Anda di halaman 1dari 19

UPAYA TUBUH DALAM MENGHADAPI

MIKROBA DALAM LINGKUNGAN


MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Blok 17

Disusun oleh :

Kelompok 3

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
MEI 2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................. 2


A. PENDAHULUAN ................................................................................................. 3
B. URAIAN UTAMA ................................................................................................ 3
1. Infeksi Bakteri .................................................................................................... 3
2. Infeksi Virus ....................................................................................................... 6
3. Infeksi Jamur .................................................................................................... 13
3. Infeksi Parasit ................................................................................................... 16
C. PENUTUPAN ...................................................................................................... 18
D. DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 18

2
A. PENDAHULUAN

Infeksi adalah invasi dan multiplikasi mikroorganisme dalam atau pada


jaringan tubuh yang akan menghasilkan tanda dan gejala selain respon imun. 
tanda dan gejala merupakan manifestasi dari respons imun atau respons yang lain.
Reproduksi mikroorganisme seperti ini akan mencederai tubuh pejamu dengan
menimbulkan kerusakan sel akibat toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme
atau akibat multiplikasi intrasel. Cidera pada tubuh hospes dapat pula terjadi
karena persaingan antara metabolisme mikroorganisme dan inangnya. Penyakit
infeksi berkisar dari keadaan sakit yang relatif ringan hingga sakit yang berat
dengan keadaan umum pasien yang buruk dan bahkan mematikan; dari demam
selesma hingga hepatitis kronis sampai sindrom AIDS. Berat infeksi bervariasi
menurut patogenesitas serta jumlah mikroorganisme yang menginvasi tubuh dan
kekuatan pertahanan tubuh pejamu. Orang yang berusia sangat muda (anak – anak)
dan sangat tua (lanjut usia) merupakan kelompok yang mudah terserang penyakit
infeksi.
Agar infeksi bisa ditularkan harus terdapat hal – hal berikut ini: agen
penyebab, reservoir infeksius beserta tempat keluarnya, cara penularan, tempat
masuk kedalam tubuh penjamu, dan penjamu yang rentan. Maka dari itu, kami
bermaksud menguraikan Upaya Tubuh Dalam Menghadapi Mikroba Dalam
Lingkungan.

B. URAIAN UTAMA
1. Infeksi Bakteri
Bakteri merupakan mikroorganisme bersel tunggal sederhana dan
memiliki dinding sel yang melindunginya terhadap banyak mekanisme
pertahanan tubuh manusia.
Bakteri dapat dikasifikasikan menurut bentuknya yaitu kokus, basilus
dan spiralia. Bakteri dapat pula diklasifikasikan menurut kebutuhanakan

3
oksigen (aerob atau anaerob), mobilitasnya (motil atau nonmotil) , dan
kecenderungannya membentuk kapsul pelindung (berkapsul atau tidak
berkapsul) atau membentuk spora.
Pertahanan tubuh terhadap bakteri patogen terdiri atas berbagai macam
mekanisme, baik secara non-spesifik maupun spesifik. Epitel permukaan,
termasuk kulit dan apisan mukosa mempunyai sistem perlindungan dapat
membatasi masuknya bakteri kedalam tubuh.
Telah diidentifikasi adanya 3 jenis utama imunitas terhadap bakteri
yang memberikan ciri respon imun oleh tubuh inang dan patogenesis.
1. Infeksi bakteri dengan toksin
Eksotoksin dan endotoksin bakteri sangat penting dalam
patogenesis. Bateri merusak jaringan tubuh dengan mengganggu
fungsi sel yang esensial atau dengan melepaskan eksotoksin
yang merupakan enzim yang meruak sel pejamu. Endotoksin
merupakan tipe eksotoksin yang spesifik dan disekresikan oleh
bakteri.
2. Infeksi bakteri berkapsul
Dalam infeksi oleh bakteri berkapsul, bakteri tersebut akan
menghindari fagositosis dengan cara menyelubungi dirinya
dengan bahan polisakarida
3. Infeksi bakteri intraseluler
Bakteri dari kelompok ini membangkitkan sistem
komplemen dengan cara mendorong opsonisasi oleh netrofil dan
sel makrofag. Opsonisasi ini dapat didorong pula oleh antibodi
apabila sudah dibentuk. Beberapa bakteri seperti Streptococcus
Gol A dan beberapa patogen usus mempunyai reseptor untuk
permukaan sel epitel usus, reseptor digunakan untuk menempel
pada permukaan epitel. Untuk jenis bakteri semacam ini
penempelan dapat dicegah oleh antibodi (misalnya sIgA). Jika
bakteri tersebut masuk ke dalam sel dan mengadakan pembiakan

4
maka peristiwa tersebut akan mengaktifkan sistem komplemen
sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada dinding luar
bakteri.

Mekanisme pertahanan dalam infeksi bakteri dapat berkaitan dengan


sifat dan kemampuan mikroorganisme. Bakteri mencoba dari fagositosis
dengan cara melengkapi diri dengan kapsul, melepaskan eksotoksin yang
akan membunuh fagosit dan membentuk koloni.
Sistem imun sekretori melindungi permukaan luar mukosa. sIgA akan
menghalangi perlekatan bakteri sehingga dapat diopsonisasi. IgE yang
terikat oleh mastosit dapat memulai aliran respon IgG yang proktektif,
komplemen dan sel netrofl. Lipopolisakarida diikat oleh LBP
(Lipopolisakarida binding protein) yang diikuti oleh terbentuknya
kompleks CD14-TLR4 untuk mengaktifkan gen dalam sel APC agar
terbentuk molekul-molekul yang dihubungkan dalam peradangan.
Antibodi dalam menghadapi upaya bakteri tersebut dengan cara
menetralisir toksin, memfasilitasi kerusakan permukaan bakteri bersama
komplemen, dan mengatasi sifat kapsulyang melindungi dari fagositosis
dengan cara opsonisasi bakteri dengan bantuan Ig dan C3b.
Respon imun terhadap bakteri pada awalnya menggunakan sel-sel
granulosit yang bersifat tidak spesifik. Sedangkan imunitas spesifik
diperlukan untuk melindungi infeksi dari bakteri berkapsul atau bakteri
intraseluler. Cara ini membutuhkan antibodi untuk mempercepat proses
opsonisasi atau aktivasi sistem komplemen atau dengan imunitas seluler
limfosit T. Maka untuk menghadapi infeksi bakteri dibutuhkan antibodi,
sistem komplemen, granulosit, limfosit dan sel makrofag.

5
2. Infeksi Virus
Klasifikasi Mekanisme Imunitas
Imunitas diartikan sebagai semua mekanisme yang membantu
makhluk hidup untuk melindungi dirinya dari serangan mikroorganisme
yang patogen. Perlindugan tersebut termasuk pencegahan dari masukknya
mikroorganisme patogen dan penghancuran dari mikroorganisme patogen
tersebut ketika sudah masuk ke dalam tubuh dengan atau tanpa kerusakan
pada jaringan sendiri.
Bila sistem imun terpapar dengan zat yang dianggap asing, maka ada
dua jenis respon imun yang akan berperan yaitu respon imun non spesifik
dan respon imun spesifik.

6
a. Imunitas Nonspesifik

Sistem imun non-spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan


dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme yang telah ada dan
siap berfungsi sejak lahir, karena dapat memberikan respon langsung
terhadap antigen. Sistem tersebut disebut non-spesifik karena tidak
ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu.
Sistem imunitas tubuh memiliki fungsi yaitu membantu perbaikan
DNA manusia; mencegah infeksi yang disebabkan oleh jamur, bakteri,
virus, dan organism lain serta menghasilkan antibodi (sejenis protein
yang disebut imunoglobulin) untuk memerangi serangan bakteri dan virus
asing ke dalam tubuh. Tugas system imun adalah mencari dan merusak
invader (penyerbu) yang membahayakan tubuh manusia.
Komponen sistem imun non spesifik tidak mempunyai kemampuan
untuk bereplikasi secara cepat, akan tetapi selalu siap untuk melawan dan
mencerna bahan-bahan a-sing dalam waktu yang singkat. Sel-sel dalam
sistem imun non spesifik meliputi granulosit yang berfungsi memfagosit
atau mencerna, natural killer cells khusus untuk sel kanker, makrofag dan
komplemen yang kesemuanya berfungsi sebagai pertahanan pertama
terhadap adanya infeksi.

7
- Interferon
Interferon adalah sitokin berupa glikoprotein yang diproduksi
makrofag yang diaktifkan, sel NK dan berbagai sel tubuh yang
mengandung nukleus dan dilepas sebagai respons terhadap infeksi
virus. IFN mempunya sifat antivirus dan dapat menginduksi sel-sel
sekitar sel yang terinfeksi virus menjadi resisten terhadap virus. Di
samping itu,IFN juga adapat mengaktifkan sel NK. Sel yang diinfeksi
virus atau menjadi ganas akan menunjukkan perubahan pada
permukaannya yang akan dikenal dan dihancurkan sel NK. Dengan
demikian penyebaran virus dapat dicegah.

Secara jelas terlihat bahwa respons imun yang terjadi adalah


timbulnya interferon dan sel natural killler (NK) dan antibodi yang
spesifik terhadap virus tersebut. Pengenalan dan pemusnahan sel yang
terinfeksi virus sebelum terjadi replikasi sangat bermanfaat bagi
pejamu. Permukaan sel yang terinfeksi virus mengalami modifikasi,
terutama dalam struktur karbohidrat, menyebabkan sel menjadi target
sel NK. Sel NK mempunyai dua jenis reseptor permukaan. Reseptor
pertama merupakan killer activating receptors, yang terikat pada
karbohidrat dan struktur lainnya yang diekspresikan oleh semua sel.

8
Reseptor lainnya adalah killer inhibitory receptors, yang mengenali
molekul MHC kelas I dan mendominasi signal dari reseptor aktivasi.
Oleh karena itu sensitivitas sel target tergantung pada ekspresi MHC
kelas I. Sel yang sensitif atau terinfeksi mempunyai MHC kelas I yang
rendah, namun sel yang tidak terinfeksi dengan molekul MHC kelas I
yang normal akan terlindungi dari sel NK. Produksi IFN-α selama
infeksi virus akan mengaktivasi sel NK dan meregulasi ekspresi MHC
pada sel terdekat sehingga menjadi resisten terhadap infeksi virus. Sel
NK juga dapat berperan dalam ADCC bila antibodi terhadap protein
virus terikat pada sel yang terinfeksi.
Beberapa mekanisme utama respons nonspesifik terhadap virus,
yaitu :

1. Infeksi virus secara langsung yang akan merangsang produksi IFN


oleh sel-sel terinfeksi; IFN berfungsi menghambat replikasi virus
2. Sel NK mampu membunuh virus yang berada di dalam sel,
walaupun virus menghambat presentasi antigen dan ekspresi
MHC klas I. IFN tipe I akan meningkatkan kemampuan sel NK
untuk memusnahkan virus yang berada di dalam sel. Selain itu,
aktivasi komplemen dan fagositosis akan menghilangkan virus
yang datang dari ekstraseluler dan sirkulasi.

b. Imunitas Spesifik
Imunitas Spesifik atau mekanisme pertahanan, semua pertemuan
selanjutnya dengan agen virusnmembangkitkan respons imunologik
spesifik, baik antibody humoral maupun seluler. Virus dikarakrerisasi
oleh spesifitas, heterogeneitas dan memorinya yang sangat baik.
Sistem imun spesifik di-perankan oleh sel limfosit T dan limfosit
B. Ketika suatu antigen merangsang respon imun spesifik, antigen
tersebut mula-mu-la selalu mengaktifasi sel limfo-sit T. Sekali sel
limfosit T teraktifasi, sel tersebut akan melawan antigen dan

9
merangsang aktifasi sel limfosit B. Sel limfosit B yang teraktifasi akan
merangsang pembentukan antibodi yang akan melawan antigen
tersebut.
Mekanisme respons imun spesifik ada dua jenis yaitu respons
imunitas humoral dan selular. Respons imun spesifik ini mempunyai
peran penting yaitu :

1. Menetralkan antigen virus dengan berbagai cara antara lain


menghambat perlekatan virus pada reseptor yang terdapat pada
permukaan sel sehingga virus tidak dapat menembus membran sel,
dan dengan cara mengaktifkan komplemen yang menyebabkan
agregasi virus sehingga mudah difagositosis
2. Melawan virus sitopatik yang dilepaskan dari sel yang lisis.
Molekul antibodi dapat menetralisasi virus melalui berbagai
cara. Antibodi dapat menghambat kombinasi virus dengan reseptor
pada sel, sehingga mencegah penetrasi dan multiplikasi intraseluler,
seperti pada virus influenza. Antibodi juga dapat menghancurkan
partikel virus bebas melalui aktivasi jalur klasik komplemen atau
produksi agregasi, meningkatkan fagositosis dan kematian
intraseluler.
Kadar konsentrasi antibodi yang relatif rendah juga dapat
bermanfaat khususnya pada infeksi virus yang mempunyai masa
inkubasi lama, dengan melewati aliran darah terlebih dahulu
sebelum sampai ke organ target, seperti virus poliomielitis yang
masuk melalui saluran cerna, melalui aliran darah menuju ke sel
otak. Di dalam darah, virus akan dinetralisasi oleh antibodi spesifik
dengan kadar yang rendah, memberikan waktu tubuh untuk
membentuk resposn imun sekunder sebelum virus mencapai organ
target.

10
Infeksi virus lain, seperti influenza dan common cold,
mempunyai masa inkubasi yang pendek, dan organ target virus
sama dengan pintu masuk virus. Waktu yang dibutuhkan respons
antibodi primer untuk mencapai puncaknya menjadi terbatas,
sehingga diperlukan produksi cepat interferon untuk mengatasi
infeksi virus tersebut. Antibodi berfungsi sebagai bantuan
tambahan pada fase lambat dalam proses penyembuhan. Namun,
kadar antibodi dapat meningkat pada cairan lokal yang terdapat di
permukaan yang terinfeksi, seperti mukosa nasal dan paru.
Pembentukan antibodi antiviral, khususnya IgA, secara lokal
menjadi penting untuk pencegahan infeksi berikutnya. Namun hal
ini menjadi tidak bermanfaat apabila terjadi perubahan antigen
virus.
Imunitas seluler ditengahi oleh sekelompok limfosit yang
berdiferensiasi di bawah pengaruh timus (Thymus), sehingga diberi
nama sel T. Cabang efektor imunitas spesifik ini dilaksanakan
langsung oleh limfosit yang tersensitisasi spesifik atau oleh produk-
produk sel spesifik yang dibentuk pada interaksi antara imunogen
dengan limfosit-limfosit tersensitisasi spesifik. Produk-produk sel
spesifikasi ini ialah limfokin-limfokin termasuk penghambat
migrasi (migration inhibition factor = MIF), sitotoksin, interferon
dan lain sebagainya yang menjadi efektor molekul-molekul dari
imunitas seluler.
Respons imunitas seluler juga merupakan respons yang
penting terutama pada infeksi virus nonsitopatik. Respons ini
melibatkan sel T sitotoksik yang bersifat protektif, sel NK, ADCC
dan interaksi dengan MHC kelas I sehingga menyebabkan
kerusakan sel jaringan. Dalam respons infeksi virus pada jaringan
akan timbul IFN (IFN-a dan IFN-b) yang akan
membantu terjadinya respons imun yang bawaan dan didapat.

11
Peran antivirus dari IFN cukup besar terutama IFN-a dan IFN-b.
Kerja IFN sebagai antivirus adalah :
1. Meningkatkan ekspresi MHC kelas I
2. Aktivasi sel NK dan makrofag
3. Menghambat replikasi virus
4. Menghambat penetrasi ke dalam sel atau budding virus dari
sel yang terinfeksi.
Limfosit T dari pejamu yang telah tersensitisasi bersifat
sitotoksik langsung pada sel yang teinfeksi virus melalui
pengenalan antigen pada permukaan sel target oleh reseptor αβ
spesifik di limfosit. Semakin cepat sel T sitotoksik menyerang
virus, maka replikasi dan penyebaran virus akan cepat dihambat.
Sel yang terinfeksi mengekspresikan peptida antigen virus
pada permukaannya yang terkait dengan MHC kelas I sesaat setelah
virus masuk. Pemusnahan cepat sel yang terinfeksi oleh sel T
sitotoksik αβ mencegah multiplikasi virus. Sel T sitotoksik γδ
menyerang virus (native viral coat protein) langsung pada sel
target.
Sel T yang terstimulasi oleh antigen virus akan melepaskan
sitokin seperti IFN-γ dan kemokin makrofag atau monosit. Sitokin
ini akan menarik fagosit mononuklear dan teraktivasi untuk
mengeluarkan TNF. Sitokin TNF bersama IFN-γ akan
menyebabkan sel menjadi non-permissive, sehingga tidak terjadi
replikasi virus yang masuk melalui transfer intraseluler. Oleh
karena itu, lokasi infeksi dikelilingi oleh lingkaran sel yang resisten.
Seperti halnya IFN-α, IFN-γ meningkatkan sitotoksisitas sel NK
untuk sel yang terinfeksi.

12
Antibodi dapat menghambat sel T sitotoksik γδ melalui
reaksi dengan antigen permukaan pada budding virus yang baru
mulai, sehingga dapat terjadi proses ADCC. Antibodi juga berguna
dalam mencegah reinfeksi.

3. Infeksi Jamur
a. Respon Imun terhadap Jamur
Morfologi jamur sering berkaitan erat dengan patogenisitas
organisme dan kemampuannya untuk menyebabkan penyakit. Secara
medis, banyak jamur penting yang memiliki kemampuan untuk
menjalani diferensiasi morfologi, dari non-patogenik fenotipe
lingkungan mereka untuk fenotip yang lebih patogen dalam host.
Kecenderungan jamur untuk perubahan morfologi dikenal sebagai
dimorfisme jamur. Jamur dimorfik menjelaskan kebanyakan infeksi
jamur pada manusia, salah satunya adalah C. albicans, Coccidioides
immitis, Blastomyces dermatitidis, dan Histoplasma capsulatum.
Spesies Candida adalah patogen jamur yang paling umum dari
manusia dan agen penyebab kandidiasis oral, gastrointestinal, dan
vagina, sehingga menimbulkan morbiditas berat dalam jutaan orang di
seluruh dunia. Spesies Candida dapat ditemukan sebagai komensal
dalam mulut sekitar 40% dari subyek normal dalam jumlah sampai
sekitar 800/ml. Biasanya ada beberapa faktor yang mendasari pemicu
untuk kandidiasis oral, seringkali merupakan imunodefisiensi, dan
pada pasien dengan berbagai bentuk kandidiasis, jumlah saliva lebih
besar dari 20.000/ml dapat ditemukan. Kandidiasis oral adalah kondisi
umum, terutama pada pasien dengan xerostomia, mereka yang
menggunakan obat imunosupresif, orang-orang dengan penyakit
mulut lainnya, dan pada pasien dengan infeksi HIV di mana sekitar
40% mungkin memiliki kandidiasis oral. Semua bentuk kandidiasis
oral yang berkaitan erat dengan merokok. Kandidiasis

13
pseudomembran akut (thrush) adalah infeksi umum pada masa muda,
orang tua, atau orang yang sedang lemah. Plak putih mudah dilepas
dan mengandung hifa kandida, spora, sel epitel, dan polimorf. Kondisi
ini kronis pada orang dengan HIV-diinduksi defisiensi imun. Akut
kandidiasis atrofi juga dikenal sebagai luka mulut antibiotik karena
sering terjadi selama terapi antibiotik. Ini merupakan respon terhadap
penekanan dari flora bakteri normal, dan ada eritematosa luas
stomatitis dengan depapilasi menyertai lidah tersebut. Kronis
kandidiasis atrofi juga dikenal sebagai luka mulut karena pemakaian
protesa dan sangat umum. Ini menyajikan sebagai eritema konfluen
relatif asimtomatik dan peradangan dari mukosa bantalan gigi tiruan
seluruh langit-langit. Ini hasil dari kolonisasi candida dari permukaan
gigi tiruan, biasanya pada pasien yang memakai protesa mereka pada
siang dan malam. Secara teoritis, S-IgA, IgG serum menembus melalui
mukosa, dan imunitas seluler semua mungkin memainkan peran dalam
perlindungan permukaan mukosa terhadap infeksi candida.
Bukti menunjukkan peran faktor-faktor yang diperantarai sel,
bahkan pada permukaan mukosa. Infeksi Candida albicans adalah
temuan yang hampir universal pada pasien dengan imunodefisiensi
parah dari T-tipe sel. Hal ini, bagaimanapun, jarang terlihat pada
pasien dengan kerusakan B-sel dalam ketiadaan bersamaan dengan
kerusakan T-sel. Infeksi Candida oral ditemukan pada sekitar 40% dari
orang yang terinfeksi HIV dan lebih dari 75% pasien yang menderita
sindrom imunodefisiensi didapat (AIDS). Kedua eritematosa dan
kandidiasis pseudomembran ditemukan, khususnya dalam hubungan
dengan jumlah CD4 rendah. Namun, pada individu-kekurangan IgA,
prevalensi meningkatnya infeksi Candida jelas, dan pada pasien
dengan mucocutaneous candidiasis kronis (CMCC), lebih dari 50%
telah mengurangi antibodi IgA saliva. Dalam CMCC, spektrum yang
luas dari kelainan kekebalan tubuh telah dilaporkan, mulai dari

14
menurunkan serum antibodi IgM dan IgG terhadap cacat dalam
transformasi limfosit dan stimulasi mitogen dalam jenis yang paling
parah CMCC.
Resistensi alamiah terhadap banyak jamur pathogen tergantung
pada fagosit. Meskipun dapat terjadi pembunuhan intraseluler, jamur
terbanyak diserang esktraseluler oleh karena ukurannya yang besat.
Neutrofil merupakan sel terefektif, terutama terhadap Candida dan
Aspergillus. Jamur juga merangsang produksi sitokin seperti IL-1 dan
TNF- yang meningkatkan ekspresi molekul adhesi di endotel
setempat yang meningkatkan infiltrasi neutrofil ke tempat infeksi.
Neutrofil membunuh jamur yang oksigen dependen dan oksigen
independen yang toksik. Makrofag alveolar berperan sebagai sel dalam
pertahanan pertama terhadap spora jamur yang terhirup. Aspergillus
biasanya mudah dihancurkan oleh makrofag alveolar, tetapi
Coccidioides immitis dan Histoplasma capsulatum dapat ditemukan
pada orang normal dan resisten terhadap makrofag. Dalam hal ini
makrofag masih dapat menunjukkan perannya melalui aktivasi sel Th1
untuk membentuk granuloma. Sel NK juga dapat melawan jamur
melalui penglepasan granul yang mengandung sitolisin. Sel NK juga
dapat membunuh secara langsung bila dirangsang oleh bahan asal
jamur yang memacu makrofag memproduksi sitokin seperti TNF dan
IFN- yang mengaktifkan sel NK.

1. IMUNITAS NON SPESIFIK

Sawar fisik kulit dan membrane mukosa, faktor kimiawi dalam


serum dan sekresi kulit berperan dalam imunitas nonspesifik.
Efektor utama imunitas nonspesifik terhadap jamur adalah neutrofil
dan makrofag. Penderita dengan neutropenia sangat rentan terhadap
jamur oportunistik. Neutrofil diduga melepas bahan fungisidal

15
seperti ROI (Reactive Oxygen Intermediate) dan enzim lisosom
serta memakan jamur untuk dibunuh intraseluler. Galur virulen
seperti Cryptococcus neoformans menghambat produksi sitokin
TNF dan IL-12 oleh makrofag dan meransang produksi IL-10 yang
menghambat aktivasi makrofag.

2. IMUNITAS SPESIFIK
Imunitas nonspesifik kadang kurang efektif, tidak mampu
membatasi pertumbuhan jamur patogen. Tidak banyak bukti bahwa
antibody berperan dalam resolusi dan control infeksi. CMI (Cell
Mediated Immunity) merupakan efektor imunitas spesifik utama
terhadap infeksi jamur.

4. Infeksi Parasit
Pada infeksi oleh parasit, berhubungan dengan aktivitas tubuh yang
menghasilkan beberapa mediator yang menyebabkan reaksi
hipersensitivitas tipe 1 seperti eosinofil, basofil, dan sel mastosid.
Kemampuan tubuh dalam menangggapi serangan infeksi oleh parasit ini
bergantung kepada respon sistem kekebalan, lamanya infeksi, dan berat
ringannya suatu infeksi parasit. Seseorang dapat memiliki respon yang
erbeda dengan orang lain terhadap infeksi suatu jenis parasite yang sama.
Proses interaksi antara sistem kekebalan dan infeksi parasit akan
mengakibatkan gejala inflamasi dan alergi yang dipicu oleh aktivitas
sitokin Th2 yang mendorong produksi IgE oleh sel limfosit B, kemudian
mendorong proliferasi dan degranulasi dari sel mast.
Berbagai infeksi parasite menghasilkan antibbodi yang merupakan
pertahanan tubuh dari hospes, pada stimulasi antigenic menghasilkan
pementukan kompleks imun terhadap infeksi parasite. Selain antibody,
mekanisme pertahanan memerlukan sel T dan makrofag yang efektif
menghancurkan parasite. Parasit yang masuk ke darah akan segera

16
dihadapi oleh respon imun non-spesifik yang terutama dilakukan oleh
makrofag dan monosit, yang menghasilkan sitokin-sitokin seperti TNF, IL-
1, IL-2, IL-4, IL-6, secara langsung menghambat pertumbuhan parasite
(sitostatik), membunuh parasite (Sitotoksik).
Perlawanan tubuh terhadap parasite atau respon imunitas dilakukan
oleh imunitas seluler yaitu limfosit T dan dilakukan oleh imunitas humoral
melaluilimfosit B. Limfosit B diedakan menjadi limfosit T helper (CD4+)
dan sitotoksis (CD8+).4 Parasit atau sel yang telah terinfeksi oleh parasite
akan ditangkap oleh antigen presenting cell (APC) dan dibawa ke
sitoplasma sel den terbentuk fagosom yang bersatu dengan lisosom
sehingga terentuk fagolisosom. Fagolisosom mengeluarkan mediator yang
akan mendegradasi antigen parasite menjadi peptida-peptida yang akan
berasosiasi dengan molekul MHC II (major histocompatibility complex)
dan dipresentasikan ke sek TCD4+. Saat berlangsungnya proses tersebut
APC mengeluarkan IL-12, iklatan antara CD4+ ligand dan CD4+ saat
presentasi antigen memperkuat produksi IL-12. IL-12 ini akan
mempengaruhi proliferasi sel T yang merupakan komponen seluler dan
imunitas spesifik dan seanjutnya menyebabkan aktivasi dan deferensiasi
sel T.5 berdasarkan sitoikin yang dihasilkan dibedakan menjadi dua subset
yaitu Th1 dan Th2. Th1 menghasilkan INF-γ dan TNF-α yang
mengaktifkan komponen imunitas seluler seperti makrofag, monosit, serta
sel NK, sedangkan Th2 menghasilkan IL-4, IL-5, Il-6, dan IL-10 yang
berperan mengaktifkan imunitas humoral. CD4+ erfungsi sebagai regulator
aktivasi fagosit-fagosit lain, sedangkan CD8+ berperan sebagai efektor
langssung untuk fagositosis parasit dan menghambat perkembangan
parasite dengan menghasilkan IFN- γ .
Pada saat parasite masuk ke dalamsel tubuh dan mulai dianggap
asing oleh tubuh makan epitope-epitop antigen dari parasit akan berikatan
dengan reseptor limfosit B yang berperan sebagai sel penyaji antigen
kepada sel limfosit T (CD4+), kemudian berdeferensiasi menjadi Th1 dan

17
Th2. Sel Th2 akan menghasilkan IL-4 dan IL-5 yang memacu proliferasi
immunoglobulin oleh limfosit B. immunoglobulin akan meningkatkan
kemampuan fagositosis dari makrofag.

C. PENUTUPAN
Imunitas terhadap infeksi melibatkan sebuah “pertempuran” yang tanpa henti
antara pertahanan inang dan mikroba mutan yang mengembangkan strategi
penyerangan.

D. DAFTAR PUSTAKA

1. Kowalak P.J. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2011


2. Subowo. Imunologi klinik. Edisi 2. Jakarta: CV Sagung Seto, 2013
3. Guyton AC. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC
Penerbit Buku Kedokteran; 1996.
4. Galli SJ, Nakae S, Tsai M, Mast cell in the evelopment of adaptive immune
responses. Nat.Immunol. 2012. 6:135-42.
5. Wahab, A. Mardiana J. Sistem Imun, Imunisasi, dan Penyakit Imun. Widya
Medika, Jakarta. 2001.
6. Baratawidjaya, K, G, dkk, Imunologi Dasar, Edisi 8, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta. 2009.
7. Abbas A.K. and Licthman A.H. Cellular and Molecular Immunology. Fifth
Edition.Elsevier Saunders, Philladelphia. 2005.

CATATAN:
1. Judul: Upaya tubuh dalam menghadapi mikroba dalam

lingkungan

18
2. Forum seminar bertujuan untuk mempersiapkan menghadapi ujian.
3. Dalam menulis suatu makalah, uraiannya hendaknya didasarkan pada rumusan
judul dengan memperhatikan komponen-komponenya (kata-kata):  Upaya
 menghadapi mikroba  lingkungan. Unsur-unsur ini harus sudah
ditampilkan secara singkat dalam BAB Pendahuluan, sekaligus memberikan
arahan uraian dalam BAB II yang merupakan uraian utama.
4. Dari narasi dalam BAB I memberikan kesan bahwa diambil dari sumber yang
berbeda tanpa memhami apa yang dikutip, Ada 3 istilah yang berbeda untuk
hal yang sama. Ini memberikan kesan bahwa menggunakan cara “copy paste”
yang tidak akan meningkatkan kemampuan belajar/.
5. Dari uraian BAB II dapat ditarik kesimpulan, belum memahami dasar-dasar
imunologi (imunobiologi) yang diperlukan dalam aplikasinya pada imunologi
klinik, sehingga narasinya sulit dipahami baik oleh penulis maupun pembaca.
6. Gambar ditampilkan tanpa judul dan tidak ada penjelasan keterkaitan dengan
narasi.
7. Perlu diketahui bahwa tugas dalam forum seminar ini selain untuk menyiapkan
diri untuk ujian, juga mendorong ketrampilan menulis, sehingga uraian yang
ditulis hendaknya memperhatikan masalah yang akan diujikan (dari Sasaran
belajar), bukan yang lain. Dengan menulis kita belajar dari membaca sumber
bahan. Ingat belajar perlu keterampilan: reading, writing, speaking and
listening.

19

Anda mungkin juga menyukai