Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pneumonia
1. Definisi

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru yang dihubungkan

dengan konsolidasi ruang alveoli. Walaupun banyak pihak yang sependapat bahwa

pneumonia adalah suatu keadaan inflamasi, namun sangat sulit untuk merumuskan

satu definisi tunggal yang universal. Pneumonia adalah sindrom klinis, sehingga

didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, dan perjalanan penyakitnya.4,5

2. Klasifikasi
Pneumonia dapat digolongkan sebagai berikut: 1) pneumonia-masyarakat

(community-acquired pneumonia), bila infeksinya terjadi di masyarakat, dan 2)

pneumonia-rumah sakit atau pneumonia nosokomial (hospital-acquired pneumonia),

bila infeksinya di rumah sakit.1


3. Epidemiologi

Pneumonia di negara berkembang terutama disebabkan oleh bakteri. Bakteri

yang sering menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae,

Haemophilus influenzae, dan Staphylococcus aureus. Pneumonia yang disebabkan

oleh bakteri-bakteri ini umumnya responsive terhadap pengobatan dengan antibiotik

beta laktam. Di lain pihak, terdapat pneumonia yang responsif terhadap pengobatan

dengan antibiotik beta laktam dan dikenal sebagai pneumonia atipik. Pneumonia

3
atipik terutama disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia

pneumoniae.6

Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, pneumonia

merupakan penyakit penyebab kematian kedua tertinggi setelah diare diantara balita.

Hal ini menunjukkan bahwa pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah

kesehatan masyarakat utama yang berkontribusi terhadap tingginya angka kematian

balita di Indonesia.7

Hasil RISKESDAS menyebutkan bahwa penyebab kematian balita karena

pneumonia adalah nomor 2 dari seluruh kematian balita (15,5%). Sehingga jumlah

kematian balita akibat penumonia tahun 2007 adalah 30.470 balita (15,5% x

196.579), atau rata-rata 83 orang balita meninggal setiap hari akibat pneumonia.7

4. Etiologi
Usia pasien merupakan faktor yang memegang perann penting pada perbedaan

dan kekhasan pneumonia pada anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran

klinis, dan strategi pengobatan. Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus

dan bayi kecil berbeda dengan bayi yang lebih besar.8


Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, di

samping bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Virus yang terbanyak ditemukan

adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV), Rhinovirus, dan virus Parainfluenza.

Bakteri yang terbanyak adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae

tipe B, dan Mycoplasma pneumoniae. Kelompok anak berusia 2 tahun ke atas

mempunyai etiologi infeksi bakteri yang lebih banyak daripada anak beruusia di

4
bawah 2 tahun. Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia

yang bersumber dari data di negara maju dapat dilihat pada tabel. Spektrum etiologi

tersebut tentu saja diekstrapolasikan pada Indonesia atau negara berkembang lainnya,

oleh karena faktor risiko pneumonia yang tidak sama. Di negara maju, pelayanan

kesehatan dan akses ke pelayanan kesehatan sangat baik. Secara klinis, umumnya

pneumonia bakteri sulit dibedakan dengan pneumonia virus. Demikian juga dengan

pemeriksaan radiologis dan laboratorium, biasanya tidak dapat menetukan etiologi.7

Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang


Bakteri Bakteri
E. colli Bakteri anaerob
Streptococcus group B Streptococcus group D
Listeria monocytoogenes Haemophillus influenza
Lahir-20 hari Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus Sitomegalo
Virus Herpes simpleks
Bakteri Bakteri
Chlamydia trachomatis Bordetella pertusis
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenza B
Virus Moraxella catharalis
3 minggu-3 bulan
Virus Adeno Staphylococcus aureus
Virus Influenza Ureaplasma urealyticum
Virus Parainflluenza 1,2,3 Virus
Respiratory Syncitial virus Virus Sitomegalo
4 bulan-5 tahun Bakteri Bakteri
Chlamydia trachomatis Haemophillus influenza B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitidis
Virus Staphylococcus aureus
Virus Adeno Virus
Virus Influenza Virus Varisela-Zoster
Virus Parainflluenza
Virus Rino

5
Respiratory Syncitial virus
Bakteri Bakteri
Chlamydia trachomatis Haemophillus influenza B
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
Virus Adeno
5 tahun-remaja
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza
Virus Parainflluenza
Virus Rino
Respiratory Syncitial virus
Virus Varisela-Zoster
Sumber: Opstapchuk M, RobertsDM,Haddy R. Community-acquired
pneumonia in infants and children. Am Fam Physician 2004;70:899-905

5. Patogenesis

Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui

saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang

mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru

yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan

edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi

merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit

PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut

hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan

mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini

disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yag tidak terkena

akan tetap normal.1

6
Antibiotik yang diberikan sedini mungkin dapat memotong perjalanan penyakit,

sehingga stadium khas yang telah diuraikan sebelumnya tidak terjadi. Beberapa

bakteri tertentu sering menimbulkan gambaran patologis tertentu bila dbandingkan

dengan bakteri lain. Infeksi Streptococcus pneumonia biasanya bermanifestasi

sebagai bercak-bercak konsolidasi merata di seluruh lapangan paru

(bronkopneumonia), dan pada anak besar atau remaja dapat berupa konsolidasi pada

satu lobus (pneumonia lobaris).1

6. Diagnosis

Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan atau serologis

merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri penyebab tidak

selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang memenuhi. Oleh

karena itu, pneumonia pada anak umumnya didiagnosis berdasarkan gambaran klinis

yang menunjukkan keterlibatan sistem respiratori, serta gambaran radiologis.

Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu

gejala respiratori sebagai berikut: takipnea, batuk, napas cuping hidung, retraksi,

ronki, dan suara napas melemah.1

Akibat tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita, maka

dalam upaya penanggulangannya, WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan

tatalaksana yang sederhana. Pedoman ini terutama ditujukan untuk Pelayanan

Kesehatan Primer dan sebagai pendidikan kesehatan untuk masyarakat di negara

berkembang. Tujuannya ialah menyederhanakan kriteria diagnosis berdasarkan gejala

7
klinis yang dapat langsung dideteksi; menetapkan klasifikasi penyakit, dan

menentukan dasar pemakaian antibiotik. Gejala klinis sederhana tersebut meliputi

nafas cepat, sesak napas, dan berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke

pelayanan kesehatan. Napas cepat dinilai dengan menghitung frekuensi napas selama

satu menit penuh ketika bayi dalam keadaan tenang. Sesak napas dinilai dengan

melihat adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam ketika menarik napas

(retraksi epigastrium). Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan-5 tahun adalah tidak

dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk; tanda bahaya untuk

bayi berusia di bawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun,

stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin.1

Berikut adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut.1

1. Bayi dan anak berusia 2 bulan-5 tahun

 pneumonia berat

- bila ada sesak napas

- harus dirawat dan diberikan antibiotik

 pneumonia

- bila tidak ada sesak napas

- ada napas cepat dengan laju napas:

- >50x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun

- >40x/menit untuk anak >1-5 tahun

- tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral

 bukan pneumonia

8
- bila tidak ada napas cepat dan sesak napas

- tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan

simptomatis seperti penurun panas.

2. Bayi berusia di bawah 2 bulan

Pada bayi berusia dibawah usia 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih

bervariasi, mudah terjadi komplikasi, dan sering menyebabkan kematian.

Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut:

 pneumonia

- bila ada napas cepat (>60x/menit) atau sesak napas

- harus dirawat dan diberikan antibiotik

 bukan pneumonia

- tidak ada napas cepat atau sesak napas

- tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis.

7. Tatalaksana

Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi

perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksis, distress

pernapasan, tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain, komplikasi,

dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan

kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.1

Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan

antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi

9
pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan

asam-basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan

analgetik atau antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif. Penyakit

penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat, komplikasi yang mungkin terjadi harus

dipantau dan diatasi.1

Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan

pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia

yang diduga disebabkan oleh bakteri.1

Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena tidak

tersedianya uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itu, antibiotik dipilih berdasarkan

pengalaman empiris. Umumnya pemilihan antibiotik empiris didasarkan pada

kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klinis

pasien serta faktor epidemiologis.1

8. Komplikasi

Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis

purulenta, pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta.

Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia

bakteri.1

Komplikasi miokarditis (tekanan sistolik ventrikel kanan meningkat, kreatinin

kinase meningkat, dan gagal jantung) yang cukup tinggi pada seri pneumonia anak

berusia 2-24 bulan. Oleh karena miokarditis merupakan keadaan yang fatal, maka

10
dianjurkan untuk melakukan deteksi dengan teknik noninvasive seperti EKG,

ekokardiografi, dan pemeriksaan enzim.1

9. Prognosis

Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita, bakteri

penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik

dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat.

Angka kematian penderita pneumonia komuniti kurang dari 5% pada penderita rawat

jalan, sedangkan penderita yang dirawat di rumah sakit menjadi 20%. Menurut

Infectious Disease Society Of America (IDSA) angka kematian pneumonia komuniti

pada rawat jalan berdasarkan kelas yaitu kelas I 0,1% dan kelas II 0,6% dan pada

rawat inap kelas III sebesar 2,8%, kelas IV 8,2% dan kelas V 29,2%. Hal ini

menunjukkan bahwa meningkatnya risiko kematian penderita pneumonia komuniti

dengan peningkatan risiko kelas. Di RS Persahabatan pneumonia rawat inap angka

kematian tahun 1998 adalah 13,8%, tahun 1999 adalah 21%, sedangkan di RSUD dr.

Soetomo angka kematian 20 -35%.9

11

Anda mungkin juga menyukai