Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya


lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tembus. Walaupun tehnik
diagnostik baru sudah banyak dipakai, misalnya Computed Tomografi, namun trauma
tumpul abdomen masih merupakan tantangan bagi ahli klinik.diagnosa dini
diperlukan untuk pengelolaan secara optimal. Evaluasi awal sangat bermanfaat tetapi
terkadang cukup sulit karena adanya jejas yang tidak jelas pada area lain yang terkait.
Di Eropa, sebagian besar trauma abdomen disebabkan oleh trauma tumpul, terutama
karena kecelakaan lalu lintas, terjatuh, kekerasan, kekerasan terhadap diri sendiri.
Luka tembus, luka tembak, paling sering terjadi di Amerika Serikat sedangkan luka
tusuk lebih umum terjadi di Finlandia dan Afrika Selatan. Pasien mungkin juga
memiliki trauma organ abdomen dalam bahkan jika luka tikam atau luka tembak
masuk di luar daerah perut depan, seperti di punggung, pinggang, pantat, perineum,
paha atas, dada bawah atau setelah lengan. Penatalaksanaan trauma abdomen sampai
sekarang masih merupakan bahan diskusi dalam Ilmu Bedah, dari tindakan yang
konservatif sampai tindakan yang radikal. Akhir-akhir ini terdapat kecenderungan
untuk lebih selektif dalam melakukan tindakan laparotomi pada trauma abdomen.
Kematian pada trauma abdomen tidak hanya ditentukan oleh beratnya trauma atau
adanya trauma penyerta, tetapi juga oleh keterlambatan dalam menegakkan diagnosis.
Kematian biasanya disebabkan oleh perdarahan atau peradangan dalam rongga
peritoneum. Angka kematian ini dapat diturunkan melalui upaya pencegahan trauma
dan penanggulangan optimal yang diberikan sedini mungkin pada korbannya. (Hudak
& Gallo, 2001)

Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya jejas atau ruftur
dibagian dalam abdomen, terjadi perdarahan intra abdominal. Apabila trauma terkena
usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus tidak normal dan biasanya akan

1
mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena).
Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah trauma. Cedera
serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding abdomen.
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen yaitu: Nyeri Nyeri
dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian
yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas. Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh
iritasi. Cairan atau udara dibawah diafragma Nyeri disebelah kiri yang disebabkan
oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi rekumben. Mual dan
muntah Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah) Yang disebabkan oleh
kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi. (Hudak & Gallo, 2001)

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui asuhan keperawatann pada pasien gawat darurat trauma tumpul
abdomen.

1.2.2 Tujuan Khusus

1.2.2.1 untuk mengetahui defenisi trauma tumpul abdomen.

1.2.2.2 untuk mengetahui etiologi trauma tumpul abdomen

1.2.2.3 untuk mengetahui manifestasi trauma tumpul abdomen

1.2.2.4 untuk mengetahui klasifikasi trauma tumpul abdomen

1.2.2.5 untuk mengetahui patofisiologi trauma tumpul abdomen

1.2.2.6 untuk mengetahui komplikasi trauma tumpul abdomen

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi trauma abdomen


Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang
terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang
menusuk (Ignativicus & Workman, 2010). Trauma abdomen dibagi menjadi dua
tipe yaitu trauma tumpul abdomen dan trauma tembus abdomen serta
trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang
dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme,
kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ. Trauma abdomen
didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara diafragma
dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk. Trauma
merupakan penyebab kematian tersering ketiga pada populasi umum setelah
penyakit kardiovaskular dan kanker (Brunner & Suddarth, 2015).

2.2 Etiologi
Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak
diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan,
deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma
ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang
menyebabkan kerusakan yang besar di dalam abdomen. Selain luka tembak, trauma
abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit
menyebabkan trauma pada organ internal di abdomen.

3
Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :

a. Paksaan /benda tumpul


Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka
tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan,
kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan,
deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas.
b. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum.
Disebabkan oleh: luka tembak yang menyebabkan kerusakan yang besar di dalam
abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka
tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal
diabdomen.

2.3 Mekanisme Trauma Tumpul Abdomen


Pada trauma tumpul abdomen, cedera pada organ intra abdomen
bergantung pada mekanisme cedera dan organ yang terlibat. Organ yang
terlibat contohnya organ berhubungan dengan lokasi anatomis, organ padat atau
organ berongga, terfiksir atau mobile. Berbagai macam mekanisme cedera dapat
dikaitkan dengan trauma tumpul, tetapi sebagian besar disebabkan oleh kecelakaan
lalu lintas dan jatuh (Smeltzer, 2001).
Ada beberapa mekanisme cedera pada trauma tumpul abdomen yang dapat
menyebabkan cedera organ intra abdomen, yaitu :
a. Benturan langsung terhadap organ intra abdomen diantara dinding abdomen
anterior dan posterior (Smeltzer, 2001).
b. Cedera avulsi yang diakibatkan oleh gaya deselerasi pada kecelakaan
dengan kecepatan tinggi atau jatuh dari ketinggian. Gaya deselerasi dibagi
menjadi deselerasi horizontal dan deselerasi vertikal. Pada mekanisme ini
terjadi peregangan pada struktur-struktur organ yang terfiksir seperti pedikel

4
dan ligament yang dapat menyebabkan perdarahan atau iskemik (Smeltzer,
2001).
c. Terjadinya closed bowel looppada disertai dengan peningkatan tekanan
intraluminal yang dapat menyebabkan rupture organ berongga (Smeltzer, 2001).
d. Laserasi organ intraabdomen yang disebabkan oleh fragmen tulang (fraktur
pelvis, fraktur costa) (Smeltzer, 2001).
e. Peningkatan tekanan intraabdomen yang masif dan mendadak dapat
menyebabkan ruptur diafragma bahkan ruptur kardiak (Smeltzer, 2001).

2.4 Manifestasi Klinis


a. Trauma tembus abdomen (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga
peritonium):
1) Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2) Respon stres simpatis
3) Perdarahan dan pembekuan darah
4) Kontaminasi bakteri
5) Kematian sel
Jika abdomen mengalami luka tusuk, usus yang menempati sebagian besar rongga
abdomen akan sangat rentan untuk mengalami trauma penetrasi. Secara umum organ-
organ padat berespon terhadap trauma dengan perdarahan. Sedangkan organ
berongga bila pecah mengeluarkan isinya dalam hal ini bila usus pecah akan
mengeluarkan isinya ke dalam rongga peritoneal sehingga akan mengakibatkan
peradangan atau infeksi
a. Trauma tumpul abdomen (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga
peritonium) ditandai dengan:
1) Kehilangan darah.
2) Memar/jejas pada dinding perut.
3) Kerusakan organ-organ.
4) Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding perut.
5) Iritasi cairan usus

5
Menurut Scheets (2002), secara umum seseorang dengan trauma abdomen
menunjukkan manifestasi sebagai berikut :
1. Laserasi, memar,ekimosis
2. Hipotensi
3. Tidak adanya bising usus
4. Hemoperitoneum
5. Mual dan muntah
6. Adanya tanda “Bruit” (bunyi abnormal pd auskultasi pembuluh darah,
biasanya pd arteri karotis),
7. Nyeri
8. Pendarahan
9. Penurunan kesadaran
10. Sesak
11. Tanda Kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan
limfa.Tanda ini ada saat pasien dalam posisi recumbent.
12. Tanda Cullen adalah ekimosis periumbulikal pada perdarahan peritoneal
13. Tanda Grey-Turner adalah ekimosis pada sisi tubuh (pinggang) pada
perdarahan retroperitoneal.
14. Tanda coopernail adalah ekimosis pada perineum,skrotum atau labia pada
fraktur pelvis
15. Tanda balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada kuadran kiri
atas ketika dilakukan perkusi pada hematoma limfe

2.5 Klasifikasi
Berdasarkan mekanisme trauma, dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Trauma tumpul (blunt injury)
Suatu pukulan langsung, misalkan terbentur stir ataupun bagian pintu mobil yang
melesak ke dalam karena tabrakan, bisa menyebabkan trauma kompresi ataupun
crush injury terhadap organ viscera. Hal ini dapat merusak organ padat maupun organ
berongga, dan bisa mengakibatkan ruptur, terutama organ-organ yang distensi

6
(misalnya uterus ibu hamil), dan mengakibatkan perdarahan maupun peritornitis.
Trauma tarikan (shearing injury) terhadap organ viscera sebenarnya adalah crush
injury yang terjadi bila suatu alat pengaman (misalnya seat belt jenis lap belt ataupun
komponen pengaman bahu) tidak digunakan dengan benar. Pasien yang cedera pada
suatu tabrakan motor bisa mengalami trauma decelerasi dimana terjadi pergerakan
yang tidak sama antara suatu bagian yang terfiksir dan bagian yang bergerak, seperti
rupture lien ataupun ruptur hepar (organ yang bergerak) dibagian ligamentnya (organ
yang terfiksir). Pemakaian air-bag tidak mencegah orang mengalami trauma
abdomen. Pada pasien-pasien yang mengalami laparotomi karena trauma tumpul,
organ yang paling sering kena adalah lien (40-55%), hepar (35-45%), dan usus (5-
10%). Sebagai tambahan, 15% nya mengalami hematoma retroperitoneal.
b. Trauma tajam (penetration injury)
Luka tusuk ataupun luka tembak (kecepatan rendah) akan mengakibatkan kerusakan
jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Luka tembak dengan kecepatan tinggi
akan menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar terhadap organ viscera,
dengan adanya efek tambahan berupa temporary cavitation, dan bisa pecah menjadi
fragmen yang mengakibatkan kerusakan lainnya. Luka tusuk tersering mengenai
hepar (40%), usus halus (30%), diafragma (20%), dan colon (15%). Luka tembak
menyebabkan kerusakan yang lebih besar, yang ditentukan oleh jauhnya perjalanan
peluru, dan berapa besar energy kinetiknya maupun kemungkinan pantulan peluru
oleh organ tulang, maupun efek pecahan tulangnya. Luka tembak paling sering
mengenai usus halus (50%), colon (40%), hepar (30%) dan pembuluh darah
abdominal (25%).
Trauma pada abdomen dibagi lagi menjadi 2 yaitu trauma pada dinding abdomen dan
trauma pada isi abdomen.
a. Trauma pada dinding abdomen
Trauma dinding abdomen dibagi menjadi kontusio dan laserasi.
1. Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi.

7
Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan
terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa
darah dapat menyerupai tumor.
2. Laserasi, jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga
abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.
b. Trauma pada isi abdomen
Sedangkan trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2015)
terdiri dari:
1. Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada
dinding abdomen.
2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
3. Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau
sayap kanan dan hati harus dieksplorasi

2.6 Patofisiologi
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan
lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian), maka
beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor-faktor fisik dari
kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi
berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh.
Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh
yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari
permukaan yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada
elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan
untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan
jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh
menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut. Beratnya trauma yang

8
terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati
ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya
trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat
terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :
a. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya
tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak
benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ
berongga.
b. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan
vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
c. Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya
robek pada organ dan pedikel vaskuler
2.7 Komplikasi
a. Trombosis Vena
b. Emboli Pulmonar
c. Stress ulserasi dan perdarahan
d. Pneumonia
e. Tekanan ulserasi
f. Atelektasis
g. Sepsis
2.8 Pemeriksaan diagnostik
a. Trauma Tumpul
1. Diagnostik Peritoneal Lavage
DPL adalah prosedur invasive yang bisa cepat dikerjakan yang bermakna merubah
rencana untuk pasien berikutnya ,dan dianggap 98 % sensitive untuk perdarahan
intraretroperitoneal.Harus dilaksanakan oleh team bedah untuk pasien dengan trauma
tumpul multiple dengan hemodinamik yang abnormal, terutama bila dijumpai :
a. Perubahan sensorium-trauma capitis, intoksikasi alcohol, kecanduan obat-
obatan.
b. Perubahan sensasi trauma spinal

9
c. Cedera organ berdekatan-iga bawah, pelvis, vertebra lumbalis
d. Pemeriksaan diagnostik tidak jelas
e. Diperkirakan aka nada kehilangan kontak dengan pasien dalam waktu yang
agak lama, pembiusan untuk cedera extraabdominal, pemeriksaan X-Ray yang
lama misalnya Angiografi
f. Adanya lap-belt sign (kontusio dinding perut) dengan kecurigaan trauma
usus
DPL juga diindikasikan pada pasien dengan hemodinamik normal nilai dijumpai hal
seperti di atas dan disini tidak memiliiki fasilitas USG ataupun CT Scan. Salah satu
kontraindikasi untuk DPL adalah adanya indikasi yang jelas untuk laparatomi.
Kontraindikasi relative antara lain adanya operasi abdomen sebelumnya, morbid
obesity, shirrosis yang lanjut, dan adanya koagulopati sebelumnya. Bisa dipakai
tekhnik terbuka atau tertutup (Seldinger ) di infraumbilikal oleh dokter yang terlatih.
Pada pasien dengan fraktur pelvis atau ibu hamil, lebih baik dilakukan supraumbilikal
untuk mencegah kita mengenai hematoma pelvisnya ataupun membahayakan uterus
yang membesar. Adanya aspirasi darah segar, isi gastrointestinal, serat sayuran
ataupun empedu yang keluar, melalui tube DPL pada pasien dengan henodinamik
yang abnormal menunjukkan indikasi kuat untuk laparatomi. Bila tidak ada darah
segar (>10 cc) ataupun cairan feses ,dilakukan lavase dengan 1000cc Ringer Laktat
(pada anak-anak 10cc/kg). Sesudah cairan tercampur dengan cara menekan maupun
melakukan rogg-oll, cairan ditampung kembali dan diperiksa di laboratorium untuk
melihat isi gastrointestinal ,serat maupun empedu. (American College of Surgeon
Committee of Trauma, 2004 : 149-150) Test (+) pada trauma tumpul bila 10 ml atau
lebih darah makroskopis (gross) pada aspirasi awal, eritrosit > 100.000 mm3, leukosit
> 500/mm3 atau pengecatan gram (+) untuk bakteri, bakteri atau serat. Sedangkan bila
DPL (+) pada trauma tajam bila 10 ml atau lebih darah makroskopis (gross) pada
aspirasi awal,sel darah merah 5000/mm3 atau lebih. (Scheets, 2002 : 279-280)
2. FAST (Focused Assesment Sonography in Trauma)
Individu yang terlatih dengan baik dapat menggunakan USG untuk mendeteksi
adanya hemoperitoneum. Dengan adanya peralatan khusus di tangan mereka yang

10
berpengalaman, ultrasound memliki sensifitas, specifitas dan ketajaman untuk
meneteksi adanya cairan intraabdominal yang sebanding dengan DPL dan CT
abdomen Ultrasound memberikan cara yang tepat, noninvansive, akurat dan murah
untuk mendeteksi hemoperitorium, dan dapat diulang kapanpun. Ultrasound dapat
digunakan sebagai alat diagnostik bedside dikamar resusitasi, yang secara bersamaan
dengan pelaksanaan beberapa prosedur diagnostik maupun terapeutik lainnya.
Indikasi pemakaiannya sama dengan indikasi DPL. (American College of Surgeon
Committee of Trauma, 2004 : 150)
a) Computed Tomography (CT)
Digunakan untuk memperoleh keterangan mengenai organ yang mengalami
kerusakan dan tingkat kerusakannya, dan juga bisa untuk mendiagnosa trauma
retroperineal maupun pelvis yang sulit di diagnosa dengan pemeriksaan fisik, FAST,
maupun DPL. (American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 151)

b. Pemeriksaan Radiologi
1. Pemeriksaan X-Ray untuk screening trauma tumpul
Rontgen untuk screening adalah Ro-foto cervical lateral, Thorax AP dan pelvis AP
dilakukan pada pasien trauma tumpul dengan multitrauma. Rontgen foto abdomen
tiga posisi (telentang, setengah tegak dan lateral decubitus) berguna untuk melihat
adanya udara bebas dibawah diafragma ataupun udara di luar lumen
diretroperitoneum, yang kalau ada pada keduanya menjadi petunjuk untuk dilakukan
laparatomi. Hilangnya bayangan psoas menunjukkan kemungkinan cedera
retroperitoneal.
2. Pemeriksaan dengan kontras yang khusus
a) Urethrografi
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, harus dilakukan urethrografi
sebelum pemasangan kateter urine bila kita curigai adanya ruptur urethra.
Pemeriksaan urethrografi digunakan dengan memakai kateter no.# 8-F dengan balon
dipompa 1,5-2cc di fossa naviculare. Dimasukkan 15-20 cc kontras yang diencerkan.
Dilakukan pengambilan foto dengan projeksi oblik

11
dengan sedikit tarikan pada pelvis.
b) Sistografi
Rupture buli-buli intra- ataupun ekstraperitoneal terbaik ditentukan dengan
pemeriksaan sistografi ataupun CT-Scan sistografi. Dipasang kateter urethra dan
kemudian dipasang 300 cc kontras yang larut dalam air pada kolf setinggi 40 cm
diatas pasien dan dibiarkan kontras mengalir ke dalam bulu-bulu atau sampai (1)
aliran terhenti (2) pasien secara spontan mengedan, atau (3) pasien merasa sakit.
Diambil foto rontgen AP, oblik dan foto post-voiding. Cara lain adalah dengan
pemeriksaan CT Scan (CT cystogram) yang terutama bermanfaat untuk mendapatkan
informasi tambahan tentang ginjal maupun tulang pelvisnya. (American College of
Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 148)
c) CT Scan/IVP
Bilamana ada fasilitas CT Scan, maka semua pasien dengan hematuria dan
hemodinamik stabil yang dicurigai mengalami sistem urinaria bisa diperiksa dengan
CT Scan dengan kontras dan bisa ditentukan derajat cedera ginjalnya. Bilamana tidak
ada fasilitas CT Scan, alternatifnya adalah pemeriksaan Ivp.Disini dipakai dosis
200mg J/kg bb kontras ginjal. Dilakukan injeksi bolus 100 cc larutan Jodine 60%
(standard 1,5 cc/kg, kalau dipakai 30% 3,0 cc/kg) dengan 2 buah spuit 50 cc yang
disuntikkan dalam 30-60 detik. 20 menit sesudah injeksi bila akan memperoleh
visualisasi calyx pada X-Ray. Bilamana satu sisi non-visualisasi, kemungkinan
adalah agenesis ginjal, thrombosis maupun tertarik putusnya a.renalis, ataupun
parenchyma yang mengalami kerusakan massif. Nonvisualisasi keduanya
memerlukan pemeriksaan lanjutan dengan CT Scan + kontras, ataupun arteriografi
renal atau eksplorasi ginjal; yang mana yang diambil tergantung fasilitas yang
dimiliki.
d) Gastrointestinal
Cedera pada struktur gastrointestinal yang letaknya retroperitoneal (duodenum, colon
ascendens, colon descendens) tidak akan menyebabkan peritonitis dan bisa tidak
terdeteksi dengan DPL. Bilamana ada kecurigaan, pemeriksaan dengan CT Scan
dengan kontras ataupun pemeriksaan RO-foto untuk upper GI Track ataupun GI tract

12
bagian bawah dengan kontras harus dilakukan.(American College of Surgeon
Committee of Trauma,2004:149).
c. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri
2. Penurunan hematokrit/hemoglobin
3. Peningkatan Enzim hati: Alkaline fosfat,SGPT,SGOT,
4. Koagulasi : PT,PTT
5. MRI
6. Angiografi untuk kemungkinan kerusakan vena hepatik
7. CT Scan
8. Radiograf dada mengindikasikan peningkatan diafragma, kemungkinan
pneumothorax atau fraktur tulang rusuk VIII-X.
9. Scan limfa
10. Ultrasonogram
11. Peningkatan serum atau amylase urine
12. Peningkatan glucose serum
13. Peningkatan lipase serum
14. DPL (+) untuk amylase
15. Penigkatan WBC
16. Peningkatan amylase serum
17. Elektrolit serum
18. AGD
(ENA,2000:49-55)
2.9 Penatalaksanaan gawat darurat
a. Pre Hospital
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa,
harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin
harus melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya,
maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada
indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.

13
1. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan
teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa
adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan,
makanan, darah atau benda asing lainnya.
2. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara
‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas
atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme
dan adekuat tidaknya pernapasan).
3. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak
adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi,
lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam
RJP adalah 30 : 2 (30 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).
Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
1. Stop makanan dan minuman
2. Imobilisasi
3. Kirim kerumah sakit.
4. Kirim ke rumah sakit.
b. Hospital
1. Penanganan pada trauma benda tumpul:
a. Pengambilan contoh darah dan urine
Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan
laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti
pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa, amilase.
b. Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks anteroposterior dan pelvis adalah
pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multi trauma,
mungkin berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retroperitoneum

14
atau udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi
segera.
c. Study kontras urologi dan gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens atau
decendens dan dubur (Hudak & Gallo, 2005).

15
BAB III

KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN

Tn A usia 50 tahun, pekerjaan pegawai swasta, mengalami kecelakaan tunggal datang


ke UGD RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru diantar oleh warga. Dari pengakuan warga
Tn A mengendarai sepeda motor dan menabrak trotoar jalan dengan bagian perut
menghantam stang motor. Kaki dan tangan mengalami lecet. Saat kecelakaan klien
menggunakan helm, pasien dalam keadaan sadar, tampak lemah dan pucat, nafasnya
sesak, dan sedikit gelisah, klien tampak berkeringat. Saat ditanya oleh warga klien
mengeluhkan nyeri didaerah perut. Saat dilakukan pengkajian TD : 90/60 mmHg, N :
105 x/mnt, S : 37, 5 C, RR : 23 x/mnt. Skala nyeri : 8. Tidak terdapat penumpukkan
secret dijalan nafas, menggunakan otot bantu pernafasan, suara nafas vesikuler.
Terdapat laserasi dan memar didaerah perut. Pada saat di inpeksi perut sedikit
membesar dan pada saat di palpasi perut tegang, saat diperkusi terdapat cairan
intraabdominal, saat di auskultasi bising usus tidak teraba. sklera tidak ikterik dan
konjungtiva anemis. Pupil kiri dan kanan simetris. CRT kembali dalam 3 detik. Tidak
sianosis. Akral dingin, turgor kulit tidak elastis. Pemeriksaan laboratorium Hb : 10,2
g/dl, leukosit 9,75.103 /uL, trombosit 334.103/ uL, hematocrit 33,3 %. pasien masih
merasakan nyeri dan perawat melakukan pengkajian nyeri : P : saat terbentur, Q :
seperti tertekan dan teriris-iris, R : nyeri dirasakan diseluru abdomen, S : skala nyeri
8, T : terus-menerus. Pasien di indikasikan rontgen dan tindakan laparotomy.

A. INFORMASI UMUM
Nama : Tn A
Tanggal lahir :-
Suku bangsa : -
Umur : 50 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal masuk :-
Dari atau rujukan : -

16
No MR :-

B. PENGKAJIAN PRIMER
Airway (A) : Tidak ada sumbatan jalan nafas, jalan nafas bersih dan paten

Breathing (B) : RR : 23 x/mnt, menggunakan otot bantu nafas, suara nafas vesikuler
dan pasien terlihat sesak.
Circulation (C): N : 105 x/mnt, TD : 90/60 mmHg, CRT kembali dalam 3 detik,
akral dingin, tampak lemah dan pucat. Turgor kulit tidak elastis, tidak sianosis, Hb :
10,2 g/dl, hematocrit 33,3 %.
Disability (D) : Kesadaran (compos mentis), gelisah, merasakan nyeri pengkajian
nyeri : P : saat terbentur, Q : seperti tertekan dan teriris-iris, R : nyeri dirasakan
diseluru abdomen, S : skala nyeri 8, T : terus-menerus.
Kesadaran : Composmentis
Kekuatan otot : -
Pupil : sclera tidak ikterik dan konjungtiva anemis. Pupil kiri dan kanan simetris

Exposure (E) : Terdapat laserasi dan memar didaerah perut

Folay Cateter (F ) :-
 Lama pemakaian :-
 Ukuran :-

Gastric Tube (G) :-


 Lama pemakaian :-
 Ukuran :-

Heart monitor (H) :-

C. RIWAYAT KESEHATAN SEBELUMNYA

17
Tidak terdapat dalam kasus

D. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


Tidak terdapat dalam kasus
E. PEMERIKSAAN FISIK (HEAD TO TOE)
1. Kepala dan rambut
Saat kecelakaan pasien menggukan helm, rambut hitam, tidak terdapat cedera kepala,
tidak terdapat hematoma maupun jejas.
2. Mata
Seklera ikterik, konjungtiva anemis, pupil kiri dan kanan simetris
3. Hidung
Bentuk simetris, tidak polip maupun secret
4. Telinga
Simetris kiri dan kanan, tidak penumpukan serumen, dan tidak menggunakan alat
bantu pendengaran
5. Mulut
Tidak ada perdarahan gusi, tidak terdapat lesi dan tidak menggunakan gigi palsu
6. Leher
Tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid
7. Dada/ Thorax
Dada simetris, nafas vesikuler, RR: 23x/m, pasien terlihat sesak danmnggunakan otot
bantu pernafasan pada jantung tidak ada suara jantung tambahan
8. Abdomen
Perut terlihat membesar, terdapat laserasi dan memar, pada saat dipalpasi perut
tegang, pada saat di perkusi terdapat cairan intraabdominal, pada saat aulkustasi
bising usus tidak terdengar dan nyeri didaerah abdomen. nyeri pengkajian nyeri : P :
saat terbentur, Q : seperti tertekan dan teriris-iris, R : nyeri dirasakan diseluru
abdomen, S : skala nyeri 8, T: terus-menerus.
9. Genitalia

18
Tidak dilakukan pemeriksaan fisik secara langsung tetapi data didapatkan dari pasien,
pasien mengatakan genitalia bersih dan tidak terpasang kateter
10. Rektum/Anal
Tidak dilakukan pemeriksaan fisik secara langsung tetapi data didapatkan dari pasien,
pasien mengatakan tidak terdapat benjolan atau kelainan pada rectal
11. Kuku dan kulit
CRT kmbali dlam 3 detik, tidak sianosis, akral dingin, turgor kulit tidak elastis
12. Ektremitas
Kaki dan tangan mengalami lecet
F. AKTIFITAS ISTIRAHAT DAN KENYAMANAN

G. NUTRISI, CAIRAN, DAN ELIMINASI


1. Intake oral / enteral : -
a. Makan :-
b. Minum :-
2. Parenteral :-
3. Eliminasi :-
a. Urin :-
b. Bab :-

H. HASIL PEMERIKSAAN LABORATPRIUM DAN DIAGNOSTIC


1. Hasil Laboraturium
Hb : 10,2 g/dl,
leukosit 9,75.103 /uL,
trombosit 334.103/ uL,
hematocrit 33,3 %
2. Hasil radiologi ( CT-Scan, X-Ray, MRI, USG, EKG)
Pasien di indikasikan rontgen dan tindakan laparotomy.
3. Hasil EKG terbaru.

19
FORMAT ANALISA DATA

NO DATA PENUNJANG ETIOLOGI MASALAH


KEPERAWATAN
1. DS : warga mengatakan Kecelakaan motor Kekurangan volume
bagian perut menghantam cairan
stang motor, Trauma abdomen
DO : pada saatdi inpeksi
perut sedikit membesar Kompensasi organ
dan pada saat di palpasi abdomen
perut tegang, saat
diperkusi terdapat cairan Perdarahan
intraabdominal, intraabdomen
Pasien tampak lemah dan
pucat, pasien tampak Penurunan sel darah
berkeringat, CRT kembali
dalam 3 detik, lasersi dan Kemungkinan syok
memar daerah peut, tidak terjadi
terdengar bising usus,
akral teraba dingin, turgor Kekurangan volume
kulit tidak elastis cairan
TD : 90/60 mmHg
S : 37, 5 C
Hb: 10,2 gr/dl
Hematocrit: 33,3%
Td: 90/60 mmHg

2. DS: saat ditanya oleh Trauma tumpul Nyeri Akut


warga pasien mengeluh
nyeri pada bagian Perdarahan

20
abdomen. intraabdomen
DO: pengkajian nyeri : P :
saat terbentur, Q : seperti Peningkatan tekanan
tertekan dan teriris-iris, R abdomen
: nyeri dirasakan diseluru
abdomen, S : skala nyeri Menekankan saraf
8, T: terus-menerus. peritoneum
Pasien sedikit gelisah dan
berkeringat. Respon nyeri

Nyeri akut

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif (perdarahan
intraabdomen) ditandai oleh kelemahan, peningkatan frekuensi nadi, hematocrit,
peningkatan suhu tubuh, penurunan tekanan darah, turgor kulit tidak elastis
2. Nyeri Akut b.d agen cidera fisik (trauma/abdomen) ditandai oleh keluhan
tentang adanya nyeri, gelisah, adanya bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar
periksa nyeri.

FORMAT RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NO NOC NIC
Menajeman Aktifitas
1. Setelah dilakukan tindakan 1. Menajeman 1. Kaji tanda-tanda
keperawatan selama 1x 24jam elektrolit/cairan vital untuk
didapatkan perubahan kriteria mengidentifikasi deficit
hasil: volume cairan
1. Keseimbangan cairan 2. Pantau cairan

21
- TD (sangat terganggu parenteral dengan
menjadi tidak terganggu) elektrolit, antibiotic
- Turgor kulit (sangat danvitamin
terganggu menjadi tidak 3. Berikan cairan
terganggu) parenteral sesuai indikasi
- Hematocrit (sangat atau IV
terganggu menjadi tidak 4. Kaji tetesan infus
terganggu) 5. Pantau kondisi
cairan tubuh terus
menerus dan perhatikan
ttv apabila terjadi
perubahan beritahu
dokter
6. Pantau jumlah
intake dan output

1. Monitor tanda-
2. Manajemen tanda vital pasien
syok/ perdarahan 2. Ambil gas darah
arteri dan monitor
oksigenisasi jaringan
3. pasang dan
pertahankan cairan
intravena
4. monitor status
hemodinamic pasien
5. apabila kondisi
cairan memburuk dna

22
pasien banyak
kehilangan darah,
indikasikan pemberian
tranfusi darah untuk
menggantikan darah yg
banyak keluar
(kolaborasi)
6. mengganti cairan
dan elektrolit secara
adekuat dan cepat
7. berikan dukungan
emosi pada pasien dan
keluara, dorong harapan
yg realistis
2 Setelah dilakukan tindakan 1. Menajemen 1. Lakukan
keperawatan selama 1x 24jam nyeri pengkajian nyeri
didapatkan perubahan kriteria komprehensif meliputi
hasil: lokasi, karakteristik,
1. Tingkat nyeri durasi, frekuensi,
- Nyeri dilaporkan dari intensitas dan factor
berat ke ringan pencetus.
- Panjangnya episode 2. Kurangi factor-
nyeri dari berat ke ringan faktor yang dapat
- Mengeluarkan keringan mencetuskan atau
dari cukup berat ke tidak ada meningkatkan rasa nyeri
3. Pilih dan
2. Tingkat implementasikan
ketidaknyamanan tindakan yang beragam
- Nyeri dari berat (misalnya farmakologi,

23
menjadi ringan non farmakologi,
- Sesak napas dari cukup interpersonal) untuk
berat ke tidak ada memfasilitasi penurunan
nyeri sesuai dengan
kebutuhan.
4. Dorong pasien
untuk memonitor nyeri
dan menangani nyerinya
dengan tepat
5. Ajarkan teknik
non farmakologi (seperti
teknik relaksasi)
6. Berikan individu
penurun nyeri yang
optimal dengan
peresapan analgesic
7. Beritahu dokter
jika tindakan tidak
berhasil atau tindakan
pasien saat ini berubah
seknifikan dari
pengalaman nyeri
sebelumnya

24
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Trauma abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang
dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme,
kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ. Trauma pada abdomen
disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu : paksaan/benda tumpul dan trauma
tembus. Ada beberapa manifestasi klinis pada trauma abdomen, yakni: trauma
tembus abdomen (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium), trauma
tumpul abdomen (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
Penatalaksanaan gawat darurat pada trauma abdomen terdiri dari pre hospital
(Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa,
harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian), dan Hospital terdiri
dari pengambilan contoh darah dan urine, pemeriksaan rontgen, dan study kontras
urologi dan gastrointestinal
4.2 Saran
Diharapkan kepada tenaga kesehatan dengan adanya pemaparan teori ini dapat
menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen. Kritik dan
saran sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini

25
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 2. Ed. 8.
EGC: Jakarta.
Docthwrman, Joanne McCloskey. (2004). Nursing Interventions Classification. St
Louis, Mossouri, Elsevier inc.
Hudak & Gallo. (2005). Keperawatan Kritis. Edisi VI. Jakarta: EGC
Ignatavicius, D. D., & Workman, m. L. (2010). Medical -Surgical Nursing: Clients –
Centered Collaborative Care. Sixth Edition, 1 & 2 . Missouri: Saunders
Elsevier.

Smeltzer, S, C. & Bare, B, G. (2002). Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical-


Surgical Nursing. Edition 8. Alih Bhasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC

Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., Pradipta., E. (2014). Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi 4, Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius

26

Anda mungkin juga menyukai