Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

KEHAMILAN DENGAN HIPERTIROID


Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Internsip Dokter Indonesia

Disusun oleh :

dr. Fadhil M Farreyra

Pembimbing :

dr. Riskhan Virnia, Sp. OG

Pendamping :

dr. Hj. Nanie Rosanty, M. Kes

dr. Neni Hartati, Sp.OG

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD BENGKALIS
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

Kelainan tiroid merupakan kelainan endokrin tersering kedua yang


ditemukan selama kehamilan. Berbagai perubahan hormonal dan metabolik terjadi
selama kehamilan, menyebabkan perubahan kompleks pada fungsi tiroid
maternal. Hipertiroid adalah kelainan yang terjadi ketika kelenjar tiroid
menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan dari kebutuhan tubuh.1
Disfungsi tiroid autoimun umumnya menyebabkan hipertiroidisme dan
hipotiroidisme pada wanita hamil. Kelainan endokrin ini sering terjadi pada
wanita muda dan dapat mempersulit kehamilan. Sekitar 90% dari hipertiroidisme
disebabkan oleh penyakit Grave, struma nodusa toksik baik soliter maupun
multipel dan adenoma toksik. Penyakit Grave pada umumnya ditemukan pada
usia muda yaitu antara 20 sampai 40 tahun, sedang hipertiroidisme akibat struma
nodusa toksik ditemukan pada usia yang lebih tua yaitu antara 40 sampai 60
tahun. Oleh karena penyakit Grave umumnya ditemukan pada masa subur, maka
hampir selalu hipertiroidisme dalam kehamilan adalah hipertiroidisme Grave,
walaupun dapat pula disebabkan karena tumor trofoblas, molahidatidosa, dan
struma ovarii. Prevalensi hipertiroidisme di Indonesia belum diketahui. Di Eropa
berkisar antara 1 sampai 2 % dari semua penduduk dewasa. Hipertiroidisme lebih
sering ditemukan pada wanita daripada laki-laki dengan ratio 5:1. Kejadiannya
diperkirakan 2:1000 dari semua kehamilan, namun bila tidak terkontrol dapat
menimbulkan krisis tiroid, persalinan prematur, abortus dan kematian janin.
Tiroiditis postpartum adalah penyakit tiroid autoimun yang terjadi selama tahun
pertama setelah melahirkan. Penyakit ini memberikan gejala tirotoksikosis
transien yang diikuti dengan hipotiroidisme yang biasanya terjadi pada 8-10%
wanita setelah bersalin. 2,3
Pengelolaan penderita hipertiroidisme dalam kehamilan memerlukan
perhatian khusus, oleh karena baik keadaan hipertiroidismenya maupun
pengobatan yang diberikan dapat memberi pengaruh buruk terhadap ibu dan janin.

2
BAB II
STATUS PASIEN

Identitias Pasien
Nama : Ny. NA
Umur : 26 Tahun
Pendidikan : D3
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku : Melayu
Alamat : Jl. Pramuka –Bengkalis
No. MR : xxx949
Tanggal MRS : 08-03-2019 pukul 14.24

1. Anamnesis
Keluhan utama : Mau melahirkan dengan keluar air-air
Riwayat Penyakit Sekarang :
- ± 5 Jam sebelum masuk rumah sakit os meengeluh keluar air-air, banyak
nya 1 kali ganti celana jernih. R/ perut mulas menjalar ke pinggang
makin lama makin kuat (+), R/ keluar darah lendir (-), R/ demam (-).
- Os memiliki riwayat hipertiroid yang di derita sejak 5 tahun yang lalu.
Pada waktu pertama kali terdiagnosis hipertiroid berat badan os turun
dari 60kg menjadi 40 kg dalam 1 bulan, jantung berdebar, mata
menonjol, susah tidur, dan tangan bergetar dan berkeringat. Os merasa
keluhan dirasakan setelah os melakukan suntik KB 3 bulan.
- Os sudah berobat mengenai penyakit tiroidnya ke dokter penyakit dalam
dan mendapatkan obat PTU 1x1 tab. Keluhan berkurang namun os lalai
minum obat hingga keluhan kembali lagi sehingga os kembali berobat ke
dokter penyakit dalam lalu diberikan obat PTU 3x1tab. Selama
kehamilan sekarang os diberitahukan untuk mengurangi dosis PTU
menjadi 2x1tab
- BAK (+), BAB (+), kesan normal.

3
Riwayat Penggunaan Obat
- Pasien mengonsumsi obat PTU 2x1 tab selama kehamilan

Riwayat Penyakit Terdahulu


- Tekanan darah tinggi, gula, jantung, asma, dan alergi disangkal
- Hipertiroid (+)

Riwayat Penyakit Keluarga


- Tidak ada riwayat keluarga dengan riwayat penyakit kandungan ataupun
kebidanan.
- Keluarga dengan gangguan kejiwaan disangkal
- Keluarga dengan riwayat alergi disangkal
- Tekanan darah tinggi, gula, jantung, asma disangkal

Riwayat Haid
Menarche : 13 tahun
Lama Haid : 7 hari, teratur
Ganti pembalut : 3 kali sehari
Nyeri haid :-
Banyaknya : Biasa

Riwayat Kehamilan Sekarang


HPHT : 26 Juni 2018
TTP : 3 April 2019

Riwayat Persalinan
P2A0
1. Tahun 2014/ laki-laki/ 2800 gram/ aterm/ Pervaginam/ Bidan/ Rumah
2. Tahun 2016/ perempuan/ 2600 gram/ aterm/ SC/ Dokter Spesialis
Kandungan/ RSUD Bengkalis

4
Riwayat Pernikahan
Menikah 1 x, usia pernikahan 7 tahun.

Riwayat Kontrasepsi
Os mulai menggunakan kontrasepsi sejak tahun 2014
- 2014 – 2015 menggunakan KB Suntik 3 bulan, namun tidak rutin.

Riwayat Operasi
- Operasi 1 x tahun 2016 (SC) atas hipertiroid di RSUD Bengkalis

Riwayat Sosial dan Ekonomi


- Pasien saat ini tinggal dengan suaminya.
- Pasien adalah seorang ibu rumah tangga dan suami pasien bekerja
sebagai wiraswata. Biaya hidup sehari-hari diperoleh dari gaji yang
didapat suami pasien.
- Pasien mengaku tidak pernah mengonsumsi alkohol maupun merokok.
- Hubungan dengan suami, keluarga dan tetangga baik dan tidak ada
masalah. Kehidupan sehari-hari baik.

2. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Compos mentis Anemis : (-)
TD : 130/90 mmHg Ikterus : (-)
HR : 80 x/i, teratur Sianosis : (-)
RR : 20 x/i Edema : (-)
Temperatur : 36,4 ºC

BB : 66 kg TB : 160 cm
IMT : 20,8
Kepala :
Mata : Konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-), eksoftalmus
(+/+), sklera ikterik (-/-), pupil isokor ka=ki, ø3 mm
Mulut : Tonsil tenang T1-T1, faring hiperemis (-),

5
uvula ditengah
Leher

Bentuk : Simetris
KGB : Tidak teraba pembesaran
Trakhea : Lurus di tengah
Kelenjar tiroid : Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan
teraba benjolan ukuran 3x3 cm, ikut bergerak
saat menelan, permukaan rata, nyeri tekan (-),
konsistensi kenyal

Toraks
Pemeriksaan Hasil
Fisik
Inspeksi Simetris fusiformis, pernafasan torako abdominal,
pergerakan otot-otot nafas tambahan (-),

Palpasi Stem fremitus kanan=kiri, kesan normal. Benjolan pada


A mamae (-/-)
Perkusi Sonor pada kedua lapangan paru.
Batas jantung relatif
Atas : ICR III sinistra
Kanan: LSD
Kiri : 2 cm LMCS, ICR V
Auskultasi Paru
SP: vesikuler pada seluruh lapangan paru
ST: -
Jantung
HR 80 x/i, reguler, intensitas kuat, M1>M2, A2>A1,
P2>P1, T1>T2, murmur (-), gallop (-)

ABDOMEN
Pemeriksaan Luar : FUT 2=3 jari dibawah prosesus xiphoideus (29cm)
bagian teratas bokong, posisi janin memanjang,
punggung berada dikanan, persentasi kepala,
penurunan 5/5, His : 1-2x/10’/15”, DJJ: 143 kali/menit,
TBJ : 2480 gram
Vaginal touche : Portio kenyal, effacement 0%, pembukaan 0 cm kepala
dan petunjuk tidak dapat dinilai

6
Ekstremitas : Ekstremitas superior dan inferior dalam batas normal.
Refleks fisiologis dalam batas normal, refleks patologis
tidak dijumpai

3. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (08-03-2019)
Darah Lengkap Kimia klinik
Hemoglobin : 9,0 g/dl SGOT : 20 u/l
Hematokrit : 28,0 % SGPT : 9 u/l
Leukosit : 8000/mm³ Albumin : 2,6 gr%
Trombosit : 216.000/mm³ Ureum : 11 mg%
CT : 3’15’’ Kreatinin : 0,4 mg%
BT : 2’ GDS : 75 mg%
Imunoserologi
HbsAg : Negatif
TPHA : Negatif
Anti HIV : Negatif

Laboratorium (28-12-2018)
Imunoserologi
TSHs : 0,0025 uIU/ml
FT4 : 1,85 ng/dL
Laboratorium (11-08-2018)
TSHs : <0,05 uIU/ml
FT4 : 2,84 ng/dL
Laboratorium (03-04-2018)
FT4 : 3,64 ng/dL
Indeks Wayne

TIDAK
GEJALA SKOR TANDA ADA
ADA
Sesak nafas +1 Pembesaran tiroid +3 −3
Palpitasi +2 Bruit pada tiroid +2 −2
Mudah lelah +2 Eksophtalmus +2
Senang hawa
−5 Retraksi palpebra +2
panas

7
Senang hawa
+5 Palpebra terlambat +4
dingin
Keringat
+3 Hiperkinesis +2
berlebihan
Gugup +2 Telapak tangan lembab +1 −2
Nafsu makan naik +3 Nadi < 80x/menit −3
Nafsu makan
−3 Nadi > 90x/menit +3 −2
turun
Berat badan naik −3 Fibrilasi atrial +4
Berat bedan
+1 SKOR 21
turun
Interpretasi: Hipertiroid
5. Diagnosis
G3P2A0H2 hamil 37-38 minggu belum inpartu KPSW 5 jam + Bekas SC 1x
+ Hipertiroid Terkonrol

6. Penatalaksanaan
- IVFD RL 20 gtt/i macro
- Inj Dexametason 2 x 1 amp
- Inj. Ceftazidim 1gr (sebelum OP
- R/ SC

7. Resume
- Pasien seorang perempuan usia 26 tahun datang dengan keluhan 5 Jam
sebelum masuk rumah sakit os meengeluh keluar air-air, banyak nya 1 kali
ganti celana jernih. R/ perut mulas menjalar ke pinggang makin lama makin
kuat (+), R/ keluar darah lendir (-), R/ demam (-).Os memiliki riwayat
hipertiroid yang di derita sejak 5 tahun yang lalu. Pada waktu pertama kali
terdiagnosis hipertiroid berat badan os turun dari 60kg menjadi 40 kg dalam
1 bulan, jantung berdebar, mata menonjol, susah tidur, dan tangan bergetar
dan berkeringat. Os merasa keluhan dirasakan setelah os melakukan suntik
KB 3 bulan. Os sudah berobat mengenai penyakit tiroidnya ke dokter
penyakit dalam dan mendapatkan obat PTU 1x1 tab. Keluhan berkurang
namun os lalai minum obat hingga keluhan kembali lagi sehingga os
kembali berobat ke dokter penyakit dalam lalu diberikan obat PTU 3x1tab.
Selama kehamilan sekarang os diberitahukan untuk mengurangi dosis PTU

8
menjadi 2x1tab. BAK (+), BAB (+), kesan normal. Os memiliki riwayat
hipertiroid dan rutin minum obat.
Pada Pemeriksaan Fisik ditemukan :
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital :
 Tekanan darah : 130/90 mmHg
 Denyut nadi : 80x/mnt
 Frekuensi Nafas : 20x /mnt
 Suhu : 36,4oC
Mata : Konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-),
eksoftalmus (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor ka=ki, ø3 mm
Kelenjar tiroid : Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan
teraba benjolan ukuran 3x3 cm, ikut bergerak
saat menelan, permukaan rata, nyeri tekan (-),
konsistensi kenyal
Pemeriksaan Luar : FUT 2=3 jari dibawah prosesus xiphoideus (29cm)
bagian teratas bokong, posisi janin memanjang,
punggung berada dikanan, persentasi kepala,
penurunan 5/5, His : 1-2x/10’/15”, DJJ: 143
kali/menit, TBJ : 2480 gram
Vaginal touche : Portio kenyal, effacement 0%, pembukaan 0 cm
kepala dan petunjuk tidak dapat dinilai
Pemeriksaan Penunjang
Imunoserologi
TSHs : 0,0025 uIU/ml
FT4 : 1,85 ng/dL
Laboratorium (11-08-2018)
TSHs : <0,05 uIU/ml
FT4 : 2,84 ng/dL

9
8. Follow Up

Tanggal 09 Maret 2019


S: Nyeri perut (+) pada bekas operasi

O: Kesadaran : compos mentis


KU : Sedang
TD : 120/80 mmHg RR : 20 x/i
HR : 80 x/i T : 36,5°c
Mata : CA (-/-), SI (-/-)
Abdomen:
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (+) pada daerah sekitar bekas
operasi
Perkusi : Timpani
Auskultasi : peristaltik (+) N
BAK: (+) N
BAB: (+) N
A: P3A0 Post SC a.i Hipertiroid + Riwayat SC 1x + KPSW
P: - IVFD RL 20 gtt/i macro
- Ketrofen Supp 1x (extra)
- Durogesic patch 1x (extra)
- PTU 1x1 tab

Tanggal 10 Maret 2019


S: Tidak ada keluhan
O: Kesadaran : compos mentis
KU : Sedang
TD : 120/80 mmHg RR : 20 x/i
HR : 80 x/i T : 36,5°c
Mata : CA (-/-), SI (-/-)
Abdomen:
Inspeksi : Simetris

10
Palpasi : Soepel, NT (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : peristaltik (+) N
BAK: (+) N
BAB: (+) N
A: P3A0 Post SC a.i Hipertiroid + Riwayat SC 1x + KPSW
P: - IVFD RL 20 gtt/i macro
- PTU 1x1 tab

Tanggal 11 Oktober 2018


S: Keluhan (-)
O: Kesadaran : compos mentis
TD : 120/80 mmHg RR : 20 x/i
HR : 20 x/i T : 36,5°c
Abdomen: Soepel, peristaltik (+) N , NT(-)
BAK: (+) N
BAB: (+) N
A: P3A0 Post SC a.i Hipertiroid + Riwayat SC 1x + KPSW
P: - Pasien diperbolehkan pulang
- PTU 1x1 tab

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Fisiologi Tiroid Dalam Kehamilan


Hormon tiroid tetraiodotironin (T4) atau tiroksin dan triiodotironin (T3)
disintesis di dalam folikeltiroid. Thyroid-Stimulating Hormone (TSH)
merangsang sintesis dan pelepasan T3 danT4, yang sebelumnya didahului
dengan pengambilan iodide yang penting untuk sintesis hormon tiroid. Walaupun
T4 disintesis dalam jumlah yang lebih besar, namun di jaringan perifer T4
dikonversi menjadi T3 yang lebih poten melalui proses deiodinasi. Selama
kehamilan normal kadar Thyroid Binding Globulin (TBG) dalam sirkulasi
meningkat sehingga akhirnya T3 dan T4 ikut meningkat.

Hormon tiroid penting untuk perkembangan otak bayi dan sistem saraf.
Selama trimester pertama kehamilan, fetus bergantung pada ibu untuk
menyediakan hormon tiroid melalui plasenta karena fetus tidak dapat
menghasilkan hormon tiroid sendiri sampai trimester kedua. Pada minggu ke-10
sampai 12, kelenjar tiroid fetus mulai berfungsi namun fetus tetap membutuhkan
iodin dari ibu untuk menghasilkan hormon tiroid. TSH dapat dideteksi dalam
serum janin mulai usia kehamilan 10 minggu, tetapi masih dalam kadar yang
rendah sampai usia kehamilan 20 minggu yang mencapai kadar puncak 15 uU
per ml dan kemudian turun sampai 7 uU per ml. Penurunan ini mungkin karena
kontrol dari hipofisis yang mulai terjadi pada usia kehamilan 12 minggu
sampai 1 bulan post natal. Selama trimester kedua dan ketiga, hormon tiroid
disediakan oleh ibu dan fetus, namun lebih banyak oleh ibu.

Selama usia pertengahan kehamilan, didalam cairan amnion dapat


dideteksi adanya T4 yang mencapai puncaknya pada usia kehamilan 25 sampai
30 minggu. Kadar T3 didalam cairan amnion selama awal kehamilan masih
rendah dan berangsur akan meningkat. Tetraiodotironin (T4) didalam tubuh
janin terutama dimetabolisir dalam bentuk reverse T3 (rT3), hal ini dapat
disebabkan karena sistem enzim belum matang. Reverse T3 meningkat terus
dan mencapai kadar puncak pada usia kehamilan 17 sampai 20 minggu. Kadar

12
rT3 didalam cairan amnion dapat dipakai sebagai diagnosis prenatal terhadap
kelainan faal kelenjar tiroid janin. Selama kehamilan, fungsi kelenjar tiroid
maternal bergantung pada tiga faktor independen namun saling terikat, yaitu (a)
peningkatan konsentrasi hCG yang merangsang kelenjar tiroid, (b)
peningkatan ekskresi iodide urin yang signifikan sehingga menurunkan
konsentrasi iodin plasma, dan (c) peningkatan Thyroxine-Binding Globulin
(TBG) selama trimester pertama, menyebabkan peningkatan ikatan hormone
tiroksin. Pada akhirnya, faktor-faktor di bawah ini bertanggung jawab terhadap
peningkatan kebutuhan tiroid:

a. Human Chorionic Gonadotropin (hCG)

Seperti yang disebutkan di atas, Human Chorionic Gonadotropin (hCG)


merupakan hormon peptid yang bertanggung jawab untuk produksi progesteron
dalam konsentrasi yang adekuat pada awal kehamilan, sampai produksi
progesteron diambil alih oleh plasenta yang sedang berkembang. Konsentrasi
hCG meningkat secara dramatis selama trimester pertama kehamilan dan
menurun secara bertahap setelahnya. Secara struktural, peptide hCG terdiri atas
dua rantai, sebuah rantai α dan rantai β, dimana rantai α dari hCG identik dengan
struktur yang membentuk TSH. Struktur yang homolog ini menjadikan hCG
mampu merangsang kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid, namun
tidak sekuat TSH.

Kadar TSH turun selama kehamilan trimester pertama, berbanding dengan


peningkatan hCG. Walaupun hCG sebagai stimulan kelenjar tiroid, konsentrasi
hormon tiroid bebas (tidak terikat) pada umumnya dalam batas normal atau
hanya sedikit di atas normal selama trimester pertama. Efek perangsangan dari
hCG pada kehamilan normal tidak signifikan dan normalnya ditemukan
pada pertengahan awal kehamilan. Pada awal minggu ke-12 atau pada kondisi
patologis tertentu, termasuk hiperemesis gravidarum dan tumor trofoblastik,
konsentrasi hCG mencapai kadar maksimal yang akan menginduksi keadaan
hipertiroid dimana kadar tiroksin bebas meningkat dan kadar TSH ditekan.

b. Ekskresi Iodin Selama Kehamilan

13
Konsentrasi iodine plasma mengalami penurunan selama kehamilan, akibat
peningkatan Glomerular Filtration Rate (GFR). Peningkatan GFR menyebabkan
meningkatnya pengeluaran iodine lewat ginjal yang berlangsung pada awal
kehamilan. Ini merupakan faktor penyebab turunnya konsentrasi iodine
dalam plasma selama kehamilan. Kompensasi dari kelenjar tiroid dengan
pembesaran dan peningkatan klirens iodin plasma menghasilkan hormon tiroid
yang cukup untuk mempertahankan keadaan eutiorid. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa pembesaran kelenjar tiroid adalah hal yang fisiologis,
merupakan kompensasi adaptasi terhadap peningkatan kebutuhan iodin yang
berhubungan dengan kehamilan.

c. Thyroxine Binding Globulin

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, peningkatan TBG menyebabkan


peningkatan ikatan tiroksin, yang merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi
fungsi tiroid selama kehamilan. Hormon tiroid dalam serum diangkut oleh tiga
protein, yaitu ThyroxineBinding Globulin (TBG), albumin, dan Thyroxine
Binding Prealbumin (TBPA) atau transtiretin. Dari ketiga protein tersebut,
TBG memiliki afinitas yang lebih tinggi terhadap tiroksin. Pada pasien tidak
hamil, sekitar 2/3 dari hormon tiroksin diikat oleh TBG. Pada kehamilan normal,
terjadi peningkatan dari konsentrasi TBG sekitar dua kali lipat dari normal
selama kehamilan sampai 6-12 bulan setelah bersalin. Hal ini menggambarkan
peningkatan kadar hormon tiroksin total (TT4) pada semua wanita hamil,
namun kadar tiroksin bebas (FT4) dan indeks tiroksin total (FTI) normal. Untuk
menjamin kestabilan kadar hormon bebas, mekanisme umpan balik merangsang
pelepasan TSH yang bekerja untuk meningkatkan pengeluaran hormon dan
menjaga kestabilan hemostasis kadar hormon bebas. Peningkatan konsentrasi
TBG merupakan efek langsung dari meningkatnya kadar estrogen selama
kehamilan. Estrogen merangsang peningkatan sintesis TBG, memperpanjang
waktu paruh dalam sirkulasi, dan menyebabkan peningkatan konsentrasi TBG
serum. Estrogen juga merangsang hati untuk mensintesis TBG dan
menyebabkan penurunan kapasitas TBPA. Pada akhirnya, proporsi hormon
tiroksin dalam sirkulasi yang berikatan dengan TBG meningkat selama

14
kehamilan, dan dapat mencapai 75%. Kadangkala perubahan hormonal ini dapat
membuat pemeriksaan fungsi tiroid selama kehamilan sulit diinterpretasikan.

Gambar 1. Perubahan Hormon pada Kehamilan.

3.1.1 Epidemiologi
Prevalensi hipertiroid di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 1%.
Penyebab tersering adalah penyakit Grave, yang 5-10 kali lebih sering dialami
wanita dengan puncaknya pada usia reproduktif. Prevalensi hipertiroid dalam
kehamilan 0,1-0,4%, 85% dalam bentuk penyakit Grave. Sama halnya seperti

15
penyakit autoimun lain, tingkat aktivitas penyakit Grave dapat berfluktuasi
saat trimester pertama dan membaik perlahan setelahnya; dapat mengalami
eksaserbasi tidak lama setelah melahirkan. Walaupun jarang, persalinan, seksio
sesarea, dan infeksi dapat memicu hipertiroid atau bahkan badai tiroid (thyroid
storm).

3.1.2 Etiologi
Hipertiroid dalam kehamilan dapat berupa penyakit Graves,
hiperemesis gravidarum, tirotoksikosis gestasional sementara, dan kehamilan
mola. Di antara keempat penyebab hipertiroid dalam kehamilan, penyakit
graves paling sering terjadi, sekitar 1 dari 500 kehamilan.

Penyakit graves merupakan kelainan autoimun kompleks dengan tanda


tirotoksikosis, oftalmopati (lid lag, lid retraction, dan eksoftalmus), dan drmopati
(miksedema pretibial). Hal ini dimediasi oleh immunoglobulin yang merangsang
tiroid. Pasien dengan riwayat penyakit graves dimana cenderung terjadi remisi
pada kehamilan dan relaps kembali setelah bersalin.

Selain penyakit graves, hipertiroid dalam kehamilan juga dapat disebabkan


oleh hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum ditandai dengan
ditemukannya gejala muntah berlebihan pada awal kehamilan yang menyebabkan
ketidakseimbangan elektrolit dan dehidrasi. Pemeriksaan biokimia pada pasien ini
menunjukkan hipertiroksinemia, dengan peningkatan konsentrasi T4 serum dan
penurunan konsentrasi TSH serum yang ditemukan pada sebagian besar wanita
hamil. Pemeriksaan TSH serum membantu untuk membedakan hiperemesis yang
berhubungan dengan hipertiroksinemia dan kemungkinan penyebab lainnya.
Hipertiroksinemia ringan biasanya bersifat sementara, menurun pada kehamilan
minggu ke-18 tanpa terapi antitiroid. Namun, hipertiroksinemia yang signifikan
disertai dengan peningkatan T4 bebas dan TSH yang rendah, dan penemuan
klinik hipertiroid, memerlukan terapi oba antitiroid.

3.1.3 Gejala Klinis

16
Wanita yang memiliki riwayat keluarga dengan kelainan tiroid atau
penyakit autoimun memiliki resiko yang lebih tinggi mengidap penyakit
hipertiroid. Gejala yang sering timbul biasa adalah intoleransi terhadap panas,
berkeringat lebih banyak, takikardi, dada berdebar, mudah lelah namun sulit
untuk tidur, gangguan saluran cerna, berat badan menurun meskipun asupan
makan cukup, mudah tersinggung, merasa cemas dan gelisah. Selain itu dapat
juga timbul tanda-tanda penyakit graves, seperti perubahan mata, tremor pada
tangan, miksedema pretibial dan pembesaran kelenjar tiroid.

3.1.4 Diagnosis
Diagnosis klinis hipertiroid pada wanita hamil sulit ditegakkan. Hal ini
dikarenakan wanita dengan hipertiroid memiliki beberapa tanda-tanda sistem
hiperdinamik seperti peningkatan curah jantung dengan bising sistolik dan
takikardi, kulit hangat, dan intoleransi terhadap panas. Tanda hipertiroid seperti
berat badan turun, dapat menjadi tidak jelas oleh kenaikan berat badan karena
kehamilan. Mengingat kebanyakan kasus disebabkan oleh penyakit Grave, dicari
tanda-tanda oftalmopati Grave (tatapan melotot, kelopak tertinggal saat menutup
mata, eksoftalmos) dan bengkak tungkai bawah (pretibial myxedema). Adanya
onkilosis atau pemisahan kuku distal dari nailbed, dapat juga membantu dalam
menegakkan diagnosis klinis hipertiroid.

Peningkatan kadar T3 serum dapat meningkatkan densitas reseptor β-


adrenergik sel miokardium sehingga curah jantung meningkat walaupun saat
istirahatdan terjadi aritmia (fibrilasi atrium). Denyut nadi saat istirahat biasanya
di atas 100 kali per menit dan jika denyut nadi tetap atau tidak menjadi lambat
selama melakukan manuver Valsava, diagnosis tirotoksikosis menjadi
lebih mungkin.

Diagnosis hipertiroid dalam kehamilan dapat ditegakkan melalui


pemeriksaan fisik dan laboratorium, terutama pemeriksaan fungsi tiroid. Pada
kehamilan, kadar T3 total dan T4 total meningkat seiring meningkatnya
konsentrasi TBG. Kadar FT3 dan FT4 dalam batas normal tinggi pada

17
kehamilan trimester pertamadan kembali normal pada trimester kedua.
Nilai T4 total tidak bermanfaat pada wanita hamil karena nilainya yang tinggi
merupakan respon terhadap estrogen yang meningkatkan konsentrasi TBG. FT3
sebaiknya diperiksa ketika nilai TSH rendah tetapi kadar FT4 normal.
Peningkatan kadar T3 menunjukkan toksikosis T3. Pemeriksaan TSH saja
sebaiknya tidak dijadikan acuan dalam mendiagnosis hipertiroid dalam
kehamilan. Pasien dengan penyakit graves hampir selalu memiliki hasil
pemeriksaan TSIs yang positif. Pemeriksaan TSI ini sebaiknya diukur pada
trimester ketiga. Nilai TSI yang tinggi sering dihubungkan dengan
tirotoksikosis fetus. Antibodi antimikrosomal jika memungkinkan perlu juga
diperiksa karena wanita yang memiliki hasil positif pada kehamilan atau sesaat
setelah persalinan memiliki resiko berlanjut ke penyakit tiroiditis postpartum

Tabel 1. Hipertiroid Gestasional.

HIPERTIROID
Penyebab Gejala Tanda
GESTASIONAL Laboratorium Keterangan
Penyakit Intoleran pada Takikardi > 100 ↑↑ T4, FT4 Remisi selama

Graves panas ↑ Curah jantung ↓↓ TSH kehamilan

↓ Berat badan ↑ Tekanan nadi (+) anti- Postpartum


tiroid flare
antibody
Palpitasi Bising sistolik

↑ Berkeringat
Oftalmo
pati-
dermopati

18
Hiperemesis Mual / muntah Keadaan T4, FT4 Sembuh dalam
eutiroid normal
Gravidarum yang berlebihan 18 minggu
Dehidrasi atau tanpa terapi
↓ Berat badan
sedikit ↑

Tidak jelas
peningkatan
T4 kecuali
hCG >

50.000
IU/L

Kehamilan Mual / muntah Toksemia ↑ T4, FT4 Evakuasi

Mola Perdaraha Tidak ada ↓ TSH


↓ TSH Hipertiroid
n perkembanga minimal
(ditekan) menghilang
trimester n bayi sejalan dengan
pertama normalnya
↑↑↑↑
hCGbhCG bhCG
(Sumber :Prawirohardjo, S. 2011)

3.1.5 Penatalaksanaan
Hipertiroid yang ringan (peningkatan kadar hormon
Ketonuria,
tiroid dengan gejala
minimal) sebaiknya diawasi sesering mungkin elektrolit
tanpa terapi sepanjang ibu
dan bayi dalam keadaan baik. Pada hipertiroid yangtidak
berat, membutuhkan terapi,
obat anti-tiroid adalah pilihan terapi, dengan PTU
seimbang,
sebagai pilihan pertama.
Tujuan dari terapi adalah menjaga kadar T4 dan T3kelainan
bebas dari
hati ibu dalam batas
normal-tinggi dengan dosis terendah terapi anti-tiroid.
danTarget
ginjalbatas kadar hormon
bebas ini akan mengurangi resiko terjadinya hipotiroid pada bayi. Hipotiroid pada
ibu sebaiknya dihindari. Pemberian terapi sebaiknya dipantau sesering mungkin
selama kehamilan dengan melakukan tes fungsi tiroid setiap bulannya. Obat-
obat yang terpenting digunakan untuk mengobati hipertiroid (propiltiourasil dan
metimazol) menghambat sintesis hormon tiroid. Laporan sebelumnya mengenai
hubungan terapi metimazol dengan aplasia kutis, atresiaoesophagus, dan atresia

19
khoana pada fetus tidak diperkuat pada penelitian selanjutnya, dan tidak terdapat
bukti lain menyangkut obat lain yang berefek abnormalitas kongenital. Oleh
karena itu, PTU sebaiknya dipertimbangkan sebagai obat pilihan pertama dalam
terapi hipertiroid selama kehamilan dan metimazol sebagai pilihan kedua yang
digunakan jika pasien tidak cocok, alergi, atau gagal mencapai eutiroid dengan
terapi PTU. Kedua obat tersebut jarang menyebabkan neutropenia dan
agranulositosis. Oleh karena itu, pasien sebaiknya waspada terhadap gejala-
gejala infeksi, terutama sakit tenggorokan, dapat dihubungkan dengan supresi
sumsum tulang dan harus diperiksa jumlah neutrofil segera setelah menderita.

Tabel 2. Terapi Hipertiroid di dalam kehamilan.

(Sumber : Marx, Helen, et al. 2008)

Wanita yang sedang dalam terapi antitiroid sebaiknya tidak


berhenti menyusui bayinya karena kedua obat anti tiroid tersebut aman. Keduanya
ada dalam air susu ibu (metimazole kadarnya lebih besar dibandingkan PTU),
tetapi hanya dalam konsentrasi yang lebih rendah. Jika pasien mengkonsumsi
lebih dari 15 mg karbimazol atau 150 mg propiltiourasil sehari, bayi sebaiknya
diperiksa dan mereka sebaiknya tidak disusui sebelum ibunya mendapatkan terapi
dengan dosis terbagi.

Beta-blocker khususnya propanolol dapat digunakan selama kehamilan


untuk membantu mengobati palpitasi yang signifikan dan tremor akibat
hipertiroid. Untuk mengendalikan tirotoksikosis, propanolol 20 – 40 mg setiap

20
6 jam, atau atenolol 50 -100 mg/hari selalu dapat mengontrol denyut jantung
ibu antara 80-90 kali permenit. Esmolol, β- blocker kardio seleketif, efektif pada
wanita hamil dengan tirotoksikosis yang tidak berespon pada propanolol. Obat-
obat ini hanya digunakan sampai hipertiroid terkontrol dengan obat anti tiroid.

Pada pasien yang tidak adekuat diterapi dengan pengobatan anti- tiroid
seperti pada pasien yang alergi terhadap obat-obat, pembedahan merupakan
alternative yang dapat diterima. Pembedahan pengangkatan kelenjar tiroid sangat
jarangdisarankan pada wanita hamil mengingat resiko pembedahan dan anestesi
terhadap ibu dan bayi. Jika tiroidektomi subtotal direncanakan, pembedahan
sering ditunda setelah kehamilan trimester pertama atau selama trimester kedua.
Alasan dari penundaan ini adalah untuk mengurangi resiko abortus spontan dan
juga dapat memunculkan resiko tambahan lainnya.

Pembedahan dapat dipikirkan pada pasien hipertiroid apabila ditemukan


satu dari kriteria berikut ini:

- Dosis obat anti tiroid yang dibutuhkan tinggi (PTU > 300 mg, MMI > 20
mg)

- Hipertiroid secara klinis tidak dapat dikontrol

- Hipotiroid fetus terjadi pada dosis obat anti tiroid yang dibutuhkan untuk
mengandalikan hipertiroid pada ibu

- Pasien yang alergi terhadap obat anti tiroid

- Pasien yang menolak mengkonsumsi obat anti tiroid

- Jika dicurigai ganas

Terapi radioiodin menjadi kontraindikasi dalam pengobatan hipertiroid


selama kehamilan sejak diketahui bahwa zat tersebut dapat melewati plasenta dan
ditangkap oleh kelenjar tiroid fetus. Hal ini dapat menyebabkan kehancuran
kelenjar dan akhirnya berakibat pada hipotiroid yang menetap.

21
Tabel 3. Resiko dan komplikasi terapi hipertiroid di dalam kehamilan.

(Sumber :Garry, Dimitry. 2013)

3.1.6 Komplikasi
Hipertiroid yang tidak terkontrol, terutama pada pertengahan masa hamil,
dapat memicu beberapa komplikasi. Komplikasi maternal di antaranya keguguran,
infeksi, preeklamsia, persalinan preterm, gagal jantung kongesti, badai tiroid, dan
lepasnya plasenta. Komplikasi fetus dan neonatus di antaranya prematur, kecil
untuk masa kehamilan, kematian janin dalam rahim, dan goiter pada fetus atau
neonatus dan atau tirotoksikosis. Pengobatan yang belebihan juga dapat
menyebabkan hipotiroid iatrogenik pada fetus.

Jika wanita dengan penyakit graves atau yang pernah diobati untuk
penyakit graves sebelumnya, antibodi tiroid-stimulating yang dihasilkan ibu
dapat melewati plasenta sehingga masuk ke dalam aliran darah fetus dan
merangsang tiroid fetus. Jika ibu dengan penyakit graves sedang diobati
dengan obat anti tiroid, hipertiroid pada bayi kurang bermakna karena obat-obatan
tersebut juga dapat melintasi plasenta. Namun, jika ibunya diobati dengan
pembedahan atau radioaktif iodin, kedua metod terapi tersebut dapat
menghancurkan seluruh tiroid, namun pasien masih dapat memiliki antibodi
dalam darahnya.

22
Pada kebanyakan kasus, bayi tetap eutiroid. Namun, pada sebagian dapat
terjadi hiper- atau hipotiroidisme dengan atau tanpa gondok. Hipertiroidisme
klinis terjadi pada sekitar 1% neonatus yang lahir dari wanita dengan penyakit
Graves. Jika dicurigai terjadi penyakit tiroid pada janin maka tersedia sonogram
untuk mengukur volume tiroid secara sonogravis. Neonatus yang terpajan ke
tiroksin ibu secara berlebihan memperlihatkan gambaran klinis berikut:

1. Janin atau neonatus dapat memperlihatkan tirotoksikosis gaitrosa akibat


penyaluran thyroid stimulating immunoglobulin melalui plasenta.
Hidrops non imun dan kematian janin pernah dilaporkan pada tirotoksikosis
janin.

2. Terpajannya janin ke tionamid yang diberikan kepada ibu dapat menyebabkan


hipotiroidisme graitosa. Jika dijumpai hipotiroidisme maka janin dapat diobati
dengan mengurangi obat antitiroid ibu dan penyuntikan tiroksin intra-amnion
jika diperlukan.

3. Janin dapat mengalami hipotiroidisme non-goitrosa akibat penyaluran


antibodi penghambat reseptor tirotropin ibu melalui plasenta.

4. Bahkan setelah ablasi kelenjar tiroid ibu, biasanya dengan iodium radioaktif
131I, tetap dapat terjadi tirotoksikosis janin akibat penyaluran antibodi

perangsang tiroid melalui plasenta.

Krisis tirotoksik, yang juga disebut badai tiroid, merupakan sebuah


kegawatdaruratan medis yang dapat timbul akibat hipermetabolik yang
berlebihan. Kondisi ini jarang terjadi, hanya 1% dari wanita hamil dengan
hipertiroid, tetapi memiliki resiko gagal jantung. Badai tiroid didiagnosis melalui
kombinasi gejala dan tanda seperti hiperpireksia, takikardi yang tidak
berhubungan dengan demamnya, gagal jantung kongestif, disaritmia, muntah,
diare, dan perubahan mental termasuk cemas, bingung, dan gelisah. Badai
tiroid ini dapat muncul akibat infeksi, penghentian terapi yang tiba-tiba,
pembedahan, dan persalinan.

23
Pengobatannya meliputi pemberian cairan intravena, hidrokortison,
propanolol, iodin oral, dan karbimazol atau propiltiourasil dalam dosis tinggi.
Terapi badai tiroid terdiri dari rangkaian pengobatan berupa:

a. Terapi suportif secara umum sebaiknya dilakukan

b. Terapi spesifik :

1. PTU 1000 mg per oral atau melalui nasogastric tube.


Dilanjutkan dengan 200 mg per oral setiap 6 jam. Jika pemberian
melalui oral tidak memungkinkan, dapat digunakan metimazol
suppositoria.

2. 1 jam setelah pemberian PTU, diberikan yodium untuk menghambat


pelepasan hormone tiroid. Dapat diberikan dalam bentuk sodium iodide
500–1000 mg secara intravena setiap 8 jam, atau saturated solution of
potassiumiodide (SSKI) 5 tetes per oral setiap 8 jam, atau larutan lugol 10
tetes setiap 8 jam.

3. Dexamethasone 2 mg secara intravena setiap 6 jam untuk 4 dosis,


untuk mencegah konversi dari T4 menjadi T3 di jaringan perifer.

4. Propanolol 20-80 mg per oral setiap 4-6 jam.

5. Phenobarbital 30-60 mg per oral setiap 6-8 jam, diperlukan pada


gelisah yang berlebihan.

6. Fetus sebaiknya dievaluasi dengan tepat dengan USG atau pemeriksaan


nonstress tergantung umur kehamilan

24
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini Ny. NA 26 tahun dengan diagnosis G3P2A0H2 hamil 37-38
minggu belum inpartu KPSW 5 jam + Bekas SC 1x + Hipertiroid. Dalam kasus
ini diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Insidensi kehamilan dengan gejala klinis tirotoksikosis
atau hipertiroidisme adalah 1:2000 kehamilan. Kehamilan normal akan
menimbulkan keadaan klinik yang mirip dengan kelebihan tiroksin (T4), sehingga
tirotoksikosis yang ringan mungkin akan sulit terdiagnosis.1
Beberapa gejala yang sering ditemukan adalah: 1

 Takikardi pada kehamilan normal


 Nadi rata-rata waktu tidur meningkat
 Tiromegali
 Eksoftalmus
 Berat badan tidak bertambah walaupun cukup makan.

Pada pasien ini dari anamnesis didapatkan Os mengaku hamil anak ketiga
dan tidak pernah mengalami keguguran, berdasarkan hari pertama haid terakhir
yaitu 26 Juni 2018 usia kehamilan ditetapkan kurang lebih 37-38 minggu, dimana
usia kehamilan antara 37-42 minggu adalah kehamilan aterm.1 Pada anamnesis
didapatkan gejala hipertiroidisme diatas berupa exsoftalmus dan pembesaran
kelenjar tiroid, pada riwayat penyakit terdahulu didapatkan riwayat penyakit
Graves sejak tahun 2014 yang terkontrol dan Os mengkonsumsi obat anti tiroid
(PTU 3x100mg) setiap hari. Dimana penyakit graves merupakan penyebab paling
umum terjadinya tirotoksikosis dalam kehamilan. Proses autoimun pada organ
spesifik ini biasanya berhubungan dengan antibodi yang merangsang kelenjar
tiroid, dimana antibodi yang merangsang kelenjar tiroid ini (thyroid stimulating
antibody) selama kehamilan akan menurun dan pada sebagian besar perempuan

25
akan menyebabkan terjadinya remisi kimia.1 Tingkat aktivitas penyakit grave
dapat berfluktuasi saat trimester pertama dan membaik perlahan setelahnya, lalu
dapat mengalami eksaserbasi tidak lama setelah melahirkan.2
Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan berat badan pasien 60 kg
namun pada saat pertama terdiagnosis hipertiroid pasien mengalami penurunan
berat badan sebesar 20 kg, teraba benjolan ukuran 3x3 cm, permukaan rata, nyeri
tekan (-), konsistensi kenyal. Salah satu manifestasi klinis yang harus lebih
diperhatikan adalah kenaikan berat badan yang rendah selama hamil dengan nafsu
makan yang baik.2 Rendahnya spesifitas tanda dan gejala membuat tes
laboratorium merupakan alat diagnosis yang paling baik untuk penyakit tiroid
pada ibu hamil.2
Pada pasien ini pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu pemeriksaan
laboratorium darah lengkap dan pemeriksaan fungsi tiroid (kadar T4 dan TSH).
Pada pasien didapatkan kadar TSH: 0,0025 uIU/ml (0,35-4,94 uIU/ml), T4: 1,85
ng/dl (0,70-1,48 ng/dl). Dari hasil pemeriksaan ini menunjukan kadar serum T4
bebas yang meningkat. Dimana gambaran laboratorium yang sering ditemukan
pada pasien hipertiroid menunjukan kadar serum T4 bebas meningkat, sedangkan
kadar tirotropin menurun.
Perubahan tiroid pada kehamilan merupakan hal yang penting. Namun,
perubahan struktur dan fungsi ini sering kali sulit dibedakan dengan kelainan
tiroid. Nilai TSH pada awal kehamilan menurun karena stimulasi reseptor TSH
yang lemah akibat tingginya kadar hCG yang disekresikan oleh trofoblas plasenta.
Karena TSH tidak menebus plasenta, TSH tidak memiliki efek langsung terhadap
fetus. Pada 12 miggu awal kehamilan, ketika kadar hCG serum mencapai
puncaknya, sekresi hormone tiroid mulai terstimulasi. Kadar tiroksin serum yang
tinggi menyebabkan supresi THS sehingga sekresi TSH ditekan. Adanya kelainan
fungsi tiroud dapat dikonfitmasi dengan hasil laboratorium berupa penurunan
kadar TSH dan peningkatan kadar tiroksin serum.
Tatalaksana pasien ini adalah pemberian PTU 100 mg/24 jam per oral.
Tirotoksikosis pada kehamilan hampir semuanya dapat dikontrol obat golongan
tionamid. PTU lebih sering digunakan karena mempunyai keunggulan untuk
mencegah konversi T4 menjadi T3 di perifer dan lebih sedikit menembus sawar

26
plasenta dibandingkan metimazol. Selain itu, PTU lebih jarang menyebabkan
embriopati seperti atresia esophagus atau atresia koana dan kelainan kulit
kongenital seperti aplasia kutis. American Thyroid Association and the American
Association of Clinical Endocrinologists (2011) merekomendasikan terapi PTU
selama trimester awal kehamilan diikuti metimazol pada kehamoilan trimester
kedua. Tujuan terapi yang diharapkan adalah penggunakan tionamid dengan dosis
serendah mungkin untuk mempertahankan hormone tiroid senormal mungkin.
Pemeriksaan serum fT4 sebaiknya dilakukan setia[ 4 hingga 6 miggu.

27
BAB V
KESIMPULAN

Hormon tiroid tetraiodotironin (T4) atau tiroksin dan triiodotironin (T3)


disintesis di dalam folikeltiroid. Thyroid-Stimulating Hormone (TSH) merangsang
sintesis dan pelepasan T3 danT4, yang sebelumnya didahului dengan
pengambilan iodide yang penting untuk sintesis hormon tiroid. Hormon tiroid
penting untuk perkembangan otak bayi dan sistem saraf
Diagnosis klinis hipertiroid pada wanita hamil sulit ditegakkan. Hal ini
dikarenakan wanita dengan hipertiroid memiliki beberapa tanda-tanda sistem
hiperdinamik seperti peningkatan curah jantung dengan bising sistolik dan
takikardi, kulit hangat, dan intoleransi terhadap panas. Tanda hipertiroid seperti
berat badan turun, dapat menjadi tidak jelas oleh kenaikan berat badan karena
kehamilan.
Hipertiroid yang ringan (peningkatan kadar hormon tiroid dengan gejala
minimal) sebaiknya diawasi sesering mungkin tanpa terapi sepanjang ibu
dan bayi dalam keadaan baik. Pada hipertiroid yang berat, membutuhkan terapi,
obat anti-tiroid adalah pilihan terapi, dengan PTU sebagai pilihan pertama.
Tujuan dari terapi adalah menjaga kadar T4 dan T3 bebas dari ibu dalam batas
normal-tinggi dengan dosis terendah terapi anti-tiroid. Target batas kadar hormon
bebas ini akan mengurangi resiko terjadinya hipotiroid pada bayi. Hipotiroid pada
ibu sebaiknya dihindari.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, F. Gary, Leveno, Kenneth J., Bloom, Steven L., Hauth, John C.,
Rouse, Dwight J. & Spong, Catherine Y. eds. (2010) Williams Obstetrics. 23rd.
United States : The McGraw Hill Companies, Inc.
2. Girling, Joanna. (2008) Thyroid Disease in Pregnancy. The Obstetrician &
Gynaecologist, 10, pp. 237-243.
3. Inoue, Miho, Arata, Naoko, Koren, Gideon & Ito, Shinya. (2009)
Hyperthyroidism during Pregnancy. Canadian Family Physician, Vol 55
July, pp. 701-703.
4. Garry, Dimitry. (2013) Penyakit Tiroid pada Kehamilan. CDK-206/ vol. 40
no. 7.
5. Marx, Helen, Amin, Pina & Lazarus, John H. (2008) Hyperthyroidism and
Pregnancy. British Medical Journal, Vol 336 March, pp. 663-667.
6. Prawirohardjo, S. 2011. Kehamilan dan Gangguan Endokrin dalam ilmu
kandungan Edisi Ketiga. Jakarta Pusat: Yayasan Bina Pustaka hl; 201-208.
7. Djuanda, A., Azwar, A., Ismael, S, Almatsier M.,Setiabudi, R., Handaya, et al.
Indeks Klasifikasi Mims: Sistem Endokrin dan Metabolik. Dalam: MIMS
Petunjuk konsultasi edisi 13. Jakarta: BIP. 2013/2014. h. 248-9.
8. Sofian, A. Penyakit Endokrin dalam Kehamilan. Dalam sinopsis obstetri jilid 1.
Jakarta: EGC. 2012. h. 125-6.

29

Anda mungkin juga menyukai