3} {4} {5} {6}
2009 100,5 25,81 25,81 66,616 1,268
2010 80,5 5,81 31,62 3,376 1,553
2011 50,5 -24,19 7,43 58,516 0,365
2012 75,5 0,81 8,24 0,066 0,405
2013 120,4 45,71 53,95 208,940 2,650
2014 74,6 -0,09 53,86 0,001 2,646
2015 56,5 -18,19 35,67 33,088 1,752
2016 62,0 -12,69 22,98 16,104 1,129
2017 60,7 -13,99 8,99 19,572 0,442
2018 65,7 -8,99 0 8,082 0,000
JUMLAH 746,9 414,359
Sumber : Hasil hitungan
Perhitungan:
N=10

Ȳ=
∑ Yi = 74.69
N
k
Sk* = ∑ ( Yi−Y )
i=1

Sk* = (100.5-74.69) = 25.81


k

Dy2 =
∑ (Yi−Y )2 414.359
i=1
=¿
n


k

Dy = ∑ (Yi−Y )2 X
i=1
n
Dy = √ 414.359 = 20.35580753
Sk∗¿
Sk** = Dy
¿

17
Q/√n hitung = |Sk**|maks = 2.650
Q/√n kritis = 1.14 ; atau Q*√n = 1.14 x √10 =3.604997
Berdasarkan tabel di atas nilai Q/√n dan nilai R/√n bisa masuk pada
kepercayaan 95%. Jadi oleh karena nilai Q hitung = 0.254 < Q kritis =1.14; atau
Q*√n = 3.604997, maka seri data hujan adalah konsisten.

b) Uji konsistensi data stasiun B dengan RAPS (Rescaled Adjusted Partial


Sums)
Tabel 1.8 Data Uji Konsistensi Stasiun B

TAHUN Yi(pos B) Yi- Ȳ Sk* Dy2 Sk**


{1} {2} {3} {4} {5} {6}
2009 101,23 15,897 15,897 25,271 1,413
2010 70,5 -14,833 1,064 22,002 0,095
2011 76,8 -8,533 -7,469 7,281 -0,664
2012 80,2 -5,133 -12,602 2,635 -1,120
2013 110,5 25,167 12,565 63,338 1,116
2014 86,5 1,167 13,732 0,136 1,220
2015 80,5 -4,833 8,899 2,336 0,791
2016 82,6 -2,733 6,166 0,747 0,548
2017 84,5 -0,833 5,333 0,069 0,474
2018 80,0 -5,333 0 2,844 0,000
JUMLAH 853,33 126,659
Sumber : Hasil hitungan
Perhitungan:
N=10

Ȳ=
∑ Yi = 85.333
N
k
Sk* = ∑ ( Yi−Y )
i=1

Sk* = (101.23- 85.333) = 15.897


k

Dy2 =
∑ (Yi−Y )2 126.659
i=1
=¿
n

18

k

Dy = ∑ (Yi−Y )2 X
i=1
n
Dy = √ 126.659 = 11.25430589
Sk∗¿
Sk** = Dy
¿
Q/√n hitung = |Sk**|maks = 1.220
Q/√n kritis = 1.14 ; atau Q*√n = 1.14 x √10 =3.604997
Berdasarkan tabel di atas nilai Q/√n dan nilai R/√n bisa masuk pada
kepercayaan 95%. Jadi oleh karena nilai Q hitung = 1.220 < Q kritis =1.14; atau
Q*√n = 3.604997, maka seri data hujan adalah konsisten.
c) Uji konsistensi data stasiun C dengan RAPS (Rescaled Adjusted Partial
Sums)
Tabel 1.9 Data Uji Konsistensi Stasiun C
TAHUN Yi(pos C) Yi- Ȳ Sk* Dy2 Sk**
{1} {2} {3} {4} {5} {6}
2009 99,4 17,48 17,48 30,555 1,195
2010 89,2 7,28 24,76 5,300 1,693
2011 78,5 -3,42 21,34 1,170 1,459
2012 75,3 -6,62 14,72 4,382 1,007
2013 107,0 25,08 39,8 62,901 2,722
2014 90,1 8,18 47,98 6,691 3,281
2015 62,3 -19,62 28,36 38,494 1,939
2016 56,7 -25,22 3,14 63,605 0,215
2017 81,5 -0,42 2,72 0,018 0,186
2018 79,2 -2,72 0 0,740 0,000
JUMLAH 819,2 213,856
Sumber : Hasil Hitungan
Perhitungan:
N=10

Ȳ=
∑ Yi = 81.92
N
k
Sk* = ∑ ( Yi−Y )
i=1

Sk* = (99.4- 81.92) = 17.48

19
k

Dy 2
=
∑ (Yi−Y )2 213.856
i=1
=¿
n


k

Dy = ∑ (Yi−Y )2 X
i=1
n
Dy = √ 213.856 = 14.62380252
Sk∗¿
Sk** = Dy
¿
Q/√n hitung = |Sk**|maks = 3.281
Q/√n kritis = 1.14 ; atau Q*√n = 1.14 x √10 =3.604997
Berdasarkan tabel di atas nilai Q/√n dan nilai R/√n bisa masuk pada
kepercayaan 95%. Jadi oleh karena nilai Q hitung = 3.281 < Q kritis =1.14; atau
Q*√n = 3.604997, maka seri data hujan adalah konsisten.

d) Uji konsistensi data stasiun D dengan RAPS (Rescaled Adjusted Partial


Sums)
Tabel 1.10 Data Uji Konsistensi Stasiun D
TAHUN Yi(pos D) Yi- Ȳ Sk* Dy2 Sk**
{1} {2} {3} {4} {5} {6}
2009 80,5 2,55 2,55 0,650 0,197
2010 100,2 22,25 24,8 49,506 1,915
2011 70,7 -7,25 17,55 5,256 1,355
2012 60,5 -17,45 0,1 30,450 0,0077
2013 87,5 9,55 9,65 9,120 0,745
2014 78,3 0,35 10 0,012 0,772
2015 90 12,05 22,05 14,520 1,702
2016 86,4 8,45 30,5 7,140 2,355
2017 57,9 -20,05 10,45 40,200 0,807
2018 67,5 -10,45 0 10,920 0,000
JUMLAH 779,5 167,777
Sumber : Hasil hitungan
Perhitungan:
Perhitungan:
N=10

20
Ȳ=
∑ Yi = 77.95
N
k
Sk* = ∑ ( Yi−Ȳ )
i=1

Sk* = (80.5- 77.95) = 2.55


k

Dy 2
=
∑ (Yi−Y )2 167.777
i=1
=¿
n


k

Dy = ∑ (Yi−Y )2 X
i=1
n
Dy = √ 167.777 = 12.95285683
Sk∗¿
Sk** = Dy
¿
Q/√n hitung = |Sk**|maks = 1.915
Q/√n kritis = 1.14 ; atau Q*√n = 1.14 x √10 =3.604997
Berdasarkan tabel di atas nilai Q/√n dan nilai R/√n bisa masuk pada
kepercayaan 95%. Jadi oleh karena nilai Q hitung = 1.915 < Q kritis =1.14; atau
Q*√n = 3.604997, maka seri data hujan adalah konsisten.
Kesimpulannya adalah karena dari pengujian dengan RAPS (Rescaled Adjusted
Partial Sums) pada setiap stasiun konsisten maka untuk menghitung hujan rencana memakai
data tersebut dibawah ini.

Tabel 1.11 Data Hujan Harian Maksimum Wilayah Lengkap.


Tahun Pos A ( mm ) Pos B ( mm ) Pos c ( mm ) Pos D ( mm)
2009 100,5 101,23 99,4 80,5
2010 80,5 70,5 89,2 100,2
2011 50,5 76,8 78,5 70,7
2012 75,5 80,2 75,3 60,5
2013 120,4 110,5 107,0 87,5
2014 74,6 86,5 90,1 78,3
2015 56,5 80,5 62,3 90,0
2016 62,0 82,6 56,7 86,4
2017 60,7 84,5 81,5 57,9
2018 65,7 80,0 79,2 67,5
Jumlah 795,4 853,33 819,2 779,5

21
1.3.2 Pengujian Homogenitas Data
Uji Homogenitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah seri data yang
terkumpul dari 2 stasiun Pengukuran yang berada di luar daerah pengaliran yang
bersangkutan berasal dari populasi yang sama atau bukan.
Pengujian homogenitas suatu seri data dilakukan dengan metode Uji-t, yang
tumusnya Sebagai berikut :
X 1−X 2
t= 1
1 1 ……………………………...…
( σ +
N1 N2 ) 2

( 1.26 )
1

σ= ( ( N 1 S 1 2 + N 2 S 22 )
N 1+ N 2−2 ) 2
……………….…….……..

…..( 1.27 )
2 1
S 1= (
Σ ( X 1i – X 1 )
N −1 )2
………………………………..

( 1.28 )
Dk = N1 + N2 -2 ……………………………...…( 1.29 )

22
Keterangan Rumus :
t : Variabel -t terhitung.
X1 : Rata -rata hitung sampel ke-1.
X2 : Rata-rata hitung sampel ke-2.
N1 : Jumlah sampel set ke-1.
N2 : Jumlah sampel set ke-2.
σ : Deviasi Standar.
S12 : Varian Sampel set ke-1.
S22 : Varian Sampel set ke-2.
Dk : Derajat Kebebasan.

Berdasarkan hasil perhitungan nilai t ( menggunakan persamaan diatas), akan


diperoleh 2 kemungkinan yaitu :
 t terhitung > tcr atau t kritis; Artinya kedua sampel yang diuji tidak berasal dari
populasi yang sama.
 t terhitung < tcr atau t kritis; artinya kedua sampel yang di uji berasal dari
populasi yang sama.

1) Uji homogenitas antara Pos A dan B


Tabel 1.8 Data Uji Homogenitas Stasiun Stasiun A dan B
ANTARA A DAN B
Pos A X1 - RATA-RATA (Kolom 1)^2 Pos B X2 Rata-Rata (Kolom 2)^2
100,5 25,81 666,16 101,23 15,90 252,71
80,5 5,81 33,76 70,5 -14,83 220,02
50,5 -24,19 585,16 76,8 -8,53 72,81
75,5 0,81 0,66 80,2 -5,13 26,35
120,4 45,71 2089,40 110,5 25,17 633,38
74,6 -0,09 0,01 86,5 1,17 1,36
56,5 -18,19 330,88 80,5 -4,83 23,36
62,0 -12,69 161,04 82,6 -2,73 7,47
60,7 -13,99 195,72 84,5 -0,83 0,69
65,7 -8,99 80,82 80 -5,33 28,44
Σ 746,9 4143,59 853,33 1266,59401
RATA-
74,69 85,333
RATA

23
S1 = 21,46 S2 = 11,86

Dari hasil Perhitungan di dapat nilai σ, t, dk sebagai berikut :


2 1 2 1
S 1= (
Σ ( X 1i – X 1 )
N −1 )
2
=
( Σ ( 4143,59 )
10−1 )2
= 21,46

1 1
Σ ( X 2i – X 2 2 Σ 1266,59401 )2
S 2= ( N −1
)
) 2
=
(( 10−1 ) 2
= 11,86

1 1

σ= ((
N 1 S 12 + N 2 S 22
N 1+ N 2−2
)
) ((
2
¿
10 x 21,46 2+10 x 11,86 2 )
10+10−2 ) 2
= 18,27462487

X 1−X 2 74,69−85,333
t= 1 1
1 1 = 1 1 = 0,260453735
( σ +
N1 N2 ) 2
18,27462487 ( + ) 2
10 10
dk = N1 + N2 -2 = 10 + 10 - 2 = 18
σ = 18,27462487 t hitung = 0,260453735 dK = 18
Dari tabel nilai t kritis untuk distribusi-t uji dua sisi dapat dilihat bahwa dk=18 dan
derajat kepercayaan α=5% atau t0,05 diperoleh nilai t kritis 1,734 .Jadi oleh karena nilai t
hitung = -0,260453735 < t kritis = 1,734, maka stasiun A dan B adalah Homogen atau dari
satu populasi.

2) Uji homogenitas antara Pos A dan C


Tabel 1.9 Data Uji Homogenitas Stasiun Stasiun A dan C

ANTARA A DAN C
Pos X1 - RATA- Pos
(Kolom 1)^2 X2 Rata-Rata (Kolom 2)^2
A RATA C
100,5 25,81 666,16 99,4 17,48 305,55
80,5 5,81 33,76 89,2 7,28 53,00
50,5 -24,19 585,16 78,5 -3,42 11,70
75,5 0,81 0,66 75,3 -6,62 43,82
120,4 45,71 2089,40 107,0 25,08 629,01
74,6 -0,09 0,01 90,1 8,18 66,91
56,5 -18,19 330,88 62,3 -19,62 384,94
62,0 -12,69 161,04 56,7 -25,22 636,05
60,7 -13,99 195,72 81,5 -0,42 0,18
65,7 -8,99 80,82 79,2 -2,72 7,40
Σ 746,9 4143,59 819,2 2138,56

24
RATA-
74,69 81,92
RATA
S1 = 21,46 S2 = 15,41
Dari hasil Perhitungan di dapat nilai σ, t, dk sebagai berikut :
2 1 2 1
S 1= (
Σ ( X 1i – X 1 )
N −1 )
2
=
(Σ ( 4143,59 )
10−1 ) 2
= 21,46

2 1 2 1
S 2= (
Σ ( X 2i – X 2
N −1
)
)
2
=
((Σ 2138,56
10−1
)
)
2
= 15,41

1 1

(( ) (( )
2 2 2 2
N 1S1 +N 2S2 )2 10 x 21,46 +10 x 15,41 ) 2
σ= ¿ = 19,69230125
N 1+ N 2−2 10+10−2
X 1−X 2 74,69−81,92
t= 1 1
1 1 = 1 1 = 0,16419382
( σ +
N1 N2 ) 2
19,69230125 ( +
10 10 ) 2

dk = N1 + N2 -2 = 10 + 10 - 2 = 18

σ = 19,69230125 t hitung = 0,164193827 dK = 18


Dari tabel nilai t kritis untuk distribusi-t uji dua sisi dapat dilihat bahwa dk=18 dan
derajat kepercayaan α=5% atau t 0,05 diperoleh nilai t kritis 1,734 . Jadi oleh karena nilai t
hitung = 0,164193827 < t kritis = 1,734, maka stasiun A dan C adalah Homogen atau dari
satu populasi.
3) Uji homogenitas antara Pos A dan D
Tabel 1.10 Data Uji Homogenitas Stasiun Stasiun A dan D
ANTARA A DAN D
Pos X1 - RATA- Pos
(Kolom 1)^2 X2 Rata-Rata (Kolom 2)^2
A RATA D
100,5 25,81 666,16 80,5 2,55 6,50
80,5 5,81 33,76 100,2 22,25 495,06
50,5 -24,19 585,16 70,7 -7,25 52,56
75,5 0,81 0,66 60,5 -17,45 304,50
120,4 45,71 2089,40 87,5 9,55 91,20
74,6 -0,09 0,01 78,3 0,35 0,12
56,5 -18,19 330,88 90 12,05 145,20
62,0 -12,69 161,04 86,4 8,45 71,40
60,7 -13,99 195,72 57,9 -20,05 402,00
65,7 -8,99 80,82 67,5 -10,45 109,20

25
Σ 746,9 4143,59 779,5 1677,77
RATA-
74,69 77,95
RATA

S1 = 21,46 S2 = 13,65
Dari hasil Perhitungan di dapat nilai σ, t, dk sebagai berikut :
2 1 2 1
S 1= (
Σ ( X 1i – X 1 )
N −1 )
2
=
(Σ ( 4143,59 )
10−1 ) 2
= 21,46

2 1 2 1
S 2= (
Σ ( X 2i – X 2
N −1
)
)
2
=
((Σ 1667,77
10−1
)
)
2
= 13,65

1 1

σ= ((
N 1 S 1 2 + N 2 S 22
N 1+ N 2−2
)2
) ((
¿
10 x 21,46 2+10 x 13,65 2)
10+ 10−2 ) 2
= 18,95634035

X 1−X 2 74,69−77,95
t= 1 1
1 1 = 1 1 = 0,076909166
( σ +
N1 N2 ) 2
18,95634035 ( +
10 10 ) 2

dk = N1 + N2 -2 = 10 + 10 - 2 = 18

σ = 18,95634035 t hitung = 0,076909166 dK = 18


Dari tabel nilai t kritis untuk distribusi-t uji dua sisi dapat dilihat bahwa dk=18 dan
derajat kepercayaan α=5% atau t 0,05 diperoleh nilai t kritis 1,734 . Jadi oleh karena nilai t
hitung = 0,076909166< t kritis = 1,734, maka stasiun A dan D adalah Homogen atau dari
satu populasi.

4) Uji homogenitas antara Pos B dan C


Tabel 1.11 Data Uji Homogenitas Stasiun Stasiun B dan C

ANTARA B DAN C
Pos
Pos B X2 Rata-Rata (Kolom 2)^2 X2 Rata-Rata (Kolom 2)^2
C
101,23 15,897 252,71 99,4 99,4 9880,36
70,5 -14,833 220,02 89,2 89,2 7956,64
76,8 -8,533 72,81 78,5 78,5 6162,25
80,2 -5,133 26,35 75,3 75,3 5670,09
110,5 25,167 633,38 107 107 11449
86,5 1,167 1,36 90,1 90,1 8118,01
80,5 -4,833 23,36 62,3 62,3 3881,29
82,6 -2,733 7,47 56,7 56,7 3214,89

26
84,5 -0,833 0,69 81,5 81,5 6642,25
80 -5,333 28,44 79,2 79,2 6272,64
Σ 853,33 1266,59 819,2 69247,42
RATA-
85,333 81,92
RATA
S1 = 11,86 S2 = 87,72
Dari hasil Perhitungan di dapat nilai σ, t, dk sebagai berikut :
2 1 2 1
S 1= (
Σ ( X 1i – X 1 )
N −1 )
2
=
(Σ ( 126659 )
10−1 )2
= 11,86

2 1 2 1
S 2= (
Σ ( X 2i – X 2
N −1
)
)
2
=
((Σ 69247,42 )
10−1
2
) = 87,72

1 1

(( ) (( )
2 2 2 2
N 1S1 +N 2S2 )2 10 x 11,86 +10 x 87,72 ) 2
σ= ¿ = 65,97512345
N 1+ N 2−2 10+10−2
X 1−X 2 85,333−81,92
t= 1 1
1 1 = 1 1 = 0,023135084
( σ +
N1 N2 ) 2
65,97512345 ( +
10 10 ) 2

dk = N1 + N2 -2 = 10 + 10 - 2 = 18

σ = 65,97512345 t hitung = 0,023135084 dK = 18


Dari tabel nilai t kritis untuk distribusi-t uji dua sisi dapat dilihat bahwa dk=18 dan
derajat kepercayaan α=5% atau t 0,05 diperoleh nilai t kritis 1,734 . Jadi oleh karena nilai t
hitung = 0,023135084< t kritis = 1,734, maka stasiun B dan C adalah Homogen atau dari
satu populasi.
5) Uji homogenitas antara Pos B dan D
Tabel 1.12 Data Uji Homogenitas Stasiun Stasiun B dan D

ANTARA B DAN D
Pos
Pos B X2 Rata-Rata (Kolom 2)^2 X2 Rata-Rata (Kolom 2)^2
D
101,23 15,897 252,71 80,5 80,5 6480,25
70,5 -14,833 220,02 100,2 100,2 10040,04
76,8 -8,533 72,81 70,7 70,7 4998,49
80,2 -5,133 26,35 60,5 60,5 3660,25
110,5 25,167 633,38 87,5 87,5 7656,25
86,5 1,167 1,36 78,3 78,3 6130,89
80,5 -4,833 23,36 90 90 8100

27
82,6 -2,733 7,47 86,4 86,4 7464,96
84,5 -0,833 0,69 57,9 57,9 3352,41
80 -5,333 28,44 67,5 67,5 4556,25
Σ 853,33 1266,59 779,5 62439,79
RATA-
85,333 77,95
RATA
S1 = 11,86 S2 = 83,29
Dari hasil Perhitungan di dapat nilai σ, t, dk sebagai berikut :
2 1 2 1
S 1= (
Σ ( X 1i – X 1 )
N −1 )
2
=
( Σ ( 1266,59 )
10−1 )
2
= 11,86

2 1 2 1
S 2= (
Σ ( X 2i – X 2
N −1
)
)
2
=
(( Σ 62439,79
10−1
) 2
) = 83,29

1 1

σ= ((
N 1 S 1 2 + N 2 S 22
N 1+ N 2−2
)2
) (( ¿
10 x 11,86 2 +10 x 83,292 )
10+10−2 ) 2
= 62,70959129

X 1−X 2 85,333−77,95
t= 1 1
1 1 = 1 1 0,052651882
( σ +
N1 N2 ) 2
62.70959129 (
+
10 10 ) 2

dk = N1 + N2 -2 = 10 + 10 - 2 = 18

σ = 62,70959129 t hitung = 0,052651882 dK = 18


Dari tabel nilai t kritis untuk distribusi-t uji dua sisi dapat dilihat bahwa dk=18 dan
derajat kepercayaan α=5% atau t 0,05 diperoleh nilai t kritis 1.734 . Jadi oleh karena nilai t
hitung = 0.052651882< t kritis = 1.734, maka stasiun B dan D adalah Homogen atau dari
satu populasi.
6) Uji homogenitas antara Pos C dan D
Tabel 1.13 Data Uji Homogenitas Stasiun Stasiun C dan D
ANTARA C DAN D
Pos Pos
X2 Rata-Rata (Kolom 2)^2 X2 Rata-Rata (Kolom 2)^2
C D
99,4 99,4 9880,36 80,5 80,5 6480,25
89,2 89,2 7956,64 100,2 100,2 10040,04
78,5 78,5 6162,25 70,7 70,7 4998,49
75,3 75,3 5670,09 60,5 60,5 3660,25
107 107 11449 87,5 87,5 7656,25
90,1 90,1 8118,01 78,3 78,3 6130,89

28
62,3 62,3 3881,29 90 90 8100
56,7 56,7 3214,89 86,4 86,4 7464,96
81,5 81,5 6642,25 57,9 57,9 3352,41
79,2 79,2 6272,64 67,5 67,5 4556,25
Σ 819,2 69247,42 779,5 62439,79
RATA-
81,92 77,95
RATA
S1 = 87,72 S2 = 83,29
Dari hasil Perhitungan di dapat nilai σ, t, dk sebagai berikut :
2 1 2 1
S 1= (
Σ ( X 1i – X 1 )
N −1 )
2
=
( Σ ( 69247,42 )
10−1 ) 2
= 87,72

2 1 2 1
S 2= (
Σ ( X 2i – X 2
N −1
)
)
2
=
( ( Σ 62439,79
10−1
)
)
2
= 83,29

1 1

σ= ((
N 1 S 1 2 + N 2 S 22
N 1+ N 2−2
)2
) (( ¿
10 x 87,722 +10 x 83,29 2)
10+ 10−2 ) 2
= 90,16008054

X 1−X 2 81,92−77,95
t= 1 1
1 1 = 1 1 = 0,019692063
( σ +
N1 N2 ) 2
90,16008054 +(
10 10 ) 2

dk = N1 + N2 -2 = 10 + 10 - 2 = 18

σ = 90,16008054 t hitung = 0,019692063 dK = 18


Dari tabel nilai t kritis untuk distribusi-t uji dua sisi dapat dilihat bahwa dk=18 dan
derajat kepercayaan α=5% atau t 0,05 diperoleh nilai t kritis 1,734 . Jadi oleh karena nilai t
hitung = 0,019692063< t kritis = 1,734, maka stasiun C dan D adalah Homogen atau dari
satu populasi.

Setelah semua data yang hilang sudah dilengkapi dan sudah di uji konsistensi dan
homogenitas , selanjutnya kita menghitung curah wilayah dengan Metode rata-rata
aljabar karena semua data curah hujan homogen.
1
Rumus : n= ( R1 + R2 + R3 +⋯+ R n ) ……………………………..(1.30)
n

 Untuk Tahun 2009


1
n= ( 100,5+101,23+ 99,4+80,5 ) = 95,41 mm
4

29
 Untuk Tahun 2010
1
n= ( 80,5+ 70,5+89,2+100,2 ) = 85,10 mm
4
 Untuk Tahun 2011
1
n= ( 50,5+76,8+ 78,5+70,7 ) = 69,13 mm
4
 Untuk Tahun 2012
1
n= ( 75,5+ 80,2+ 75,3+ 60,5 ) = 72,88 mm
4
 Untuk Tahun 2013
1
n= ( 120,4 +110,5+107,0+87,5 ) = 106,38 mm
4
 Untuk Tahun 2014
1
n= (74,6+86,5+ 90,1+ 78,3) = 82,38 mm
4
 Untuk Tahun 2015
1
n= (56,5+80,5+62,3+ 90,0) = 72,33 mm
4
 Untuk Tahun 2016
1
n= (62,0+82,6+ 56,7+86,4) = 71,93 mm
4
 Untuk Tahun 2017
1
n= (60,7+84,5+ 81,5+57,9) = 71,15 mm
4
 Untuk Tahun 2018
1
n= (65,7+80,0+ 79,2+ 67,5) = 73,10 mm
4

1.4 Perhitungan pengujian Distribusi Probabilitas Gumbel


a. Cara Analitis
Tabel 1.14 Data jadi pengujian distribusi probabilitas Gumbel

30
No Tahun Xi (mm)
1 2009 95,41
2 2010 85,10
3 2011 69,13
4 2012 72,88
5 2013 106,38
6 2014 82,38
7 2015 72,33
8 2016 71,93
9 2017 71,15
10 2018 73,10
∑Xi 799,79
Perhitungannya :
Penyelesaian hitungan hujan rencana dengan Distribusi Probabilitas Gumbel.
a. Cara Analitis
Tabel 1.15 Perhitungan n ; xi ;( xi−x́ ¿ ; ∑ ( xi− x́)2
XTahun i Xi (mm) (xi-xx) (mm) (xi-xx)2
2009 1 95,410 15,831 (mm)
250,621
2010 2 85,100 5,521 30,481
2011 3 69,130 -10,449 109,182
2012 4 72,880 -6,699 44,877
2013 5 106,380 26,801 718,294
2014 6 82,380 2,801 7,846
2015 7 72,330 -7,249 52,548
2016 8 71,930 -7,649 58,507
2017 9 71,150 -8,429 71,048
2018 10 73,100 -6,479 41,977
∑ 799,790 1385,380

X
Dik : Banyak data n = 10

Rata-rata data hujan x́ =


∑ xi =
799,790
=79,979 mm
n 10

Standar Deviasi S =
√ ∑ (xi−x ̅̅
Dengan jumlah data (n)=10 maka didapat :
n−1
)2
=
√ ∑ (1385,380)
10−1
= 12,407

Sn = 0,9497
Yn = 0,4952

31
Dengan periode ulang (T) = 5 ,20,50, dan 100 tahun didapat :
Nilai Yt_T dapat dilihat dari lampiran tabel nilai Reduced Variabel atau dicari dengan rumus
dibawah ini.

Y tT = [
−ln −ln
T −1
T ]
Y t5 = [
−ln −ln
5−1
5 ] = 1,4999

Y t 20 = −ln −ln
[ 20−1
20 ] = 2,9702

Y t 50 = −ln −ln[ 50−1


50 ] = 3,9019

Y t 100 = −ln −ln [ 100−1


100 ] = 4,6001

Dengan Yn, Sn, dan Yt yang sudah didapat di atas maka nilai K adalah:
Y t −Y n
K=
Sn

Y t 5 −Yn10 1,4999−0,4952
 K 5= = = 1,058
Sn 0,9497

Yt 20−Yn10 2,9702−0,4952
 K 20= = = 2,6061
Sn 0,9497

Yt 50−Yn10 3,9019−0,4952
 K 50= = = 3,5871
Sn 0,9497

Yt 100 −Yn10 4,6001−0,4952


 K 100 = = = 4,3223
Sn 0,9497
Hitung nilai hujan rencana periode ulang 5,20,50 dan 100 tahun :
Rumus :

32
X tr = x́ + S . K
Tabel
1.16
Perhitu
ngan xx (mm) K (mm) S (mm) xT
Hujan
Rencan
aXTr
5 79,979 1,058 12,407 93,104
20 79,979 2,606 12,407 112,312
50 79,979 3,587 12,407 124,484
100 79,979 4,322 12,407 133,605

1.5 Pengujian Distribusi Probabilitas

1.5.1 Metode Chi-kuadrat ( X2)

Rumus yang digunakan dalam perhitungan dengan metode Uji Chi-kuadrat adalah
sebagai berikut :

Of −Ef ¿ 2
¿
¿
X2 ¿ ……….………………………………………………...(1.31)
n
¿∑ ¿
i=0

Keterangan rumus:

X2 = Parameter Chi-kuadrat terhitung

Ef = Frekuensi yang diharapkan sesuai dengan kelasnya

Of = Frekuensi yang diamati pada kelas yang sama

n = Jumlah sub kelompok

Derajat nyata atau derajat kepercayaan (α) tertentu yang sering diambil adalah 5% .
Derajat kepercayaan (Dk) dihitung dengan rumus:

Dk = K – ( p + 1 ) …………………………………………………………(1.32)

K = 1 + 3,3 log n …………………………………………………………(1.33)

Keterangan rumus:

33
Dk = Derajat kebebasan

p = Banyaknya parameter , untuk Uji Chi-kuadrat adalah 2

K = Jumlah kelas distribusi

n = Banyaknya data

Selanjutnya distribusi probabilitas yang dipakai untuk menentukan curah hujan


rencana adalah distribusi probalitas yang mempunyai simpangan maksimum terkecil dan
lebih kecil dari simpangan kritis, atau dirumuskan sebagai berikut:

X2 < X2Cr …………………………………………………………(1.34)

Keterangan rumus:

X2 = Parameter Chi-kuadrat terhitung

X2Cr = parameter Chi-kuadrat Kritis

Prosedur perhitungan dengan menggunakan metode uji Chi-Kuadrat adalah sebagai


berikut :

i. Urutkan data pengamatan dari besar ke kecil atau sebaliknya

ii. Menghitung jumlah kelas

iii. Hitung derajat kebebasan (Dk) dan X2cr (nilai Chi Kuadrat kritis)

iv. Menghitung kelas distribusi

v. Menghitung interval kelas

vi. Perhitungan nilai X2

vii. Bandingkan nilai X2 dan X2cr

Perhitungan pengujian distribusi probabilitas Chi-kuadrat gumbel :

1. Urutkan data pengamatan dari besar ke kecil atau sebaliknya


Tabel 1.17 Data Curah Hujan

i Xi (mm) Xi (mm) urut

34
1 95,410 69,130
2 85,100 71,150
3 69,130 71,930
4 72,880 72,330
5 106,380 72,880
6 82,380 73,100
7 72,330 82,380
8 71,930 85,100
9 71,150 95,410
10 73,100 106,380

2. Menghitung jumlah kelas


Jumlah data (n) = 10
Kelas Distribusi (K) = 1+3,3 log n
= 1+3,3 log 10 = 4,3 atau 5 kelas
3. Hitung derajat kebebasan (Dk) dan X2cr (nilai Chi Kuadrat kritis)
Parameter (p) = 2
Derajat kebebasan (DK) = K – (p+1) = 5 – (2+1) =2.
Nilai X2cr dengan jumlah data (n)= 10, α = 5 % dan Dk = 2, maka nilai X 2cr
adalah 5,9910 (dari tabel lampiran).
4. Menghitung kelas distribusi
Kelas distribusi = 1/5 x 100% = 20%, maka intensitas distribusinya :
20% = 5 tahun
40% = 2,5 tahun
60% = 1,67 tahun
80% = 1,25 tahun
5. Menghitung interval kelas
o Standar Deviasi (SX) = 12,407
o Nilai rata-rata xx = 79,979 mm
o Dengan jumlah data (n)=10 maka didapat :
Sn = 0,9497
Yn = 0,4952

Tabel 1.18 Perhitungan Hujan Rencana

Tahun Yt K Xt
5 1,4999 1,0579 93,1044
2,5 0,6717 0,1858 82,2848
1,67 0,0907 -0,4259 74,6946
1,25 -0,4579 -1,0036 67,5277

35
Tabel 1.19 Interval Kelas

Kelas Interval
1 > 93,1044
2 82,2848 - 93,1044
3 74,6946 - 82,2848
4 67,5277 - 74,6946
5 < 67,5277

6. Perhitungan nilai X2
X2cr = 5,991 (berdasarkan tabel Chi-kuadrat kritis, Dk=2 dan kepercayaan 5 %)
Tabel 1.20 Perhitungan Nilai X2

Kelas Interval Ef Of Of - Ef Of −Ef ¿ 2


1 > 93,1044 2 2 0 0¿
¿
2 82,2848 - 93,1044 2 2 0 X2 0¿
3 74,6946 - 82,2848 2 1 -1 0,5n
¿∑ ¿
4 67,5277 - 74,6946 2 4 2 2i=0
5 < 67,5277 2 1 -1 0,5
∑ 10 10 x = 3

7. Bandingkan nilai X2 dan X2cr

Karena syarat harus distribusi probalitas yang mempunyai simpangan


maksimum terkecil dan lebih kecil dari simpangan kritis atau X 2 < X2cr . Jadi,
berdasarkan hasil yang di dapat X 2 < X2cr atau 3 > 5,991 maka kesimpulannya,
jenis distribusi gumbel dapat diterima.

1.5.2 Metode Smirnov-Kolmogotof

a. Cara Analitis

Pengujian distribusi probabilitas dengan metode Smirnov-Kolmogerof


dilakukan dengan langkah-langkah perhitungan sebagai berikut :

 Urutkan data (Xi) dari besar kekecil atau sebaliknya

36
 Tentukan peluang empiris masing-masing data yang sudah diurut tersebut
dengan rumus tertentu, rumus weibull. Misalnya :

i
P= …………………………………………………………(1.35)
n+1

Keterangan :

n = jumlah data
i = nomor urut data (setelah diurut)

 Tentukan peluang teoritis masing-masing data yang sudah diurut tersebut


P’(Xi) berdasarkan persamaan distribusi probabilitas yang dipilih ( Gumbel).

 Hitung selisih (ΔPi) antara peluang empiris dan teoritis untuk setiap data yang
sudah diurut:

ΔPi = P(Xi) – P’(Xi) ……………………………………….(1.36)

 Tentukan apakah ΔPi < ΔP kritis, jika “tidak” artinya distribusi probabilitas
yang dipilih tidak dapat diterima, demikian sebaliknya.

 ΔP Kritis dilihat dari lampiran.

b. Cara Grafis

Pengujian distribusi probabilitas dengan metode Simirnov-Kolmogorof secara


grafis juga dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut :

 Urutkan data (xi) dari besar ke kecil atau sebaliknya

 Tentukan peluang empiris masing-masing data yang sudah diurut tersebut


P(xi), dengan rumus tertentu menggunakan rumus weibull misalnya.

i
P( xi)=
n+ 1

Keterangan rumus:

37
n = jumlah data

i = nomor urut data (setelah diurut)

 Plot masing-masing nilai P(Xi) diatas kertas probabilitas sebagai absis dan
nilai Xi sebagai ordinat yang sudah di skala sedemikian rupa sehingga menjadi
titik-titik koordinat.

 Kemudian diatas sebaran titik-titik koordinat tersebut ditarik kurva atau garis
teoritis persamaan garis teoritis merupakan persamaan distribusi probabilitas
yang telah dihitung.

 Hitung nilai peluang teoritis P’(Xi) untuk masing-masing data (Xi) caranya
adalah dengan menarik garis horizontal dengan setiap detik koordinat menuju
garis teoritis.

 Hitug selisih antara peluang empiris dan teoritis untuk setiap data yang sudah
diurut.

 Tentukan selisih yang paling maksimum.

Tentukan apakah selisih maksimum lebih kecil dari selisih kritis, jika
“tidak”artinya distribusi probabilitas yang dipilih tidak dapat diterima demikian
sebaliknya.

1.6 Menghitung Intensitas Hujan Rencana

Intensitas curah hujan adalah jumlah curah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan
atau volume hujan tiap satuan waktu, yang terjadi pada satu kurun waktu air hujan
terkonsentrasi (Wesli, 2008). Intensitas curah hujan yang tinggi pada umumnya berlangsung
dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak luas. Hujan yang meliputi daerah luas,
jarang sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi cukup panjang.
Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi panjang jarang terjadi, tetapi
apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan ditumpahkan dari langit.
(Suroso,2006)

38
Biasanya dalam perencanaan bangunan pengairan (misalnya drainase), debit rencana
sangat diperlukan untuk mengetahui kapasitas yang seharusnya dapat ditampung oleh sebuah
drainase, agar semua debit air dapat ditampung dan teralirkan Sifat umum hujan adalah
makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar kala
ulangnya makin tinggi pula intensitasnya.

Kala ulang adalah waktu hipotetik di mana hujan dengan suatu besaran tertentu akan
disamai atau dilampaui. Hubungan antara intensitas, lama hujan, dan frekuensi hujan
dinyatakan dalam lengkung IDF (Intensity-Duration-Frequency Curve). Diperlukan data
hujan jangka pendek, misalnya 5, 10, 30 menit dan jam-jaman untuk membentuk lengkung
IDF. Data hujan jenis ini hanya dapat diperoleh dari pos penakar hujan otomatis. Selanjutnya,
berdasarkan data hujan jangka pendek tersebut lengkung IDF dapat dibuat dengan salah satu
dari beberapa persamaan, antara lain rumus Talbot, Sherman dan Ishiguro:

1.5.1 Metode Mononobe


Rumus ini merupakan anjuran Dr. monobe ,merupakan variasi dari rumus
VB+Talbot , VB+Sherman , VB+Ishiguro. Rumus Metode monobe ini adalah :
2
X 24 24
I=
24 t ( ) 3
Keterangan:

I = Intensitas Hujan ( mm/jam)


X24 = Curah Hujan Harian Maksimum (mm/jam)
t = Durasi Hujan (menit /jam)

1.5.2 Metode Van Breen


Berdasarkan penelitian Ir. Van Breen di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa,
curah hujan terkonsentrasi selama 4 jam dengan jumlah curah hujan sebesar 90% dari
jumlah curah hujan selama 24 jam (Anonim dalam Melinda, 2007).
Perhitungan intensitas curah hujan dengan menggunakan Metode Van Breen adalah
sebagai berikut :
90 . X 24
I=
4
Dimana :
I = Intensitas Curah Hujan (mm/jam)
X24 = Curah Hujan Harian Maksimum (mm/jam)

39
 Talbot
Persamaan ini banyak digunakan karena mudah diterapkan dan tetapan-tetapan a dan
b di tentukan dengan harga-harga yang terukur.
a
I=
t +b
Dimana :
I = Intensitas Curah Hujan (mm/jam)
t = Durasi curah Hujan (jam)
a dan b = Konstanta yang tergantung pada durasi curah hujan yang terjadi di wilayah
N = Jumlah durasi hujan sampel (8 jenis durasi curah hujan)
Dimana :
I
I
I2
N ∑ (¿)−∑ ( I )( I )

(I . t)
∑ (¿¿ 2)−∑ (¿¿ 2 .t )∑ ( I )
¿
∑¿
a=¿
I
I2
N ∑ (¿)−∑ ( I )( I )
∑ ( I ) ∑ ( I . t )−N ∑ (¿ ¿ 2. t)
¿
b=¿

 Sherman
Persamaan ini cocok untuk jangka waktu curah hujan yang lamanya lebih dari 2 jam.
a
I=
tn
Dimana :
I = Intensitas Curah Hujan (mm/jam)
t = Durasi curah Hujan (jam)

40
a dan n = Konstanta
N = Jumalah durasi hujan sampel (8 jenis durasi curah hujan)

Dimana :

∑ (log I ) ∑ ( [ log t2 ] )−∑ ( log t . log I )∑ (log t)


log a= 2
N ∑ ( [ log t ] )−∑ (log t . log t)

n=
∑ (log I )∑ ( log t )−N ∑ ( logt . log I )
N ∑ ( [ log t 2 ])−∑ (log t . log t)

 Ishiguro
a
I=
√t +b
Dimana :
I = Intensitas Curah Hujan (mm/jam)
t = Durasi curah Hujan (jam)
a dan b = Konstanta
N = Jumalah durasi hujan sampel (8 jenis durasi curah hujan)
Dimana :
I
I
I2
N ∑ (¿)−∑ ( I )( I )

( I . √ t)
∑ (¿¿ 2)−∑ ( ¿¿ 2. √ t)∑ ( I )
¿
∑¿
a=¿
I
I2
N ∑ (¿)−∑ ( I )(I )
∑ ( I ) ∑ ( I . √ t )−N ∑ (¿ ¿ 2. √ t)
¿
b=¿

Perhitungan :

41
Perhitungan Intensitas Hujan Rencana, durasi 4 jam, menggunakan rumus VB+Ishiguro
dimana diketahui data Tr sebagai berikut :
Tr 20 tahun (Xtr20) = 112,312
Durasi waktu (t) = 4 jam = 240 menit
Hitunglah Intensitas huja rencana rumus VB+Ishiguro ;
Penyelesain :
90 . X 24
I=
4
Tabel 1.37 perhitungan data dengan metode van Breen
TR X24 I (van Breen)
20 112,312 25,2702
Rumus Ishiguro :
a
I=
√t +b
Penyelesaian menggunakan metode Ishiguro:
I
I
I2
N ∑ (¿)−∑ ( I )( I )
Mencari
( I . √ t)
∑ (¿¿ 2)−∑ ( ¿¿ 2. √ t)∑ ( I )
¿
∑¿
a=¿
25,2702
25,2702
25,27022
10 ∑ (¿)−∑ ( 25,2702 ) ( 25,2702)

( 25,2702. √240 ) ∑
(¿ ¿ 2)−∑ (¿¿ 2 . √240) ∑ ( I 25,2702 )
¿
∑¿
a=¿

391,4843.638,5830−9892,8853 .125,2702
¿
10(638,5830)−(125,2702)(125,2702)
¿ 1486,2975

42
I
I2
N ∑ ( ¿)−∑ ( I )( I )
Mencari
∑ (I ) ∑ ( I . √ t )−N ∑ (¿ ¿ 2. √ t)
¿
b=¿
25,2702
2
25,2702
10 ∑ (¿)−∑ (25,2702)(25,2702)
∑ (25,2702)∑ ( 25,2702. √ 240 )−10 ∑ (¿¿ 2 . √240)
¿
b=¿
638,5830
10 ∑ (¿)−∑ (25,2702)(25,2702)

b=
∑ (25,2702)∑ ( 391,4843 ) −10 ∑ (9892,8853)
¿
b=35,4919
Sehingga di dapat :
1006,2975
I=
√ t +15,4919

k . 1486,2975
Mencari I20 ¿
√240+35,4919
k . 1486,2975
25,2702 ¿
√240+35,4919
k ¿ 3,8821
subtitusikan nilai k ke persamaan :
3,8821 . 1486,2975
Is ¿
√240+35,4919
5770,8473
Is ¿ (untuk Tr = 20)
√t +35,4919
Tabel 1.38 perhitungan Intensitas hujan rencana dengan metode ishiguro
Durasi ( menit) Intensitas Hujan ( mm/jam)
5 periode152,9594
ulang 20 tahun
10 149,2943
15 146,5989

43
20 144,4010
30 140,8584
60 133,4674
120 124,2476
180 117,9932
240 113,1897

Kurva Intensitas Hujan Van Breen + Ishiguro

44
Object 371

BAB II
ANALISA DEBIT RENCANA

2.1 Uraian Umum

45
Untuk menetapkan dimensi bangunan air perlu dilakukan penetapan debit banjir rencana.
Debit ini dapat ditentukan berdasarkan data debit maupun dari data curah hujan. Dimana
untuk menentukan debit rencana menggunakan data curah hujan yaitu :

1. Metode Weduwen
2. Metode Melchior
3. Metode Haspers

Ketiga metode ini memiliki kesamaan dengan metode rasional, yaitu hanya menghitung
puncak banjir rencana.

Dari soal ditentukan untuk menggunakan Metode Weduwen :

2.1.1. Metode Weduwen

Metode Weduwen yang digunakan untuk menghitung debit maksimum di daerah pengaliran
yaitu :

Rtr
Qtr = Mtr . q ' . f .
240

Keterangan : Qtr = Puncak banjir rencana (m3/dt)


q’ = α . β = Banyak air (m3/dt/km2)
Rtr = Curah Hujan Rencana (mm)
Tr = Periode Ulang

2.2 Menghitung Debit Rencana dengan Metode Weduwen

Soal :

Debit rencana 5,20,50, dan 100 tahun. Luas DAS 150 km2 (berbentuk elips) lebar DAS 19,5
km, Panjang DAS = 28,9 km. Beda elevasi ujung DAS dengan elevasi titik pengukuran
adalah 1,5 km, panjang sungai sebenarnya = 40 km. Hitung debit rencana dengan metode
Weduwen untuk periode 5, 20, 50 dan 100 tahun.

Penyelesaian :

Diketahui :

F = 150 km2
B = 19,5 km
L = 28,9 km
Panjang Sungai Sebenarnya = 40 km
h = 1,5 km
∆ h = h = 1,5 km
X5 = 93,104

46
X20 = 112,312
X50 = 124,484
X100 = 133,605
Ditanya : Q5 = ……? Q50 = …….?
Q20 = ….? Q100 = …….?

Penyelesaian :

Panjang sungai mendatar secara teoritis adalah lebih pendek dari panjang sebenarnya,
diasumsikan.

Lt = 0,9 . 40 km = 36 km

h 1,5
Kemiringan sungai = I = = = 0,0417
¿ 36

Dengan F = 150 km2 dan I = 0,0417 dicari nilai q yang didapat untuk F = 150 km 2 tidak ada
dalam grafik maka nilai q untuk F = 100 km2 dan F = 50 km2.

q’150 = q’100 + q’50


= 2,2 + 3,2 = 5,4 m3/dt/km2

Perhitungan debit rencana untuk masing-masing periode ulang adalah sebagai berikut :

- Periode Ulang = 5 tahun

Luas DAS = 150 km2

X5 88,566
R5 = = = 0,388
240 240

Q5 = q’ . F . R5 = 5,4 . 150 . 0,388= 314,226 m3/detik

- Periode Ulang = 20 tahun


X 20 112,312
R20 = = = 0,468
240 240

Q20 = q’ . F . R20 = 5,4 . 150 . 0,468= 379,053 m3/detik

- Periode Ulang = 50 tahun

X 50 124,484
R50= = = 0,519
240 240

47
Q50 = q’ . F . R50 = 5,4 . 150 . 0,519= 420,134 m3/detik

- Periode Ulang = 100 tahun

X 100 133,605
R100= = = 0,557
240 240

Q100 = q’ . F . R100 = 5,4 . 150 . 0,557= 450,917 m3/detik

Tabel 2.1 Perhitungan debit banjir rencana

No Tr ( Periode) Rtr (Hujan Rencana) Luas q' (m/dt/km) QTR =


1 5 th (mm)
93,104 DAS
150(F) (Banyaknya
5,4 air) q'.F.Rtr
314,226
2 20 th 112,312 150 5,5 379,053
3 50 th 124,484 150 5,6 420,134
4 100 th 133,605 150 5,7 450,917

48
Grafik 2.1 Debir Banjir rencana

49
Object 401

50
BAB III
ANALISA HIDROGRAF
3.1 Perhitungan Hidrograf Satuan
Konsep hidrograf satuan untuk menghitung debit banjir rencana dicetuskan oleh Dr.
Sherman pada tahun 1923. Teori ini didasarkan atas hubugan suatu volume hujan satuan
efektif merata, intensitas konstan dan durasi tertentu dengan limpasan langsung.
Perhitungan hidrograf satuan dpat dilakukan dengan metode actual, cara ini
dikemukakan oleh Dr. Lk Sherman selain itu ada metode sintetif diantaranya ada nakayasu ,
Snyder dan SCS. Dengan didapatnya hidrograf satuan suatu wilayah maka hidrograf debit
akibat hujan dengan intensitas yang lain bisa dihitung dengan asumsi.

 Sistem DAS tidak berubah


 Tidak ada pengaruh perubahan

3.1.1 Menghitung satuan satuan actual


Pada cara ini harus ada debit akibat hujan lebat dengan durasi pendek dan berlaku
untuk DAS yang tidak terlalu deras.

3.1.2 Menghitung hidrograf satuan Snyder

51
Snyder ( 1938 ) mengembangkan cara menghitung hidrograf satuan dengan
menghubungkan unsur-unsur hidrograf unsur unsur hidrograf satuan dengan karakteristik
DAS akibat Hujan. Unsur-unsur hidrograf tersebut adalah :
Qf = Debit pencari ( m3/dt )
Tb = Time Brise/ Drasi.
Tr = Durasi hujan satuan.
Sedangkan karakteristik DAS yaitu :
A = Luas DAS ( Km2 )
L = Panjang aliran utama ( Km )
Lc = Jarak antara titik berat DAS dengn outlet di sepanjang aliran utama (km).

Hubungan Unsur – Unsur hidrograf dan karakteristik DAS dirumuskan oleh Snyder
sebagai berikut :
Jika te = 5.5 ( Jam )
i = Intensitas hujan efektif 1 cm
tp = 0.75Ct ( L . Lc )0.3 … ( jam )
tr = tp/5.5 ( Jam )
ap = 2.75 x ( Cp/tp ) (m3/dt km2 cm )
tp = 0.5 tr + tp ( jam )
Qp = ap . A
Tb = 72 + 3 . tp ( Jam )
Dimana Cp dan Ct = Koefisien yang tergantung dari karakteristik DAS.
Cp = 0.9 s/d 1.4
Ct = 0.75 s/d 3
Jika tp + 5.5 tr ( Jam )
tpc = Persamaan 1
tr−tR
tp=tp R+
4

52
tPR = 0.5 tr + tPR
q P+tp
q PR=
t PR
Qpr = q . P . R . A
Tb = 5.56/ qPR.

3.1.3 Menghitung Hidrograf Satuan ( Metode Nakayasu )


Nakayasu merumuskan hidrograf satuan berdasarkan pengamatan terhadap sungai-
sungai di Jepang hubungan unsur-unsur hidrograf satuan dan karakteristik DAS menurut
hidrograf Nakayasu di rumuskan sebagai berikut :
Keterangan :
tp = Waktu Puncak = tg + 0.8 tr ( Jam )
tg = Waktu Ketambatan = 0.21 x L0.7  Untuk L < 15 km
L = Panjang Sungai
tg = 0.4 x 0.058 x L  Untuk L > 15 Km
tr = Durasi Hujan ( Jam ) = ( 0.5 x tg ) s/d (1 x tg )
t0.03 = Waktu saat debit sama dengan 0.3 kali debit puncak ( Jam )
α = 2 ( Pengaliran Biasa )
1.5 ( UNtuk bagian naik Hidrograf satuan lambat dan bagian turun cepat )
3 ( Untuk bagian naik dari Hidrograf satuan cepat dan bagian turun Lambat )
1 1
Qp= x A x Ro x
3.6 0,3 x tp+t 0.3
Keterangan :
Qp = Debit Puncak ( m3/dt )
Rp = Satuan Kedalaman hujan ( mm )
T0.3 = Waktu saat debit sama dengan 0.3 kali debit puncak ( Jam ).
A = Luas DAS ( Km2 )
Qa = Debit bagian naik dari hidrograf satuan ( Qp ) ( t/tp ) 2.4
Qd = Debit bagian turun dari Hidrograf Satuan

53
 Untuk Qd > 0.3 Qd

[ ] t – tp
T 0.3
Qd = Qp x 0.3

 Untuk Bagian 0.3 Qp < Qd ≤ 0.32 Qp

[ t – tp+ 0.5 x T 0.3


1.5 – 70.3 ] Qd C – Qp x 0.3

 Untuk bagian ≤ 0.32 Qp

[ t – tp+ 0.5 x T a 3
2. T a3 ] Qd3 = QP x 0.3

Dimana :
Cp dan Ct = Koefisien yang tergantung dari karakteristik DAS
Cp = 0.9 s/d 1.4
Ct = 0.75 s/d 3
 Jika tp ≠ 5.5 tr ( Jam )
tr−tp
 Tp=tpr +
4
 tpr = 0.5 tR + tpr
ap +tp
 agr =
tpr
 tb=5.56 lapr
 Qpr = a . P . R . A

3.1.4 Menghitung Hidrograf satuan ( Metode SCS )

Hubungan antara unsur – unsur hidrograf satuan dan karakteristik DAS menurut soil
convertation service dirumuskan sebagai berikut :

Keterangan :

tr = Durasi/lamanya hujan efektif ( Jam )

tc = Waktu Konsentrasi Hujan

54
tp = 0.6 tc

tp = 0.5 tr + tp

 Metode Nakayasu

Diketahui : L = 2km

A = 4 km2

Hitung tg, tr, tp, dan t0.3

Untuk L = 2 km < 15 km, maka :

o tg = 0.21 . L0.7
o tg = 0.21 .20.7
o tg = 0.341 Jam

o Tr = ( 0.5 tg s/d 1 tg )
o Tr = 1 x 0.341 jam
o Tr = 0.341 ≈ 0.3 Jam

o Tp = tg + 0.8 tr
o Tp = 0.341 + 0.8 . 0.3
o Tp = 0.581 Jam

o T0.3 = α tg
o T0.3 = 2 . 0.341
o T0.3 = 0.628 Jam

o Hitung Qp
1 1
o Qp= x A x Ro x
3.6 ( 0.3 x t p+ t 0.3 )
1 1
o Qp= x 4 x1 x
3.6 ( 0.3 x 0.581+ 0.682 )
3
o Qp=1.298 m /dt

Bagian lengkung naik 0 < t < tp atau pada bagian 0 < t < 0.581 atau 0 < t < 0.5
2.41
Q=Q p
t
tp[ ]
2.41
Q=1.298
t
[
0.581 ]
55
Bagian lengkung turun tp < t < t0.3 atau 0.6 < t < 1.2

t −0,581
= 1,298 x 0,3 0,682

Persamaan debit bagian turun t 0,3 < t < 1,5 t 0,3 atau 1,263 < t < ( 1,263 + 1,023 ) atau
1,263 < t < 2,286 atau 1,3 < t < 2,3

t −tp+0,5 xt 0,3
( )
1,5 x 0,682
Q2=Qp x 0,3

t −0,851+0,5 x0,682
( )
= 1,298 x 0,3 1,5 x 0,682

t −0,240
( )
= 1,298 x 0,3 1,023

Persamaan debit bagian t > 1,5 t 0,3 atau t > 2,286 atau t > 2,3
t−tp+1,5 xt 0,3
( )
2 x t 0,3
Q 3=Qp x 0,3
t −0,581+1,5 x0,682
( )
= 1,298 x 0,3 2 x 0,682

t +0,442
( )
= 1,298 x 0,3 1,364

Dengan memasukkan nilai t dalam satuan jam ke persamaan-persamaan diatas akan diperoleh
hidrograf satuan seperti tercantum dalam kolom (2) dan (3) pada table 3.1
Table 3.1 Perhitungan hidrograf satuan nakayasu

t(jam) Hidrograf satuan (mᶾ/dt/mm)


Keterangan
(1) (2) (3)
0 0 Bagian naik hidrograf
0,5 0,904
0,581 1,298 Bagian puncak hidrograf
0,6 1,255 Bagian turun hidrograf (Q₁)
0,8 0,882
1,0 0,619
1,2 0,435
1,3 0,373 Bagian turun hidrograf (Q₂)
1,5 0,294
1,7 0,233
1,9 0,184
2,1 0,145
2,3 0,115

56
2,5 0,97 Bagian turun hidrograf (Q₃)
2,7 0,081
2,9 0,068
3,5 0,040
4,5 0,017
5,5 0,007
6,5 0,003
7,5 0,002
7,7 0,001
7,9 0,001
8,5 0
9,8 0
10,0 0

3.2 Hidrograf Satuan dengan durasi hujan yang berbeda limpasan akibat hujan pada suatu
waktu dengan durasi tr dan di-mulai dari waktu a adalah :
+¿
¿
H(t) = 9¿ )
1
¿
tr

- untuk satuan yang dimulai dari waktu 2 tr

1
h(t−2 tr)= ⦋ 9. ( t−tr )−9.(t−2tr )⦌
tr

Demikian dan persamaan yang diperoleh dijumlahkan sehingga menghasilkan persamaan :

9(+) = tr ⦋h(t) + h(t-tr) + h(t-2tr) + …⦌

Setelah hidrograf terbentuk maka hidrograf satuan dengan durasi yang berbeda diturunkan
dengan langkah-langkah :
- Geser hidrograf S sesuai dengan durasi berbeda yang diinginkan (tr) hidrograf sini
dinamakan offset hidrograf,dan dirumuskan :
9’(Fr) = 9(t-tr)
1
U’L = ⦋ 9 ( t ) −9 ( F−Fr ) ⦌ …
F
- menghitung hidrograf satuan dengan durasi berbeda jika sudah terjadi setengah jam selama
1,5 jam
tr = 0,3 jam
tr = 1,5 jam

57
Tabel 3.2 Pehitungan hidrograf satuan durasi hujan efektif tr = 1.5 jam dengan metode
hidrograf satuan.

Waktu Hidrograf S(t) S(t-tr2) S(t) - S(t-tr2) Li dgn tr2 =


3 3 3
( Jam ) Satuan ( m /mm ) (m /mm) (m /mm 1.5
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
0 0 0 - 0 0
0.5 0.904 0.272 - 0.272 0.181
1 0.619 0.457 - 0.417 0.305
1.5 0.294 0.545 0 0.545 0.363
2 0.164 0.595 0.272 0.323 0.215
2.5 0.097 0.624 0.457 0.167 0.111
3 0.062 0.654 0.545 0.097 0.065
3.5 0.040 0.665 0.595 0.059 0.039
4 0.037 0.671 0.624 0.041 0.022
4.5 0.017 0.674 0.642 0.029 0.019
5 0.011 0.676 0.654 0.020 0.013
5.5 0.007 0.677 0.665 0.01 0.007
6 0.004 0.678 0.671 0.006 0.004
6.5 0.003 0.679 0.674 0.004 0.003
7 0.002 0.679 0.676 0.003 0.002
7.5 0.001 0.679 0.677 0.002 0.001
8 0.001 0.679 0.678 0.001 0.001
8.5 0 0.679 0.679 0 0
9 0 0.679 0.679 0 0
9.5 0 0.679 0.679 0 0
10 0 0.679 0.679 0 0
Keterangan :
Kolom 2 = Hidrograf satuan degan tinggi hujan efektif 1mm durasi tr = 0.5 jam (m 3/det/mm)
Kolom 3 = kurva S (t) yang diperoleh dengan menjumlahkan secara komulatif nilai kolom 2
dikalikan tr = 0.3 jam. Contoh :
tr = 0.3 ( t ) = 0 m3/mm
t = 0.5 : S(t) = 0.3 x ( 0 x 0.905 ) = 0.272 m3/mm
t = 1 = S(t) = 0.3 x ( 0 + 0.905 + 0.619 ) = 0.457 m3/mm dst.
Kolom 4 = Hidrologi S untuk tr’ = 1.5 jam nilai kolom 3 di geser sebesar tr’ = 1.5 jam
sehingga nilai S (t) pada kolom 4 dimulai dari jam ke 1.5
Kolom 5 = Nilai kolom 3 dikurangi kolom 4
Kolom 6 = Kolom 5 dibagi dengan tr’ = 1.5 jam.

58
Menghitung Hidrograf Banjir
Hitung hidrograf banjir bila terjadi hujan setengah jam selama 1.5 jam berturut-turut
dengan nilai 50mm. dan 15 mm

Tabel 3.3 Perhitungan Hidrograf Banjir.

t Q Hidrograf Debit Akibat Q


( Jam ) ( m3/dt/jam ) 50 mm 15mm ( m3/dtk )
(1) (2) (3) (4) (5)
0 0 0 0 0
0.5 0.181 5.73966 1.72190 7.46156
1 0.365 17.73900 5.32170 23.0607
105 0.363 17.64180 5.29254 22.93434
2 0.215 10.44900 3.13470 13.58370
2.5 0.111 5.39460 1.61838 7.01298
3 0.065 3.15900 0.94770 4.10670
3.5 0.039 1.89540 0.56862 2.46042
4 0.027 1.31220 0.39366 1.70586
4.5 0.019 0.92340 0. 27702 1.20042
5 0.013 0.63180 0.18954 0.82134
5.5 0.007 0.34020 0.10206 0.44226
6 0.04 0.19440 0.05832 0.25272
6.5 0.003 0.14580 0.04374 0.18954
7 0.002 0.09720 0.02916 0.12636
7.5 0.001 0.4860 0.01458 0.06318
8 0.001 0.04860 0.01458 0.06318
8.5 0 0.00000 0.00000 0.00000
9 0 0.00000 0.00000 0.00000
9.5 0 0.00000 0.00000 0.00000
10 0 0.00000 0.00000 0.00000

Keterangan :

Kolom 2 = Hidrograf Satuan dengan tr’ = 1.5 jam

Kolom 3 = Kolom 2 x 50 mm ( m3/dtk )

Kolom 4 = Kolom 2 x 15 mm ( m3/dtk )

59
BAB IV
PENELUSURAN BANJIR

4.1 Uraian Umum

Penelusuran banjir adalah peramalan hidrograf di suatu aliran atau bagian sungai yang
didasarkan atas pengamatan hidrograf dititik lainnya. Cara-cara penelusuran banjir dapat
dilakukan menjadi 2 bagian,yaitu :

4.1.1 Penulusuran Banjir dengan Cara Hidraulikan

Penulusuran dengan cara ini menggunakan persamaan dasar untuk peramalan banjir,
yaitu persamaan kontinuitas dan persamaan energy atau momentum.

4.1.2 Penelusuran Banjir dengan Hidrologis

Penelusuran banjir dengan cara ini menggunakan persamaan dasar untuk persamaan
kontinuitas dan persamaan tampungan.

Penelusuran banjir dengan cara hidrologis cukup menandai untuk


melengkapi sebagian besar masalah hidrologis, seperti sungai mengalami perbaikan
system sungai yang tidak pernah diukur data.

Pada masalah diatas, penelusuran banjir dapat dilakukan dengan melakukan


metode yang hanya memerlukan “Geometrik Saluran”. Metode ini disebut dengan
penelusuran banjir dengan cara hidraulika. Ada beberapa metode yang dapat
digunakan, yaitu :

 Metode Muskingum

 Metode Level Pool Reservoir (LPR)

 Metode Kinematik Wave

60
 Metode Muskingum

Dalam metode ini ada beberapa asumsi yang harus diperhatikan, diantaranya :

 Tidak ada anak sungai yang masuk

 Sudah hampir lurus

 Penambahan dan kehilangan air sungai diabaikan

Persamaan ini tampungan yang digunakan :


S = F (I . O) atau S = k [x . I + (I – x) O]
Dimana :
k dan x = konstanta penelurusan
konstanta ini harus ditentukan secara empiris melalui pengamatan inflow
dalam waktu bersamaan dengan rumus :
O j + 1 = C 1 . Ij + I + C 2 . Ij + C 3 . O j

Dimana :
k dan x = konstanta penelusuran
∆ t−2 kx
C1 ¿
2 k ( 1−x ) + ∆t

∆ t +2 kx
C2 ¿
2 k ( 1−x ) + ∆t

2 k ( 1−x )−∆ t
C3 ¿
2 k ( 1−x ) +∆ t

dengan syarat C1 + C2 + C3 = 1

 Metode Level Pool Reservoir (LPR)

Persamaan kontinuitas dapat dimodifikasi sebagai berikut :

(Sj + 1) – Sj = [ ∆ t−2 kx
2 k ( 1−x ) +∆ t ] ∆t – [ O j−(O j+1)
2 ] ∆t

2(Sj + 1) – Sj = (Ij + Ij + 1) ∆t - (Oj + Oj + 1) ∆t

2(Sj + 1) + Oj + 1 - ∆t = (Ij + Ij + 1) ∆t – 2 Sj – Oj . ∆t

61
S j+1 2S j
2 - Oj + 1 = (Ij + Ij + 1) + – Oj
Δt Δt

Dari persamaan tersebut :

Suku di sebelah kiri = tidak diketahui

Suku di sebelah kanan = diketahui

Bentuk penyelesaian suku disebelah kiri tersebut diperlukan kurva-kurva sebagai


berikut.

a. Kurva hubungan storage – kedalaman (S – H)

b. Kurva hubungan kedalaman – outflow (H – O)

2Sj
c. Kurva hubungan Hj dan + Oj
Δt

Gambar 4.1 Kurva Hubungan

d. Kurva hubungan (H – D) dapat dicari dengan rumus – rumus berikut


(tergantung dari jenis bangunan outflownya)

Gambar 4.2 Kurva Hubungan (H – D)

D = C . L . H3/2

62
Keterangan :

C = Koefisien debit

L = Panjang efektif bendung

u = Tinggi total tekanan diatas mercu bandung

V2 2. g.H
u=h+ D =A.
2g ∑F
Gambar 4.3 Aliran Tekanan

Keterangan :

A = Luas terowongan total

∑F = Kehilangan energi ( untuk ∑F dianggap 1)

u > 150 maka aliran pada terowongan adalah aliran saluran tertutup

Gambar 4.4 Aliran Saluran Terbuka

Aliran pada terowongan adalah saluran terbuka

D =V–A 1
, dimana V = . R2/3 . S1/2
n

63
Keterangan :

A = Luas genangan air yang ada pada pipa yang selalu berubah-ubah sesuai
dengan h (tinggi air dalam pipa)

n = Terowongan dianggap dari return, return (0,0014)

S = Kemiringan dasar satuan dianggap (0,0094)

 Metode Kinematik Wave

Persamaan Salt Venant untuk media Kinematik Wave dapat diselesaikan dengan cara
numerik dengan terlebih dahulu memodifikasikan persamaan tersebut menjadi persamaan
yaitu :
SQ Sd
+ α . β . dβ-1 . .g
SX St

Persamaan tersebut dapat dilakukan dengan linier Scheme, yaitu :

SQ Q1 +1−Q1j+ 1 Q1n+1−Qi +1
= Q=
SX Δx 2

Q 1 +1−Qn+1
1
g 1+1−g i+ 1
SQ = g=
Δt 2

Secara sistematis persamaan-persamaan diatas dilakukan sebagai berikut :

Gambar 4.5 Skema Linier Scheme

Keterangan :

= dicari

= harus dicari

Persamaan-persamaan tersebut disubstitusikan ke persamaan pertama :

64
[ ]
j j β +1

j
Q .T=
∆ L j+1
∆x
.Q1 +α . β .Qi +1 ij
2 (
O +Q1 + j
) + ( ∆ t . gi+ j + gi +1 )
j+1 S

[ ∆t
∆t
+α . β
Q j+1 +Qi +1
( 2
P
j

) ]

65
Tabel 4.1 Perhitungan outflow di titik 1 : 2, 3, 4 berdasarkan persamaan Muskingum –
Cunge Method

Inflow
Waktu Outflow di titik (cfs)
j (cfs)
(s)
i=1 2 3 4
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 0 85 85 85 85

2 1 110 87,27 85,21 85,02


3 2 100 96,69 87,00 85,27
4 3 300 116,38 93,20 86,62
5 4 400 208,92 112,14 91,33
6 5 500 304,86 164,85 105,58
7 6 600 402,64 237,37 139,11
8 7 650 496,89 321,05 191,38
9 8 550 557,39 406,47 258,08
10 9 450 544,94 473,93 331,65
11 10 320 489,97 501,21 398,80
12 11 200 401,81 488,09 444,15
13 12 200 310,09 440,54 459,80
14 13 180 258,24 376,53 445,23
15 14 150 219,95 319,29 408,80
16 15 130 186,34 271,08 363,74
17 16 120 159,82 230,16 317,91
18 17 100 139,91 196,38 274,95
19 18 90 120,86 168,98 236,75
20 19 80 105,93 145,75 203,84

66
4.2 Peramalan Banjir dengan Menggunakan Metode Muskingum

Soal :

Diketahui data inflow pada sungai ( ft 3 /dtk) sebgai berikut : 85, 110, 100, 300,
400, 500, 600, 650, 550, 450, 320, 200, 200, 180, 150, 130, 120, 100, 90, 80. Hitunglah
menggunakan Metode Muskinggum. ( K= 2 jam; ∆ t = 1 jam; x= 0.15 jam; outflow awal=
85)

Penyelesaian :

Hitung nilai C1 , C2 , C3 dan control jumlahnya :

∆ t−2. K . x 1−2 x 2 x 0,15


C1 = = = 0,0909
2. K . ( 1−x )+ ∆ t 2 x 2 x (1−0,15 ) +1

∆t +2. K . x 1+2 x 2 x 0,15


C2 = = = 0,3636
2. K . ( 1−x )+∆ t 2 x 2 x (1−0,15 ) +1

2. K . ( 1−x )−∆ t 2 x 2 ( 1−0,15 )−1


C3 = = = 0,5455
2. K . ( 1−x ) +∆ t 2 x 2 ( 1−0,15 ) +1

 Hitung Hidrograf Outflow

2 C1 x 2 C2 x 1 C3 x 1
Q2 = Q1 ) + Q1 ) + Q2 )
¿ ¿ ¿

= (0,0909 x 110) + (0,3636 x 85) + (0,5455 x 85)

= 87,27

3 C1 x 3 C2 x 2 C3 x 2
Q2 = Q1 ) + Q1 ) + Q2 )
¿ ¿ ¿

= (0,0909 x 100) + (0,3636 x 110) + (0,5455 x 87,2725)

= 96,70

Demikian seterusnya, perhitungan ditabelkan (Tabel 4.1)

67
12

10

8
1,0 (cfs)

6
2
3
4
4

0
0 2 4 6 8 10 12
Waktu (s)

Gambar 4.6 Hidrograf debit Saluran di titik i : 1, 2, 3,

68
69

Anda mungkin juga menyukai