Anda di halaman 1dari 60

Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

BAB I DATA
PROYEK

Pasal 1 : Nama pekerjaan: Pembangunan Pagar dan Lanskape Gedung Pelayanan Satu
Atap

Pasal 2 : Tempat dan lokasi: Idi Rayeuk, Kabupaten Aceh Timur

Pasal 3 : Item-Item Pekerjaan yang harus dikerjakan dan diselesaikan oleh Penyedia Jasa
sesuai gambar rencana dan Dokumen kontrak.

1
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

BAB II
KETENTUAN UMUM PELAKSANAAN

Pasal 1 : Penanggung Jawab Pelaksanaan ( Penyedia Jasa )


1. Berdasarkan Kontrak Kerja yang dibuat oleh Pengguna Jasa dengan Penyedia
Jasa Konstruksi, maka Penyedia Jasa untuk proyek seperti yang disebutkan
dalam BAB I diatas adalah Perusahaan seperti yang disebutkan dalam
Kontrak Kerja.

2. Penyedia Jasa harus menyelesaikan pekerjaan secara seluruhnya sesuai


dengan ketentuan-ketentuan di dalam Dokumen Kontrak.

3. Tugas dan kegiatan Penyedia Jasa adalah seperti yang disebutkan dalam
Keputusan Menteri Permukiman Dan Prasarana Wilayah Nomor :
332/KPTS/M/2002 Tanggal 21 Agustus 2002 Tentang Penyedia Jasa Konstruksi
atau menurut perubahannya jika ada kecuali ditentukan lain oleh Pengguna
Jasa dalam Kontrak Kerja Fisik.

4. Penyedia Jasa harus mengajukan struktur organisasi pelaksana lapangan


proyek kepada Pengguna Jasa yang didalamnya tercantum beberapa tenaga
ahli Penyedia Jasa dengan posisi minimal seperti berikut atau sesuai yang
diajukan:
1. Project manager;
2. Site Manager;
3. Quality Konsultan Pengawas;
4. Arsitek;
5. Supervisor Lapangan;
6. Surveyor;
7. Draftman;
8. Administrasi Proyek; dan
9. Operator Computer.

5. Jumlah personil atau tenaga ahli yang ditempatkan harus sesuai dengan
bobot pekerjaan yang ditangani dan disetujui oleh Konsultan Pengawas dan
Pengguna Jasa.
6. Semua tenaga ahli yang namanya tercantum dalam struktur organisasi
lapangan proyek yang diajukan oleh Penyedia Jasa harus berada dilokasi
pekerjaan minimal selama jam kerja.

7. Penggantian tenaga ahli oleh Penyedia Jasa selama proses pelaksanaan


pekerjaan harus diketahui dan disetujui oleh Konsultan Pengawas.

2
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

8. Project Manager harus mengajukan ijin tertulis kepada Pengguna Jasa dan
diketahui oleh Konsultan Pengawas jika hendak meninggalkan lokasi
pekerjaan dalam jangka waktu lebih dari 3 hari.

9. Konsultan Pengawas berhak mengajukan permohonan kepada Pengguna


Jasa untuk penggantian tenaga ahli Penyedia Jasa yang berada dilokasi
pekerjaan jika tenaga ahli tersebut dinilai menghambat pekerjaan dan tidak
mampu menjalankan tugasnya dengan baik.

10. Tenaga ahli yang ditempatkan dilokasi pekerjaan oleh Penyedia Jasa harus
mampu memberikan keputusan yang bersifat teknis dan administratif di
lokasi pekerjaan.

Pasal 2 : Sub Pelaksana Pekerjaan / Sub Kontraktor


1. Penunjukan Sub Pelaksana pekerjaan/ Sub Kontraktor hanyalah dapat
dilakukan dengan sepengetahuan dan rekomendasi tertulis dari Konsultan
Pengawas serta mendapat persetujuan dari Pengguna Jasa.

2. Apabila hasil pekerjaan Sub Pelaksana tidak memenuhi semua persyaratan di


dalam Kontrak Kerja ataupun tidak memenuhi target prestasi yang harus
dicapai pada suatu tahap pekerjaan, maka Konsultan Pengawas berhak
menginstruksikan kepada Penyedia Jasa untuk menganti Sub Pelaksana
pekerjaan tersebut dengan yang lain.

3. Penyedia Jasa tidak dibenarkan untuk meninggalkan kewajibannya dengan


cara menyerahkan Kontrak Kerja sebagian atau seluruhnya kepada pihak lain
(Sub Pelaksana Pekerjaan) tanpa seijin atau persetujuan Pengguna Jasa.

4. Apabila tidak disebutkan dalam Kontrak Kerja, maka Penyedia Jasa tidak
dibenarkan untuk men-sub-kan sebagian pekerjaan yang menjadi
kewajibannya tanpa persetujuan Pengguna Jasa dan Konsultan Pengawas.

5. Dalam hal sudah mendapat persetujuan Pengguna Jasa dan Konsultan


Pengawas, maka Penyedia Jasa tetap bertanggung jawab penuh atas segala
kelalaian dan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh Sub Kontraktor,
sehingga kesalahan dan kelalaian tersebut merupakan kesalahan dan
kelalaian Penyedia Jasa sendiri.
6. Sub Kontraktor adalah pihak-pihak yang mempunyai Kontrak Kerja langsung
dengan Penyedia Jasa, yaitu dalam menyediakan dan mengerjakan bagian-
bagian pekerjaan khusus sesuai dengan keahliannya.

7. Penyedia Jasa tetap bertanggung jawab sepenuhnya atas hasil pekerjaan Sub
Kontraktor.

3
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

Pasal 3 : Gambar Pelaksanaan (Shop Drawing)


1. Penyedia Jasa dengan biaya sendiri harus membuat Gambar Pelaksanaan
(Shop Drawing) untuk pekerjaan-pekerjaan yang memerlukannya, terutama
untuk pekerjaan-pekerjaan yang Gambar Detailnya tidak dijelaskan dalam
Gambar Rencana.

2. Pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan Shop Drawing ditentukan oleh


Konsultan Pengawas dalam masa konstruksi.

3. Penyedia Jasa tidak dibenarkan melakukan pekerjaan sebelum Shop Drawing


yang menjadi kewajibannya disetujui oleh Konsultan Pengawas.

4. Shop Drawing tidak boleh merubah/merevisi Gambar Rencana kecuali atas


persetujuan Konsultan Perencana.

5. Shop Drawing tidak boleh merubah, memperbesar dan memperkecil


kuantitas maupun kualitas pekerjaan.

Pasal 4 : Gambar Lapangan Dan Dokumen Lapangan


1. Penyedia Jasa harus menyediakan satu set Gambar Rencana/ Gambar Revisi
dalam format kertas A3, satu set Shop Drawing, satu set Spesifikasi Teknis
dan satu set Bill of Quantity dilokasi pekerjaan pada setiap kantor lapangan.

2. Gambar Rencana, Gambar Revisi, Shop Drawing, Spesifikasi Teknis, dan Bill of
Quantity ditempatkan pada tempat yang baik dan dalam kedaan yang rapi.

Pasal 5 : Buku Instruksi Dan Buku Tamu


1. Penyedia Jasa harus menyediakan satu buah Buku Instruksi dan Buku Tamu
di lokasi pekerjaan pada setiap kantor lapangan dan ditempatkan pada
tempat yang baik.
2. Buku Instruksi berisikan instruksi-instruksi di lokasi pekerjaan yang
dikeluarkan oleh Konsultan Pengawas dan Pengguna Jasa untuk
dilaksanakan oleh Penyedia Jasa yang berhubungan dengan pelaksanaan
pekerjaan.

3. Buku Instruksi harus mencantumkan tanggal instruksi, waktu instruksi, nama


dan jabatan yang memberi instruksi, dan tanda tangan yang memberi
instruksi.

4. Instruksi Konsultan Pengawas dan Pengguna Jasa yang berada dalam Buku
Instruksi harus diketahui dan ditanda tangani oleh Penyedia Jasa minimal
Supervisor Lapangan untuk dilaksanakan.

4
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

5. Penyedia Jasa juga harus menyediakan buku tamu di kantor lapangan yang
diletakan pada tempat yang baik. Semua tamu yang berkunjung ke lokasi
pekerjaan harus terdata dan mengisi buku tamu yang telah disediakan oleh
Penyedia Jasa.

Pasal 6 : Gambar Hasil Pelaksanaan (As Built Drawing)


1. Kontraktor dengan biaya sendiri harus membuat Gambar Hasil Pelaksanaan
(As Built Drawing) yang sesuai dengan hasil pelaksanaan pekerjaan di
lapangan sebelum serah terima tahap pertama dilakukan.

2. Pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan As Built Drawing adalah pekerjaan


Pagar, Box Culver, Rabat Beton, Saluran, Taman, Papan Nama dan
pekerjaan-pekerjaan lain yang ditentukan oleh Konsultan Pengawas.

3. As Built Drawing yang dibuat oleh Penyedia Jasa harus diperiksa oleh
Konsultan Pengawas, Konsultan Perencana dan Pengguna Jasa.

3. Penyedia Jasa diwajibkan menyerahkan 5 set As Built Drawing yang telah


disetujui kepada Konsultan Pengawas, Pengguna Jasa dan Konsultan
Perencana kepada Pengguna Jasa.

4. Satu set As Built Drawing yang telah disetujui harus disimpan di tempat yang
baik pada bangunan oleh Pengguna Jasa atau pengguna bangunan.

Pasal 7 : Rencana Waktu Pelaksanaan


1. Penyedia Jasa harus mengajukan rencana waktu penyelesaian pekerjaan
(time schedule) keseluruhan kepada Konsultan Pengawas dan Pengguna Jasa
sebelum dimulainya pelaksanaan pekerjaan kecuali ditentukan lain dalam
Kontrak Kerja.

2. Penyedia Jasa harus menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan rencana waktu


penyelesaian pekerjaan keseluruhan yang telah disetujui oleh Konsultan
Pengawas dan Pengguna Jasa kecuali ditentukan lain dalam Kontrak Kerja.

3. Penyedia Jasa harus menyerahkan rencana waktu penyelesaian pekerjaan


keseluruhan yang telah disetujui oleh Konsultan Pengawas dan Pengguna
Jasa.

4. Penyedia Jasa juga harus mengajukan rencana waktu penyelesaian pekerjaan


mingguan pada tahap pelaksanaan pekerjaan kepada Konsultan Pengawas
dan diketahui oleh Pengguna Jasa.

5. Konsultan Pengawas berhak untuk tidak menyetujui rencana penyelesaian


pekerjaan mingguan yang diajukan oleh Penyedia Jasa dengan memberikan
alasan-alasan yang dapat dipertanggung jawabkan secara teknis.

5
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

6. Keterlambatan Penyedia Jasa dalam menyelesaikan pekerjaan karena


kesalahan dalam menyusun waktu penyelesaian pekerjaan sepenuhnya
menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa.

7. Keterlambatan Penyedia Jasa dalam menyelesaikan pekerjaan karena faktor


cuaca seperti hujan yang lebih dari 1 hari kerja dan dibuktikan dengan catatan
cuaca dalam Laporan Harian yang disetujui oleh Konsultan Pengawas harus
diperhitungkan untuk penambahan waktu pelaksanaan pekerjaan.

8. Keterlambatan Penyedia Jasa dalam menyelesaikan pekerjaan karena faktor-


faktor non teknis yang lebih dari 3 hari kerja dan diketahui oleh Konsultan
Pengawas seperti permasalahan dengan tanah/lahan pekerjaan sehingga
Penyedia Jasan tidak bisa memasuki dan memulai pekerjaan, ganguan
keamanan dari masyarakat setempat harus diperhitungkan untuk
penambahan waktu pelaksanaan pekerjaan.

9. Keterlambatan Penyedia Jasa dalam menyelesaikan pekerjaan karena


permasalahan yang berhubungan dengan Spesifikasi Teknis, Gambar Desain,
Bill of Quantity dan Kontrak Kerja di mana tidak ada keputusan yang pasti dari
Konsultan Pengawas, Konsultan Perencana dan Pengguna Jasa lebih dari 3
hari kerja harus diperhitungkan untuk penambahan waktu pelaksanaan
pekerjaan.

10. Keterlambatan Penyedia Jasa dalam menyelesaikan pekerjaan yang


disebabkan oleh hal-hal selain seperti yang disebutkan dalam poin 6, poin 7
dan poin 8 tidak boleh diperhitungkan untuk penambahan waktu
pelaksanaan kecuali ditentukan lain dalam Kontrak Kerja dengan persetujuan
Konsultan Manajemen dan Pengguna Jasa.

11. Lamanya penambahan waktu atau jumlah hari kerja tambahan yang
diberikan kepada Penyedia Jasa karena alasan-alasan seperti yang
disebutkan pada poin 6, poin 7 dan poin 8 adalah menurut keputusan
Konsultan Pengawas dan Pengguna Jasa.

Pasal 8 : Request For Work / Izin Kerja


1. Penyedia Jasa harus mengajukan permohonan penggunaan semua material
bangunan (Request for Work) sebelum material bangunan tersebut dipakai
dan dimasukan kelokasi pekerjaan.

2. Request for Work yang diajukan Penyedia Jasa harus disertai dengan contoh
material dan disetujui oleh Konsultan Pengawas dan Pengguna Jasa.

3. Persetujuan Request for Work yang diajukan oleh Penyedia Jasa dianggap sah
dan diakui apabila disetujui minimal oleh Konsultan Pengawas.

6
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

4. Penyedia Jasa harus menyediakan dan menyerahkan satu set contoh material
yang telah disetujui kepada Konsultan Pengawas.

5. Material bangunan yang tidak disetujui oleh Konsultan Pengawas, Konsultan


Perencana, dan Pengguna Jasa tidak boleh dipakai sebagai material
bangunan dan harus dikeluarkan dari lokasi pekerjaan.

6. Penyedia Jasa juga harus mengajukan permohonan permintaan pekerjaan


(Request for Work)untuk pekerjaan yang akan dikerjakan.

7. Request for Work yang diajukan oleh Penyedia Jasa harus disetujui oleh
Konsultan Pengawas.

8. Penyedia Jasa tidak dibenarkan melakukan pekerjaan tanpa Request for Work
atau jika Request for Work yang diajukan belum disetujui oleh Konsultan
Pengawas.

9. Item-item pekerjaan yang memerlukan Request for Work ditentukan oleh


Konsultan Pengawas.

Pasal 9 : Metode Pelaksanaan


1. Penyedia Jasa harus mengajukan Metode Pelaksanaan terhadap pekerjaan
Pembesian Lantai, Pengecoran Lantai serta pekerjaan-pekerjaan lain yang
memerlukanya.

2. Metode Pelaksanaan yang diajukan oleh Penyedia Jasa harus disetujui oleh
Konsultan Pengawas.

3. Penyedia Jasa tidak dibenarkan melakukan pekerjaan jika Metode


Pelaksanaan yang diajukan belum disetujui oleh Konsultan Pengawas.

4. Item-item pekerjaan yang memerlukan Metode Pelaksanaan ditentukan oleh


Konsultan Pengawas.

Pasal 10 : Rencana Material Dan Peralatan


1. Penyedia Jasa harus mengajukan rencana material dan peralatan mingguan
yang akan digunakan untuk penyelesaian pekerjaan setiap minggu kepada
Konsultan Pengawas.

2. Semua material dan peralatan sesuai dengan rencana material dan peralatan
mingguan yang diajukan oleh Penyedia Jasa harus berada di lokasi pekerjaan.

7
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

3. Konsultan Pengawas berhak untuk tidak menyetujui rencana material dan


peralatan mingguan yang diajukan oleh Penyedia Jasa dengan memberikan
alasan-alasan yang dapat dipertanggung jawabkan secara teknis.

Pasal 11 : Rencana Tenaga Kerja


1. Penyedia Jasa harus mengajukan rencana penggunaan tenaga kerja
mingguan yang akan digunakan untuk penyelesaian pekerjaan setiap minggu
kepada Konsultan Pengawas.

2. Semua tenaga kerja sesuai dengan rencana tenaga kerja mingguan yang
diajukan oleh Penyedia Jasa harus berada dilokasi pekerjaan.

3. Konsultan Pengawas berhak untuk tidak menyetujui rencana penggunaan


tenaga kerja mingguan yang diajukan oleh Penyedia Jasa dengan
memberikan alasan-alasan yang dapat dipertanggungjawabkan secara
teknis.

Pasal 12: Pekerjaan Di Luar Jam Kerja


1. Pekerjaan-pekerjaan di luar jam kerja normal yang dilakukan oleh Penyedia
Jasa dengan alasan mempercepat proses penyelesaian pekerjaan harus
diketahui oleh Konsultan Pengawas.

2. Biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh personil Konsultan Pengawas


untuk pekerjaan diluar jam kerja normal yang dilakukan oleh Penyedia Jasa
sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa.

3. Penyedia Jasa bertanggung jawab penuh terhadap kualitas pekerjaan yang


dilakukan di luar jam kerja normal atau pada malam hari.

Pasal 13: Laporan Pelaksanaan


1. Penyedia Jasa wajib membuat laporan harian, laporan mingguan, dan
laporan bulanan kepada Pengguna Jasa tentang kemajuan pelaksanaan
pekerjaan.

2. Format laporan harian, laporan mingguan, dan laporan bulanan yang dibuat
oleh Penyedia Jasa harus disetujui oleh Konsultan Pengawas.

3. Konsultan Pengawas berhak untuk melakukan pemeriksaan langsung ke


lapangan akan kebenaran data yang ada dalam laporan harian, laporan
mingguan, dan laporan bulanan yang dibuat oleh Penyedia Jasa.

4. Laporan harian, laporan mingguan, dan laporan bulanan dibuat dalam


rangkap 4 (empat). Salah satu tembusan laporan harian, laporan mingguan,
dan laporan bulanan harus berada pada lokasi pekerjaan. Masing-masing

8
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

Laporan harian, laporan mingguan dan bulanan harus diserahkan kepada


Konsultan Pengawas, Konsultan Pengawas dan Pengguna Jasa.

Pasal 14 : Surat Menyurat Dan Komunikasi


1. Segala surat-menyurat yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang berhubungan
dengan pelaksanaan pekerjaan yang sifatnya administratif harus melalui dan
ditujukan kepada Konsultan Pengawas juga diketahui oleh Pengguna Jasa.

2. Segala surat-menyurat yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang berhubungan


dengan pelaksanaan pekerjaan yang sifatnya teknis harus melalui dan
ditujukan kepada Konsultan Pengawas juga diketahui oleh Pengguna Jasa.

3. Surat menyurat atau perizinan yang berhubungan dengan Instansi lain di luar
proyek tidak perlu melalui dan diketahui oleh Konsultan Pengawas. Penyedia
Jasa tetap wajib memberikan informasi tentang hal tersebut kepada
Konsultan Pengawas.

Pasal 15: Rapat Koordinasi Dan Rapat Lapangan (Site Meeting)


1. Rapat koordinasi diselenggarakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali setiap
minggu, dipimpin oleh Pengguna Jasa atau Konsultan Pengawas.

2. Penyedia Jasa wajib hadir dalam rapat koordinasi dengan diwakili minimal
oleh Site Manager atau Supervisor Lapangan.

3. Konsumsi rapat koordinasi tersebut disiapkan oleh Penyedia Jasa kecuali


ditentukan lain oleh Pengguna Jasa

4. Rapat lapangan (site meeting) diselenggarakan sekurang-kurangnya 1 (satu)


kali setiap minggu, dipimpin oleh Pengguna Jasa atau Konsultan Pengawas.

5. Penyedia Jasa wajib hadir dalam rapat lapangan dengan diwakili minimal oleh
Supervisor lapangan.

6. Konsumsi rapat lapangan tersebut disiapkan oleh Penyedia Jasa kecuali


ditentukan lain oleh Pengguna Jasa.

Pasal 16 : Wewenang Pengguna Jasa (Pemberi Tugas) Memasuki Lokasi Pekerjaan


1. Pengguna Jasa (Pemberi Tugas) dan para wakilnya mempunyai wewenang
untuk memasuki lokasi pekerjaan dan bengkel kerja atau tempat-tempat lain
di mana Penyedia Jasa melaksanakan pekerjaan untuk Kontrak.

2. Jika pekerjaan dilakukan pada tempat-tempat lain yang dilakukan oleh Sub
Penyedia Jasa menurut ketentuan dalam Sub Pelaksanaan, maka Penyedia
Jasa harus memberikan jaminan agar supaya Pengguna Jasa dan para

9
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

wakilnya mempunyai wewenang untuk memasuki bengkel kerja dan tempat-


tempat lain kepunyaan Sub Pelaksana pekerjaan.

3. Pengguna Jasa atau Staf Ahli (Enggineer) berhak memberikan instruksi


langsung di lapangan kepada Penyedia Jasa dan Konsultan Pengawas untuk
suatu perbaikan atau perubahan jika dalam proses pelaksanaan pekerjaan
ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan Gambar Rencana, Spesifikasi
Teknis, Bill of Quantity dan Kontrak Kerja.

4. Pengguna Jasa atau Staf Ahli (Konsultan Pengawas) berhak memerintahkan


Konsultan Pengawas secara tertulis untuk menghentikan proses
pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh Penyedia Jasa sementara waktu
jika ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan Gambar Rencana, Spesifikasi
Teknis, Bill of Quantity dan Kontrak Kerja.

5. Penyedia Jasa harus menjamin dan bertangung jawab penuh akan


keselamatan Pengguna Jasa dan para wakilnya selama berada dilokasi
pekerjaan.

Pasal 17: Progress Payment


1. Pembayaran dilakukan dengan system Unit Price dan Monthly Certificate
(MC), artinya tagihan Penyedia Jasa dibayar berdasarkan Progress Realisasi
Pekerjaan yang telah diselesaikan dilapangan.

2. Progress Payment Penyedia Jasa diajukan kepada Pengguna Jasa dan


diperiksa kebenaran realisasi pekerjaan di lapangannya oleh Konsultan
Pengawas.

3. Progress Payment Penyedia Jasa baru dapat dibayar oleh Pengguna Jasa jika
telah disetujui secara tertulis oleh Konsultan Pengawas.

Pasal 18 : Kesalahan Pekerjaan Dan Pekerjaan Cacat


1. Penyedia Jasa harus memperbaiki dengan biaya sendiri semua kesalahan
pekerjaan dan cacat pekerjaan baik pada tahap pelaksanaan maupun pada
saat sebelum Serah Terima Tahap Pertama (PHO) dan pekerjaan dinyatakan
selesai 100%.

2. Kesalahan pekerjaan dan cacat pekerjaan adalah hasil pemeriksaan bersama


antara Penyedia Jasa, Konsultan Pengawas dan Pengguna Jasa sebelum
Serah Terima Tahap Pertama (PHO) dan pekerjaan dinyatakan selesai 100%.

3. Kesalahan pekerjaan dan cacat pekerjaan dari hasil pemeriksaan oleh


Penyedia Jasa, Konsultan Pengawas dan Pengguna Jasa dicantumkan dalam

10
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

sebuah Daftar Pekerjaan Cacat yang ditandatangani oleh ketiga pihak


tersebut.

4. Konsultan Manajemen atau Pengguna Jasa harus membuat Berita Acara Hasil
Pemeriksaan Pekerjaan untuk ditandatangani oleh Penyedia Jasa dan
Pengguna Jasa.

5. Semua kesalahan pekerjaan dan cacat pekerjaan yang ada dalam Daftar
Pekerjaan Cacat menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa memperbaikinya
dengan biaya sendiri.

6. Kesalahan-kesalahan dan cacat pekerjaan yang dilakukan oleh Penyedia Jasa


dikarenakan kurang memahami Gambar dan kurangnya kontrol terhadap
pekerja sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa untuk
memperbaiki dengan biaya sendiri.

7. Kesalahan dan cacat pekerjaan yang dilakukan oleh Penyedia Jasa karena
lemahnya pengawasan dan kontrol oleh Konsultan Pengawas tetap menjadi
tanggung jawab Penyedia Jasa untuk memperbaikinya.

8. Kerusakan dan cacat pada bangunan akibat pemakaian atau sebab-sebab lain
tanpa ada unsur-unsur kesengajaan yang dapat dibuktikan dalam masa
pemeliharaan bangunan tetap menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa untuk
memperbaikinya dengan biaya sendiri kecuali ditentukan lain dalam Kontrak
Kerja.

9. Konsultan Pengawas berhak setiap saat memerintahkan Penyedia Jasa untuk


memperbaiki kesalahan pekerjaan atau pekerjaan cacat pada masa
pelaksanaan.

10. Hasil perbaikan terhadap kesalahan pekerjaan dan pekerjaan cacat harus
disetujui oleh Konsultan Pengawas.

Pasal 19 : Buku Petunjuk Penggunaan Bangunan (Operation Hand-Book)


1. Penyedia Jasa bersama dengan Konsultan Pengawas harus membuat Buku
Petunjuk Penggunaan atau sistem operasi (Operation Hand-Book) sebelum
masa Serah Terima Pertama untuk semua peralatan yang ada dalam
bangunan seperti:
a. Instalasi Listrik;
b. Instalasi Pemadam Kebakaran.

2. Operation Hand-Book harus diserahkan kepada Pengguna Jasa dan pengguna


bangunan dengan memberikan penjelasan yang diperlukan.

11
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

3. Operation Hand-Book harus disimpan dengan baik dalam bangunan pada


tempat yang ditentukan oleh Pengguna Jasa atau pengguna bangunan.

Pasal 20 : Petunjuk Bangunan Dan Nama Ruangan


1. Penyedia Jasa dengan biaya sendiri bersama dengan Konsultan Perencana,
Konsultan Pengawas, Pengguna Jasa dan Pemilik Bangunan/ Pengguna
Bangunan harus membuat petunjuk dan Nama semua ruangan berdasarkan
fungsinya masing-masing sebelum masa Serah Terima Pertama (PHO).

2. Penyedia Jasa dengan biaya sendiri bersama dengan Konsultan Perencana,


Konsultan Pengawas dan Pengguna Jasa juga harus membuat Petunjuk Pintu
Masuk Utama dan Pintu Keluar Utama untuk semua bangunan dari material
yang dapat dilihat dengan mudah pada siang hari maupun malam hari.

Pasal 21: Penyelesaian Dan Serah Terima Pekerjaan


1. Setelah pekerjaan dianggap terlaksana 100% berdasarkan Progress 100% yang
diajukan oleh Penyedia Jasa dan telah disetujui oleh Konsultan Pengawas dan
Pengguna Jasa, maka pihak Konsultan Pengawas, Penyedia Jasa dan
Pengguna Jasa bersama-sama menandatangani Berita Acara Serah Terima
Pertama (PHO) kecuali ditentukan lain oleh Pengguna Jasa.

2. Sebelum Berita Acara Serah Terima Pertama ditandatangani berdasarkan


klaim Progress 100% yang diajukan Penyedia Jasa, maka Konsultan Pengawas,
Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa bersama-sama melakukan Pemeriksaan
Lapangan.

3. Pekerjaan-pekerjaan cacat, tidak sempurna dan tidak sesuai kualitas maupun


kuantitas terutama dari segi fungsi bangunan yang ditemukan dalam
Pemeriksaan Lapangan adalah menjadi kewajiban Penyedia Jasa
memperbaikinya sebelum Serah Terima Pertama ditandatangani dan hal ini
harus dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan dalam bentuk Daftar
Pekerjaan Cacat.

4. Penyedia Jasa juga harus menyerahkan As-built Drawing dan Buku Petunjuk
Penggunaan Bangunan (Hand Book) yang telah disetujui oleh Konsultan
Perencana, Konsultan Pengawas dan Pengguna Jasa sebelum Berita Acara
Serah Terima Pertama ditandatangani.

12
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

5. Konsultan Pengawas akan mengeluarkan rekomendasi tertulis akan realisasi


perbaikan dari semua item dalam Daftar Pekerjaan Cacat dan As-built
Drawing yang telah selesai dilaksanakan oleh Penyedia Jasa untuk keperluan
penandatanganan Berita Acara Serah Terima Pertama (PHO)

6. Setelah masa pemeliharaan dilampaui dan sesudah semua perbaikan-


perbaikan dilaksanakan dengan baik, Konsultan Pengawas akan
mengeluarkan rekomendasi tertulis mengenai selesainya pekerjaan dan
perbaikan yang berarti Serah Terima Kedua (PHO) kedua dari pihak Penyedia
Jasa kepada Pengguna Jasa.

Pasal 22 : Pemanfaatan Bangunan Oleh Pemilik/Pengguna Bangunan


1. Pemanfaatan dan penggunaan bangunan oleh Pemilik Bangunan hanya
boleh dilakukan setelah Berita Acara Serah Terima antara Pengguna Jasa
(Pemberi Tugas) dengan Pemilik Bangunan ditandatangani.

2. Pemilik Bangunan tidak boleh menempati, menggunakan bangunan dan


memanfaatkan semua fasilitas yang ada dalam bangunan selama bangunan
masih dalam proses Serah Terima antara Penyedia Jasa dengan Pengguna
Jasa.

3. Pemanfaatan bangunan oleh siapapun sebelum Serah Terima antara


Pengguna Jasa dan Pemilik Bangunan ditandatangani, harus dengan
persetujuan Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa.

4. Penyedia Jasa bertanggung jawab penuh terhadap perbaikan dengan biaya


sendiri semua cacat dan kerusakan yang timbul akibat penggunaan
bangunan oleh Pemilik Bangunan yang telah disetujuinya bersama dengan
Pengguna Jasa.

Pasal 23 : Penanggung Jawab Manajemen Konstruksi


1. Berdasarkan Kontrak Kerja yang dibuat oleh Pengguna Jasa dengan Penyedia
Jasa Konsultasi, maka Konsultan Pengawas untuk proyek seperti yang
disebutkan dalam BAB I di atas adalah Perusahaan seperti yang disebutkan
dalam Kontrak Kerja Konsultan Pengawas

2. Tugas dan kegiatan Konsultan Pengawas adalah seperti yang disebutkan


dalam Keputusan Menteri Permukiman Dan Prasarana Wilayah Nomor:
332/KPTS/M/2002 Tanggal 21 Agustus 2002 Tentang Penyedia Jasa Konsultan
Pengawas atau menurut perubahannya jika ada kecuali ditentukan lain oleh
Pengguna Jasa dalam Kontrak Kerja Konsultan Pengawas.

3. Konsultan Pengawas harus mengajukan struktur organisasi lapangan proyek


kepada Konsultan Perencana dan Pengguna Jasa di mana di dalamnya
tercantum beberapa tenaga ahli Konsultan.

13
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

4. Semua tenaga ahli yang namanya tercantum dalam struktur organisasi


lapangan proyek yang diajukan oleh Konsultan Pengawas harus berada di
lokasi pekerjaan minimal selama jam kerja.

5. Konsultan Pengawas harus menyerahkan Struktur Organisasi lapangan


proyek yang telah disetujui oleh Pengguna Jasa kepada Penyedia Jasa.

6. Penggantian tenaga ahli oleh Konsultan Pengawas selama proses


pelaksanaan pekerjaan harus diketahui dan disetujui oleh Konsultan
Pelaksana dan Pengguna Jasa.

7. Leader harus mengajukan ijin tertulis kepada Pengguna Jasa jika hendak
meninggalkan lokasi pekerjaan dalam jangka waktu lebih dari 3 hari.

8. Penyedia Jasa berhak mengajukan kepada Konsultan Pengawas dan


Pengguna Jasa untuk penggantian tenaga ahli Konsultan Pengawas yang
berada di lokasi pekerjaan jika tenaga ahli tersebut dinilai menghambat
pekerjaan dan tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik.

9. Tenaga ahli yang ditempatkan di lokasi pekerjaan oleh Konsultan Pengawas


harus mampu memberikan keputusan yang bersifat teknis di lokasi
pekerjaan.
10. Konsultan Pengawas harus membuat laporan mingguan dan laporan bulanan
dan diketahui oleh Pengguna Jasa atas segala hal yang menyangkut
pelaksanaan pekerjaan oleh Penyedia Jasa.

11. Bentuk, format, dan isi laporan Konsultan Pengawas adalah berdasarkan
hasil diskusi dan konsultasi dengan Pengguna Jasa.

Pasal 24 : Instruksi Konsultan Pengawas


1. Penyedia Jasa harus mematuhi dan melaksanakan semua instruksi atau
perintah yang dikeluarkan oleh Konsultan Pengawas yang berhubungan
dengan pelaksanaan pekerjaan.

2. Semua instruksi yang dikeluarkan oleh Konsultan Pengawas harus dalam


bentuk tulisan.

3. Instruksi Konsultan Pengawas dalam bentuk lisan dibenarkan dan harus


diikuti oleh Penyedia Jasa selama disertai oleh alasan-alasan yang jelas dan
sesuai dengan Spesifikasi Teknis.

4. Instruksi dari Konsultan Pengawas dapat berupa hal-hal seperti disebutkan


dibawah ini :

14
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

1. Teguran atas sesuatu cara pelaksanaan yang salah sehingga


membahayakan bagi konstruksi, atau pekerjaan finishing yang kurang
baik atau hal-hal lain yang menyimpang dari Spesifikasi Teknis dan
Gambar Rencana.
2. Perintah untuk menyingkirkan material/ bahan bangunan yang tidak
sesuai dengan Spesifikasi Teknis.
3. Perintah untuk menggantikan Pelaksana lapangan dari Penyedia Jasa
yang dianggap kurang mampu.
4. Perintah untuk melakukan penambahan tenaga kerja dengan alasan
untuk mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan.
5. Perintah untuk melakukan perubahan-perubahan pada metode
pelaksanaan Penyedia Jasa yang dianggap tidak tepat sehingga dapat
mengurangi kualitas dan memperlambat proses penyelesaian pekerjaan.
6. Dan lain–lain instruksi, teguran atau perintah yang dianggap perlu.

Pasal 25 : Perubahan-Perubahan Disain Dan Perbedaan-Perbedaan


1. Konsultan Perencana dan Konsultan Pengawas dengan persetujuan
Pengguna Jasa berhak mengadakan perubahan-perubahan pada Gambar
Rencana, Spesifikasi Teknis dan Bill of Quantity yang wajib dilaksanakan oleh
Penyedia Jasa.

2. Penyedia Jasa dengan alasan apapun tidak boleh melakukan perubahan pada
Gambar Rencana, Spesifikasi Teknis dan Bill of Quantity tanpa persetujuan
Konsultan Pengawas atau Konsultan Perencana.

3. Perubahan-perubahan akan Gambar Rencana dan Spesifikasi Teknis harus


disampaikan secara tertulis kepada Penyedia Jasa untuk dilaksanakan.

4. Perubahan-perubahan pada Gambar Rencana dan Spesifikasi Teknis yang


dilakukan oleh Konsultan Pengawas, Konsultan Perencana, dan Pengguna
Jasa secara lisan atau tidak tertulis tidak wajib untuk dilaksanakan oleh
Penyedia Jasa. Resiko karena melaksanakan Instruksi tidak tertulis
sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa.

5. Perubahan-perubahan akan Gambar Rencana dan Spesifikasi Teknis tidak


boleh menambah biaya pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan dari biaya
pelaksanaan yang ada dalam Kontrak Kerja kecuali ditentukan lain dalam
Kontrak Kerja atau oleh Pengguna Jasa.

6. Perhitungan kuantitas/ volume pekerjaan dan biaya karena perubahan


Gambar Rencana dan Spesifikasi Teknis dilakukan oleh Konsultan Perencana
diketahui oleh Konsultan Pengawas dan disetujui oleh Pengguna Jasa.

15
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

7. Penyedia Jasa berhak memeriksa hasil perhitungan akan kuantitas/ volume


pekerjaan dan biaya yang dilakukan oleh Konsultan Perencana.

8. Jika dalam pelaksanaan pekerjaan ditemukan ketidaksesuaian antara


Gambar Rencana, Spesifikasi Teknis, dan Bill of Quantity, Penyedia Jasa tidak
dibenarkan mengambil keputusan secara sepihak, tetapi harus
melaporkannya kepada Konsultan Pengawas untuk tindakan selanjutnya.

9. Konsultan Pengawas dengan persetujuan Konsultan Perencana dan


Pengguna Jasa berhak menentukan acuan mana yang harus dipegang bila
terjadi perbedaan antara Gambar Rencana, Spesifikasi Teknis, dan Bill of
Quantity kecuali ditentukan lain dalam Kontrak Kerja.

10. Kecuali ditentukan lain dalam Kontrak Kerja atau oleh Konsultan Pengawas,
jika terjadi perbedaan antara Gambar Rencana, Spesifikasi Teknis dan Bill of
Quantity maka urutan acuan yang harus dipegang ditentukan seperti berikut:
1. Kontrak Kerja;
2. Bill of Quantity;
3. Gambar Rencana serta Gambar Revisi; dan
4. Spesifikasi Teknis.

Pasal 26 : Struktur Organisasi Proyek


1. Struktur Organisasi Proyek dibuat oleh Konsultan Pengawas dengan
persetujuan Pengguna Jasa.

2. Struktur Organisasi Proyek harus dapat menjelaskan secara umum hubungan


antara semua pihak yang terlibat dalam proyek.

3. Struktur Organisasi Proyek adalah pedoman administratif yang harus diikuti


oleh semua pihak yang terlibat dalam proyek.

4. Perubahan-perubahan pada Struktur Organisasi Proyek harus segera


diberitahukan secara tertulis kepada semua pihak yang terlibat dalam
proyek.

5. Struktur Organisai Proyek dibuat dalam format kertas A3 dan diletakan pada
posisi yang mudah dilihat dan dibaca pada Direksi Keet (Kantor Konsultan
Pengawas) dan Kantor Penyedia Jasa.

Pasal 27 : Ketentuan Lain


1. Spesifikasi Teknis ini adalah ketentuan yang mengikat bagi Penyedia Jasa dan
merupakan bagian dari Kontrak Kerja yang harus dipatuhi dan dilaksanakan.

2. Semua aturan dan persyaratan yang terdapat dalam Spesifikasi Teknis harus
dipatuhi dan dilaksanakan oleh Penyedia Jasa walaupun hal tersebut tidak

16
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

disebutkan dalam Gambar Rencana dan Bill of Quantity kecuali ditentukan


lain dalam Kontrak Kerja atau oleh Konsultan Pengawas dengan Persetujuan
Pengguna Jasa.

3. Jika terjadi perbedaan antara aturan yang terdapat dalam Spesifikasi Teknis
dan aturan dalam Kontrak Kerja maka aturan yang menjadi acuan adalah
aturan yang terdapat dalam Kontrak Kerja.

4. Hal-hal yang belum ditentukan dalam Spesifikasi Teknis ini akan ditentukan
kemudian oleh Konsultan Pengawas bersama dengan Konsultan Perencana
dengan persetujuan Pengguna Jasa dalam proses pelaksanaan pekerjaan dan
menjadi satu ketentuan yang mengikat serta wajib diikuti oleh Penyedia Jasa.

5. Hal-hal yang ditentukan kemudian oleh Konsultan Pengawas tersebut harus


tetap mengacu pada Kontrak Kerja yang telah ada.

6. Konsultan Pengawas bersama Konsultan Perencana dengan persetujuan


Pengguna Jasa dapat mengubah sebagian besar atau sebagian kecil aturan
yang terdapat dalam Spesifikasi Teknis dan Penyedia Jasa wajib mengikuti
aturan perubahan tersebut.

17
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

BAB III PEKERJAAN


PERSIAPAN

Pasal 1 : Pembersihan Lapangan


1. Penyedia Jasa harus membersihkan lokasi pekerjaan dari segala sesuatu yang
dapat menggangu pelaksanaan pekerjaan seperti bangunan lama, hasil
bongkaran bangunan lama, pepohonan, semak belukar, dan tanah humus.

2. Penyedia Jasa harus melakukan pengupasan terhadap tanah humus setebal


minimal 10 cm sebelum dilakukan pekerjaan konstruksi.

3. Yang dimaksud dengan Muka Tanah Dasar pada Gambar Rencana adalah muka
tanah yang telah bersih dari pepohonan, semak belukar, dan lapisan tanah
humus atau muka tanah timbun yang telah dipadatkan kecuali diitentukan lain
dalam Gambar Rencana.

4. Hasil bongkaran bangunan lama dan pengupasan tanah humus tidak boleh
dipakai sebagai material timbunan atau diolah kembali untuk dipakai sebagai
material bangunan.

5. Material yang dihasilkan dari bongkaran bangunan lama dan pengupasan


lapisan humus harus dikeluarkan dari lokasi pekerjaan dan dibuang sejauh
mungkin dari lokasi pekerjaan atau ketempat yang tidak menggangu
lingkungan hidup.

6. Hasil bongkaran bangunan lama dan pengelupasan lapisan humus tidak boleh
berada dilokasi pekerjaan lebih dari 3 (tiga) hari.

Pasal 2 : Pembongkaran Konstruksi Bangunan Lama (Jika Ada)


1. Penyedia Jasa harus membongkar Konstruksi Bangunan Lama atau sisa
bangunan lama sesuai dengan Gambar Rencana atau Bill of Quantity

2. Sebelum melakukan pekerjaan pembongkaran Penyedia Jasa harus membuat


permohonan tertulis kepada Konsultan Pengawas dan diketahui Konsultan
Pengawas serta Pengguna Jasa.

3. Dalam melakukan pembongkaran bangunan lama Penyedia Jasa harus


menjamin untuk tidak merusak bangunan disekitar lokasi pekerjaan dan
bangunan-bangunan yang oleh Pengguna Jasa tidak diijinkan untuk dibongkar.

4. Kerusakan-kerusakan bangunan lama dan bangunan disekitar lokasi pekerjaan


akibat aktifitas pembongkaran bangunan oleh Penyedia Jasa menjadi
tanggung jawab Penyedia Jasa apabila ada tuntutan ganti rugi oleh pemilik
bangunan.

18
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

5. Hasil Bongkaran bangunan lama adalah milik Pengguna Jasa atau pemilik
bangunan. Penyedia Jasa bertanggung jawab penuh terhadap keamanan,
kehilangan dan pemanfaatan hasil bongkaran bangunan lama oleh pihak-pihak
ketiga tanpa seizin Pengguna Jasa atau pemilik bangunan.

6. Hasil bongkaran bangunan lama tidak boleh dimanfaatkan kembali oleh


Penyedia Jasa untuk material bangunan didalam lokasi maupun diluar lokasi
proyek tanpa seizin Konsultan Pengawas dan Pengguna Jasa.

Pasal 3 : Penentuan Letak Bangunan (Setting Out)


1. Penyedia Jasa harus melakukan Seetting Out atau pengukuran kembali akan
kebenaran posisi bangunan yang akan dibangun seperti yang telah ada dalam
Lay Out bangunan pada Gambar Rencana.

2. Pekerjaan Setting Out yang dilakukan oleh Penyedia Jasa harus diketahui dan
didampingi oleh Konsultan Pengawas, Konsultan Perencana, Pengguna Jasa
dan Pemilik Bangunan

3. Pekerjaan Setting Out tidak boleh dilakukan secara manual tetapi harus
menggunakan alat ukur seperti Theodolit dan Waterpas

4. Hasil pekerjaan Setting Out harus menghasilkan satu ketetapan bersama yang
pasti akan elevasi tanah, elevasi bangunan, posisi penempatan bangunan dan
batas-batas lahan kerja. Ketetapan akan elevasi dan posisi bangunan harus
direalisasikan dilapangan dengan memasang patok-patok sementara dari kayu
ukuran 5/7 cm yang ditanam minimal 30 cm dalam tanah dan ujungnya ditandai
dengan cat minyak

5. Hasil pekerjaan Seetting Out tidak boleh berbeda dengan Lay Out bangunan
yang ada dalam Gambar Rencana kecuali dengan alasan-alasan kondisi lahan
existing yang berubah dan alasan-alasan teknis yang disetujui oleh Konsultan
Perencana atau Konsultan Pengawas

6. Perubahan-perubahan posisi bangunan karena alasan keterbatasan lahan atau


berubahanya kondisi existing lahan harus disetujui oleh Konsultan Perencana,
Konsultan Pengawas dan Pengguna Jasa.

7. Penyedia Jasa harus membuat gambar hasil pekerjaan Seeting Out dan
disetujui oleh Konsultan Perencana, Konsultan Pengawas dan Pengguna Jasa.

Pasal 4 : Pemasangan Bouwplank


1. Penyedia Jasa harus melakukan pemasangan Bouwplank sebagai acuan tetap
pada semua bangunan yang akan dikerjakan termasuk septictank dan Ground
Resevoir

19
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

2. Jarak pemasangan bouwplank dari struktur terluar bangunan yang akan


dibangun minimal 1 m dan maksimal 2 m

3. Bouwplank dibuat dari tiang-tiang kayu ukuran 5/7 cm yang ditanam dalam
tanah minimal 40 cm dan dengan jarak maksimal setiap tiang adalah 2 meter.
Untuk keperluan acuan elevasi dipakai papan kayu 2,5/25 cm atau kayu ukuran
2,5/7 cm yang dipaku pada tiang-tiang kayu 5/7 cm

4. Bouwplank harus mempunyai posisi dan elevasi yang tetap terhadap


bangunan yang akan dibangun dan tidak boleh berubah posisi dan elevasinya
sebelum struktur bangunan yang paling rendah seperti pondasi dan sloof
selesai dikerjakan

5. Posisi penempatan bouwplank harus sesuai dengan hasil pekerjaan Seeting


Out

6. Hasil pekerjaan pemasangan bouwplank harus disetujui oleh Konsultan


Pengawas

20
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

BAB IV PEKERJAAN
TANAH

Pasal 1 : Lingkup Pekerjaan.


1. Meliputi Pekerjaan awal dari galian tanah untuk pondasi hingga urugan tanah
pondasi.

Pasal 2 : Galian Tanah Biasa


1. Bentuk galian dilaksanakan sesuai dengan ukuran yang tertera dalam
gambar. Apabila ditempat galian ditemukan pipa pipa pembuangan, kabel
listrik, telepon atau lainnya yang masih berfungsi, maka Kontraktor
secepatnya memberitahukan kepada Konsultan Pengawas atau kepada
instansi yang berwenang untuk mendapat petunjuk seperlunya.

2. Kontraktor bertanggung jawab sepenuhnya atas segala kerusakan yang


diakibatkan pekerjaan galian tersebut.

3. Apabila pada waktu penggalian ditemukan benda-benda purbakala, maka


Kontraktor wajib melaporkannya kepada Pemerintah Daerah setempat.

4. Galian diluar bangunan untuk mendapatkan tinggi lantai yang disyaratkan


dalam gambar. Penggalian tanah ini dimaksudkan untuk mendapatkan
kontur tanah yang disyaratkan dalam Site Plan.

5. Bila ternyata penggalian melebihi volume yang telah ditentukan dalam


gambar, maka Kontraktor harus mengisi kelebihan galian tersebut dengan
pasir urug.

Pasal 3 : Urugan Tanah Kembali.


1. Bila ternyata penggalian melebihi volume yang telah ditentukan dalam
gambar, maka Kontraktor harus mengisi kelebihan galian tersebut dengan
pasir urug.

2. Pengurugan dengan tanah timbunan dibawah lantai dilakukan lapis demi


lapis hingga ketebalan 10 cm dibawah lantai, ditumbuk hingga padat.
Lapisan lapisan urugan untuk ditumbuk ini dibuat maksimal 10 cm, dan
ditumbuk 5 kali tiap bidang tumbukan pada tiap-tiap lapis tersebut.

3. Dibawah pondasi, dan dibawah saluran air diurug dengan pasir pasangan
setebal 5 cm dan dipadatkan.

21
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

Pasal 4 : Pasir Urug


1. Pasir Urug hanya dipergunakan untuk urugan bawah lantai bangunan,
timbunan, pasir alas pondasi batu gunung serta alas pekerjaan lantai kerja
beton ( Line Concrete ) Pondasi Plat Lantai Beton.

2. Pasir Urug tidak untuk digunakan pada pekerjaan beton struktural dan beton
non struktural.

3. Pasir Urug terdiri dari butiran-butiran yang keras dan bersifat kekal.

4. Pasir urug harus berasal dari pasir sungai dan bukan pasir laut.

5. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 10 % dari berat keringnya.

6. Pasir urug harus dipadatkan dengan alat pemadat Stemper hingga mencapai
kepadatan yang disetujui oleh Konsultan Pengawas atau jenuh air sebelum
dilakukan pekerjaan lain diatasnya.

7. Hasil pemadatan pasir urug harus disetujui oleh Konsultan Pengawas

22
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

BAB V PEKERJAAN
PONDASI

Pasal 1 : Batu Bata


1. Batu bata harus mempunyai dimensi dan ukuran yang standar sesuai
Peraturan Bahan Bangunan yang berlaku.

2. Batu bata mempunyai dimensi seperti berikut : lebar 10 cm, panjang 20 cm,
dan tebal 5 cm kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Bahan Bangunan.

3. Batu bata adalah dari hasil pembakaran yang sempurna dari pabrik batu bata
dimana kondisinya tidak rapuh dan tidak mudah hancur ketika diangkut dan
diturunkan pada lokasi pekerjaan.

4. Batu bata bentuknya harus sempurna tidak melengkung dan permukaanya


benar-benar rata untuk semua sisinya.

5. Batu bata mempunyai Kuat Tekan minimal 30 kg/cm2.

6. Perubahan-perubahan pada dimensi dan ukuran batu bata karena mengikuti


dimensi dan ukuran yang berlaku pada daerah tertentu harus disetujui oleh
Konsultan supervise.

7. Toleransi hanya diperbolehkan untuk dimensi dan bukan untuk kualitas.

Pasal 2 : Pasir Beton


1. Terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tajam.

2. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% dari berat kering, apabila lebih
dari 5% maka pasir tersebut harus dicuci sebelum dipergunakan.

3. Ada tidaknya kandungan lumpur dalam pasir harus dibuktikan dengan


penelitian di Laboratorium Beton.

4. Bersifat kekal dan tidak hancur oleh karena pengaruh panas matahari.

5. Mempunyai gradasi atau susunan butiran yang baik dan sesuai untuk
campuran material beton.

6. Ukuran maksimal pasir beton adalah 6 mm dan ukuran minimal pasir beton
adalah butiran yang tertahan pada saringan nomor 100.

7. Pasir beton tidak mengandung zat alkali atau zat-zat lain yang dapat merusak
beton.

23
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

8. Pasir yang akan digunakan untuk campuran beton harus melalui proses
penyelidikan di Laboratorium Beton.

9. Semua Peraturan dan Standar yang disyaratkan untuk Pasir Beton dalam
Peraturan Beton Indonesia (PBI) berlaku juga pada Spesifikasi Teknis ini.

Pasal 3 : Kerikil Beton


1. Terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tajam serta bersifat kekal.

2. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% dari berat kering, apabila lebih
dari 1% maka kerikil tersebut harus dicuci sebelum dipergunakan.

3. Ada tidaknya kandungan lumpur dalam pasir harus dibuktikan dengan


penelitian di Laboratorium Beton.

4. Bersifat kekal dan tidak hancur oleh karena pengaruh panas matahari.

5. Mempunyai gradasi atau susunan butiran yang baik dan sesuai untuk
campuran material beton.

6. Ukuran maksimal kerikil beton adalah 30 mm dan ukuran minimal adalah 6


mm.
7. Tidak mengandung zat alkali atau zat-zat lain yang dapat merusak beton.

8. Kerikil yang akan digunakan untuk campuran beton harus melalui proses
penyelidikan di Laboratorium Beton.

9. Kerikil Beton hanya dipakai pada pekerjaan-pekerjaan beton Non Struktural


atau beton dengan mutu dibawah K-250.

10. Semua Peraturan dan Standar yang disyaratkan untuk Kerikil Beton dalam
Peraturan Beton Indonesia (PBI) berlaku juga pada Spesifikasi Teknis ini.

Pasal 4 : Semen Portland


1. Terdaftar dalam merk dagang.

2. Merk Semen Portland yang dipakai harus seragam untuk semua pekerjaan
beton struktural maupun beton non struktural.

3. Mempunyai butiran yang halus dan seragam.

4. Tidak berbungkah-bungkah/tidak keras.

24
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

5. Semen yang dipakai untuk semua pekerjaan struktur beton adalah Semen
Portland Type I.

6. Semua peraturan tentang pengunaan semen portland di Indonesia untuk


bangunan gedung berlaku juga pada spesifikasi teknis ini.

Pasal 5 : Air
1. Secara visual air harus bersih dan bening, tidak berwarna dan tidak berasa.

2. Tidak mengandung minyak, asam alkali, garam dan zat organic yang dapat
merusak beton.

3. Air setempat dari sumur dangkal atau sumur bor serta yang didatangkan dari
tempat lain kelokasi pekerjaan harus mendapat persetujuan Konsultan
Pengawas sebelum digunakan.

Pasal 6 : Pasir Pasang / Pasir Halus


1. Pasir Pasang/Pasir Halus adalah pasir dengan ukuran butiran halus dan tidak
lagi memerlukan proses penyaringan/ayakan jika hendak digunakan.

2. Pasir Pasang/Pasir Halus adalah pasir yang dipakai untuk keperluan Pasangan
Batu Gunung, Pasangan Batu Bata, Pasangan Keramik, dan Plasteran
Dinding.

3. Pasir Pasang tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% dari berat kering,
apabila pasir pasang tersebut mengandung Lumpur lebih dari 5% maka pasir
tersebut harus dicuci sebelum dipergunakan.

4. Pasir Pasang/Pasir Halus harus mempunyai butiran yang tajam dan keras.

5. Bersifat kekal dan tidak hancur oleh karena pengaruh panas matahari

6. Pasir Pasang/Pasir Halus adalah pasir yang berasal dari Sungai dan bukan
Pasir yang berasal dari laut.

Pasal 7 : Tulangan Beton


1. Bebas dari karatan. Toleransi terhadap karatan pada baja tulangan
ditentukan oleh Konsultan Pengawas

2. Baja tulangan dibawah diameter 12 mm adalah baja polos.

3. Pemakaian besi harus sesuai dengan gambar rencana.

25
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

4. Semua Besi tulangan polos mempunyai tegangan tarik/luluh besi minimal


2400 kg/cm2 atau 240 MPa.

5. Kebenaran akan tegangan tarik/luluh besi tulangan harus dibuktikan dengan


percobaan/uji tarik pada Laboratorium Beton minimal untuk 3 benda uji.

6. Besi tulangan mempunyai bentuk dan penampang yang sesuai dengan yang
dibutuhkan atau sesuai Gambar Rencana.

7. Besi ulir yang telah sekali dibengkokkan tidak boleh dibengkokkan lagi dalam
arah yang berlawanan.

8. Besi tulangan harus disimpan sedemikian rupa sehingga terlindung dari


hubungan langsung dengan tanah dan terlindung dari air hujan.

9. Semua peraturan tentang besi tulangan di Indonesia untuk bangunan


gedung berlaku juga pada spesifikasi teknis ini.

Pasal 8 : Batu Gunung


Batu harus keras, bersih dan semacam batu yang tahan lama dan disetujui oleh
Direksi atau Batu yang rapuh atau batu endapan tidak diperkenankan
dipergunakan.Jika tidak ditentukan ukurannya di dalam gambar rencana, batu
harus mempunyaiketebalan tidak kurang dari 15 cm, lebar tidak kurang dari 11/2
kali tebalnya danpanjangnya tidak kurang dari 11/2 kali lebarnya. Setiap batu harus
baik bentuknyadan bebas dari penyusutan dan berkurangnya kekuatan batu.

Pasal 9 : Perakitan Tulangan


1. Perakitan tulangan balok dan kolom dapat dilakukan di bengkel kerja oleh
Penyedia Jasa atau langsung pada lokasi konstruksi.

2. Khusus untuk Pondasi Plat Lantai Beton perakitan tulangan harus dilakukan
langsung lokasi konstruksi atau Bekisting.

3. Dimensi, model, bengkokan, jarak dan panjang penyaluran tulangan harus


sesuai dengan Gambar Rencana dan Shop Drawing, standar Peraturan Beton
Indonesia (PBI) dan SK SNI 2847:2013.

4. Penyedia Jasa harus menyediakan Shop Drawing dan daftar bengkokan,


dimensi, model, dan panjang penyaluran tulangan pada bengkel kerja untuk
menghindari kesalahan dalam pekerjaan perakitan tulangan.

26
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

5. Tulangan balok dan kolom yang telah selesai dirakit jika tidak langsung
dipasang harus diletakan ditempat yang terlindungi dari hujan dan tidak
boleh bersentuhan langsung dengan tanah.

6. Untuk tulangan lantai dirakit langsung diatas bekisting yang telebih dahulu
telah selesai dikerjakan.

7. Semua tulangan utama balok dan kolom harus terikat dengan baik oleh
sengkang dengan alat ikat kawat beton.

8. Jaring tulangan plat harus terikat dengan baik satu dengan yang lain dengan
alat ikat kawat beton.

9. Tulangan yang telah selesai dirakit tidak boleh dibiarkan lebih dari 3 hari
dalam bekisting.

Pasal 10 : Sambungan Antar Tulangan


1. Sambungan antara tulangan, ditentukan lain dalam Gambar Rencana dan
harus sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan dalam Peraturan Beton
Indonesia (PBI) dan SK SNI 2847:2013.

2. Titik-titik sambungan tulangan lewatan pada plat lantai tidak boleh dibuat
pada posisi satu garis lurus. Sambungan harus dibuat selang-seling atau zig-
zag antara batang yang disambung dengan batang yang tidak disambung.

3. Panjang sambungan lewatan jika tidak ditentukan lain dalam Gambar


Rencana, Peraturan Beton Indonesia (PBI) dan SK SNI 2847:2013 harus
diambil minimal 40 kali diameter batang yang disambung.

4. Sambungan-sambungan harus dibuat antara sesama tulangan utama. Tidak


dibenarkan dengan alasan apapun menggunakan tulangan extra (tulangan
tambahan) untuk menyambung tulangan utama dengan tulangan utama lain
kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Beton Indonesia (PBI) dan SK SNI
2847:2013.

5. Penjangkaran tulangan atau kait-kait pada posisi pemutusan tulangan jika


tidak ditentukan lain dalam Gambar Rencana maka harus sesuai dengan
syarat-syarat yang ditentukan dalam Peraturan Beton Indonesia (PBI) dan SK
SNI 2847:2013.

6. Sambungan-sambungan pada kondisi pembeban tarik dan lentur pada


komponen balok, lantai ujung-ujung sambungan harus dibuat kait (hook)
kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Beton Indonesia (PBI) dan SK SNI
2847:2013.

27
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

7. Sambungan tulangan kolom harus dilakukan pada posisi permukaan sloof


dan lantai atau pada posisi tengah bentang kolom. Penyambungan pada
posisi selain pada posisi tersebut dengan alasan apapun tidak dibenarkan.

Pasal 11 : Acuan/ Bekisting


1. Bahan utama bekisting adalah multiplek 9 mm yang diperkuat oleh balok-
balok kayu 5/7 cm atau 5/10 cm dari kayu kelas kuat III

2. Penggunaan papan kayu sebagai bekisting dengan alasan apapun tidak


diperbolehkan

3. Penggantian material bekisting dengan material selain yang disebutkan


pada point 1 harus dengan persetujuan Konsultan Pengawas

4. Penyedia Jasa harus mengajukan Shop Drawing untuk bentuk konstruksi


bekisting balok, kolom, plat lantai, dan plat atap serta konstruksi lain yang
dianggap perlu oleh Konsultan Pengawas

5. Penggunaan bekisting system bongkar pasang dari bahan besi harus


disetujui oleh Konsultan Pengawas

6. Permukaan bekisting harus dilumuri atau dioleskan dengan cairan Residu


atau cairan Ter supaya hasil campuran beton tidak menempel pada bekisting
waktu akan dibuka sehingga dapat menghasilkan permukaan beton yang
rapi

7. Bentuk bekisting harus menghasilkan konstruksi akhir sesuai rencana.

8. Bekisting harus kokoh dan rapat sehingga pada waktu diisi dengan
campuran beton tidak bocor atau berubah bentuknya.

9. Hasil pekerjaan bekisting harus diperiksa kembali kebenaran elevasi,


kelurusannya terhadap arah vertikal oleh Penyedia Jasa dengan alat
Theodolit dan Waterpass. Pemeriksaan secara manual tidak dibenarkan.

10. Hasil pekerjaan bekisting harus disetujui oleh Konsultan Pengawas


sebelum dilakukan pekerjaan pengecoran beton.

11. Bekisting yang telah dicor beton tidak boleh dibuka kurang dari 28 hari
terhitung sejak waktu pengecoran kecuali ditentukan lain oleh Konsultan
Pengawas karena alasan penggunaan zat additive yang dapat mempercepat
proses pengerasan beton atau alasan-alasan teknis yang dapat
dipertanggung jawabkan .

28
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

12. Pekerjaan membuka bekisting tidak boleh merusak permukaan beton jika
hal ini terjadi Penyedia Jasa harus memperbaikinya dengan pekerjaan acian
beton.

13. Perbaikan permukaan beton yang rusak akibat kesalahan pembukaan


bekisting atau sebab lain harus disetujui oleh Konsultan Pengawas .

Pasal 12: Lantai Kerja Beton ( Line Concrete )


1. Untuk komponen struktur beton yang berhubungan langsung dengan tanah
atau pasir urug, pada lapisan dasarnya harus memakai Lantai Kerja Beton
(Line Concrete) dengan tebal minimal 5 cm atau sesuai Gambar Rencana.

2. Lantai Kerja Beton dibuat dari beton mutu K-100.

2. Hasil pekerjaan Lantai Kerja Beton harus benar-benar elevasi , hal ini harus
dibuktikan dengan pekerjaan Waterpassing.

Pasal 13 : Pasangan Dinding Batu Bata Campuran 1 Pc : 2 Ps


1. Pasangan batu bata campuran 1 Pc : 2 Ps dikerjakan hanya pada dinding-
dinding yang langsung berhubungan dengan air seperti dinding Pagar dan
Pot Bunga.

2. Perekat atau spesi yang dipakai adalah dari campuran 1 Pc : 2 Ps dengan


ketebalan maksimal 1,5 cm dan minimal 1 cm.

3. Pasir yang dipakai adalah Pasir Pasang/Pasir Halus.

4. Batu bata harus disiram terlebih dahulu dengan air sebelum dipasang.

5. Batu bata harus dipasang dengan posisi lapis demi lapis saling bersilangan
dan tidak satu garis sambungan.

6. Pasangan batu bata dengan campuran 1 Pc : 2 Ps harus kedap air (trasram).

7. Pasangan batu bata tidak boleh melengkung dalam arah vertikal dan dalam
arah horizontal.

29
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

8. Setiap tinggi 30 cm pemasangan bata harus disediakan benang-benang


untuk ketepatan elevasi dan kedataran permukaan.

9. Hasil pemasangan batu bata ½ bata dengan campuran 1 Pc : 2 Ps harus


disetujui oleh Konsultan Pengawas

Pasal 14 : Plesteran Campuran 1 Pc : 2 Ps


1. Sebelum dilakukan plesteran terlebih dahulu permukaan hasil pemasangan
bata harus disiram dengan air dengan merata.

2. Plesteran dari campuran 1 Pc : 2 Ps .

3. Pasir yang dipakai adalah pasir Pasang/Pasir Halus.

4. Tebal plesteran dinding minimal 1,5 cm.

5. Plesteran campuran 1 Pc : 2 Ps dilakukan pada pasangan Hollow block atau


dinding bata dengan campuran 1 Pc : 2 Ps.

6. Plesteran harus menghasilkan permukaan yang rata untuk semua bidang


dinding yang diplester.

7. Plesteran tidak boleh meninggalkan sambungan-sambungan antara


plesteran lama dengan plesteran baru yang tidak rata.

8. Lama antara plesteran lama dengan plesteran baru tidak boleh lebih dari satu
hari kecuali ditentukan lain oleh Konsultan Pengawas .

9. Hasil pekerjaan plesteran harus benar-benar halus permukaannya sehingga


ketika dilakukan pekerjaan cat dinding tidak menimbulkan bekas.

10. Hasil pekerjaan plesteran harus disetujui oleh Konsultan Pengawas .

Pasal 15 : Mutu Beton


Mutu beton yang digunakan yaitu K-200, K-250 dan K-300 atau sesuai dengan
gambar rencana
Pasal 16 :
Pengecoran
1. SebelumBeton ( Casting
memulai Concrete
pekerjaan )
pengecoran Penyedia Jasa harus memastikan
Acuan/bekisting telah selesai 100% dan telah disetujui oleh Konsultan
Pengawas

2. Mutu beton yang digunakan yaitu K-200, K-250 dan K-300

30
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

3. Sedapat mungkin untuk melakukan sekali pengecoran untuk setiap bagian


konstruksi sehingga dapat menghindari sambungan-sambungan beton.

4. Pengecoran dalam kondisi cuaca hujan tidak dibenarkan kecuali Penyedia


Jasa menjamin bahwa bekisting dan hasil pengecoran tidak berhubungan
langsung dengan air hujan.

5. Pengecoran beton harus dilakukan dengan Concrete Mixer (molen) dan tidak
diperbolehkan melakukan pengecoran dengan cara pengadukan manual
kecuali untuk beton-beton dengan mutu dibawah K-125 atau nonstruktural.

6. Urutan pemasukan material beton dimulai dengan Batu Pecah Beton, Pasir
Beton, Semen, Air, dan Zat Additive (jika ada). Urutan ini bisa dirubah dengan
persetujuan Konsultan Pengawas.
7. Lama pengadukan material beton dalam Concrete Mixer minimal 1,5 menit
kecuali ditentukan lain oleh Konsultan Pengawas.

8. Hasil pengadukan beton dalam Concrete Mixer apabila diputuskan oleh


Konsultan supervise sudah cukup langsung dituang dalam wadah yang
sebelumnya telah disiapkan oleh Kontrator Pelaksana.

9. Beton segar hasil pengadukan molen dapat diangkut dengan kereta dorong
oleh pekerja kelokasi bekisting untuk dituang.

10. Beton segar harus segera dituang kedalam bekisting dan tidak boleh
dibiarkan lebih dari 10 menit berada dalam wadah kereta sorong atau bak
tampungan beton. Penggunaan zat additive seperti Super Plasticizer juga
tidak membolehkan beton segar terlalu lama dalam wadah tampungan
kecuali disetujui oleh Konsultan Pengawas.

11. Beton segar yang telah dituangkan harus dipadatkan dengan Concrete
Vibrator sampai mencapai kepadatan optimum.

12. Tinggi jatuh penuangan beton untuk bekisting kolom minimal 1,5 meter.

13. Penuangan beton dalam balok, plat lantai, plat atap, dan kolom tidak boleh
menciptakam sangkar kerikil atau penumpukan kerikil pada posisi tententu
pada saat bekisting dibuka.

14. Jika terjadi sangkar kerikil Penyedia Jasa harus memperbaiki bagian itu
dengan mempergunakan beton campuran zat kimia khusu untuk sambungan
(joint) seperti Produk SIKA dengan persetujuan Konsultan Pengawas.

31
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

15. Pengecoran beton tidak boleh dilakukan langsung diatas tanah Penyedia
Jasa harus membuat lantai kerja dari campuran 1 Sm : 3 Ps : 6 Kr sehingga air
semen tidak meresap dalam tanah dan bentuk penampang beton sesuai
dengan yang direncanakan.

16. Antara pengecoran pertama dengan pengecoran kedua untuk konstruksi


yang sama tidak boleh lebih dari 1 hari.

32
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

BAB VI PEKERJAAN
PILE CAP

Pasal 1 : Pasir Beton


1. Terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tajam.

2. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% dari berat kering, apabila lebih
dari 5% maka pasir tersebut harus dicuci sebelum dipergunakan.

3. Ada tidaknya kandungan lumpur dalam pasir harus dibuktikan dengan


penelitian di Laboratorium Beton.

4. Bersifat kekal dan tidak hancur oleh karena pengaruh panas matahari.

5. Mempunyai gradasi atau susunan butiran yang baik dan sesuai untuk
campuran material beton.

6. Ukuran maksimal pasir beton adalah 6 mm dan ukuran minimal pasir beton
adalah butiran yang tertahan pada saringan nomor 100.

7. Pasir beton tidak mengandung zat alkali atau zat-zat lain yang dapat merusak
beton.

8. Pasir yang akan digunakan untuk campuran beton harus melalui proses
penyelidikan di Laboratorium Beton.

9. Semua Peraturan dan Standar yang disyaratkan untuk Pasir Beton dalam
Peraturan Beton Indonesia (PBI) berlaku juga pada Spesifikasi Teknis ini.

Pasal 2 : Kerikil Beton


1. Terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tajam serta bersifat kekal.

3. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% dari berat kering, apabila lebih
dari 1% maka kerikil tersebut harus dicuci sebelum dipergunakan.

3. Ada tidaknya kandungan lumpur dalam pasir harus dibuktikan dengan


penelitian di Laboratorium Beton.

4. Bersifat kekal dan tidak hancur oleh karena pengaruh panas matahari.

7. Mempunyai gradasi atau susunan butiran yang baik dan sesuai untuk
campuran material beton.

8. Ukuran maksimal kerikil beton adalah 30 mm dan ukuran minimal adalah 6


mm.

33
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

7. Tidak mengandung zat alkali atau zat-zat lain yang dapat merusak beton.

8. Kerikil yang akan digunakan untuk campuran beton harus melalui proses
penyelidikan di Laboratorium Beton.

9. Kerikil Beton hanya dipakai pada pekerjaan-pekerjaan beton Non Struktural


atau beton dengan mutu dibawah K-300.

10. Semua Peraturan dan Standar yang disyaratkan untuk Kerikil Beton dalam
Peraturan Beton Indonesia (PBI) berlaku juga pada Spesifikasi Teknis ini.

Pasal 4 : Semen Portland


1. Terdaftar dalam merk dagang.

2. Merk Semen Portland yang dipakai harus seragam untuk semua pekerjaan
beton struktural maupun beton non struktural.

3. Mempunyai butiran yang halus dan seragam.

4. Tidak berbungkah-bungkah/tidak keras.

5. Semen yang dipakai untuk semua pekerjaan struktur beton adalah Semen
Portland Type I.

6. Semua peraturan tentang pengunaan semen portland di Indonesia untuk


bangunan gedung berlaku juga pada spesifikasi teknis ini.

Pasal 5 : Air
1. Secara visual air harus bersih dan bening, tidak berwarna dan tidak berasa.

2. Tidak mengandung minyak, asam alkali, garam dan zat organic yang dapat
merusak beton.

3. Air setempat dari sumur dangkal atau sumur bor serta yang didatangkan dari
tempat lain kelokasi pekerjaan harus mendapat persetujuan Konsultan
Pengawas sebelum digunakan.

Pasal 6 : Tulangan Tapak


1. Bebas dari karatan. Toleransi terhadap karatan pada baja tulangan
ditentukan oleh Konsultan Pengawas

2. Besi tulangan yang digunakan yaitu menggunakan besi sebagai berikut;


a. Besi Utama menggunakan besi diameter 12 mm
b. Begel menggunakan besi ulir besi diameter 12 mm jarak 150 mm
c. Angkur menggunakan besi diameter 10 jarak 1000 mm

34
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

3. Semua Besi tulangan mempunyai tegangan tarik/luluh besi minimal 3900


kg/cm2 atau 390 MPa.

4. Kebenaran akan tegangan tarik/luluh besi tulangan harus dibuktikan dengan


percobaan/uji tarik pada Laboratorium Beton minimal untuk 3 benda uji.

5. Besi tulangan mempunyai bentuk dan penampang yang sesuai dengan yang
dibutuhkan atau sesuai Gambar Rencana.

6. Besi ulir yang telah sekali dibengkokkan tidak boleh dibengkokkan lagi dalam
arah yang berlawanan.

7. Besi tulangan harus disimpan sedemikian rupa sehingga terlindung dari


hubungan langsung dengan tanah dan terlindung dari air hujan.

8. Semua peraturan tentang besi tulangan di Indonesia untuk bangunan


gedung berlaku juga pada spesifikasi teknis ini.

Pasal 7 : Rancangan Campuran Beton (Job Mix Disain)


1. Sebelum melaksanakan pekerjaan pengecoran beton struktural dengan
mutu K-300 Penyedia Jasa harus membuat Rancangan Campuran Beton
(Job Mix Disain).

2. Yang dimaksud dengan Mutu Beton adalah Kuat Tekan Karakteristik yang
diperoleh dari pengujian benda uji kubus umur 28 hari minimal 20 benda
uji.
3. Dibawah didasari dengan pasir pasang setebal 10 cm dan dipadatkan,
sebagai lantai kerja K-100. Diatas pasir, dipasang aanstamping terdiri dari
batu kali dan pasir pasang (pasangan batu kosong).

4. Mutu beton untuk masing-masing komponen struktur adalah seperti yang


dijelaskan dalam Gambar Rencana dan Bill of Quantity.

5. Job Mix Disain adalah hasil pekerjaan ahli beton pada Laboratorium Beton
yang diakui oleh Pemerintah.

6. Material Pasir dan Batu Pecah yang dipakai untuk Job Mix Disain haruslah
material yang akan dipakai nantinya pada pelaksanaan dilapangan dan
material tersebut tersedia dalam jumlah yang cukup dilokasi pekerjaan
sampai volume pekerjaan beton selesai dikerjakan.

35
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

7. Penggantian material dengan material selain material dalam Laporan Job


Mix Disain pada tahap pelaksanaan pekerjaan beton tidak dibenarkan.

8. Penggantian material dengan material selain material dalam Laporan Job


Mix Disain pada tahap pelaksanaan pekerjaan beton mengharuskan
Penyedia Jasa untuk membuat Job Mix Disain baru.

9. Job Mix Disain yang dibuat oleh Penyedia Jasa harus disetujui oleh
Konsultan Pengawas sebelum dilaksanakan.

10. Semua aturan yang disyaratkan dalam Job Mix Disain dan telah disetujui
oleh Konsultan Pengawas harus diikuti dan dilaksanakan oleh Penyedia
Jasa.

Pasal 8 : Rencana Campuran Lapangan (Job Mix Formula)


1. Berdasarkan Job Mix Disain yang telah disetujui oleh Konsultan Pengawas,
Penyedia Jasa harus membuat Rencana Campuran Lapangan (Job Mix
Formula) beton struktural dengan mutu K-300.

2. Job Mix Formula tidak boleh berbeda dengan Job Mix Disain terutama dari
segi komposisi material beton.

3. Hasil perhitungan Job Mix Formula harus disetujui oleh Konsultan Pengawas.

4. Penyedia Jasa harus membuat media standar berupa bak-bak dari kayu atau
timba-timba plastik yang dipakai untuk mentakar komposisi material
berdasarkan perhitungan Job Mix Formula.

5. Pentakaran komposisi material campuran beton dengan bak-bak standar


dilokasi pekerjaan tidak boleh mengurangi dan berbeda dengan komposisi
material beton yang ada dalam Job Mix Disain.

6. Penyedia Jasa harus melakukan pengujian hasil perhitungan Job Mix Formula
dengan media benda uji kubus beton ukuran 20x20x20 cm minimal 5 benda
uji.

7. Hasil pengujian Job Mix Formula di Laboratorium Beton yang menghasilkan


mutu beton yang tidak sesuai dengan mutu beton pada Job Mix Disain
mengharuskan Penyedia Jasa melakukan perhitungan ulang akan Job Mix
formula atau merubah Job Mix Disain.

8. Tidak tercapainya mutu beton seperti yang diinginkan karena kesalahan


dalam perhitungan Job Mix Formula sepenuhnya menjadi tanggung jawab
Penyedia Jasa.

36
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

Pasal 9 : Perakitan Tulangan


1. Perakitan tulangan balok dan kolom dapat dilakukan di bengkel kerja oleh
Penyedia Jasa atau langsung pada lokasi konstruksi.

2. Khusus untuk Lantai Beton perakitan tulangan harus dilakukan langsung


lokasi konstruksi atau Bekisting.

3. Dimensi, model, bengkokan, jarak dan panjang penyaluran tulangan harus


sesuai dengan Gambar Rencana dan Shop Drawing, standar Peraturan Beton
Indonesia (PBI) dan SK SNI 2847:2013.

4. Penyedia Jasa harus menyediakan Shop Drawing dan daftar bengkokan,


dimensi, model, dan panjang penyaluran tulangan pada bengkel kerja untuk
menghindari kesalahan dalam pekerjaan perakitan tulangan.

5. Tulangan balok dan kolom yang telah selesai dirakit jika tidak langsung
dipasang harus diletakan ditempat yang terlindungi dari hujan dan tidak
boleh bersentuhan langsung dengan tanah.

6. Untuk tulangan lantai dirakit langsung diatas bekisting yang telebih dahulu
telah selesai dikerjakan.

7. Semua tulangan utama balok dan kolom harus terikat dengan baik oleh
sengkang dengan alat ikat kawat beton.

8. Jaring tulangan harus terikat dengan baik satu dengan yang lain dengan alat
ikat kawat beton.

9. Tulangan yang telah selesai dirakit tidak boleh dibiarkan lebih dari 3 hari
dalam bekisting.

Pasal 10 : Sambungan Antar Tulangan


1. Sambungan antara tulangan, ditentukan lain dalam Gambar Rencana dan
harus sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan dalam Peraturan Beton
Indonesia (PBI) dan SK SNI 2847:2013.

2. Titik-titik sambungan tulangan lewatan pada plat lantai tidak boleh dibuat
pada posisi satu garis lurus. Sambungan harus dibuat selang-seling atau zig-
zag antara batang yang disambung dengan batang yang tidak disambung.

3. Panjang sambungan lewatan jika tidak ditentukan lain dalam Gambar


Rencana, Peraturan Beton Indonesia (PBI) dan SK SNI 2847:2013 harus
diambil minimal 40 kali diameter batang yang disambung.

37
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

4. Sambungan-sambungan harus dibuat antara sesama tulangan utama. Tidak


dibenarkan dengan alasan apapun menggunakan tulangan extra (tulangan
tambahan) untuk menyambung tulangan utama dengan tulangan utama lain
kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Beton Indonesia (PBI) dan SK SNI
2847:2013.

5. Penjangkaran tulangan atau kait-kait pada posisi pemutusan tulangan jika


tidak ditentukan lain dalam Gambar Rencana maka harus sesuai dengan
syarat-syarat yang ditentukan dalam Peraturan Beton Indonesia (PBI) dan SK
SNI 2847:2013.

6. Sambungan-sambungan pada kondisi pembeban tarik dan lentur pada


komponen balok, plat lantai dan plat dack ujung-ujung sambungan harus
dibuat kait (hook) kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Beton Indonesia
(PBI) dan SK SNI 2847:2013.

7. Sambungan tulangan kolom harus dilakukan pada posisi permukaan sloof


dan plat lantai atau pada posisi tengah bentang kolom. Penyambungan pada
posisi selain pada posisi tersebut dengan alasan apapun tidak dibenarkan.

Pasal 11 : Acuan/ Bekisting


1. Bahan utama bekisting adalah multiplek 9 mm yang diperkuat oleh balok-
balok kayu 5/7 cm atau 5/10 cm dari kayu kelas kuat III

2. Penggunaan papan kayu sebagai bekisting dengan alasan apapun tidak


diperbolehkan

3. Penggantian material bekisting dengan material selain yang disebutkan pada


point 1 harus dengan persetujuan Konsultan Pengawas

4. Penyedia Jasa harus mengajukan Shop Drawing untuk bentuk konstruksi


bekisting balok, kolom, plat lantai, dan plat atap serta konstruksi lain yang
dianggap perlu oleh Konsultan Pengawas

5. Penggunaan bekisting system bongkar pasang dari bahan besi harus disetujui
oleh Konsultan Pengawas

6. Permukaan bekisting harus dilumuri atau dioleskan dengan cairan Residu


atau cairan Ter supaya hasil campuran beton tidak menempel pada bekisting
waktu akan dibuka sehingga dapat menghasilkan permukaan beton yang rapi

7. Bentuk bekisting harus menghasilkan konstruksi akhir sesuai rencana.

38
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

8. Bekisting harus kokoh dan rapat sehingga pada waktu diisi dengan campuran
beton tidak bocor atau berubah bentuknya.

9. Hasil pekerjaan bekisting harus diperiksa kembali kebenaran elevasi,


kelurusannya terhadap arah vertikal oleh Penyedia Jasa dengan alat
Theodolit dan Waterpass. Pemeriksaan secara manual tidak dibenarkan.

10. Hasil pekerjaan bekisting harus disetujui oleh Konsultan Pengawas sebelum
dilakukan pekerjaan pengecoran beton.

11. Bekisting yang telah dicor beton tidak boleh dibuka kurang dari 28 hari
terhitung sejak waktu pengecoran kecuali ditentukan lain oleh Konsultan
Pengawas karena alasan penggunaan zat additive yang dapat mempercepat
proses pengerasan beton atau alasan-alasan teknis yang dapat
dipertanggung jawabkan .

12. Pekerjaan membuka bekisting tidak boleh merusak permukaan beton jika hal
ini terjadi Penyedia Jasa harus memperbaikinya dengan pekerjaan acian
beton.

13. Perbaikan permukaan beton yang rusak akibat kesalahan pembukaan


bekisting atau sebab lain harus disetujui oleh Konsultan Pengawas .

Pasal 12: Pengecoran Beton ( Casting Concrete )


1. Sebelum memulai pekerjaan pengecoran Penyedia Jasa harus memastikan
Acuan/bekisting telah selesai 100% dan telah disetujui oleh Konsultan
Pengawas

2. Pengecoran beton structural mutu K-300 hanya boleh dilakukan oleh


Penyedia Jasa jika Job Mix Disain, Job Mix Formula, Perakitan Tulangan,
Bekisting, Request Pekerjaan dan hal-hal lain yang diperlukan dan
berhubungan dengan pekerjaan pengecoran sudah disetujui oleh Konsultan
Pengawas

3. Sedapat mungkin untuk melakukan sekali pengecoran untuk setiap bagian


konstruksi sehingga dapat menghindari sambungan-sambungan beton.

4. Pengecoran dalam kondisi cuaca hujan tidak dibenarkan kecuali Penyedia


Jasa menjamin bahwa bekisting dan hasil pengecoran tidak berhubungan
langsung dengan air hujan.

5. Pengecoran beton harus dilakukan dengan Concrete Mixer (molen) dan tidak
diperbolehkan melakukan pengecoran dengan cara pengadukan manual
kecuali untuk beton-beton dengan mutu dibawah K-125 atau nonstruktural.

39
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

6. Urutan pemasukan material beton dimulai dengan Batu Pecah Beton, Pasir
Beton, Semen, Air, dan Zat Additive (jika ada). Urutan ini bisa dirubah dengan
persetujuan Konsultan Pengawas.
7. Lama pengadukan material beton dalam Concrete Mixer minimal 1,5 menit
kecuali ditentukan lain oleh Konsultan Pengawas.

8. Hasil pengadukan beton dalam Concrete Mixer apabila diputuskan oleh


Konsultan supervise sudah cukup langsung dituang dalam wadah yang
sebelumnya telah disiapkan oleh Kontrator Pelaksana.

9. Beton segar hasil pengadukan molen dapat diangkut dengan kereta dorong
oleh pekerja kelokasi bekisting untuk dituang.

10. Beton segar harus segera dituang kedalam bekisting dan tidak boleh
dibiarkan lebih dari 10 menit berada dalam wadah kereta sorong atau bak
tampungan beton. Penggunaan zat additive seperti Super Plasticizer juga
tidak membolehkan beton segar terlalu lama dalam wadah tampungan
kecuali disetujui oleh Konsultan Pengawas.

11. Beton segar yang telah dituangkan harus dipadatkan dengan Concrete
Vibrator sampai mencapai kepadatan optimum.

12. Tinggi jatuh penuangan beton untuk bekisting kolom minimal 1,5 meter.

13. Penuangan beton dalam balok, plat lantai, plat atap, dan kolom tidak boleh
menciptakam sangkar kerikil atau penumpukan kerikil pada posisi tententu
pada saat bekisting dibuka.

14. Jika terjadi sangkar kerikil Penyedia Jasa harus memperbaiki bagian itu
dengan mempergunakan beton campuran zat kimia khusu untuk sambungan
(joint) seperti Produk SIKA dengan persetujuan Konsultan Pengawas.

15. Pengecoran beton tidak boleh dilakukan langsung diatas tanah Penyedia
Jasa harus membuat lantai kerja dari campuran 1 Sm : 3 Ps : 6 Kr sehingga air
semen tidak meresap dalam tanah dan bentuk penampang beton sesuai
dengan yang direncanakan.

16. Antara pengecoran pertama dengan pengecoran kedua untuk konstruksi


yang sama tidak boleh lebih dari 1 hari.

Pasal 13: Beton Ready Mix (Beton Siap Curah)


1. Penggunaan beton Ready Mix oleh Penyedia Jasa harus disetujui oleh
Konsultan Pengawas.

40
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

2. Penyedia Jasa tetap diwajibkan untuk menyerahkan Job Mix Disain kepada
Konsultan Pengawas terhadap semua mutu beton structural yang
menggunakan Beton Ready Mix.

3. Job Mix Disain harus disetujui oleh Konsultan Pengawas sebelum digunakan.

4. Kualitas beton yang dihasilkan oleh Batching Plant tetap menjadi tanggung
jawab Penyedia Jasa.

Pasal 14 : Pembongkaran Bekisting/Mal Beton


1. Bekisting tidak boleh dibuka/dibongkar dan dibebani jika beton dalam
bekisting belum berumur 28 hari kecuali ditentukan lain oleh Konsultan
Pengawas.

2. Walaupun ditentukan lain oleh Konsultan Pengawas bekisting beton tetap


tidak boleh dibuka dan dibebani sebelum berumur minimal 21 hari.

3. Pembukaan dan pembebanan Bekisting beton kurang dari 14 hari karena


alasan adanya pemakaian Zat Additive yang dapat mempercepat pengerasan
beton harus disetujui oleh Konsultan Pengawas.

Pasal 15: Perawatan Beton (Curing)


1. Penyedia Jasa harus melakukan perawatan dan pemeliharaan terhadap
beton yang telah selesai dituang dalam bekisting.

2. Perawatan dapat berupa menutup permukaan beton dengan karung goni


kemudian menyiram air secara rutin kepermukaan beton sampai beton
berumur 28 hari. Penggunaan metode lain untuk perawatan beton harus
disetujui oleh Konsultan Pengawas.

3. Perawatan harus terus menerus dilakukan minimal sampai beton berumur 28


hari atau sampai beton siap untuk dibebani menurut keputusan Konsultan
Pengawas.

Pasal 16 : Quality Control


a. Slump Test
1. Pemeriksaan kekentalan beton (kosistensi) harus dilakukan setiap beton
dituangkan dari Concrete Mixer atau minimal setiap 3 m3 pekerjaan beton
pada setiap mutu beton.

2. Pemeriksaan kekentalan beton dilakukan dengan metode Slump Test dimana


nilai slump yang diperoleh harus sesuai dengan nilai slump rencana yang ada
pada Job Mix Disain.

41
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

b. Benda Uji Beton


1. Penyedia Jasa harus mengambil benda uji beton dalam bentuk kubus dan
slinder standar. Ukuran kubus adalah 20x 20x20 cm dan ukuran silinder
tinggi 30 cm dan diameter 15 cm.

2. Benda uji beton harus diambil minimal 20 benda uji untuk setiap mutu
beton yang berbeda atau minimal satu benda uji setiap 3 m3 beton dalam
satu kali pengecoran.

3. Pengambilan benda uji harus dilakukan secara acak dan selang seling
antara satu campuran dengan campuran yang lain untuk mutu beton yang
sama.

4. Benda uji beton harus dirawat dalam bak dan terendam dalam air sampai
berumur 28 hari.

5. Pada benda uji beton harus dicantumkan mutu beton, nama benda uji, dan
tanggal pengambilan benda uji yang tidak mudah hilang dan luntur.

c. Pemeriksaan Kuat Tekan Beton


1. Penyedia Jasa harus melakukan pemeriksaan terhadap kuat tekan beton
yang telah selesai mereka kerjakan minimal sebelum pekerjaan
pengecoran melebihi 50% dari total pekerjaan pengecoran.

2. Tujuan pemeriksaan kuat tekan beton adalah untuk mendapatkan Mutu


Beton hasil pelaksanaan pekerjaan pengecoran lapangan.

3. Yang dimaksud dengan Mutu Beton adalah Kuat Tekan Karakteristik yang
diperoleh dari hasil pemeriksaan kuat tekan benda uji kubus ukuran 20 x
20 x 20 cm umur 28 hari dengan minimal 20 benda uji.

4. Pemeriksaan kuat tekan beton dilakukan di Laboratorium Beton dengan


minimal 20 benda uji kubus atau silinder untuk setiap mutu beton.

5. Pemeriksaan kuat tekan beton pada Laboratorium Beton oleh Penyedia


Jasa harus didampingi oleh Konsultan Pengawas. Pemeriksaan kuat tekan
beton tanpa didampingi oleh Konsultan Pengawas hasilnya dianggap
tidak sah.

6. Semua biaya yang dikeluarkan untuk pekerjaan pemeriksaan kuat tekan


beton ini dibebankan kepada Penyedia Jasa.

7. Mutu Beton hasil pemeriksaan kuat tekan benda uji kubus yang kurang
dari 95% dari Mutu Beton Rencana dianggap gagal dan beton yang telah

42
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

selesai dikerjakan dilapangan harus dibongkar kecuali diputuskan lain oleh


Konsultan Perencana dengan disertakan Rekomendasi Ahli beton.

8. Penyedia Jasa tidak diperbolehkan melanjutkan pekerjaan pengecoran


beton jika hasil pemeriksaan kuat tekan beton menghasilkan kuat tekan
yang berbeda dengan kuat tekan beton rencana.

9. Perencanaan ulang untuk Job Mix Disain harus dilakukan oleh Penyedia
Jasa untuk beton yang gagal dalam uji kuat tekan jika dalam pemeriksaan
oleh Konsultan Pengawas bersama dengan Penyedia Jasa kegagalan kuat
tekan disebabkan oleh kesalahan dalam perencanaan campuran dan
bukan karena kesalahan pada tahap pelaksanaan.

10. Pemeriksaan kuat tekan beton selain dengan uji tekan pada laboratorium
beton harus disetujui oleh Konsultan Pengawas.

11. Laporan hasil pemeriksaan Mutu Beton harus disetujui oleh Konsultan
Pengawas.

d. Pemeriksaan Kuat Tekan Beton Dengan Cara Lain


1. Jika pemeriksaan Kuat Tekan Beton dengan cara Uji Tekan Kubus
Beton hasilnya meragukan dan tidak disetujui oleh Konsultan Perencana,
Konsultan Pengawas atau Pengguna Jasa, maka cara pemeriksaan mutu
beton dengan uji langsung pada konstruksi beton harus dilakukan.

2. Pemeriksaan mutu beton dengan uji langsung ke konstruksi beton jika


tidak ditentukan khusus oleh Konsultan Perencana maka harus dilakukan
dengan salah satu metode seperti dibawah ini :
a. Metode Core Drill.
b. Metode Hammer Test.

3. Konsultan Perencana berhak menentukan metode mana yang akan


dipakai untuk pemeriksaan kuat tekan beton langsung ke konstruksi
beton.

4. Posisi dan lokasi pengujian untuk masing-masing komponen struktur


ditentukan oleh Konsultan Perencana atau Konsultan Pengawas .

5. Jumlah titik pengujian jika tidak ditentukan oleh Konsultan Perencana,


maka harus diambil minimal 10 titk untuk masing-masing komponen
struktur dan masing-masing mutu beton.

6. Data Kuat Tekan yang diperoleh dari hasil uji langsung kuat tekan pada
konstruksi beton harus dikalkulasi kembali oleh Kontarktor Pelaksana
untk memperoleh Kuat Tekan karakteristik Beton (mutu beton).

43
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

7. Kuat Tekan Beton Karakteristik yang diperoleh dari uji langsung ke


konstruksi beton adalah hasil final yang harus diakui oleh Konsultan
Perencana, Konsultan Pengawas, Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa.

Pasal 17: Lain - Lain


1. Persyaratan pekerjaan beton dari Pasal 1 sampai dengan Pasal 22 berlaku
untuk semua item pekerjaan beton structural (K-300) yang ada dalam Proyek
ini.

2. Hal-hal yang belum ditentukan dan diperlukan penjelasannya dalam proses


pelaksanaan pekerjaan ditentukan kemudian oleh Konsultan Perencana
bersama dengan Konsultan Pengawas dalam proses pelaksanaan pekerjaan
dengan persetujuan Pengguna Jasa.

3. Hal-hal yang ditentukan kemudian tersebut menjadi satu ketentuan yang


mengikat dan wajib untuk dilaksanakan oleh Penyedia Jasa.

44
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

BAB VII
PEKERJAAN BETON BERTULANG

Pasal 1 : Umum
1. Beton bertulang digunakan pada beberapa item pekerjaan seperti Sloof,
Kolom, Balok , Box Culver.

Pasal 2 : Pasir Beton


1. Terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tajam.

2. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% dari berat kering, apabila lebih
dari 5% maka pasir tersebut harus dicuci sebelum dipergunakan.

3. Ada tidaknya kandungan lumpur dalam pasir harus dibuktikan dengan


penelitian di Laboratorium Beton.

4. Bersifat kekal dan tidak hancur oleh karena pengaruh panas matahari.

5. Mempunyai gradasi atau susunan butiran yang baik dan sesuai untuk
campuran material beton.

6. Ukuran maksimal pasir beton adalah 6 mm dan ukuran minimal pasir beton
adalah butiran yang tertahan pada saringan nomor 100.

7. Pasir beton tidak mengandung zat alkali atau zat-zat lain yang dapat merusak
beton.

8. Pasir yang akan digunakan untuk campuran beton harus melalui proses
penyelidikan di Laboratorium Beton.

9. Semua Peraturan dan Standar yang disyaratkan untuk Pasir Beton dalam
Peraturan Beton Indonesia (PBI) berlaku juga pada Spesifikasi Teknis ini.

Pasal 3 : Kerikil Beton


1. Terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tajam serta bersifat kekal.

2. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% dari berat kering, apabila lebih
dari 1% maka kerikil tersebut harus dicuci sebelum dipergunakan.

3. Ada tidaknya kandungan lumpur dalam pasir harus dibuktikan dengan


penelitian di Laboratorium Beton.

4. Bersifat kekal dan tidak hancur oleh karena pengaruh panas matahari.

45
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

5. Mempunyai gradasi atau susunan butiran yang baik dan sesuai untuk
campuran material beton.

6. Ukuran maksimal kerikil beton adalah 30 mm dan ukuran minimal adalah 6


mm.
7. Tidak mengandung zat alkali atau zat-zat lain yang dapat merusak beton.

8. Kerikil yang akan digunakan untuk campuran beton harus melalui proses
penyelidikan di Laboratorium Beton.

9. Kerikil Beton hanya dipakai pada pekerjaan-pekerjaan beton Non Struktural


atau beton dengan mutu dibawah K-250.

10. Semua Peraturan dan Standar yang disyaratkan untuk Kerikil Beton dalam
Peraturan Beton Indonesia (PBI) berlaku juga pada Spesifikasi Teknis ini.

Pasal 4 : Batu Pecah


1. Batu pecah adalah hasil produksi mesin pemecah batu (Stone Cruser) dan
bukan hasil pekerjaan manual (manusia).

2. Batu pecah berasal dari batuan kali.

3. Terdiri dari butiran yang keras dan bersifat kekal.

4. Tingkat ketahanan terhadap keausan butiran minimal 95%.

5. Jumlah butiran Lonjong dan Pipih minimal 5%.

6. Tidak boleh mengandung lumpur dan zat-zat yang dapat merusak beton
seperti zat alkali.

7. Ukuran butiran terkecil minimal 1 cm dan ukuran butiran terbesar maksimal 3


cm.

8. Butiran batu pecah dalam setiap meter kubiknya tidak boleh seragam tetapi
merupakan campuran antara butiran 1 cm sampai butiran 3 cm.

9. Batu pecah yang akan dipakai untuk material campuran beton harus melalui
proses pemeriksaan di Laboratorium beton.

10. Batu pecah hanya dan harus dipakai pada campuran beton struktural atau
beton dengan mutu K-250.

46
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

Pasal 5 : Semen Portland


1. Terdaftar dalam merk dagang.

2. Merk Semen Portland yang dipakai harus seragam untuk semua pekerjaan
beton struktural maupun beton non struktural.

3. Mempunyai butiran yang halus dan seragam.

4. Tidak berbungkah-bungkah/tidak keras.

5. Semen yang dipakai untuk semua pekerjaan struktur beton adalah Semen
Portland Type I.

6. Semua peraturan tentang pengunaan semen portland di Indonesia untuk


bangunan gedung berlaku juga pada spesifikasi teknis ini.

Pasal 6 : Air
1. Secara visual air harus bersih dan bening, tidak berwarna dan tidak berasa.

2. Tidak mengandung minyak, asam alkali, garam dan zat organic yang dapat
merusak beton.

3. Air setempat dari sumur dangkal atau sumur bor serta yang didatangkan dari
tempat lain kelokasi pekerjaan harus mendapat persetujuan Konsultan
Pengawas sebelum digunakan.

Pasal 7 : Zat Additive


1. Pemakaian zat additive pada campuran beton untuk segala alasan yang
berhubungan kemudahan dalam pengerjaan beton atau Workability harus
disetujui oleh Konsultan Pengawas

2. Penggunaan zat additive dalam campuran beton harus melalui proses


penelitian dan percobaan dilaboratorium beton dengan biaya sendiri dari
Penyedia Jasa.

3. Penyedia Jasa harus menunjukan standar, aturan, dan syarat yang berlaku
secara umum mengenai zat additive yang akan dipakai.

4. Kerusakan dan kegagalan struktur akibat penggunaan zat additive yang


dapat dibuktikan secara teknis sepenuhnya menjadi tanggung jawab
Penyedia Jasa.

47
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

Pasal 8 : Tulangan Beton


1. Bebas dari karatan. Toleransi terhadap karatan pada baja tulangan
ditentukan oleh Konsultan Pengawas

2. Baja tulangan diatas diameter 12 mm atau lebih adalah Baja Ulir.

3. Baja tulangan dibawah diameter 12 mm adalah baja polos.

4. Pemakaian besi harus sesuai dengan gambar rencana.

5. Semua Besi tulangan ulir mempunyai tegangan tarik/luluh besi minimal 3200
kg/cm2 atau 320 MPa, sedangkan besi tulangan polos mempunyai tegangan
tarik/luluh besi minimal 2400 kg/cm2 atau 240 MPa.

6. Kebenaran akan tegangan tarik/luluh besi tulangan harus dibuktikan dengan


percobaan/uji tarik pada Laboratorium Beton minimal untuk 3 benda uji.

7. Besi tulangan mempunyai bentuk dan penampang yang sesuai dengan yang
dibutuhkan atau sesuai Gambar Rencana.

8. Besi ulir yang telah sekali dibengkokkan tidak boleh dibengkokkan lagi dalam
arah yang berlawanan.

9. Besi tulangan harus disimpan sedemikian rupa sehingga terlindung dari


hubungan langsung dengan tanah dan terlindung dari air hujan.

10. Semua peraturan tentang besi tulangan di Indonesia untuk bangunan


gedung berlaku juga pada spesifikasi teknis ini.

Pasal 9 : Perakitan Tulangan


1. Perakitan tulangan balok dan kolom dapat dilakukan di bengkel kerja oleh
Penyedia Jasa atau langsung pada lokasi konstruksi.

2. Khusus untuk Pondasi Plat Lantai Beton perakitan tulangan harus dilakukan
langsung lokasi konstruksi atau Bekisting.

3. Dimensi, model, bengkokan, jarak dan panjang penyaluran tulangan harus


sesuai dengan Gambar Rencana dan Shop Drawing, standar Peraturan Beton
Indonesia (PBI) dan SK SNI 2847:2013.

4. Penyedia Jasa harus menyediakan Shop Drawing dan daftar bengkokan,


dimensi, model, dan panjang penyaluran tulangan pada bengkel kerja untuk
menghindari kesalahan dalam pekerjaan perakitan tulangan.

48
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

5. Tulangan balok dan kolom yang telah selesai dirakit jika tidak langsung
dipasang harus diletakan ditempat yang terlindungi dari hujan dan tidak
boleh bersentuhan langsung dengan tanah.

6. Untuk tulangan plat lantai dan plat dack dirakit langsung diatas bekisting
yang telebih dahulu telah selesai dikerjakan.

7. Semua tulangan utama balok dan kolom harus terikat dengan baik oleh
sengkang dengan alat ikat kawat beton.

8. Jaring tulangan plat harus terikat dengan baik satu dengan yang lain dengan
alat ikat kawat beton.

9. Tulangan yang telah selesai dirakit tidak boleh dibiarkan lebih dari 3 hari
dalam bekisting.

Pasal 10 : Sambungan Antar Tulangan


8. Sambungan antara tulangan, ditentukan lain dalam Gambar Rencana dan
harus sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan dalam Peraturan Beton
Indonesia (PBI) dan SK SNI 2847:2013.

9. Titik-titik sambungan tulangan lewatan pada plat lantai tidak boleh dibuat
pada posisi satu garis lurus. Sambungan harus dibuat selang-seling atau zig-
zag antara batang yang disambung dengan batang yang tidak disambung.

10. Panjang sambungan lewatan jika tidak ditentukan lain dalam Gambar
Rencana, Peraturan Beton Indonesia (PBI) dan SK SNI 2847:2013 harus
diambil minimal 40 kali diameter batang yang disambung.

11. Sambungan-sambungan harus dibuat antara sesama tulangan utama. Tidak


dibenarkan dengan alasan apapun menggunakan tulangan extra (tulangan
tambahan) untuk menyambung tulangan utama dengan tulangan utama lain
kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Beton Indonesia (PBI) dan SK SNI
2847:2013.

12. Penjangkaran tulangan atau kait-kait pada posisi pemutusan tulangan jika
tidak ditentukan lain dalam Gambar Rencana maka harus sesuai dengan
syarat-syarat yang ditentukan dalam Peraturan Beton Indonesia (PBI) dan SK
SNI 2847:2013.

13. Sambungan-sambungan pada kondisi pembeban tarik dan lentur pada


komponen balok, plat lantai dan plat dack ujung-ujung sambungan harus
dibuat kait (hook) kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Beton Indonesia
(PBI) dan SK SNI 2847:2013.

49
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

14. Sambungan tulangan kolom harus dilakukan pada posisi permukaan sloof
dan plat lantai atau pada posisi tengah bentang kolom. Penyambungan pada
posisi selain pada posisi tersebut dengan alasan apapun tidak dibenarkan.

Pasal 11 : Acuan/ Bekisting


1. Bahan utama bekisting adalah multiplek 9 mm yang diperkuat oleh balok-
balok kayu 5/7 cm atau 5/10 cm dari kayu kelas kuat III

2. Penggunaan papan kayu sebagai bekisting dengan alasan apapun tidak


diperbolehkan

3. Penggantian material bekisting dengan material selain yang disebutkan


pada point 1 harus dengan persetujuan Konsultan Pengawas

4. Penyedia Jasa harus mengajukan Shop Drawing untuk bentuk konstruksi


bekisting balok, kolom, plat lantai, dan plat atap serta konstruksi lain yang
dianggap perlu oleh Konsultan Pengawas

5. Penggunaan bekisting system bongkar pasang dari bahan besi harus


disetujui oleh Konsultan Pengawas

6. Permukaan bekisting harus dilumuri atau dioleskan dengan cairan Residu


atau cairan Ter supaya hasil campuran beton tidak menempel pada bekisting
waktu akan dibuka sehingga dapat menghasilkan permukaan beton yang
rapi

7. Bentuk bekisting harus menghasilkan konstruksi akhir sesuai rencana.

8. Bekisting harus kokoh dan rapat sehingga pada waktu diisi dengan
campuran beton tidak bocor atau berubah bentuknya.

9. Hasil pekerjaan bekisting harus diperiksa kembali kebenaran elevasi,


kelurusannya terhadap arah vertikal oleh Penyedia Jasa dengan alat
Theodolit dan Waterpass. Pemeriksaan secara manual tidak dibenarkan.

10. Hasil pekerjaan bekisting harus disetujui oleh Konsultan Pengawas


sebelum dilakukan pekerjaan pengecoran beton.

11. Bekisting yang telah dicor beton tidak boleh dibuka kurang dari 28 hari
terhitung sejak waktu pengecoran kecuali ditentukan lain oleh Konsultan
Pengawas karena alasan penggunaan zat additive yang dapat mempercepat
proses pengerasan beton atau alasan-alasan teknis yang dapat
dipertanggung jawabkan .

50
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

12. Pekerjaan membuka bekisting tidak boleh merusak permukaan beton jika
hal ini terjadi Penyedia Jasa harus memperbaikinya dengan pekerjaan acian
beton.

13. Perbaikan permukaan beton yang rusak akibat kesalahan pembukaan


bekisting atau sebab lain harus disetujui oleh Konsultan Pengawas .

Pasal 12: Lantai Kerja Beton ( Line Concrete )


1. Untuk komponen struktur beton yang berhubungan langsung dengan tanah
atau pasir urug, pada lapisan dasarnya harus memakai Lantai Kerja Beton
(Line Concrete) dengan tebal minimal 5 cm atau sesuai Gambar Rencana.

2. Lantai Kerja Beton setebal 7cm dibuat dari beton mutu K-150.

3. Hasil pekerjaan Lantai Kerja Beton harus benar-benar elevasi , hal ini harus
dibuktikan dengan pekerjaan Waterpassing.

Pasal 13: Pengecoran Beton ( Casting Concrete )


1. Sebelum memulai pekerjaan pengecoran Penyedia Jasa harus memastikan
Acuan/bekisting telah selesai 100% dan telah disetujui oleh Konsultan
Pengawas

2. Mutu beton yang digunakan yaitu K-250

3. Sedapat mungkin untuk melakukan sekali pengecoran untuk setiap bagian


konstruksi sehingga dapat menghindari sambungan-sambungan beton.

4. Pengecoran dalam kondisi cuaca hujan tidak dibenarkan kecuali Penyedia


Jasa menjamin bahwa bekisting dan hasil pengecoran tidak berhubungan
langsung dengan air hujan.

5. Pengecoran beton harus dilakukan dengan Concrete Mixer (molen) dan tidak
diperbolehkan melakukan pengecoran dengan cara pengadukan manual
kecuali untuk beton-beton dengan mutu dibawah K-125 atau nonstruktural.

6. Urutan pemasukan material beton dimulai dengan Batu Pecah Beton, Pasir
Beton, Semen, Air, dan Zat Additive (jika ada). Urutan ini bisa dirubah dengan
persetujuan Konsultan Pengawas.
7. Lama pengadukan material beton dalam Concrete Mixer minimal 1,5 menit
kecuali ditentukan lain oleh Konsultan Pengawas.

51
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

8. Hasil pengadukan beton dalam Concrete Mixer apabila diputuskan oleh


Konsultan supervise sudah cukup langsung dituang dalam wadah yang
sebelumnya telah disiapkan oleh Kontrator Pelaksana.

9. Beton segar hasil pengadukan molen dapat diangkut dengan kereta dorong
oleh pekerja kelokasi bekisting untuk dituang.

10. Beton segar harus segera dituang kedalam bekisting dan tidak boleh
dibiarkan lebih dari 10 menit berada dalam wadah kereta sorong atau bak
tampungan beton. Penggunaan zat additive seperti Super Plasticizer juga
tidak membolehkan beton segar terlalu lama dalam wadah tampungan
kecuali disetujui oleh Konsultan Pengawas.

11. Beton segar yang telah dituangkan harus dipadatkan dengan Concrete
Vibrator sampai mencapai kepadatan optimum.

12. Tinggi jatuh penuangan beton untuk bekisting kolom minimal 1,5 meter.

13. Penuangan beton dalam balok, plat lantai, plat atap, dan kolom tidak boleh
menciptakam sangkar kerikil atau penumpukan kerikil pada posisi tententu
pada saat bekisting dibuka.

14. Jika terjadi sangkar kerikil Penyedia Jasa harus memperbaiki bagian itu
dengan mempergunakan beton campuran zat kimia khusu untuk sambungan
(joint) seperti Produk SIKA dengan persetujuan Konsultan Pengawas.

15. Pengecoran beton tidak boleh dilakukan langsung diatas tanah Penyedia
Jasa harus membuat lantai kerja dari campuran 1 Sm : 3 Ps : 6 Kr sehingga air
semen tidak meresap dalam tanah dan bentuk penampang beton sesuai
dengan yang direncanakan.

16. Antara pengecoran pertama dengan pengecoran kedua untuk konstruksi


yang sama tidak boleh lebih dari 1 hari.

Pasal 14 : Pembongkaran Bekisting/Mal Beton


1. Bekisting tidak boleh dibuka/dibongkar dan dibebani jika beton dalam
bekisting belum berumur 28 hari kecuali ditentukan lain oleh Konsultan
Pengawas.

2. Walaupun ditentukan lain oleh Konsultan Pengawas bekisting beton tetap


tidak boleh dibuka dan dibebani sebelum berumur minimal 21 hari.

3. Pembukaan dan pembebanan Bekisting beton kurang dari 14 hari karena


alasan adanya pemakaian Zat Additive yang dapat mempercepat pengerasan
beton harus disetujui oleh Konsultan Pengawas.

52
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

Pasal 15: Perawatan Beton (Curing)


1. Penyedia Jasa harus melakukan perawatan dan pemeliharaan terhadap
beton yang telah selesai dituang dalam bekisting.

2. Perawatan dapat berupa menutup permukaan beton dengan karung goni


kemudian menyiram air secara rutin kepermukaan beton sampai beton
berumur 28 hari. Penggunaan metode lain untuk perawatan beton harus
disetujui oleh Konsultan Pengawas.

3. Perawatan harus terus menerus dilakukan minimal sampai beton berumur 28


hari atau sampai beton siap untuk dibebani menurut keputusan Konsultan
Pengawas.

53
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

BAB VIII
PEKERJAAN DINDING DAN PASANGAN

Pasal 1 : Batu Bata


1. Batu bata harus mempunyai dimensi dan ukuran yang standar sesuai
Peraturan Bahan Bangunan yang berlaku.

2. Batu bata mempunyai dimensi seperti berikut : lebar 5 cm, panjang 20 cm,
dan tebal 5 cm kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Bahan Bangunan.

3. Batu bata adalah dari hasil pembakaran yang sempurna dari pabrik batu bata
dimana kondisinya tidak rapuh dan tidak mudah hancur ketika diangkut dan
diturunkan pada lokasi pekerjaan.

4. Batu bata bentuknya harus sempurna tidak melengkung dan permukaanya


benar-benar rata untuk semua sisinya.

5. Batu bata mempunyai Kuat Tekan minimal 30 kg/cm2.

6. Perubahan-perubahan pada dimensi dan ukuran batu bata karena mengikuti


dimensi dan ukuran yang berlaku pada daerah tertentu harus disetujui oleh
Konsultan supervise.

7. Toleransi hanya diperbolehkan untuk dimensi dan bukan untuk kualitas.

Pasal 2 : Pasir Pasang / Pasir Halus


1. Pasir Pasang/Pasir Halus adalah pasir dengan ukuran butiran halus dan tidak
lagi memerlukan proses penyaringan/ayakan jika hendak digunakan.

2. Pasir Pasang/Pasir Halus adalah pasir yang dipakai untuk keperluan Pasangan
Batu Gunung, Pasangan Batu Bata, Pasangan Keramik, dan Plasteran
Dinding.

3. Pasir Pasang tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% dari berat kering,
apabila pasir pasang tersebut mengandung Lumpur lebih dari 5% maka pasir
tersebut harus dicuci sebelum dipergunakan.

4. Pasir Pasang/Pasir Halus harus mempunyai butiran yang tajam dan keras.

5. Bersifat kekal dan tidak hancur oleh karena pengaruh panas matahari

6. Pasir Pasang/Pasir Halus adalah pasir yang berasal dari Sungai dan bukan
Pasir yang berasal dari laut.

54
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

Pasal 4 : Pasangan Dinding Batu Bata Campuran 1 Pc : 2 Ps


1. Pasangan batu bata campuran 1 Pc : 2 Ps dikerjakan hanya pada dinding-
dinding yang langsung berhubungan dengan air seperti dinding Pagar dan
Dinding Pot Bunga.

2. Perekat atau spesi yang dipakai adalah dari campuran 1 Pc : 2 Ps dengan


ketebalan maksimal 1,5 cm dan minimal 1 cm.

3. Pasir yang dipakai adalah Pasir Pasang/Pasir Halus.

4. Batu bata harus disiram terlebih dahulu dengan air sebelum dipasang.

5. Batu bata harus dipasang dengan posisi lapis demi lapis saling bersilangan
dan tidak satu garis sambungan.

6. Untuk dinding selain kamar mandi dan tempat whuduk tinggi pasangan batu
bata ½ bata dengan campuran 1 Pc : 2 Ps minimal 40 cm.

7. Untuk dinding kamar mandi dan tempat whuduk tinggi pasangan batu bata
½ bata dengan campuran 1 Pc : 2 Ps minimal 180 cm.

8. Pasangan batu bata dengan campuran 1 Pc : 2 Ps harus kedap air (trasram).

9. Pasangan batu bata tidak boleh melengkung dalam arah vertikal dan dalam
arah horizontal.

10. Setiap tinggi 30 cm pemasangan bata harus disediakan benang-benang


untuk ketepatan elevasi dan kedataran permukaan.

11. Hasil pemasangan batu bata ½ bata dengan campuran 1 Pc : 2 Ps harus


disetujui oleh Konsultan Pengawas .

Pasal 5: Plesteran Campuran 1 Pc : 2 Ps


1. Sebelum dilakukan plesteran terlebih dahulu permukaan hasil pemasangan
bata harus disiram dengan air dengan merata.

2. Plesteran dari campuran 1 Pc : 2 Ps .

3. Pasir yang dipakai adalah pasir Pasang/Pasir Halus.

4. Tebal plesteran dinding minimal 1,5 cm.

55
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

5. Plesteran campuran 1 Pc : 2 Ps dilakukan pada pasangan Hollow block atau


dinding bata dengan campuran 1 Pc : 2 Ps.

6. Plesteran harus menghasilkan permukaan yang rata untuk semua bidang


dinding yang diplester.

7. Plesteran tidak boleh meninggalkan sambungan-sambungan antara


plesteran lama dengan plesteran baru yang tidak rata.

8. Lama antara plesteran lama dengan plesteran baru tidak boleh lebih dari satu
hari kecuali ditentukan lain oleh Konsultan Pengawas .

9. Hasil pekerjaan plesteran harus benar-benar halus permukaannya sehingga


ketika dilakukan pekerjaan cat dinding tidak menimbulkan bekas.

10. Hasil pekerjaan plesteran harus disetujui oleh Konsultan Pengawas .

Pasal 6: Relief Beton

1. Relief beton dibuat dari campuran semen dan air dengan penjangkaran
sederhana kepasangan dinding bata serta beton.

2. Relief beton adalah motif timbul dari permukaaan bata dan beton dengan
ketebalan sesuai gambar rencana.

56
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

BAB IX
PEKERJAAN CAT

Pasal 1 : Referensi
1. Seluruh Pekerjaan Cat harus sesuai dengan standard-standard sebagai
berikut :
b. Petunjuk-petunjuk yang diajukan oleh pabrik pembuat.
c. NI-3 1970
d. NI-4

Pasal 2 : Persyaratan Material


1. Cat dasar dan cat akhir yang akan dipakai adalah buatan pabrik dari kualitas
terbaik.

2. Cat harus dalam bungkus dan kemasan asli dimana tercantum merk dagang,
spesifikasi, dan aturan pakai.

3. Cat yang dipakai adalah dari Merk DULUX Standar ICI atau merk lain yang
setara dengannya baik dari segi harga dan kualitas.

4. Penyedia Jasa harus memperlihatkan contoh material cat minimal dari dua
merk yang berbeda untuk disetujui oleh Konsultan Perencana.

5. Jenis cat, warna dan type yang akan dipakai pada semua posisi bangunan
kecuali ditentukan lain oleh Konsultan Perencana dan Pengguna Jasa dalam
masa pelaksanaan atau dalam Gambar Rencana adalah seperti dalam tabel
berikut ini :

Tabel 2.1.a Penempatan Jenis Dan Warna Cat

No. Konstruksi Merek Type Warna

Dulux
Ditentukan
1. Plamur Tembok atau Wallfiler
Kemudian
setara
Dulux
Alkali Resisting Ditentukan
2. Cat Dasar Tembok atau
Prime Sealer Kemudian
setara

57
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

Dulux
Wheathershield Ditentukan
3. Dinding Luar atau
Max Kemudian
setara
Dulux
Permukaan Beton Wheathershield Ditentukan
4. atau
Luar Max Kemudian
setara

Tabel 2.1.b Penempatan Jenis Dan Warna Cat

No. Konstruksi Merek Type Warna

Dulux
Red Oxide Ditentukan
1. Cat Minie Kayu atau
Primer Kemudian
setara
Dulux
Ditentukan
2. Cat Dasar Kayu atau Undercoat
Kemudian
setara
Dulux
Thinner / Minyak Ditentukan
3. atau Thinner
Cat Kemudian
setara

6. Jenis, Warna dan Type Cat dapat diganti oleh Konsultan Perencana dengan
persetujuan Pengguna Jasa dalam masa pelaksanaan.

7. Untuk kemudahan pelaksanaan penempatan warna cat pada semua


bangunan dilapangan Konsultan Perencana harus menyediakan Gambar
Disain Berwarna tampak luar dan dalam bangunan dengan posisi-posisi
penempatan warna cat.

8. Jika terjadi perbedaan antara pemakaian warna dan spesifikasi cat yang ada
dalam Spesifikasi Teknis (tabel point 5) dengan yang ada dalam Gambar

58
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)

Rencana maka acuan yang dipakai adalah menurut keputusan Konsultan


Perencana.

9. Perubahan-perubahan warna cat dari seperti yang telah ditentukan dalam


tabel point 5 yang dilakukan oleh Pengguna Jasa harus disertai keterangan
tertulis dan diketahui oleh Konsultan Pengawas dan Konsultan Perencana.

10. Perubahan-perubahan warna cat yang tidak disertai keterangan tertulis


adalah kesalahan Penyedia Jasa dan dengan biaya sendiri Penyedia Jasa
harus menggantinya dengan warna cat seperti yang telah ditentukan dalam
tabel point 5, termasuk biaya yang harus dikeluarkan untuk pengelupasan
dan pembersihan apabila pekerjaan pengecatan telah terlanjur selesai
dikerjakan.

Pasal 3 : Pelaksanaan
1. Penyedia Jasa harus membersihkan permukaan dinding pasangan bata,
Partisi, GRC dan beton, kotoran dan lumut. Hasil pekerjaan pembersihan ini
harus disetujui oleh Konsultan Pengawas sebelum pekerjaan pengecatan
dimulai.
2. Kontraktor harus memastikan permukaan dinding bata dan permukaan
beton benar-benar kering sebelum dilakukan pekerjaan pengecatan.
3. Semua pekerjaan pengecatan dilakukan dengan cara manual oleh tukang
ahli. Pengecatan dengan alat seperti Kompresor harus dengan persetujuan
Konsultan Pengawas tanpa adanya penambahan biaya pelaksanaan

4. Dinding dan permukaan beton serta GRC Board harus didempul atau
diplamur terlebih dahulu sebelum dilakukan pekerjaan cat dasar.

5. Dinding yang telah diplamur harus digosok sampai rapi dan rata
permukaanya dengan kertas amplas.

6. Urutan pekerjaan cat adalah seperti berikut ini kecuali ditentukan lain dalam
Bill of Quantity atau Konsultan Pengawas :

a. Cat Tembok Exterior : 1 Kali Plamur Tembok, 1 Kali Cat Dasar, dan 2
Kali Cat Warna type Weather Shield

b. Cat Tembok Interior : 1 Kali Plamur Tembok, 1 Kali Cat Dasar, dan 2
Kali Cat Warna.

c. Cat Plafond Dalam : 1 Kali Dempul, 1 Kali Cat Dasar, dan 2 Kali Cat
Warna.

d. Cat Permukaan Kayu : 1 Kali Dempul, 1 Kali Cat Menie Kayu, 1 Kali Cat
Dasar dan 2 Kali Cat Warna

59
Rencana Kerja dan Syarat (RKS)
BAB X
KETENTUAN KHUSUS

Pasal 1 : Semua hal yang tidak ditentukan dalam spesifikasi ini akan ditentukan kemudian
oleh Konsultan Perencana bersama Konsultan Pengawas dalam masa
pelaksanaan konstruksi dengan persetujuan Pengguna Jasa dan menjadi suatu
ketentuan yang mengikat serta harus dilaksanakan oleh Penyedia Jasa. Hal-hal
yang ditentukan kemudian tersebut harus tetap didasarkan pada Kontrak Kerja.

Pasal 2 : Jika ada item-item pekerjaan dimana tidak ada penjelasan dalam Gambar
Rencana, Bill of Quantity dan Spesifikasi Teknis maka penjelasan teknis terhadap
item pekerjaan tersebut adalah berdasarkan keputusan Konsultan Pengawas
dengan persetujuan Konsultan Perencana dan Pengguna Jasa.

Pasal 3 : Maksud dan tujuan setiap aturan dalam Spesifikasi Teknis ini adalah menurut
penjelasan Konsultan Pengawas dengan persetujuan Konsultan Perencana dan
Pengguna Jasa.

Banda Aceh, 10 Mei 2019


Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
Program Pengembangan Perikanan Tangkap
Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh

ERMANSYAH, S.St.Pi
NIP. 19820915 200604 1 005

60

Anda mungkin juga menyukai