Tahun 1853 ditepi sungai kecil yang menghubungkan desa Telogo Dendo melewati perkampungan-perkampungan penduduk dan
berakhir di lautan bebas di kota Gresik yang gersang dan tandus, berdiri sebuah rumah yang dibangun oleh seorang turunan Cina
yang bernama Bak Liong yang mempunyai keterampilan membuat kerajinan dari emas. Keterampilannya ini menjadikan dia
terkenal dan banyak penduduk yang datang untuk membuat atau memperbaiki perhiasannya. Sejak itu kawasan yang ditempati ini
dinamakan Kampung Kemasan (tukang emas).
Pada tahun 1855, H. Oemar bin Ahmad yang dikenal sebagai pedagang Kulit mendirikan sebuah rumah di kawasan ini. Tahun 1896,
ketika kesehatan dan kekuatan H.Oemar mulai menurun, Kelima anaknya tersebut setelah dua tahun melanjutkan usaha bapaknya,
kemudian mendirikan Pabrik Penyamakan Kulit yang berlokasi di desa Kebungson Gresik. Dan sejak pabrik ini berdiri maka usaha ini
tidak hanya berhubungan dengan pengusaha kulit di Gresik dan sekitarnya, seperti Surabaya, Sidoarjo, Lamongan tetapi sudah
berhubungan dengan 22 Kabupaten di Pulau Jawa. Diantaranya Batavia, Semarang, Solo, Panarukan dan lain-lainnya.
Dari hasil pabrik Penyamakan kulit dan ditambah dari hasil penjualan liur walet, keluarga turunan H. Oemar bin Ahmad ini berhasil
mendirikan sederetan rumah di Kampung Kemasan yang saling berhadapan. Arsitektur rumah tinggal di kampung kemasan
mendapat pengaruh dari kebudayaan-kebudayaan asing yang terlihat baik dari bentuk, ruang, elemen, ornamen maupun makna
simbolik yang berada didalamnya. Kebudayaan yang dominan dalam proses alkuturasi ini adalah kebudayaan kolonial Belanda,
sedangkan pengaruh kesukuan yang labih minornya adalah kebudayaan Cina. Ciri arsitektur kolonial Belanda, atau secara khusus
yaitu arsitektur Indische Empire Style yang terlihat di rumah-rumah tinggal di Kampung Kemasan dapat dilihat dari aspek fisiknya
(bentuk, ruang, konstruksi, elemen, ornamen), sedangkan ciri arsitektur Cina yang terlihat pada rumah-rumah tinggal di kampung
Kemasan ini dapat dilihat aspek fisik (ruang dan elemen) dan aspek non fisiknya (makna simbolik).
Boleh dikatakan bangunannya memiliki keunikan arsitektur yang pada periodisasi tertentu menjadi ikon kemajuan kota Gresik. Gaya
arsitektur yang beragam yaitu kolonial, Cina, memiliki usia rata-rata 115 tahun. Bangunan yang paling menonjol di Kawasan
Peranakan ini adalah rumah tinggal Gajah Mungkur yang pemiliknya adalah H. Djaelan putra ke-empat dari H. Oemar bin Ahmad.
Dari 23 buah bangunan di Kampung Kemasan sampai saat ini yang masih bisa dikategorikan sebagai bangunan cagar budaya tinggal
16 bangunan (rumah).
Potensi Investasi di Kabupaten Gresik