Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB 1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Salah satu agenda reformasi keuangan negara adalah adanya pergeseran sistem
penganggaran dari pengganggaran tradisional menjadi pengganggaran berbasis kinerja.
Dengan basis kinerja ini, arah penggunaan dana pemerintah menjadi lebih jelas dari sekedar
membiayai input dan proses menjadi berorientasi pada output. Perubahan ini penting
mengingat kebutuhan dana yang makin tinggi tetapi sumber daya pemerintah terbatas.
Penganggaran yang berorientasi pada output merupakan praktik yang dianut oleh
pemerintahan modern di berbagai negara. Mewirausahakan pemerintah (enterprising the
government) adalah paradigma yang memberi arah yang tepat bagi sektor keuangan publik
untuk mendorong peningkatan pelayanan. Ketentuan tentang penganggaran tersebut telah
dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Dapat dilakukan pengamanan atas aset negara yang dikelola oleh instansi terkait.
BAB 2
PEMBAHASAN
Badan Layanan Umum (BLU) menurut PP No. 23 Tahun 2005 adalah instansi di
lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat
berupa penyediaan barang atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan
dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut PPK-
BLU, adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan
untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Rencana Bisnis dan Anggaran BLU, yang selanjutnya disebut RBA, adalah dokumen
perencanaan bisnis dan penganggaran yang berisi program, kegiatan, target kinerja, dan
anggaran suatu BLU.
B. Dasar Hukum
11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 92/PMK.05/2011 tentang Rencana Bisnis dan
Anggaran serta Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum;
C. Karakteristik
4. Dikelola secara otonom dengan prinsip efisien dan produktivitas ala korporasi;
D. Tujuan BLU
E. Asas BLU
4. Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan
pemberian layanan umum yang didelegasikan kepadanya oleh Menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota.
6. Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja dan BLU disusun dan
disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Rencana kerja dan anggaran serta
laporan keuangan dan kinerja kementerian negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah.
7. BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan praktik bisnis yang
sehat.
Pola pengelolaan keuangan pada BLU merupakan pola pengelolaan keuangan yang
memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang
sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai pengecualian dari ketentuan
pengelolaan keuangan negara pada umumnya.
Yang dimaksud dengan praktik bisnis yang sehat adalah proses penyelenggaraan
fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian
layanan yang bermutu dan berkesinambungan. Instansi pemerintah yang melakukan
pembinaan terhadap pola pengelolaan keuangan BLU adalah Direktorat Pembinaan
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Ditjen Perbendaharaan.
A. Persyaratan
Persyaratan Substantif
1. Menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi yang berhubungan dengan:
Persyaratan Teknis
1. Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan
ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh
menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya; dan
Persyaratan Administratif
a) organisasi dan tata laksana, yang memuat antara lain struktur organisasi,
prosedur kerja, pengelompokan fungsi yang logis, ketersediaan dan
pengembangan sumber daya manusia;
Kelembagaan
Pengelolaan Keuangan BLU dapat diterapkan oleh setiap instansi pemerintah yang
secara fungsional menyelenggarakan kegiatan yang bersifat operasional. Instansi dimaksud
dapat berasal dari dan berkedudukan pada berbagai jenjang eselon atau non eselon pada
kementerian/lembaga. Sehubungan dengan itu, apabila instansi pemerintah yang menerapkan
PK-BLU memerlukan perubahan status ataupun struktur kelembagaan, maka perubahan
tersebut berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara.
Pejabat Pengelola
a) Pemimpin BLU
Pemimpin berfungsi sebagai penanggung jawab umum operasional dan keuangan
BLU yang berkewajiban:
Kepegawaian
Pejabat pengelola dan pegawai BLU dapat terdiri dari pegawai negeri sipil (PNS)
dan/atau tenaga profesional non-PNS sesuai dengan kebutuhan BLU. Syarat pengangkatan
dan pemberhentian pejabat pengelola dan pegawai BLU yang berasal dari PNS dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi PNS. Pejabat pengelola dan
pegawai BLU yang berasal dari tenaga profesional non-PNS dapat dipekerjakan secara tetap
atau berdasarkan kontrak.
Dewan Pengawas
Remunerasi
Kepada Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan Pegawai Badan Layanan Umum
(BLU) diberikan remunerasi berdasarkan tingkat tanggung jawab dan tuntutan
profesionalisme yang diperlukan. Remunerasi dapat juga diberikan kepada Sekretaris Dewan
Pengawas.
1. Proporsionalitas, yaitu pertimbangan atas ukuran (size) dan jumlah aset yang dikelola
BLU serta tingkat pelayanan;
Gaji Pejabat Keuangan dan Pejabat Teknis ditetapkan sebesar 90% (sembilan puluh persen)
dari gaji Pemimpin BLU.
2. Honorarium anggota Dewan Pengawas sebesar 36% (tiga puluh enam persen) dari
gaji Pemimpin BLU.
3. Honorarium Sekretaris Dewan Pengawas sebesar 15% (lima belas persen) dari gaji
Pemimpin BLU.
Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas dan Sekretaris Dewan Pengawas yang diberhentikan
sementara dari jabatannya memperoleh penghasilan sebesar 50% (lima puluh persen) dari
gaji/honorarium bulan terakhir yang berlaku sejak tanggal diberhentikan sampai dengan
ditetapkannya keputusan difinitif tentang jabatan yang bersangkutan.
BLU dapat memberikan tunjangan tetap, insentif, bonus atas prestasi, pesangon dan/atau
pensiun kepada Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, dan
Pegawai BLU, dengan memperhatikan kemampuan pendapatan BLU yang bersangkutan.
Pada setiap akhir masa jabatannya, Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan Sekretaris
Dewan Pengawas dapat diberikan pesangon berupa santunan purna jabatan dengan
pengikutsertaan dalam program asuransi atau tabungan pensiun yang beban premi/iuran
tahunannya ditanggung oleh BLU yang besarannya ditetapkan paling banyak sebesar 25%
(dua puluh lima persen) dari gaji/honorarium dalam satu tahun. Besaran remunerasi untuk
Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas, dan Pegawai BLU pada
masing-masing BLU diusulkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga kepada Menteri Keuangan
untuk ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan.
Penilaian
Tim Penilai dalam melaksanakan prosedur penilaian sesuai dengan prosedur operasi standar
Penilaian dan Penetapan BLU.
Penetapan
Berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh Tim Penilai, usulan penetapan BLU dapat ditolak
atau ditetapkan dengan status BLU penuh maupun BLU bertahap.
1. Status BLU Penuh
Status BLU penuh diberikan apabila persyaratan substantif, teknis dan administratif
telah dipenuhi dengan memuaskan sesuai dengan kriteria SOP penilaian.
Satker yang berstatus BLU Penuh diberikan seluruh fleksibilitas pengelolaan
keuangan BLU, yaitu:
1. Pengelolaan Pendapatan
2. Pengelolaan Belanja
3. Pengadaan Barang/Jasa
4. Pengelolaan Barang
5. Pengelolaan Kas
7. Pengelolaan Investasi
Perubahan status dari BLU Penuh menjadi BLU Bertahap atau sebaliknya, dapat
terjadi apabila BLU yang bersangkutan mengalami penurunan atau peningkatan kinerja.
Ditjen Perbendaharaan c.q. Direktorat Pembinaan PK-BLU setiap periode melakukan
pembinaan, monitoring, dan evaluasi kinerja BLU. Hasil dari pembinaan, monitoring, dan
evaluasi tersebut menjadi masukan dalam perubahan status BLU.
1. Dicabut oleh Menteri Keuangan berdasarkan rekomendasi atau masukan dari tim
pembinaan, monitoring, dan evaluasi kinerja BLU ;
3. Berubah status menjadi badan hukum dengan kekayaan negara yang dipisahkan.
Tarif
Satker berstatus BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas
barang/jasa layanan yang diberikan. Imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan tersebut
ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau
hasil per investasi dana yang dapat bertujuan untuk menutup seluruh atau sebagian dari biaya
per unit layanan. Tarif layanan tersebut dapat berupa besaran tarif atau pola tarif sesuai jenis
layanan BLU yang bersangkutan. Apabila BLU memiliki jenis layanan yang tidak terlalu
banyak, maka cukup memiliki tarif berupa angka mutlak ataupun kisaran tarif. Apabila BLU
memiliki jenis layanan yang banyak dan bersifat kompleks, seperti rumah sakit, maka
tarifnya berupa pola tarif untuk kelompok layanan.
Hal-hal yang wajib dipertimbangkan dalam menyusun tarif adalah sebagai berikut:
Biaya Satuan
Dalam penyusunan tarif dan biaya layanan, terlebih dahulu ditentukan biaya satuan
per unit output dari layanan atau kegiatan BLU. Biaya satuan dibuat berdasarkan perhitungan
akuntansi biaya untuk setiap output barang/jasa yang dihasilkan.
Dalam rangka penyusunan biaya satuan per unit layanan, maka perlu diperhitungkan biaya-
biaya yang timbul, yaitu:
1. Biaya langsung; adalah biaya-biaya yang secara khusus dapat ditelusuri atau
diidentifikasi sebagai komponen langsung dari biaya produk. Total biaya langsung ini
dalam beberapa literatur juga sering disebut dengan istilah biaya utama (prime cost).
2. Biaya tidak langsung adalah semua biaya yang tidak dapat diidentifikasi secara
khusus terhadap suatu produk dan dibebankan kepada seluruh jenis produk secara
bersamaan. Biaya tidak langsung ini sering disebut juga dengan istilah biaya overhead
(overhead cost).
3. Biaya variabel adalah biaya yang berubah secara total seiring dengan berubahnya
volume produk yang dibuat. Sehingga hubungan antara total biaya variabel dengan
total unit barang yang diperoduksi adalah linier (garis lurus). Sedangkan biaya per
unit-nya adalah tetap. Contoh: Biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung.
4. Biaya tetap (fixed cost), seperti biaya penyusutan dan biaya sewa akan selalu tetap
(constant) dalam suatu rentang waktu/periode tertentu. Perlu dicatat bahwa biaya tetap
akan selalu konstan pada semua tingkat produksi (volume), sedangkan biaya tetap per
unit akan menurun seiring dengan meningkatnya volume produksi.
2. Menentukan indikator kinerja berupa keluaran (output), tolok ukur kinerja, dan target
kinerja;
3. Untuk satu jenis keluaran, tentukan jenis biaya dan besaran biaya per unit output.
Jenis biaya dapat berupa: biaya langsung variabel, biaya langsung tetap, biaya tidak
langsung variabel, dan biaya tidak langsung tetap.
4. Menghitung biaya per jenis kegiatan dengan mengalikan rincian biaya dengan satuan
biaya.
BLU menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan dengan mengacu kepada Rencana
Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L). Rencana strategis bisnis merupakan istilah
yang pengertiannya sama dengan Renstra bagi instansi pemerintah. Oleh karena itu
penyusunan rencana strategis bisnis berpedoman pada Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun
1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Sesuai dengan Inpres tersebut, rencana strategis mengandung visi, misi, tujuan/sasaran, dan
program yang realistis dan mengantisipasi masa depan yang diinginkan dan dapat dicapai.
Perencanaan dan penganggaran BLU pada prinsipnya tidak berbeda dengan perencanaan dan
penganggaran pada kementerian/lembaga.
RKA-K/L sebagai dokumen usulan anggaran (budget request) memuat sasaran terukur yang
penyusunannya dilakukan secara berjenjang dari tingkat kantor/satuan kerja ke tingkat yang
lebih tinggi (bottom-up) untuk melaksanakan penugasan dari menteri/pimpinan lembaga (top
down). Dengan demikian dalam menyusun suatu Rencana Kerja dan Anggaran BLU harus
menerapkan anggaran berbasis kinerja.
BLU sebagai satuan kerja merupakan bagian dari kementerian negara/lembaga. Oleh karena
itu pengintegrasian RBA BLU ke dalam RKA-K/L dilakukan oleh kementerian
negara/lembaga bersangkutan. Tata cara pengintegrasian RBA kedalam RKA-K/L
berpedoman pada ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
Pelaksanaan Anggaran
Dalam hal DIPA BLU belum disahkan oleh Menteri Keuangan, BLU dapat melakukan
pengeluaran paling tinggi sebesar angka dokumen pelaksanaan anggaran tahun lalu.
DIPA BLU yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan menjadi lampiran dari contractual
performance agreement yang ditandatangani oleh menteri/pimpinan lembaga dengan
pimpinan BLU yang bersangkutan dan sekaligus menjadi dasar penarikan dana.
Pengelolaan PNBP
1. Penggunaan PNBP
Revisi Anggaran
DIPA BLU ataupun RBA Definitif apabila diperlukan dapat direvisi. Perubahan/revisi
terhadap DIPA BLU atau RBA Definitif dapat dilakukan jika:
1. Terdapat perubahan/pergeseran program atau kegiatan BLU;
2. Terdapat penambahan atau pengurangan pagu anggaran yang berasal dari APBN;
Surplus anggaran BLU adalah selisih lebih antara pendapatan dengan belanja BLU
yang dihitung berdasarkan laporan keuangan operasional berbasis akrual pada suatu periode
anggaran. Estimasi surplus dalam tahun anggaran berjalan diperhitungkan dalam RBA tahun
anggaran berikut untuk disetujui penggunaannya.
Surplus anggaran BLU dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya kecuali atas
perintah Menteri Keuangan, disetorkan sebagian atau seluruhnya ke rekening kas umum
negara dengan mempertimbangkan posisi likuiditas BLU.
Defisit anggaran BLU adalah selisih kurang antara pendapatan dengan belanja BLU yang
dihitung berdasarkan laporan keuangan operasional berbasis akrual pada suatu periode
anggaran. Defisit anggaran BLU dapat diajukan pembiayaannya dalam tahun anggaran
berikutnya kepada Menteri Keuangan melalui Menteri/Pimpinan Lembaga. Menteri
Keuangan dapat mengajukan anggaran untuk menutup defisit pelaksanaan anggaran BLU
dalam APBN tahun anggaran berikutnya.
Kerjasama Operasional
Dengan pertimbangan bahwa barang modal membutuhkan dana yang besar, sedangkan
kemampuan BLU yang terbatas dan alokasi dana APBN tidak dapat diperoleh segera,
sementara kebutuhan tidak dapat ditunda lagi, maka cara yang paling memungkinkan adalah
dengan melakukan kerja sama operasional (KSO) dengan pihak lain berdasarkan
pertimbangan efisiensi dan ekonomi. KSO dapat dilakukan antara lain dengan cara:
4. Build-Own-Operate (BOO), dalam hal ini pihak swasta mendanai, membangun, dan
mengoperasikan suatu fasilitas, dengan memperoleh insentif untuk melakukan
investasi lebih lanjut namun pihak pemerintah mengatur harga dan kualitas layanan.
Model ini banyak dipakai untuk menyediakan fasilitas baru yang dapat diantisipasi
bawa permintaan pasar akan selalu ada.
Penyelesaian Kerugian
Setiap kerugian negara pada BLU yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum
atau kelalaian seseorang diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai penyelesaian kerugian negara.
Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena perbuatannya
melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung
merugikan keuangan negara, wajib mengganti kerugian tersebut.
Setiap pimpinan kementerian negara/lembaga dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi,
setelah mengetahui bahwa dalam kementerian negara/lembaga yang bersangkutan terjadi
kerugian akibat perbuatan dari pihak manapun.
A. Akuntansi
BLU mengembangkan dan menerapkan sistem akuntansi dengan mengacu pada standar
akuntansi yang berlaku sesuai dengan jenis layanannya dan ditetapkan oleh menteri/pimpinan
lembaga.
2. Akuntansi dan laporan keuangan BLU diselenggarakan sesuai dengan standar Akuntansi
keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesian (Ikatan Akuntan
Indonesia). Dalam hal tidak terdapat standar akuntansi, maka dapat menerapkan standar
akuntansi industri yang spesifik setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
Artinya dapat dipergunakan standar akuntansi pemerintahan (SAP).
3. BLU dapat mengembangkan dan menerapkan sistem akuntansi yang mengacu pada
standar akuntansi yang berlaku sesuai dengan jenis layanannya dan ditetapkan oleh
menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan
kewarganegaraannya. Kebebasan penyusunan sistem akuntansi oleh BLU merupakan
implementasi dari prinsip desentralisasi, namun harus ditetapkan oleh menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota dalam rangka penerapan prinsip pengendalian.
4. Laporan keuangan BLU setidak-tidaknya meliputi laporan realisasi anggaran/laporan
operasional, neraca, arus kas, dan catatan atas laporan keuangan, disertai laporan
mengenai kinerja. Laporan operasional dikategorikan sebagai laporan laporan laba-rugi
pada entitas swasta/laporan aktivitas pada PSAK No.45.
8. Laporan keuangan BLU merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan
pertanggungjawaban keuangan kementerian Negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah.
Pendapatan yang diterima oleh BLU diatur melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:
2. Pendapatan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat dan
hibah tidak terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain merupakan pendapatan
operasional BLU.
3. Hibah terkait yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain merupakan pendapatan
yang harus diperlakukan sesuai dengan peruntukan.
4. Hasil kerjasama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya merupakan
pendapatan bagi BLU.
5. Pendapatan sebagaimana dimaksud pada angka 1,2, dan angka 4 diatas dapat dikelola
langsung untuk membiayai belanja BLU sesuai dengan rencana bisnis dan anggaran
(RBA)-nya.
6. Pendapatan sebagaimana dimaksud pada angka 2,3, dan angka 4 dilaporkan sebagai
pendapatan Negara bukan pajak kementerian/lembaga atau pendapatan bukan pajak
pemerintah daerah.
Belanja yang dilakukan oleh BLU diatur melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Belanja BLU terdiri dari unsur biaya yang sesuai dengan struktur biaya yang dituangkan
dalam RBA definitive.
4. Belanja BLU yang melampaui ambang batas fleksibilitas sebagaimana dimaksud pada
angka 3 harus mendapat persetujuan Menteri keuangan/gubernur/bupati/walikota atas
usulan menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD, sesuai dengan kewenangannya.
5. Dalam hal terjadi kekurangan anggaran, BLU dapat mengajukan usulan tambahan
anggaran dari APBN/APBD kepada Menteri Keuangan/PPKD melalui menteri/pimpinan
lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya.
d. Melakukan pembayaran.
3. Penarikan dana yang bersumber dari APBN/APBD dilakukan dengan menerbitkan Surat
Perintah Menbayar (SPM) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Rekening bank harus dibuka oleh pimpinan BLU pada bank umum.
5. Pemanfaatan surplus kas dilakukan sebgai investasi jangka pendek pada instrumen
keuangan dengan resiko rendah.
Piutang BLU dapat dihapus secara mutlak atau bersyarat oleh pejabat berwenang,
yang nilainya ditetapkan secara berjenjang. Kewenangan penghapusan piutang secara
berjenjang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan dengan memperhatikan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
1. BLU dapat memberikan piutang sehubungan dengan penyerahan barang, jasa, dan/atau
transaksi lainnya yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan kegiatan BLU.
2. Piutang BLU dikelola dan diselesaikan secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan
bertanggung jawab serta dapat memberikan nilai tambah, sesuai dengan praktek bisnis
yang sehat dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Piutang BLU dapat dihapus secara mutlak atau bersyarat oleh pejabat yang berwenang
yang nilainya ditetapkan secara berjenjang.
Dalam kegiatan operasional dengan pihak lain, BLU dapat memiliki utang yang dikelola
secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab, sesuai dengan praktek
bisnis yang sehat. Pembayaran utang BLU pada prinsipnya menjadi tanggung jawab BLU.
Pengelolaan utang harus sesuai dengan peruntukannya, utang jangka pendek ditujukan
hanya untuk belanja operasional, sedangkan utang jangka panjang hanya untuk belanja
modal. Hak tagih atas utang BLU kadaluarsa setelah lima tahun sejak utang tersebut jatuh
tempo, kecuali ditetapkan lain oleh UU. Perikatan peminjaman/utang dilakukan sesuai
dengan jenjang kewenangan yang diatur oleh Menteri Keuangan.
1. BLU dapat memiliki utang sehubungan dengan kegiatan operasional dan/atau perikatan
peminjaman dengan pihak lain.
2. Uatng BLU dikelola dan Diselesaikan secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan
bertanggung jawab sesuai praktek bisnis yang sehat.
3. Pemanfaatan utang yang berasal dari perikatan peminjaman jangka pendek ditujukan
hanya untuk belanja operasional.
4. Pemanfaatan utang yang berasal dari perikatan peminjaman jangka panjang ditujukan
hanya untuk belanja modal.
5. Perikatan peminjaman dilakukan oleh pejabat yang berwenang secara berjenjang
berdasarkan nilai pinjaman.
8. Hak tagih atas utang BLU menjadi kadaluarsa setelah 5 (lima) tahun sejak uatng tersebut
jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain oleh undang-undang.
1. BLU tidak dapat melakukan investasi jangka panjang, kecuali atas persetujuan Menteri
Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
2. Keuntungan yang diperoleh dari investasi jangka panjang merupakan pendapatan BLU.
B. Pelaporan
C. Pertanggungjawaban
Pembinaan
Pengawasan
Dewan pengawas BLU bertugas melakukan pengawasan terhadap pengurusan BLU oleh
Pejabat Pengelola BLU mengenai pelaksanaan Rencana Bisnis dan Anggaran, Rencana
Strategis Bisnis Jangka Panjang, dan ketaatan terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Dewan pengawas BLU di lingkungan Pemerintah Pusat
berkewajiban:
Pemeriksaan
Pemeriksaan intern BLU dilaksanakan oleh satuan pemeriksaan intern (SPI) yang
merupakan unit kerja dan berkedudukan langsung di bawah pemimpin BLU, sedangkan
pemeriksaan ekstern dilaksanakan oleh lembaga pemeriksa ekstern sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.