Anda di halaman 1dari 5

A.

Konsep Dasar
Menurut kamus bahasa Indonesia, eliminasi adalah pengeluaran,
penghilangan,penyingkiran, penyisihan. Eliminasi merupakan proses pembuangan
sisa-sisa metabolisme tubuh baik melalui urin ataupun defekasi. Eliminasi urine
normalnya adalah pengeluaran cairan. Proses pengeluaran ini sangat bergantung
pada fungsi-fungsi organ eliminasi urine seperti ginjal, ureter, kandung kemih,
uretra. Ginjal memindahkan air dari darah dalam bentuk urine. Ureter
mengalirkan urine ke kandung kemih. Dalam kandung kemih urine ditampung
sampai mencapai batas tertentu yang kemudian dikeluarkan melalui uretra.
(Wartonah,2006)
B. Pola Eliminasi Dan Karakteristik Urine Normal
Pola eliminasi urine sangat tergantung pada individu, biasanya pengeluaran
urine setelah bekerja, makan, atau bangun tidur. Normalnya dalam sehari sekitar 5
kali. Karakteristik urine normal :
1. Warna urine kuning terang, tanpa endapan
Warna urine normal adalah kuning terang karena adanya pigmen
urochrome. Namun demikian, warna urine tergantung intake cairan,
keadaan dehidrasi konsentrasinya menjadi lebih pekat dan kecoklatan,
penggunaan obat-obatan tertentu seperti multivitamin dan preparat besi
maka urine akan berubah menjadi kemerahan sampai kehitaman.
2. Berbau khas amoniak
Bau urine normal adalah khas amoniak yang merupakan hasil pemecahan
urea oleh bakteri. Pemberian pengobatan akan memperngaruhi bau urine
3. Jumlah yang dikeluarkan tergantung pada usia, pemasukan cairan dan
status kesehatan.
Jumlah urine yang dikeluarkan tergantung pada usia, intake cairan, dan
status kesehatan. Pada orang dewasa sekitar 1200 sampai 1500 ml per hari
atau 150 sampai 600 ml per sekali miksi.
4. Sedikit asam (pH rata-rata 6)
C. Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Urine
1. Pertumbuhan dan perkembangan
Usia dan berat badan dapat mempengaruhi jumlah pengeluaran urine. Pada
usia lanjut volume bladder berkurang, demikian juga wanita hamil
sehingga frekuensi berkemih juga akan lebih sering.
2. Sosiokultural
Budaya masyarakat dimana sebagian masyarakat hanya dapat miksi pada
tempat tertutup dan sebaliknya ada masyarakat yang dapat miksi pada
lokasi terbuka.
3. Psikologis
Pada keadaan cemas dan stress akan meningkatkan stimulasi perkemihan.
4. Kebiasaan seseorang
Misalnya seseorang hanya bisa berkemih di toilet, sehingga is tidak dapat
berkemih dengan menggunakan pot urine.
5. Tonus otot
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot bladder, otot abdomen, dan
pelvis untuk berkontraksi. Jika ada gangguan tonus, otot dorongan untuk
berkemih juga akan berkurang.
6. Intake cairan dan makanan
Alkohol menghambat Anti Diuretik Hormon (ADH) untuk meningkatkan
pembuangan urine. Kopi, the, coklat, cola (mengandung kafein) dapat
meningkatkan pembungan dan ekskresi urine.
7. Kondisi penyakit
Pada pasien yang demam akan terjadi penurunan produksi urine karena
banyak cairan yang dikeluarkan melalui kulit. Peradangan dan iritasi organ
kemih menimbulkan retensi urine.
8. Pembedahan
Penggunaan anestesi menurunkan filtrasi glomerulus sehingga produksi
urine menurun.
9. Pengobatan
Penggunaan diuretic meningkatkan output urine, antikolinergik, dan
antihipertensi menimbulkan retensi urine.
10. Pemeriksaan diagnostik
Intravenous pyelogram dimana pasien dibatasi intake sebelum prosedur
untuk mengurangi output urine. Cystocospy dapat menimbulkan edema
lokal pada uretra, spasme pada spinter bladder sehingga dapat
menimbulkan urine. (Wartonah,2006)
D. Masalah-Masalah Eliminasi Urine
1. Retensi urine
Merupakan penumpukan urine dalam bladder dan ketidakmampuan
bledder untuk mengosongkan kandung kemih. Penyebab distensi bladder
adalah urine yang terdapat dalam bladder melebihi 400 ml. Normalnya
adalah 250-400 ml.
2. Inkonteninsia urine
Inkonteninsia urine adalah ketidakmampuan otot spinter eksternal
sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urine. Ada dua jenis
inkonteninsia, yaitu :
a. Stress inkonteninsia, yaitu stress yang terjadi pada saat tekanan
intra-abdomen menigkat seperti pada saat batuk atau tertawa.
b. Urge inkonteninsia, yaitu inkonteninsia yang terjadi saat klien
terdesak ingin berkemih, hal ini terjadi akibat infeksi saluran
kemih bagian bawah atau spasme bladder.

Perubahan pola berkemih :

1. Frekuensi : meningkatnya frekuensi berkemih tanpa intake cairan yang


meningkat, biasanya terjadi pada cystitis, stress dan wanita hamil.
2. Urgency : perasaan ingin segera berkemih dan biasanya terjadi pada anak-
anak karena kemampuan spinter untuk mengontrol berkurang.
3. Dysuria : rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih misalnya pada infeksi
saluran kemih, trauma, dan striktur uretra.
4. Polyuria (Diuresis) : produksi urine melebihi normal, tanpa peningkatan
intake cairan misalnya pada pasien DM.
5. Urinary Suppression : keadaa dimana ginjal tidak memproduksi urine
secara tiba-tiba. Anuria (urine kurang dari 100ml/24 jam), olyguria (urine
berkisar 100-500 ml/24 jam). (Wartonah,2006)
E. Asuhan Keperawatan Gangguan Eliminasi Urine
F. Konsep Dasar Pada Eliminasi Defekasi
Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme
berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Dalam
proses defekasi terjadi dua macam reflex yaitu :
1. Refleks defekasi intrinsic
Refleks ini berawal dari feses yang masuk ke rectum sehingga terjadi
distensi rektum, yang kemudian menyebabkan rangsangan pada fleksus
mesentrikus dan terjadilah gerakan peristaltic. Setelah feses tiba di anus,
secara sistematis spinter interna relaksasi maka terjadilah defekasi.
2. Refleks defekasi parasimpatis
Feses yang masuk ke rektum akan merangsang saraf rektum yang
kemudian diteruskan ke spinal cord. Dari spinal cord kemudian
dikembalikan ke kolon desenden, sigmoid dan rektum yang menyebabkan
intensifnya peristaltic, relaksasi spinter internal, maka terjadilah defekasi.

Dorongan feses juga dipengaruhi oleh kontraksi otot abdomen tekanan


diafragma, dan kontraksi otot elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otot
femur dan posisi jongkok. Gas yang dihasilkan dalam proses pencernaan
normalnya 7-10 liter/24 jam. Jenis gas yang terbanyak adalah CO₂, metana, H₂S,
O₂, dan Nitrogen.

Feses terdiri atas 75% air dan 25% materi padat. Feses normal berwarna
coklat karena pengaruh sterkobilin, mobilin, dan aktivitas bakteri. Bau khas
karena pengaruh dari mikroorganisme. Konsistensi lembek namun berbentuk.
(Wartonah,2006)

G. Faktor yang Mempengaruhi Proses Defekasi


1. Usia
Pada usia bayi kontrol defekasi belum berkembang, sedangkan pada usia
lanjut kontrol defekasi menurun.
2. Diet
Makanan berserat akan mempercepat produksi feses, banyaknya makanan
yang masuk ke dalam tubuh juga mempengaruhi proses defekasi.
3. Intake cairan
Intake cairan yang kurang akan menyebabkan feses menjadi lebih keras,
disebabkan karena absorbs cairan yang meningkat.
4. Aktivitas
Tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma akan sangat membantu proses
defekasi. Gerakan peristaltik akan memudahkan bahan feses bergerak
sepanjang kolon.
5. Fisiologi
Keadan, cemas, takut, dan marah akan meningkatkan peristaltik sehingga
menyebabkan diare.
6. Pengobatan
Beberapa jenis obat dapat mengakibatkan diare dan konstipasi.
7. Gaya hidup
Kebiasaan untuk melatih pla buang air besar sejak kecil secara teratur,
fasilitas buang air besar, dan kebiasaan menahan buang air besar.
8. Prosedur diagnostik
Klien yang akan melakukan prosedur diagnostik biasanya dipuaskan atau
dilakukan klisma dahulu agar tidak dapat buang air besar kecuali setelah
makan.
9. Penyakit
Beberapa penyakit pencernaan dapat menimbulkan diare dan konstipasi.
10. Anestesi dan pembedahan
Anestesi umum dapat menghalangi inplus parasimpatis, sehingga kadang-
kadang dapat menyebabkan ileus usus. Kondisi ini dapat berlangsung
selama 24-48 jam.
11. Nyeri
Pengalaman nyeri waktu buang air besar seperti adanya hemoroid, fraktur
ospubis, epesiotomi akan mengurangi keinginan untuk buang air besar.
12. Kerusakan sensorik dan motorik
Kerusakan spinal cord dan injuri kepala dapat akan menimbulkan
penurunan stimulus sensorik untuk defekasi. (Wartonah,2006)
H. Masalah-masalah pada eleminasi
1. Konstipasi
Gangguan eliminasi yang diakibatkan adanya feses yang kering dank eras
melalui usus besar. Biasnya disebabkan oleh pola defekasi yang tidak
teratur, penggunaan laksatif yang lama, stress psikologis, obat-obatan,
kurang aktivitas dan usia.
2. Fecal imfaction
Masa feses yang keras di lipatan rectum yang diakibatkan oleh retensi dan
akumulasi material feses yang berkepanjangan. Biasanya disebabkan oleh
konstipasi, intake cairan, yang kurang, kurang aktivitas, diet rendah serat,
dan kelemahan tonus otot.
3. Diare
Keluarnya feses cairan dan meningkatnya frekuensi buang air besar akibat
cepatnya chime melewati usus besar, sehingga usus besar tidak
mempunyai aktu yang cukup untuk menyerap air. Diare dapat disebabkan
karena stress fisik, obat-obatan, alergi, penyakit, kolon, dan iritasi
intestinal.
4. Inkontinensia alvi
Hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas
yang melalui spinter anus akibat kerusakan fungsi spinter atau persarafan
di daerah anus. Penyebabnya karena penyakit-penyakit neuromskuler,
trauma spinal cord, tumor spinter anus eksterna.
5. Kembung
Flatus yang berlebihandi daerah intestinal sehingga menyebabkan distensi
intestinal, dapat disebabkan karena konstipasi, penggunaan obat-obatan
(barbiturate, penurunan ansietas, penurunan aktivitas intestinal),
menginsumsi makanan yang banyak mengandung gas dapat berefek
anestesi.
6. Hemorrhoid
Pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat penigkatan tekanan di daerah
tersebut. Penyebabnya adalah konstipasi kronis, peregangan maksimal saat
defekasi, kehamilan, dan obesitas. (Wartonah,2006)

Anda mungkin juga menyukai