Anda di halaman 1dari 10

PERLINDUNGAN KONSUMEN

TERHADAP PASIEN PENGGUNA BADAN


PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL
(BPJS) DALAM
PELAYANAN KESEHATAN
Latar Belakang Masalah

• Jaminan kesehatan merupakan hak konstitusional setiap warga negara,


dengan memiliki jaminan kesehatan tersebut setiap warga negara
berhak mendapat layanan kesehatan. Jaminan ini diatur dalam Pasal
28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, yang menegaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera
lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat serta berhak mendapatkan layanan kesehatan. .
Pelayanan kesehatan adalah hak asasi manusia yang harus dipenuhi
oleh pemerintah, hal tersebut tercantum di dalam Undang-Undang No.
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 15 yang menyatakan bahwa:
• “Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan lingkungan, tatanan,
fasilitas kesehatan baik fisik maupun sosial bagi masyarakat untuk
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya”.
• Berdasarkan hal itu, pemerintah berkewajiban untuk menyediakan
fasilitas atau layanan kesehatan melalui BPJS Kesehatan dengan
pelayanan yang berkualitas, dalam rangka memenuhi kepuasan pasien.
Pengertian Pasien dan Konsumen

• Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.


29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
menyebutkan bahwa pasien adalah setiap orang
• Konsumen adalah setiap orang pemakai barang
dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
yang melakukan konsultasi masalah
baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,
kesehatannya untuk memperoleh pelayanan
orang lain, maupun makhluk hidup lain dan
kesehatan yang diperlukan baik secara langsung
tidak untuk diperdagangkan
maupun tidak langsung kepada dokter atau
dokter gigi.
Hak dan Kewajiban Pasien Pengguna BPJS sebagai
Konsumen Pelayanan Kesehatan

• Adapun hak-hak dan kewajiban yang dimiliki pasien sebagimana


diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran yaitu mendapatkan penjelasan secara lengkap
tentang tindakan medis, meminta pendapat dokter atau dokter gigi
lain, mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis, menolak
tindakan medis, dan mendapatkan isi rekam medis. Kewajiban-
kewajiban pasien yang diatur dalam Pasal 53 Undang-Undang No. 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yaitu memberikan informasi
yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya, mematuhi
nasehat dan petunjuk dokter, mematuhi ketentuan yang berlaku
disarana pelayanan kesehatan, dan memberikan imbalan jasa atas
pelayanan yang diterima.
maka dapat disimpulkan bahwa pasien sebagai konsumen adalah
individu (orang) yang menggunakan jasa dalam hal ini layanan. yang
berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat
untuk dimanfaatkan dalam kaitannya dengan kesehatan. Orang yang
menggunakan jasa tersebut adalah orang yang menginginkan akan
adanya pengobatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Dalam
pelayanan di bidang kesehatan, tidak terpisah akan adanya seorang
tenaga kesehatan dengan konsumen, dalam hal ini pasien. Pasien
dikenal sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan dan dari pihak
rumah sakit sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan dalam bidang
perawatan kesehatan
Perlindungan Hukum terhadap Pasien Pengguna BPJS dalam
Pelayanan Kesehatan

• mengenai perlindungan pasien, adalah pasien di sini merupakan konsumen dalam bidang
jasa medis. Jika pasien rumah sakit adalah konsumen, maka secara umum pasien dilindungi
dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hak-hak
konsumen ini harus dapat dipenuhi oleh BPJS beserta rumah sakit yang bekerja sama
dengan BPJS. Bila tidak terpenuhi hak-hak konsumen, konsumen dapat menggugat melalui
sengketa diluar persidangan diperadilan umum dan melalui peradilan umum yang dalam hal
ini dapat diselesaikan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan
Lembaga non pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai
kegiatan menangani perlindungan konsumen. Sebagai suatu lembaga yang menangani
perlindungan konsumen seperti LPKSM (Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat). Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran memberikan
perlindungan bagi pasien, dan dalam regulasi tersebut perlindungan hak pasien sebagai
konsumen juga tercantum dalam Pasal 32 Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit.
Dilihat dari kedudukan pasien dan konsumen, maka pasien tidak identik dengan
konsumen, sebab hubungan antara tenaga kesehatan dan pasien, sangat sulit disamakan
hubungan antara konsumen dengan pelaku usaha di bidang ekonomi. Dilihat dari sudut
pasien, maka pengaturan tentang perlindungan pasien tidak dapat diambil dari UU No. 8
Tahun 1999, sebab selain terlalu umum, juga tidak mewakili kepentingan pasien yang
sangat banyak dan juga sangat unik. Dilihat dari sudut tenaga kesehatan, maka tenaga
kesehatan tidak dapat diidentikan dengan pelaku usaha di dalam bidang ekonomi, sebab
pekerjaan dalam bidang kesehatan adalah pekerjaan yang banyak mengandung unsur
sosial. Jadi berkaitan dengan perlindungan hukum pasien sebagai konsumen memang tidak
hanya harus diatur didalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Konsumen tetapi juga harus
dikaitkan dengan apa yang diatur di dalam UU No. 36 Tahun 2009 yang mana didalamnya
diatur secara jelas mengenai hak-hak pasien dan kewajiban pasien, hak-hak tenaga
kesehatan dan kewajiban dari tenaga kesehatan itu sendiri sehingga didalamnya terdapat
suatu pola hubungan antara pasien sebagai konsumen dan tenaga kesehatan sebagai
pemberi jasa kepada konsumen yang akhirnya akan menimbulkan suatu perlindungan
hukum terhadap pasien itu sendiri.
Pengaturan mengenai perlindungan hukum pasien ini tersebar dalam berbagai peraturan perundang-
undangan yaitu :

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)


2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
3. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
4. Undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
5. Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial,
6. Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
7. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
8. Undang-Undang No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
9. Peraturan Menteri Kesehatan No. 4 Tahun 2017 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam
Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan
10. Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial No. 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggara Jaminan
Kesehatan
11. Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial No. 2 Tahun 2014 tentang Unit Pengendali Mutu
Pelayanan dan Penanganan Pengaduan Peserta
12. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1241/MENKES/SK/XI/2004 tentang Penugasan PT. Askes
(Persero) dalam pengelolaan program pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin
13. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 129 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit.
Kasus BPJS

• penelantaran pasien oleh rumah sakit peserta BPJS kesehatan di mana anak
pertama pasangan muhrowi dan anita ini, diketahui menderita penyakit usus
buntu dan demam tinggi sejak kamis, 24 Maret 2016, oleh orangtuanya, Reva
dibawa ke Klinik Istana Mahkota Intan Kabupaten Tangerang. Lantaran
panasnya tak kunjung turun, pihak klinik merujuk reva ke Rumah Sakit
Keluarga Kita. Di rumah sakit tersebur, reva mendapat perawatan dokter dan
dinyatakan mengidap usus buntu kronis dan harus segera dilakukan operasi.
Karena rumah sakit (keluarga kita-red) ICU nya penuh, pasien pun dirujuk ke
empat rumah sakit, yakni Mulya Insani RSUD Tangerang, Arya Medika dan
Annisa, reva yang menggunakan asuransi BPJS Kesehatan ditolak oleh
empat rumah sakit tersebut. Beragam alasan penolakan yang disampaikan,
mulai dari rumah sakit penuh sampai tidak ada dokter untuk operasi.

Anda mungkin juga menyukai