PENDAHULUAN
Antara Indonesia dan Mesir terdapat beberapa kemiripan dalam sejarah hukum.
Pertama,sebelum datangnya penjajahan barat, dalam bidang peradilan, PengadilanAgama
atau Mahkamah Syar’iyyah adalah lembaga peradilan yang dominan di kedua negara.
Kedua,Indonesia dan Mesir sama-sama merasakan dualisme pendidikan hukum dan
peradilan. Di satu pihak terdapat pendidikan hukum untuk hukum warisan colonial yang
bermuara ke Pengadilan Umum dan di lain pihak terdapat pendidikan syari’ah untuk hukum
Islam yang bermuara ke Pengadilan Agama. Ketiga,kedua Negarasama-sama berbasis tradisi
civil lawdi mana asal usul hukum materiil dan acara berasal dari Prancis. Mesir
mengambilnya melalui Code Napoleon dan perundang-undangan Perancis modern, dan
Indonesia mengambilnya melalui Belanda karena Belanda pernah dijajah Perancis.
Keempat,kedua Negaraberusaha untuk menyatukan kedua sistem hukum dan peradilan dalam
kerangka hukum nasional masing-masing. Di Mesir, hukum private Islam sudah menyatu
dengan hukum private umum dan Peradilan Agama (Mahkama Syar’iyyah) sudah menyatu
dengan Peradilan Umum, sedang diIndonesia pada tanggal 30 Juni 2004 Menteri Agama ,
telah menyerahkan Organisasi, Administrasi, dan finansial lingkungan Peradilan Agama
kepada ketua Mahkamah Agung RI: (pasal 42 ayat (2) Undang-Undang No. 4 tahun 2004 dan
KEPRES No. 21 tahun 2004).1
1
Anshoruddin ; Makalah Peradilan Satu Atap Dan Positivisasi Hukum Islam
tahun 1953 dan menjadi Persatuan Sosialis Arab pada tahun 1962.Pada tahun 1971, Mesir,
Libya dan Syria sepakat mendirikan Konfederasi Republik-Republik Arab. Sebuah draft
konstitusi diterima oleh kepala Negarasetiap negeri dan dikukuhkan melalui referendum di
ketiga negaraanggota. Kairo dipilih menjadi ibukota konfederasi ini. Pada tahun 1979
konfederasi bubar berikut penandatanganan perdamaian antara Mesir dan Israel.Pada tanggal
11 September 1971, sebuah konstitusi baru Mesir dikukuhkan melalui referendum. Dalam
proklamasinyadinyatakan bahwa Republik Arab Mesir adalah sebuah Republik
SosialsDemokratis dengan Islam sebagai agama negaradan bahasa Arab sebagai bahasa
nasional.Juga dinyatakan bahwa Syari’at Islam adalah sumber perundang-undangan negara.
Konstitusi mengakui tiga bentuk kepemilikan, yaitu kepemilikan umum, koperasi dan
pribadi. Konstitusi juga menjamin persamaan setiap warga di depan hukum dan memberikan
perlindungan terhadap mereka dari intervensi sewenang-wenang dalam proses hukum.
Konstitusi juga menegaskan tentang hak untukberkumpul secara damai, hak pendidikan, hak
kesehatan dan hak keamanan sosial serta hak untuk mendirikan organisasi atau perhimpunan
dan juga hak untuk memilih dan dipilih.Menurut konstitusi dan beberapa amandemen
selanjutnya, presiden republikadalah kepala negaradan bersama-sama dengan kabinet
menjalankan kekuasaan eksekutif. Presiden harus orang Mesir asli, lahir dari orang tua yang
juga Mesir asli dan usianya tidak kurang dari 40 tahun. Pemilihan presiden dilakukan setiap 6
tahun sekali dan bisa dicalonkan kembali. Presiden mempunyai kekuasaan untuk memilih dan
3memberhentikan satu atau lebih wakil presiden, perdana menteri, menteri-menteri dan
wakil-wakilnya. Lembaga Legislatif adalah Majelis Rakyat (Majlis asy-Sya’b) yang memilih
presiden dengan suara mayoritas dua pertiga anggotaMajelis. Kandidat kemudian dikukuhkan
oleh plebisit nasional (referendum).Presiden adalah komandan tertinggi angkatan bersenjata
dan mempunyai hak untuk memberikan amnestidan mengurangi hukuman, mempunyai
kekuasaan untukmemilihpegawai sipil dan militer dan untuk memberhentikan mereka seperti
ditetapkan oleh undang-undang, dan memiliki kekuasaan melaksanakan referendum untuk
kepentingan yang sangat mendesak. Presiden dalam kasus-kasus pengecualian, dapat
mengeluarkan dekrit yang mempunyai kekuatan hukum, tetapi hanya untuk masa tertentu
saja.Kekuasaan legislatifterletak di tangan Majelis Rakyat, yang terdiri dari 444 anggota
terpilih. Beberapa orang anggota harus wanita dan 10 anggota tambahan yang ditunjuk oleh
presiden. Majelis dipilih berdasarkan sistem proporsionaluntuk jangka waktu 5 tahun. Setiap
warga Negarayang sudah berumur 18 tahun ke atas dan sudah mendaftar dapat menggunakan
hak pilihnya. Presidenlah yang membuka dan menutup masa sidang Majelis Rakyat.Fungsi
untuk Majelis Rakyat adalah untuk menetapkan kebijakan. Para anggota harus mengesahkan
semua undang-undang dan memeriksa serta menetapkan anggaran nasional. Majelis juga
membuat program yang dijalankan oleh kabinet yang baru terpilih. Majelis harus menarik
anggotanya yang seharusnya sudah berhenti/pensiun. Presiden tidak dapat membubarkan
Majelis kecuali dalam situasi tertentu atau setelah ada persetujuan melalui referendum rakyat.
Pemilihan anggota Majelis yang baru harus diadakan tidak lebih dari 60 hari setelah
pembubaran Majelis.Konstitusi juga menetapkan independensi peradilandari kekuasaan-
kekuasaan yang lain.Tugas dan wewenangnya diatur oleh perundang-undangan khusus.
Sebagai hasil dari amandemen UUD yang dilakukan oleh sebuah referendum pada tahun
1980, konstitusi juga menetapkan Majelis Syura’ sebagai badan penasehat nasional yang
dipilih secara parsial. Sementara itu Dewan Pertahanan Nasional yang diketuai oleh presiden
bertanggung jawab dalam masalah yang berhubungan dengan keamanan dan pertahanan.
4Sampai dengan tahun 1960, administrasi pemerintahan sangat bersifat sentralisasi. Pada
tahun tersebut, sistem administrasi pemerintah daerah didirikan untuk mengembangkan
desentralisasi dan partisipasi masyarakat yang lebih besar dalam pemerintahan
daerah.Undang-Undang Pemerintahan Daerah Tahun 1960 menetapkan tiga tingkatan
administrasi daerah, yaitu muhafazhah(propinsi), markaz(distrik atau kabupaten), dan
qaryah(desa). Struktur ini mengkombinasikan ciri-ciri antara pemerintah daerah dan
pemerintah otonomi daerah. Pada setiap tingkat administratifterdapat dua dewan, yaitu dewan
yang dipilih oleh rakyat dan dewan yang ditunjuk oleh dewan eksekutif. Walaupun dewan-
dewan ini menjalankan kekuasaan legislatifyang luas, tetapi keduanya dikontrol
olehpemerintah pusat.Mesir dibagi kepada 26 muhafazhah.Lima kota, yaitu Kairo,
Alexandria, Ismailia, Port Said dan Suez mempunyai status muhafazhah.Gubernur ditunjuk
dan dapat diberhentikan oleh presiden. Gubernur memegang kekuasaan eksekutif tertinggi di
muhafazah.Ia mempunyai kekuasaan administratifterhadap seluruh personil pemerintahan,
kecuali para hakim, dalam muhafazahnyadan bertanggung jawab untuk menjalankan
kebijakan.Mayoritas dewan Muhafazhahterdiri dari anggota yang dipilih. Menurut peraturan,
paling tidak setengan dari anggota Dewan Muhafazahterdiri dari para petani dan pekerja,
tetapi tidak jalan dalam praktek. Dewan kota atau Dewan Distrik dan Dewan Desa dibangun
berdasarkan prinsip-prinsip yang sama seperti pada Dewan Muhafazhah.Dewan-dewan
daerah melakukan fungsi-fungsi yang beragam dalam pendidikan, kesehatan, sarana umum,
perumahan, pertanian dan komunikasi. Dewan-dewan ini juga bertanggungjawab
mempromosikan gerakan koperasi dan melaksanakan bagian dari perencanaan nasional.
Dewan daerah mendapatkan dana dari pendapatan nasional, pajak tanah dan bangunan di
muhafazhah,berbagai macam pajak daerah, keuntungan dari fasilitas umum, perusahaan-
perusahaan dagang dan subsidi nasional, bantuan dan pinjaman.2
2
Disarikan dari CD-ROOM Encyclopedia Britannica2002, Artikel “Egypt: Government and
Social Conditions”
b. Kejaksaan (Niyabah)
4. Hai’ah Qadhaya ad-Daulah(Lembaga Kasus-Kasus Negara);
5. An-Niyabah al-Idariyyah(Kejaksaan Administrasif).
Di samping ke lima lembaga peradilan tersebut, ada juga peradilan istimewa
(exceptional court) yang dikenal denagn Mahkama Amnu ad-Daulah (Peradilan
Keamanan Negara) yang mempunyai kewenangan mengadili perkara subversi dan
pembunuhan terhadap Kepala Negara seperti tindak pidana pembunuhan terhadap
Presiden Anwar Sadat.
1. Tingkatan-Tingkatan Peradilan
a. Peradilan Bagian (Al-Mahkamah Al-Juz’iyyah)
b. Peradilan Pertama (Al-Mahkamah Al-Ibtida’iyyah)
c. Peradilan Banding (Al-Mahkamah Al-Isti’nafiyyah)
d. Peradilan Kasasi (Mahkama an-Naqdh)a)
a) Peradilan Bagian (al-Mahkamah Al-Juz’iyyah)
Peradilan Juz’iyyah diketuai oleh hakim tunggal, yang berkewenangan
memeriksa perkara pidana dan perdata sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku, antara lain menangani kasus pelanggaran delik
pers. Di bidang perdata, peradilan Juz’iyyah memeriksa dan mengadili
perkara-perkara antara lain:
Gugatan tentang penggunaan air.
Gugatan tentang pemanfaatan lahan dan bangunan.
Gugatan tentang upah dan gaji.
Gugatan tentang hukum keluarga seperti tentang nafkah istri
dan anak, mahar dan peralatan rumah tangga di bawah L.E.
1000 (seribu pound Mesir),-hadhanah, nafkah saudara-saudara,
kewarisan yang lebih dari L.E. 2.000 (dua ribu pound Mesir),
perwalian atas pribadi dan harta penetapan testamenters
(washi).
b) Peradilan Tingkat Pertama (al-Mahkamah al-Ibtida’iyyah)
Peradilan tingkat pertama (al-Mahkamah al-Ibtidai’yyah) juga
merupakan peradilan ulang bagi al-mahkamah al-juz’iyyahyang
mempunyai kewenangan mengadili perkara pidana dengan tuntutan
selain denda atau tuntutan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum.
Dalam bidang perdata, peradilan ibtida’iyyahmengadili perkara perdata
dengan ciri-ciri: pertama, perkara yang dimintakan pengadilan ulang
dari pengadilan juz’iyyah dan kedua, perkara perdata yang nilainya
lebih dari L.E. 5.000 (lima ribu pound Mesir).
c) Peradilan Banding (al-Mahkamah al-Isti’nafiyyah)Persidangan
dilakukan dengan siding majelis yang beranggotakan 3 orang kanselir
(al-Mustasyar). Peradilan ini juga mengadili perkara pidana yang
tempat kejadian perkara dalam wilayah hukumnya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d) Peradilan Kasasi (Mahkamah al-Naqdh)Berbeda dengan peradilan
tingkat banding, yang berwenang menangani perkara ulangan, maka
peradilan kasasi urgensinya adalan pengawasan terhadap keabsahan
dalam penerapan hukum terhadap perkara yang dimohonkan kasasi,
dengan tujuan:
Meluruskan cacat yang terdapat dalam penerapan hukum.
Untuk mencapai manfaat yang lebih, yaitu menemukan unsur
kemaslahatan bagi para pihak yang bermuara pada kepentingan
(maslahah) umum.
Syarat-syarat permohonan kasasi adalah :
Adanya kesalahan dalam penerapan hukum.
Permohonan berdasarkan ketidaksesuaian hukum dengan
keputusan-keputusan final pada semua tingkat peradilan.
Diajukan oleh jaksa (an-Naib al-‘Am)
Permohonan kasasi dibidang pidana dapat diajukan karena
alasan-alasan sebagai berikut:
Karena kekeliruan / bertentangan dengan hukum.
Bila terdapat cacat dalam putusan.
Terdapat kesalahan dalam penerapan hukum acara yang
berakibat cacat hukum.
Berbeda dengan perkara pidana, perkara kasasi bidang perdata
tidak menghalangi eksekusi, kecuali hakim tingkat kasasi
memerintahkan penundaan eksekusi, dengan ketentuan sebagai
berikut:
Permohonan kasasi memenuhi syarat formal.
Putusan memungkinkan pelaksanaan eksekusi.
Prioritas dikabulkanya besar.
Peradilan kasasimempunyai lembaga al-Maktab al-Fanni (Biro
Teknis) yang mempunyai fungsi :
Mempublikasikan putusan kasasi.
Penerbitan juirnal hukum.
Mengadakan penelitian.
Mengawasi court calender Mahkamah an-Naqdhdan lain
sebagainya sesuai denganperintahKetua Mahkamah an-Naqdh.
3
Dr. Hamid Muhammad Abu Tholib, Nidhoomu Al-Khodhooi Al-Mishriyyi Fii Miizaani
Assyarii’ah,Daru al Fikri Al ‘arobiyyi, Kairo-Mesir, 1993 Hal. 54-60.
c) Menyelesaikan sengketa yang berkenaan dengan eksekusi terhadap dua putusan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
d) Menafsirkan teks-teks undang-undang yang dikeluarkan lembaga legislatifserta
keputusan-keputusan Presiden.
Pertama, apabila pada saat proses gugatan ditemukan fakta bahwa perkara yang
diajukan tidak berdasarkan hukum, maka pemeriksaan terhadap perkara ini harus segera
dihentikan, dan dialihkan ke Mahkamah Agung Konstitusi.
Kedua, apabila pada saat proses persidangan ada eksepsi terhadap salah satu
lembaga peradilan tentang gugatan yang tidak ada dasar hukumnya, dan Mahkamah
Agung Konstitusi memandang bahwa eksepsi tersebut beralasan, maka ia diberi
kesempatan untuk mengajukan gugatan tersebut ke Mahkamah Agung Konstitusi dalam
tengang waktu tidak lebih dari tiga bulan.
4
Ceramah Dr. ‘Izzat Sa’ad, Duta Besar Republik Arab Mesir untuk Indonesia, Tgl. 12 Juli 2002.
perkara pelanggaran dan tindak pidana kejahatan dalam rangka menegakkan
kemaslahatan umum. Pada hakekatnya peradilan pidana tidak melindungi
kepentingan-kepentingan individu sebagaimana dalam peradilan perdata, akan
tetapi melindungi kepentingan umum yang dilanggar oleh setiap individu yang
ada dalam masyarakat.Dalam menyelesaikan kasu-kasus pidana harus
diperhatikan asas:Pertama,legalitas substantif, yaitu asas yang menggariskan
bahwa tidak seorangpun dapat di hukum kecuali telah ditentukan oleh undang-
undang.Kedua,asas “asy-Syr’iyyah al-Ijra’iyyah”, yaitu proses berperkara
menggunakan hukum acara.Peradilan diberi kewenangan untuk mengadili
perkara-perkara pidana secara internasional sesua dengan jenis pidana yang
berlaku di negaratersebut (al-Ikhtishash ad-Duali).Al-Ikhtishash ad-Duali, adalah
tindak pidana yang berlaku secara internasional sehingga pelakunya pun dapat
diadili dengan pidana di negaratempat ia melakukan tindak pidana. Kaidah ini
memberikan pengecualian terhadap Kepala Negaraatau yang mewakilinya,
misalnya duta besar dan keluarga mereka.Dalam kaidah ini dirumuskan, apabila
seorang warga NegaraMesir membunuh seorang asing di negaralain, maka hukum
pidana Mesir tidak berlaku. Sebaliknya, orang asing yang melakukan tindak
pidana di Mesir, maka yang berkaku adalah hukum pidana Mesir. Apabila seorang
warga negaraMesir melakukan tindak pidana di negaraasing, akan tetapi belum
dihukum, ketika ia pulang, makaia dapat diadili di Mesir, Tindak pidana yang
menyangkut keamana negaraMesir, harus diadili dengan hukum Mesir, meskipun
ia telah dihukum di negara asing.
Proses Penuntutan
a) Pada saat terjadi tindak pidana itu, ia dalam waktu yang berdekatan.
b) Ada korban dan disaksikan halayak ramai.
c) Korban berteriak di tempat kejadian perkara.
d) Tersangka membawa senjata, berkas-berkas, tanda-tanda atau barang lain yang
dapat dijadikan alat bukti.
Apabila tersangka tidak adaditempat, apa yang harus dilakukan oleh al-
Ma’mur bi Dhabt al-Qadha? Dalam keadaan semacam ini, ia dapat mencari informasi
tentang keberadaan tersangka. Jika tersangka telah dapat diidentifikasikan, maka ia
dapat melaporkan kepada pihak kejaksaan untuk dilakukan penagkapan. Tersangka
tidak dapat ditangkap di rumah kediamannya, kecuali atas izin pihak yang berwenang.
5
Ceramah Pada Pelatihan Hakim Di Mesir oleh Kanselir Mohammad Ahmad Hasan Tgl. 15 Juli 2002
Tahun 1952, dan hukum acaranya berdasarkan undang-undang nomor 1 tahun 2000.
6
Berikut ini yang disampaikan hanya menyangkut (1) Wilayah ‘ala an-Nafsdan
(2) Wilayah ‘ala al-Mal.
Wilayah ‘ala an-NafsWilayah ‘ala al-Nafs dapat dibagi menjadi:
a) Pertunangan (al-Khitbah)
b) Perkawinan (al-Jawaz)
c) Talak (ath-Thalaq)
d) Nafkah (an-Nafaqah)
e) Pengasuh / pemeliharaan (al-Hadhanah)
f) Perwalian (al-Wilayah) dan lain sebagainya.
6
Anwar Al-‘Amri Wasyyi, Ushulu Al-Muroofa’ati Asyar ‘iiyyati Fii masaaili Al-Ahwaali Asyyakhshiyyati, Cecakan
ke Tujuh, Iskandariya, Mesir, 1989. Hal. 58.
cacat, meskipun ia telah melewati usia 21 tahun. Cacat yang dimaksud adalah : (1).
Gila, (2). Safah, (3). Ghaflah dan lain-lain.
7
7 Dr. Nashr Farid Washil, Al-Wilaayatu Al-Khooshotu, Al-Wilayatu ‘ala an-Nafs wa al-Mal, Daru Asysyuruuq,
Mesir, 2002, Hal.9-12.
Tahun 2000, ketentuan tersebut dihapus dan masuk menjadi kewenangan Pengadilan Keluarga.
Apabila isteri tidak puas karena adanya larangan pengadilan keluarga untuk pergi keluar negeri, dan
cukup alasan misalnya untuk berobat, maka ia dapat mengajukan ke Mahkamah Konstitusi.
Meskipun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 memberlakukan syari’at Islam bagi semua golongan
agama, akan tetapi dalam hal suami isteri berbeda sekte, misalnya Kristen dan kopti, maka perkara
tersebut diserahkan kepada Gereja.
Dalam pasal 5 dirumuskan bahwa persidangan perceraian harus tertutup untuk umum
sebab orang lain tidak boleh mengetahui hal-hal yang menyangkut masalah keluarga. Dalam
pasal 6 diatur tentang kemungkinan pihak kejaksaan berperan dalam mengajukan gugatan ke
peradilan Keluarga. Menurut Pasal 18, selama persidangan berlangsung pengadilan harus ikut
aktif mendamaikan kedua belah pihak yang berperkara, dan dalam upaya perdamaian hakim
harus memiliki dua hal:
Oleh karena menurut ketentuan hak talak ada pada suami, maka sering timbul
permasalahan, apakah pernyataan talak terhadap isteri tersebut harus dinyatakan secara
kinayah atau sharih? Untuk menjawab masalah ini, menurut pasal 21 Undangundang Nomor
1 Tahun 2000 pernyataan talak itu harus dilakukan secara sharih, kecuali dibarengi dengan
bukti yang kuat atau dengan saksi.8
8
Anwar Al-‘Amri Wasi, Ushulu al-Muroofa’aati Asysyariyyati fii Masaaili al Ahwaali Asyakhsyiyyati, cetakan ke
tujuh, Iskandariyah, Mesir, 1989, Hal. 63