BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Quincke. Teknik yang dilakukan Quincke ini dilakukan diantara L3-L4 agar tidak
mengenai medulla spinalis. Kemudian Bier dan Hildebrandt melakukan anestesi
spinal pada 6 orang dengan kokain dosis kecil. Bahkan Hildebrandt sendiri pun
bersedia dilakukan anestesi spinal terhadap dirinya. Keberhasilan pun didapat oleh
keduanya walau pun efek samping didapati seperti hipotensi, mual, muntah, dan
Post Dural Puncture Headache. Hipotensi dan bradikardi merupakan kejadian
yang sering terjadi (Smith, 2006; Tsen, 2014; Brull, 2015).
Pada tahun 1900 Tuffer melakukan tindakan anestesi spinal pada 63 pasien
operasi dengan histerektomi dimana pasien tidak lagi merasa sakit dan dapat
dilakukan histerektomi. Sedangkan Rudolph Matas menggunakan kokain
hydroclorida 10-20 mg yang hipotonik pada pasien-pasiennya (Smith, 2006)
Mortalitas ibu yang melahirkan pada anestesi umum merupakan alasan
utama dari penggunaan anestesi regional yang luas saat ini untuk prosedur bedah
sesar. Anestesi regional sangatlah aman bila dilakukan sesuai aturan dibandingkan
dengan komplikasi yang didapat bila pasien dilakukan anestesia umum.
Penggunaan anestesi regional dapat menurunkan angka mortalitas dan
menurunkan komplikasi yang dapat terjadi seperti aspirasi, emboli paru, masalah
jantung, dan pneumonia. Pada pasien–pasien obstetri, anestesi regional sering
digunakan karena dapat mengurangi mortalitas dan komplikasi yang terjadi
seperti aspirasi dan gagal intubasi bila dilakukan anestesia umum (Tsen, 2014).
Anestesi spinal adalah penyuntikan lokal anestesia pada L3-L4 dengan
tujuan memasukkan lokal anestesia pada ruang subarachnoid sehingga
mendapatkan efek analgesia. Anestesi spinal lebih aman 16-17 kali dibandingkan
anestesi umum. Anestesia spinal juga paling sering digunakan pada bedah sesar
dan menjadi pilihan utama pada pasien kebidanan sekarang ini karena efek
samping yang ditimbulkannya minimal bagi ibu dan janin. Teknik ini adalah
teknik yang sederhana yang dapat dipelajari dengan tingkat keberhasilan yang
tinggi (Covino, 1994; Liguori, 2007; Brull, 2015).
Ketika obat anestesi lokal disuntikkan ke ruangan subarachnoid maka obat
anestesi lokal akan menghambat konduksi impuls hampir disetiap saraf yang dia
kenai. Untuk beberapa saraf ada yang mudah terblok dan ada yang sulit terblok.
Ada 3 kelas saraf: motorik, sensorik dan otonom. Biasanya otonom dan sensorik
yang terblok terlebih dahulu kemudian diikuti oleh motorik. Saraf motorik
bertanggung jawab akan kontraksi dari otot, dan bila di blok otot-otot akan relaks.
Saraf sensoris bertanggung jawab atas sensasi sentuhan dan nyeri. Sedangkan
saraf otonom bertanggung jawab atas dilatasi dari pembuluh darah, denyut nadi
dan pergerakan usus. Pada pasien yang dilakukan anestesi spinal dapat terjadi efek
pada sistem pembuluh darah, pernafasan, sistem pencernaan, kandung kemih serta
endokrin dan metabolik (Stoelting, 2006; Butterworth, 2013).
Efek anestesi spinal pada sistem pencernaan berupa terbloknya saraf
simpatis didaerah thorakolumbal pada sistem pencernaan menyebabkan
meningkatkan motilitas pergerakan usus sehingga peristaltik pun akan meningkat
(Butterworth, 2013; Brull, 2015).
diberi makan terdiri dari gerakan yang berkelanjutan dengan amplitudo bervariasi
yang rendah, kontraksi yang tidak berkelompok yang memiliki jumlah, intensitas,
dan durasi berdasarkan pada makanan yang dimakan (sejumlah komposisi fisika
dan kimia). Namun, diantara pemberian makan terdapat proses migrating motor
complex (MMC) yang merupakan pola kontraksi dari usus. Migrating motor
complex pertama sekali dijelaskan oleh Szurszweski, yaitu gerakan yang
dipercaya sebagai fungsi pembersihan dengan cara mendorong isi intralumen usus
kearah distal selama kondisi puasa. Pada manusia, kontraksi ini terjadi sekitar
sekali setiap 1-2 jam (Luckey, 2003).
Otot dari lambung disusun oleh sel-sel yang berhubungan erat, yang dapat
menimbulkan fungsi elektrofisiologi. Ada 3 jenis potensial elektrikal yang khusus;
resting potential, slow-wave atau pacesetter potential, dan spike potential yang
memicu kontraksi (Luckey, 2003). Namun, potensial-potensial elektrik tersebut
hanya dapat terjadi selama frekuensi slow-wave dan ditentukan oleh pacemaker.
Sejumlah hormon gastrointestinal memengaruhi motilitas gastrointestinal yang
telah diketahui belakangan ini. Motilitas gaster ditentukan oleh interaksi yang
kompleks antara karakteristik elektrofisiologi, input syaraf, dan hormon
gastrointestinal (Fujimiya, 2000).
Pengosongan cairan dari lambung dimulai dalam 1 menit setelah minum,
sedangkan pengosongan makanan padat dari lambung dimulai dalam 15-137
menit (median 49 menit). Pengosongan lambung pada orang yang sehat dan ibu
hamil yang tidak obesitas tetap berlangsung setelah meminum 300 cc cairan jernih
(Stoelting, 2006).
Usus besar yang memiliki tujuan utama dalam mengabsorbsi air dan
menyimpan feses, berbeda dalam hal struktur dan fungsi dibandingkan bagian
usus yang lainnya. Pengukuran aktivitas elektrikal pada kolon menunjukkan
osilasi irreguler dengan berbagai amplitudo. Otot polos kolon tidak terdiri dari
gap junction dan karena itu tidak bekerja sebagai unit tunggal. Pada manusia, 3
aktivitas elektrikal dari motilitas kolon dapat dibedakan: aktivitas kontrol elektrik
yang menunjukkan osilasi potensial membran otot polos, respon aktivitas elektrik
yang berlainan yang terdiri dari potensial gelombang spike yang bersamaan
dengan osilasi, dan respon aktivitas elektrik yang berkelanjutan yang tidak
berasal dari olfaktori, visual, vestibular dan psikogenik. Kemoreseptor pada CTZ
memonitor level substansi di darah dan cairan serebrospial dan dan faktor – faktor
lainnya juga bisa mencetuskan terjadinya PONV (Rahman, 2004).
Berbagai hal mengenai mual belum diketahui secara baik. Hal tersebut
dihubungkan dengan relaksasi gastrointestinal, retroperistaltik di duodenum,
meningkatnya salivasi, pucat dan takikardi. Muntah dan retching adalah respon
batang otak, mual melibatkan bagian otak yang lebih tinggi. Muntah diawali
dengan bernafas yang dalam, penutupan glotis dan naiknya palatum molle.
Diafragma lalu berkontraksi dengan kuat dan otot – otot abdominal berkontraksi
untuk meningkatkan tekanan intra-gastrik. Hal ini menyebabkan isi lambung
keluar dengan penuh tenaga ke esofagus dan keluar dari mulut (Rahman, 2004).
Jalur alamiah dari muntah juga belum sepenuhnya dimengerti namun
beberapa mekanisme patofisiologi yang menyebabkan mual dan muntah telah
diketahui. Koordinator utama pusat muntah adalah kumpulan saraf–saraf yang
berlokasi di medulla oblongata. Saraf –saraf ini menerima input dari (Rahman,
2004, Doubravska, 2010):
a. Chemoreceptor trigger zone (CTZ) di area postrema
b. Sistem vestibular (yang berhubungan dengan mabuk darat dan mual
karena penyakit telinga tengah)
c. Nervus vagus (yang membawa sinyal dari traktus gastrointestinal)
d. Sistem spinoreticular (yang mencetuskan mual yang berhubungan
dengan cedera fisik)
e. Nukleus traktus solitarius (yang melengkapi refleks dari gag refleks)
Gambar 2.1. Jaras Terjadinya Muntah dan Beberapa Obat yang Digunakan
Untuk Mengatasi Mual (Doubravska, 2010)
Ada tiga komponen utama dari terjadinya muntah yaitu detektor refleks
muntah, mekanisme intergrasi dan gerakan motorik yang akan terjadi.
Sensor utama stimulus somatik berlokasi di usus dan CTZ. Stimulus
emetik dari usus berasal dari dua tipe serat saraf aferen vagus.
1. Faktor–faktor pasien
a. Umur: insidensi PONV 5% pada bayi, 25% pada usia dibawah 5
tahun, 42 – 51% pada umur 6 – 16 tahun dan 14 – 40% pada dewasa.
b. Gender: wanita dewasa akan mengalami PONV 2 – 4 kali lebih
banyak dibandingkan laki-laki, kemungkinan karena hormon
perempuan.
c. Obesitas: dilaporkan bahwa pada pasien obesitas lebih mudah terjadi
PONV baik karena adiposa yang berlebihan sehingga penyimpanan
obat–obat anestesi atau produksi estrogen yang berlebihan oleh
jaringan adiposa.
d. Motion sickness: pasien yang mengalami motion sickness lebih
mungkin terkena PONV.
e. Perpanjangan waktu pengosongan lambung: pasien dengan kondisi
ini akan menambah resiko terjadinya PONV.
f. Perokok: perokok akan lebih cenderung mengalami PONV.
2. Faktor–faktor preoperatif
a. Makanan: waktu puasa yang panjang atau baru saja makan akan
meningkatkan insiden PONV.
b. Ansietas: stess dan ansietas bisa menyebabkan muntah.
c. Penyebab operasi: operasi dengan peningkatan tekanan intra kranial,
obstruksi saluran pencernaan, kehamilan, aborsi atau pasien dengan
kemoterapi.
3. Faktor–faktor intraoperatif
a. Faktor anestesi
1) Intubasi: stimulasi mekanoreseptor faringeal bisa menyebabkan
muntah.
2) Anestetik: kedalaman anestesi atau inflasi gaster pada saat ventilasi
dengan masker bisa menyebabkan muntah.
3) Anestesia: perubahan posisi kepala setelah bangun akan merangsang
vestibular.
4) Obat–obat anestesi: opioid adalah obat penting yang berhubungan
dengan PONV. Etomidate dan methohexital juga berhubungan
dengan kejadian PONV yang tinggi.
5) Agen anstesi inhalasi: eter dan cyclopropane menyebabkan insiden
PONV yang tinggi karena pelepasan katekolamin. Pada sevoflurane,
enflurane, desflurane dan halothane dijumpai angka kejadian PONV
yang lebih rendah. N2O mempunyai peranan yang penting dalam
terjadinya PONV. Mekanisme terjadinya muntah akibat N2O karena
kerjanya pada reseptor opioid pusat, perubahan pada tekanan telinga
tengah, stimulasi saraf simpatis dan distensi gaster.
b. Teknik anestesi
Insiden PONV diprediksi lebih rendah dengan regional anestesi bila
dibandingkan dengan general anestesi. Pada regional anestesi
dijumpai insiden terjadinya muntah yang lebih rendah pada intra dan
postoperatif.
c. Faktor pembedahan :
1) Kejadian PONV juga berhubungan dengan tingginya insiden dan
keparahan PONV. Seperti pada laparaskopi, bedah payudara,
laparatomi, bedah plastik, bedah optalmik (strabismus), bedah THT,
bedah ginekologi.
2) Durasi operasi (setiap 30 menit penambahan waktu resiko PONV
meningkat sampai 60%).
4. Faktor–faktor pasca operatif
Nyeri, pusing, ambulasi, makan yang terlalu cepat (Biedler,2004).
2.6.Tujuan Diet
Tujuan diet pasca bedah adalah untuk mengupayakan agar status gizi pasien
segera kembali normal untuk mempercepat proses penyembuhan dan
meningkatkan daya tahan tubuh pasien, dengan cara sebagai berikut :
1.
memberikan kebutuhan dasar (cairan, energi, protein)
2.
mengganti kehilangan protein, glikogen, zat besi, dan zat gizi lain
3.
memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan cairan
PASCA BEDAH
SESAR
PEMBERIAN DIET
ORAL PASCA
BEDAH SESAR
BISING USUS
KOMPLIKASI
GASTROINTESTINAL
(MUAL, MUNTAH, PERUT