Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kampung Naga merupakan suatu perkampungan yang dihuni oleh


sekelompok masyarakat yang sangat kuat dalam memegang adat istiadat
peninggalan leluhurnya, dalam hal ini adalah adat Sunda. Sebenarnya masyarakat
Kampung Naga mempunyai salah satu falsafah untuk perlindungan budaya
yangdiyakininya, yaitu ‘Alam jeung Jaman Kawulaan, SaurElingkeun’. Dengan
mencermati dan menghayati falsafah itu, secara otomatis masyarakat adat punya
rasa kesadaran serta tanggung jawab untuk menjalankan amanah yang diwariskan
leluhur.

Kampung Naga juga merupakan salah satu dari kampung yang masih
memegang tradisi dan adat istiadat leluhur, namun bisa hidup berdampingan
dengan kehidupan masyarakat lain yang lebih modern. Kampung Naga memang
memiliki keunikan tersendiri. Melihat dari dekat kehidupan sederhana dan
bersahaja yang masih tetap lestari di tengah peradaban modern.Kampung Naga
kerap menjadi objekkajian antropologi mengenai kehidupan masyarakat pedesaan
Sunda pada masa peralihan dari pengaruh Hindu menuju pengaruh Islam di Jawa
Barat. Meski pun demikian masyarakat Kampung Naga sepenuhnya beragama
Islam. Namun masih tertutup terhadap perubahan.

Kampung Naga yang terletak di lembah subur dengan lereng curam


sebagai batas alam, di mana seratu tigaa belas bangunan beratap ijuk berdiri
teratur membentuk sebuah kampung tradisional di tatar Sunda. Masyarakat
Kampung Naga, tampaknya merupakan bagian dari tidak banyak kearifan
masyarakat Indonesia yang “tersisa”. Perlakuan mereka terhadap keanekaragaman
hayati adalah sebuah kemulian yang jarang dimiliki masyarakat modern. Saat
tetangga-tetangga mereka di lain kampung gegap-gempita tenggelam dalam riuh
rendah penyeragaman hayati revolusi hijau. Mereka tak tergiur. Mereka tetap
memilih varietas padi lokal berusia panjang untuk memenuhi sawah dan huma
mereka.

Saat ini kita semua berada dalam era modernisasi dengan segala aspek
negatif maupun positifnya. Arus modernisasi tidak bisa dihindari, cepat atau
lambat pasti mempunyai pengaruh dan menimbulkan berbagai perubahan
kehidupan sosial, tidak terkecuali di pelosok desa terpencil sekalipun
dan KampungNaga juga yang dulunya tidak pernah tersentuh arus modernisasi
sekarang sudah terlihat adanya arus modernisasi mulai tumbuh di kehidupan
masyarakat kampung naga. Buktinya, ketika memasuki kawasan Kampung Naga,
kita bisa melihat beberapa antene TV menjulang tinggi. Beberapa rumah sudah
memiliki TV, dan radio serta telepon genggam bahkan pola perilaku masyarakat
Kampung Naga telah bergeser, begitu pula dengan pakaian dan alat keseharian
yang dipergunakan oleh masyarakat. Dan hal tersebut disadari sebagai
westernisasi yang dibawa oleh Televisi salah satunya.

B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimanakah keadaan situasi masyarakat Kampung Naga?

2. Bagaimanakah pola penataan lingkungan masyarakat di Kampung


Naga?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui keadaan situasi yang ada di lingkungan masyarakat


Kampung Naga.

2. Untuk mengetahui pola penataan lingkungan masyarakat di lingkungan


masyarakat Kampung Naga.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kehidupan Masyarakat Kampung Naga

 Sejarah Berdirinya Masyarakat Kampung Naga

Sejarah asal usul Kampung Naga menurut salah satu versi nya bermula pada masa
kewalian Syeh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, seorang abdinya yang
bernama Singaparana ditugasi untuk menyebarkan agama Islam ke sebelah barat.
Kemudian ia sampai ke daerah Neglasari yang sekarang menjadi Desa Neglasari,
Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Di tempat tersebut, Singaparana
oleh masyarakat Kampung Naga disebut Sembah Dalem Singaparana. Suatu hari
ia mendapat ilapat atau petunjuk harus bersemedi. Dalam persemediannya
Singaparana mendapat petunjuk, bahwa ia harus mendiami satu tempat yang
sekarang disebut Kampung Naga.

 Kondisi dan Letak Geografis Wilayah Masyarakat Kampung


Naga

Kampung Naga merupakan suatu perkampungan yang dihuni oleh sekelompok


masyarakat yang sangat kuat memegang adat istiadat peninggalan leluhurnya
.Secara administrstif, Kampung Naga berada di wilayah Desa Neglasari,
Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Lokasi
Kampung Naga tidak jauh dari jalan raya yng menghubungkan kota Garut dengan
Kota Tasikmalaya, yang berada di lembah yang subur.

Adapun Batas wilayahnya adalah:

1. Di sebelah barat adalah hutan keramat yang didalamnya terdapat makam


leluhur masyarakat Kampung Naga

2. Di sebelah selatan sawah-sawah penduduk


3. Disebelah uatara dan timur dibatsi oleh sungai Ciwulan yang sumber
airnya berasal dari Gunung Cikuray di daerah Garut

Jarak tempuh dari kota Tasikmalaya ke Kampung Naga sekitar 30 Km, sedangkan
dari Kota Garut jaraknya +26 Km. Untuk mencapai perkampungan ini tidaklah
terlalu sulit. Untuk menuju Kampung Naga dari arah jalan raya Garut-
Tasikmalaya harus menuruni tangga yang sudah di tembok (Sunda sengked)
sampai ketepi Sungai Ciwulan dengan kemiringan sekitar45 derajat dengan jarak
kira-kira 500 meter. Kemudian melalui jalan setapak menyusuri Sungai Ciwulan
sampai kedalam Kampung Naga

 Perkembangan Penduduk Kampung Naga

Berdasarkan hasil observasi dan sensus penduduk tahun 2004 masyarakat


Naga berpenduduk kurang lebih 326 jiwa, yang terdiri dari 106 kepala keluarga.
Populasi kampung naga ini terus berkurang. Hal tersebut berarti bahwa jumlah
penduduk perlahan makin kecil. Banyak orang muda yang pergi untuk mencari
pekerjaan di tempat lain seperti Tasikmalaya, Bandung, Bogor dan Jakarta.
Kuncen atau tetua kampung berkata, dulu ada 347 orang pada tahun 1979, 10
tahun kemudian ada 329 dan tahun 1991 hanya 319 orang yang terdiri atas kira-
kira 100 keluarga. Penduduk Kampung Naga menganut agama Islam, yang
dikombinasikan dengan kebudayaan setempat warisan dari nenek moyang dulu.
Jumlah keseluruhan penduduk sekitar 326 orang.

 Sistem Kemasyarakatan

Dalam system kekerabatan masyarakat kampung naga menganut sistem


Bilateral, yang artinya menarik keturunan dari garis ibu dan ayah. Sedang untuk
sistem pemerintahan sendiri masyarakat kampung naga tetap mengakui adanya
sistem kemasyarakatan Formal dan Non-formal.
Dalam sistem formal meliputi kepala RT dan Kepala Dusun dan semua
unsur yang terkait didalamnya, termasuk sistem pemerintahan. Dalam sistem
Non-formal, masyarakat kampung naga mengenal dan mengakui adanaya Kuncen
(juru kunci) sebagi pemangku adat. Ada juga Punduh yang berfungsi mengurusi
masyarakat dalam kerja sehari-hari. Dirinya bertindak sebagai pengayom
masyarakat apabila ada kegiatan kemasyarakatan. Begitupula dengan bidang
keagaman yang diusus oleh Leube. Dirinya punya wewenag dan tanggungjawab
dalam mengurus masyarakat pada masalah keagamaan dan hal lain yang terkait
dengan agama.

B. Karakteristik wilayah Kampung Naga dilihat dari:

1. Elemen-elemen Sistem Budaya

Masyarakat Kampung Naga merupakan masyarakat yang masih menggunakan


peralatan ataupun perlengkapan hidup yang sederhana, non-teknologi yang
kesemua bahannya tersedia di alam. Seperti untuk memasak yang masih
menggunakan tungku dengan bahan bakar menggunakan kayu bakar untuk
membajak sawah mereka tidak menggunakan traktor melainkan menggunakan
cangkul. Dan masih banyak hal lainnya yang pasti masyarakat Kampung Naga
tidak menggunakan peralatan canggih berteknologi tinggi dikarenakan tak adanya
listrik.

2. Sistem Perekonomian Masyarakat Kampung Naga

Dalam sistem perekonomian kami fokuskan kepada mata pencaharian dimana


mata pencaharian warga Kampung Naga bermacam-macam mulai dari pokok
yaitu bertani, menanam padi sedangkan mata pencaharian sampingannya adalah
membuat kerajinan, beternak dan berdagang.
3. Sistem Bahasa

Dalam berkomunikasi warga Kampung Naga mayoritas menggunakan bahasa


Sunda asli, ada pula yang menggunakan bahasa Indonesia biasanya para pemandu
wisata lokal maupun bayaran non-Kampung Naga. Itu pun apabila bercakap-
cakap dengan para wisatawan dari Kabupaten dan Kota Tasikmalaya maupun dari
luar Jawa Barat.

4. Sistem Pendidikan ( Ilmu Pengetahuan )

Tingkat Pendidikan masyarakat Kampung Naga mayoritas hanya mencapai


jenjang pendidikan sekolah dasar, tapi adapula yang melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi itupun hanya minoritas.

5. Sistem Politik

Dalam sistem politik di tekankan pada penyelesaian masalah di pimpin oleh ketua
adat yaitu dengan cara bermusyawarah untuk mufakat dimana hasi yang diperoleh
adalah merupakan hasil mufakat yang demokratis dan terbuka.

6. Sistem Hukum

Seperti kebanyakan kampung adat lainnya, masyarakat Sanaga juga memiliki


aturan hukum sendiri yang tak tertulis namun masyarakat sangat patuh akan
keberadaan aturan tersebut. Kampung Naga memang memiliki Larangan namun
tidak memiliki banyak aturan. Prinsip yang mereka anut adalah Larangan, Wasiat
dan Akibat.

Sistem hukum di kampung Naga hanya berlandaskan kepada kata pamali, yakni
sesuatu ketentuan yang telah di tentukan oleh nenek moyang Kampung Naga yang
tidak boleh di langgar. Sanksi untuk pelanggaran yang dilakukan tidaklah jelas,
mungkin hanyalah berupa teguran, karena masyarakat Sanaga memegang prinsip
bahwa siapa yang melakukan pelanggaran maka dia sendiri yang akan menerima
akibatnya.

7. Sistem Kepercayaan ( Religi )

Penduduk Kampung Naga Mengaku mayoritas adalah pemeluk agama islam, akan
tetapi sebagaimana masyarakat adat lainnya mereka juga sangat taat memegang
adat-istiadat dan kepercayaan nenek moyangnya.

Menurut kepercayaan masyarakat Kampung Naga, dengan menjalankan adat-


istiadat warisan nenek moyang berarti menghormati para leluhur atau karuhun.
Segala sesuatu yang datangnya bukan dari ajaran karuhun Kampung Naga, dan
sesuatu yang tidak dilakukan karuhunnya dianggap sesuatu yang tabu. Apabila
hal-hal tersebut dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga berarti melanggar
adat, tidak menghormati karuhun, hal ini pasti akan menimbulkan malapetaka.

Masyarakat Kampung Naga pun masih mempercayai akan takhayul mengenai


adannya makhluk gaib yang mengisi tempat – tempat tertentu yang dianggap
angker.

Kepercayaan masyarakat Kampung Naga kepada mahluk halus masih dipegang


kuat. Percaya adanya jurig cai, yaitu mahluk halus yang menempati air atau
sungai terutama bagian sungai yang dalam (“leuwi”). Kemudian “ririwa” yaitu
mahluk halus yang senang mengganggu atau menakut-nakuti manusia pada
malam hari, ada pula yang disebut “kunti anak” yaitu mahluk halus yang berasal
dari perempuan hamil yang meninggal dunia, ia suka mengganggu wanita yang
sedang atau akan melahirkan. Sedangkan tempat-tempat yang dijadikan tempat
tinggal mahluk halus tersebut oleh masyarakat Kampung Naga disebut sebagai
tempat yang angker atau sanget. Demikian juga tempat-tempat seperti
makam Sembah Eyang Singaparna, Bumi ageung dan masjid merupakan tempat
yang dipandang suci bagi masyarakat Kampung Naga
8. Sanksi

Seperti kebanyakan kampung adat lainnya, masyarakat Sanaga juga memiliki


aturan hukum sendiri yang tak tertulis namun masyarakat sangat patuh akan
keberadaan aturan tersebut. Kampung Naga memang memiliki Larangan namun
tidak memiliki banyak aturan. Prinsip yang mereka anut adalah Larangan, Wasiat
dan Akibat.

Sistem hukum di kampung Naga hanya berlandaskan kepada kata pamali, yakni
sesuatu ketentuan yang telah di tentukan oleh nenek moyang Kampung Naga yang
tidak boleh di langgar. Sanksi untuk pelanggaran yang dilakukan tidaklah jelas,
mungkin hanyalah berupa teguran, karena masyarakat Sanaga memegang prinsip
bahwa siapa yang melakukan pelanggaran maka dia sendiri yang akan menerima
akibatnya.

Tabu, pantangan atau pamali bagi masyarakat Kampung Naga masih dilaksanakan
dengan patuh khususnya dalam kehidupan sehari-hari, terutama yang berkenaan
dengan aktivitas kehidupannya.pantangan atau pamali merupakan ketentuan
hukum yang tidak tertulis yang mereka junjung tinggi dan dipatuhi oleh setiap
orang. Misalnya tata cara membangun dan bentuk rumah, letak, arah
rumah,pakaian upacara, kesenian, dan sebagainya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kampung Naga adalah suatu perkampungan adat yang masih


betahan di Jawa Barat selain Baduy. Kampung ini masih tetap bertahan
dengan segala adat istiadat, kebiasaan, serta aturan-aturan mereka dan
menutup segala aktivitas mereka dari alur modernisasi. Mereka
mempercayai aturan yang turun-menurun dari leluhurnya, dan mereka
yakin dengan aturan tersebut. Kampung Naga tidak mengikuti alur
modernisasi karena menjaga kesenjangan sosial di dalam kehidupan
sehari-harinya, karena modernisasi ditakutkan akan mengubah kebudayaan
yang telah lama di anut oleh kampung Naga. Berdasarkan hasil observasi
dan sensus penduduk tahun 2004 masyarakat Kampung Naga berpenduduk
kurang lebih 326 jiwa, yang terdiri dari 106 kepala keluarga. Populasi
kampung naga ini terus berkurang. Hal tersebut berarti bahwa jumlah
penduduk perlahan makin kecil. Banyak orang muda yang pergi untuk
mencari pekerjaan di tempat lain seperti Tasikmalaya, Bandung, Bogor
dan Jakarta. Kuncen atau tetua kampung berkata, dulu ada 347 orang pada
tahun 1979, 10 tahun kemudian ada 329 dan tahun 1991 hanya 319 orang
yang terdiri atas kira-kira 100 keluarga. Penduduk Kampung Naga
menganut agama Islam, yang dikombinasikan dengan kebudayaan
setempat warisan dari nenek moyang dulu. Jumlah keseluruhan
penduduk sekitar 326 orang.

Penataan lingkungan di kampung Naga, mencerminkan suatu pola


pikir ke depan atau yang disebut dengan pembangunan lingkungan
berkelanjutan Secara keseluruhan, lahan perkampungan terdiri dari dua
bentuk yaitu pertama, jalur tepi sungai ciwulan, lebar sekitar 30 meter dan
panjang sekitar 200 meter, merupakan lahan yang datar. Kedua, lereng
sebuah bukit kecil dengan kemiringan sekitar 15-20%. Suatu
perkampungan yang dibangun diatas lahan dengan kondisi seperti ini
memerlukan penataan terlebih dahulu agar lebih layak digunakan secara
aman dan sehat. Usaha-usaha yang dilakukan masyarakat Kampung Naga
dalam menata lahan perkampungan diantaranya adalah: pertama: daerah
jalur tepi sungai Ciwulan. Untuk mencegah terjadinya erosi ke arah
perkampungan, tebing sungai sepanjang daerah perkampungan dibentengi
dengan batu-batu sungai seukuran kepala manusia yang disusun dengan
rapi. Celah-celah diantara batu tersebut ditutup dengan tanah liat. Dengan
cara ini diharapkan celah-celah tersebut dapat segera ditumbuhi lumut atau
rumput, sehingga benteng tersebut dapat menahan benturan aliran sungai.
Kedua, pada lahan miring (lereng). Masyarakat Kampung Naga mengubah
lereng tersebut dengan cara membuat sengkedan (undak, teras) yang
sejajar atau mengikuti kontur. Antara teras yang satu dengan yang
berikutnya disekat atau dibentengi dengan batu-batu sungai. Hampir sama
dengan waktu mereka membuat benteng untuk menahan arus sungai.

B. Saran

1. Kampung Naga sebaiknya dapat di jadikan aset wisata di Jawa


Barat yang berhubungan dengan Budaya.

2. Adat istiadat kampung Naga harus dihargai pemerintah, agar


dipandang oleh dunia, karena jarang kampung-kampung di Indonesia yang
masih menjaga keutuhan dari budaya yang di turunkan oleh leluhurnya.

3. Serta patut dijadikan percontohan dalam penataan lingkungan


permukiman.

4. Mengarahkan masyarakat kampung naga agar mau bersekolah.


5. Kampung Naga dapat di jadikan aset wisata di Jawa Barat yang
berhubungan dengan Budaya. Adat istiadat kampung Naga harus dihargai
pemerintah, agar dipandang oleh dunia, karena jarang kampung-kampung
di Indonesia yang masih menjaga keutuhan dari budaya yang di turunkan
oleh leluhurnya.
DAFTAR PUSTAKA

Lanlan, Risdina. (2012). Kampung Naga. Diakses Pada 24 Maret 2019 dari
w.w.w. : http://lanlanrisdiana.blogspot.com/2013/03/makalah-kampung-
naga.html

Aristastar. (2012). Kampung Naga. Diakses Pada 26 Maret 2019 dari


w.w.w: http://aristastar21.wordpress.com/makalah-kebudayaan-masyarakat-
kampung-naga-2/

Mata, priangan. (2012). Penataan Lingkungan Kampung Naga. Diakses pada


27 Maret 2019 dari w.w.w. http://matapriangan.blogspot.com/2012/06/penataan-
lingkungan-masyarakat-kampung.html
LAMPIRAN

DAFTAR NAMA MAHASISWA YANG IKUT :

1. Andi Kusnandar 16.4301.030


2. Bobi Dwianto 16.4301.038
3. Joseph Nehemia 16.4301.042
4. Citra Rakhmawati 16.4301.050
5. Tia Apriliani 16.4301.055
6. Andi Mutiara 16.4301.062
7. Pungky Ardhiyanti 16.4301.063
8. Deden Bagja 16.4301.068
9. Erwandy Sinaga 16.4301.071
10. Erik Permana 16.4301.074
11. Dimas Rifki 16.4301.077
12. Fakhri Fauzi 16.4301.078
13. Rio Muhamad 16.4301.079
14. Epinta Putra 16.4301.080
15. Tomy Sahan 16.4301.083
16. Yosua Sianturi 16.4301.092
17. Febryance Olino 16.4301.100
18. A D Dwi Sandio 16.4301.103
19. Budhi Bakti 16.4301.104
20. Dahnieltua Pratama 16.4301.110
21. Yudha Ivan O 16.4301.112
22. Mohammad Akbar 16.4301.116
23. Teuku Muhammad 16.4301.117
24. Mo’Ammar Galssha 16.4301.118
25. Fikri Ahmad A 16.4301.120
26. Muhammad Akbar Mutaqin 16.4301.129
27. Muhammad Reza Pardani 16.4301.131
28. Dhea Molyna Indriani 14.4301.256
29. M. Rifki Baihaki 15.4301.399
DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai