FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
GIZI BURUK
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAMPANG
(PUSKESMAS NON PERAWATAN)
Oleh:
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gizi pada balita terutama diperlukan untuk mendukung pertumbuhan dan
perkembangannya. Kurang terpenuhinya gizi pada anak akan menghambat
sintesis protein DNA sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan sel otak
yang selanjutnya akan menghambat perkembangan otak. Jika hal ini terjadi
setelah masa divisi sel otak terhenti, hambatan sintesis protein akan menghasilkan
otak dengan jumlah sel yang normal tetapi dengan ukuran yang lebih kecil.
Namun perubahan yang kedua ini dapat hilang kembali (reversibel) dengan
perbaikan diet.1
Balita merupakan kelompok masyarakat yang rentan terhadap masalah
gizi karena mengalami siklus pertumbuhan dan perkembangan sehingga
memerlukan zat-zat gizi yang lebih besar dari kelompok umur yang lain. Kejadian
gizi buruk seperti fenomena gunung es dimana kejadian gizi buruk dapat
menyebabkan kematian.1 Berdasarkan data yang diperoleh dari Bidang Bina
Kesehatan Masyarakat di Kota Makassar, status gizi balita untuk Gizi Buruk pada
tahun 2015 sebanyak 1.719 (2,10 % ) dari 81.991 balita menurun dari tahun 2014
dengan jumlah 2.052 (2,30 %). Tahun 2013 terdapat 2.111 balita gizi buruk (2,66
%).2
Berbagai faktor dapat mempengaruhi terjadinya gizi buruk pada balita
diantaranya kurangnya nutrisi ibu saat kehamilan dan kepatuhan ibu terhadap
pemberian makanan tambahan, adanya penyakit penyerta yang mungkin terjadi
pada anak, serta faktor lingkungan dan ekonomi keluarga.3
Masalah gangguan tumbuh kembang pada bayi dan anak dua tahun
merupakan masalah yang perlu ditanggulangi dengan serius, karena merupakan
masa yang sangat penting sekaligus masa kritis dalam proses tumbuh kembang
baik fisik maupun kecerdasan, oleh karena itu bayi dan anak usia dibawah lima
tahun harus memperoleh asupan gizi sesuai yang dibutuhkannya.3
B. Tujuan
1. Umum
Dengan terselenggaranya pelayanan kesehatan gizi di puskesmas
pampang diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat melalui upaya promotif, preventif, dan kuratif yang
dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan.
2. Khusus
a. Menurunkan angka penyakit dan / atau gangguan kesehatan yang
diakibatkan oleh resiko kekurangan gizi dan meningkatnya kualitas
kesehatan di lingkungan puskesmas pampang.
b. Meningkatnya pengetahuan, kesadaran, kemampuan, dan perilaku
masyarakat untuk mencegah penyakit dan/ atau gangguan
kesehatan yang diakibatkan oleh faktor risiko dari kekurangan gizi,
serta untuk mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat di
puskesmas pampang
c. Terciptanya keterpaduan kegiatan lintas program dan lintas sektor
dalam pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan dengan
memberdayakan masyarakat di wilayah kerja puskesmas pampang.
C. Manfaat
1. Bagi institusi
Dapat memperkaya khaannah dunia kerja melalui informasi yang
diperoleh dari lapangan sehingga dapat melakukan penyesuaian materi
perkuliahan terhadap tuntutan dunia kerja yang pada akhirnya dapat
menghasilkan dokter-dokter yang lebih kompetitif.
2. Bagi Puskesmas
Dapat mengetahui masalah mengenai kasus gizi buruk di wilayah kerja
puskesmas pampang 2019 sehingga diharapkan puskesmas dapat
menindaklanjuti msalah tersebut.
3. Bagi Dokter Muda
Dokter muda dapat menambah pelajaran praktis klinis lapangan dan
membandingkan ilmu yang diperoleh dengan dunia kerja yang
sesungguhnya sehingga dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi
kompetisi pasca pendidikan.
BAB II
GAMBARAN UMUM PUSKESMAS PAMPANG
2,71 km2. Wilayah kerja Puskesmas Pampang terdiri atas tiga kelurahan yaitu :
1. Kelurahan Pampang
2. Kelurahan Panaikang
3. Kelurahan Karampuang
berikut:
1 Pampang 271 Ha 8 40
2 Panaikang 233 Ha 7 55
3 Karampuang 145 Ha 9 40
dengan pegawai berjumlah 36 orang, yang terdiri dari 26 orang PNS dan 10 orang
pegawai magang dengan luas wilayah kerja Kelurahan Pampang 271 Ha, dengan
dengan luas 233 Ha, dengan 7 RW dan 55 RT serta jumlah penduduk 16.267
orang dan Kelurahan Karampuang 145 Ha, dengan 9 RT dan 40 RW serta jumlah
VISI
“Terwujudnya masyarakat yang sehat dan mandiri di wilayah kerja puskesmas
2. Menjalin kerjasama lintas program dan lintas sektor dalam pelayanan dan
MOTTO
“ Untuk anda kami ada, kesembuhan dan kepuasaan adalah kebahagiaan, dari niat
B. Keadaan Demografi
2. Jumlah KK : 10.379 KK
E. Faktor risiko
Faktor risiko gizi buruk antara lain : 6
a) Asupan makanan
Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara
lain tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup atau
salah mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah.
Kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan balita adalah air, energi, protein,
lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Memilih makanan yang tepat
untuk balita harus menentukan jumlah kebutuhan dari setiap nutrien,
menentukan jenis bahan makanan yang dipilih, dan menentukan jenis
makanan yang akan diolah sesuai dengan hidangan yang dikehendaki.
Sebagian besar balita dengaan gizi buruk memiliki pola makan yang
kurang beragam. Pola makanan yang kurang beragam memiliki arti
bahwa balita tersebut mengkonsumsi hidangan dengan komposisi yang
tidak memenuhi gizi seimbang. Berdasarkan dari keseragaman susunan
hidangan pangan, pola makanan yang meliputi gizi seimbang adalah jika
mengandung unsur zat tenaga yaitu makanan pokok, zat pembangun dan
pemelihara jaringan yaitu lauk pauk dan zat pengatur yaitu sayur dan
buah. 6
b) Status sosial ekonomi
Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat sedangkan
ekonomi adalah segala usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan untuk
mencapai kemakmuran hidup Sosial ekonomi merupakan suatu konsep
dan untuk mengukur status sosial ekonomi keluarga dilihat dari variabel
tingkat pekerjaan. Rendahnya ekonomi keluarga, akan berdampak
dengan rendahnya daya beli pada keluarga tersebut. Selain itu rendahnya
kualitas dan kuantitas konsumsi pangan, merupakan penyebab langsung
dari kekurangan gizi pada anak balita. Keadaan sosial ekonomi yang
rendah berkaitan dengan masalah kesehatan yang dihadapi karena
ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk mengatasi berbagai masalah
tersebut. Balita dengan gizi buruk pada umumnya hidup dengan
makanan yang kurang bergizi. 9
c) Pendidikan ibu
Kurangnya pendidikan dan pengertian yang salah tentang kebutuhan
pangan dan nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia.
Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan
faktor penting dalam masalah kurang gizi. Salah satu faktor yang
menyebabkan timbulnya kemiskinan adalah pendidikan yang rendah.
Adanya pendidikan yang rendah tersebut menyebabkan seseorang
kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam
kehidupan. Rendahnya pendidikan dapat mempengaruhi ketersediaan
pangan dalam keluarga, yang selanjutnya mempengaruhi kuantitas dan
kualitas konsumsi pangan yang merupakan penyebab langsung dari
kekurangan gizi pada anak balita. Untuk mengetahui tingkat
pengetahuan mengenai gizi buruk, dapat dilakukan dengan pengisian
kuesioner. Nilai 1 untuk jawaban benar dan 0 untuk jawaban salah. Skala
pengukuran untuk pengetahuan dapat dikategorikan sebagai berikut :9
Pengetahuan baik bila responden dapat menjawab pertanyaan benar
dengan presentase 76-100%.
Pengetahuan cukup bila responden dapat menjawab pertanyaan
benar dengan presentase 56-75%.
Pengetahuan kurang bila responden dapat menjawab pertanyaan
benar dengan presentase <56%.
d) Penyakit penyerta
Balita yang berada dalam status gizi buruk, umumnya sangat rentan
terhadap penyakit. Seperti lingkaran setan, penyakit-penyakit tersebut
justru menambah rendahnya status gizi anak. Penyakit-penyakit tersebut
adalah: 6
Diare persisten : sebagai berlanjutnya episode diare selama 14 hari
atau lebih yang dimulai dari suatu diare cair akut atau berdarah
(disentri). Kejadian ini sering dihubungkan dengan kehilangan berat
badan dan infeksi non intestinal.6
Tuberkulosis : Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang dapat hidup
terutama di paru atau di berbagai organ tubuh hidup lainnya yang
mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Bakteri ini tidak
tahan terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terjadi pada
malam hari. Tuberkulosis ini dapat terjadi pada semua kelompok
umur, baik di paru maupun di luar paru. 6
HIV AIDS : HIV merupakan singkatan dari ’Human
Immunodeficiency Virus’. HIV merupakan retrovirus yang
menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia dan
menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini
mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-
menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.
Penyakit tersebut dapat memperburuk keadaan gizi melalui
gangguan intake makanan dan meningkatnya kehilangan zat-zat gizi
esensial tubuh. Terdapat hubungan timbal balik antara kejadian
penyakit dan gizi kurang maupun gizi buruk.Anak yang menderita
gizi kurang dan gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan,
sehingga rentan terhadap penyakit. Di sisi lain anak yang menderita
sakit akan cenderung menderita gizi buruk. 6
Berat Badan Lahir Rendah
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir
kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi sedangkan
berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam
setelah lahir. Pada BBLR zat anti kekebalan kurang sempurna
sehingga lebih mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi.
Penyakit ini menyebabkan balita kurang nafsu makan sehingga
asupan makanan yang masuk kedalam tubuh menjadi berkurang dan
dapat menyebabkan gizi buruk. 6
e) Kelengkapan imunisasi
f) ASI
Hanya 14% ibu di Indonesia yang memberikan air susu ibu (ASI)
eksklusif kepada bayinya sampai enam bulan. Rata-rata bayi di
Indonesia hanya menerima ASI eksklusif kurang dari dua bulan. Selain
ASI mengandung gizi yang cukup lengkap, ASI juga mengandung
antibodi atau zat kekebalan yang akan melindungi balita terhadap
infeksi. Hal ini yang menyebabkan balita yang diberi ASI, tidak rentan
terhadap penyakit dan dapat berperan langsung terhadap status gizi
balita. Selain itu, ASI disesuaikan dengan sistem pencernaan bayi
sehingga zat gizi cepat terserap. Berbeda dengan susu formula atau
makanan tambahan yang diberikan secara dini pada bayi. Susu formula
sangat susah diserap usus bayi. Pada akhirnya, bayi sulit buang air besar.
Apabila pembuatan susu formula tidak steril, bayi akan rawan diare. 6
F. Tatalaksana Gizi Buruk
Memberikan Stimulasi Sensori dan Dukungan Emosional pada anak gizi buruk
terjadi perkembangan mental dan perilaku karenanya harus diberikan: 10
1. Kasih sayang
2. Lingkungan yang ceria
3. Terapi bermain terstuktur selama 15 – 30 menit/hari (permainan ci luk ba, dl)
4. Aktifitas fisik segera setelah sembuh
5. Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dan sebagainya.
Pemantauan : 10
1) Kriteria Sembuh: BB/TB > -2 SD
2) Tumbuh Kembang:
a. Memantau status gizi secara rutin dan berkala
b. Memantau perkembangan psikomotor
3) Edukasi
Memberikan pengetahuan pada orang tua tentang:
a. Pengetahuan gizi
b. Melatih ketaatan dalam pemberian diet
c. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
G. Langkah Promotif/Preventif :
Malnutrisi energi protein merupakan masalah gizi yang multifaktorial.
Tindakan pencegahan bertujuan untuk mengurangi insidens dan menurunkan
angka kematian. Oleh karena ada beberapa faktor yang menjadi penyebab
timbulnya masalah tersebut, maka untuk mencegahnya dapat dilakukan
beberapa langkah, antara lain: 10
a. Pola Makan
Penyuluhan pada masyarakat mengenai gizi seimbang (perbandingan
jumlah karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral berdasarkan
umur dan berat badan). 10
b. Pemantauan tumbuh kembang dan penentuan status gizi secara berkala
(sebulan sekali pada tahun pertama). 10
c. Faktor sosial
Mencari kemungkinan adanya pantangan untuk menggunakan bahan
makanan tertentu yang sudah berlangsung secara turun-temurun dan dapat
menyebabkan terjadinya MEP. 10
d. Faktor ekonomi
Dalam World Food Conference di Roma tahun 1974 telah dikemukakan
bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi
dengan bertambahnya persediaan bahan makanan setempat yang memadai
merupakan sebab utama krisis pangan, sedangkan kemiskinan penduduk
merupakan akibat lanjutannya. Ditekankan pula perlunya bahan makanan
yang bergizi baik di samping kuantitasnya. 10
e. Faktor infeksi
Telah lama diketahui adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi.
Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan status gizi. MEP,
walaupun dalam derajat ringan, menurunkan daya tahan tubuh terhadap
infeksi. 10
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Perilaku
Perilaku mempunyai pengaruh besar pada terjadinya kasus gizi buruk
di wilayah kerja Puskesmas Pampang. Perilaku yang dimaksud adalah sikap,
tindakan, dan persepsi ibu/orang tua terhadap dirinya sendiri semasa hamil
dan perawatan terhadap bayinya pada masa pertumbuhan dan perkembangan.
Pada masa kehamilan, menurut Ibu kandung Nia setelah melakukan beberapa
kali ANC petugas kesehatan mengatakan bahwa berat badannya tidak naik
atau naik tapi tidak terlalu signifikan, ini berhubungan dengan sikap Ibu Nia
yang malas makan karena mengalami hiperemis gravidarum, ketika lahir bayi
Nia sering mengalami demam tiap minggu, namun tindakan yang dilakukan
Ibu Nia jarang membawa nya ke Puskesmas kecuali sudah panas sekali,
selain itu bayi Nia sering berak-berak yang membuat asupannya semua
keluar, dimana Ibu Nia kurang tahu apa yang harus dilakukan ketika terjadi
hal tersebut dimana beliau bahkan tidak masuk sekolah tingkat dasar, waktu
lahir sampai 1 tahun Ibu Nia mengatakan berat badan bayinya tidak naik
signifikan, ini berhubungan dengan perawatan bayi Nia dimana Ibunya
kurang mengetahui makanan apa yang harus diberikan atau menu apa yang
seimbang pada bayinya sehingga sampai sekarang sudah mendapatkan PMT
sebanyak 4x. Pertumbuhan dan perkembangan Nia menurut petugas
kesehatan menurun, ini berhubungan dengan faktor ekonomi keluarga Ibu
Nia dimana tiap minggu hanya memperoleh 500 ribu sehingga hanya makan
telur dan mie sebagai makanan utama.
Ibu Aprilia merupakan Ibu kedua yang kami kunjungi untuk
mengevaluasi gizi buruk di daerah PKM Pampang, kondisi rumah Ibu Aprilia
lumayan bagus dibanding dengan Ibu Nia, namun selama hamil, Ibu Aprilia
sering sakit,mulai dari sesak, mual muntah dan sikap yang diambil menunda
nunda untuk berobat, begitupun ketika Aprilia lahir, ketika sakit tindakan
yang diambil oleh Ibu Aprilia adalah menunda nunda untuk membawanya ke
Puskesmas, selain itu Aprilia juga agak malas untuk menetek, namun sikap
dan tindakan Ibu Aprilia adalah kadang kadang mengikuti Aprilia untuk tidak
menyusui nya, pengetahuan Ibu Aprilia terbatas sederajat sekolah menengah
atas sehingga kadang kadang dalam mengobati Aprilia masih mempercaya
selain petugas kesehatan dalam mengobati, pertumbuhan dan perkembangan
Aprilia juga tidak maksimal karna berhubungan dengan ekonomi yang
rendah, selain dari intake yang kurang dan tidak seimbang, namun setelah
pemberian PMT berat badan Aprilia mulai membaik.
2. Lingkungan
Lingkungan setelah lahir baik lingkungan fisik maupun nonfisik
ikut berperan dalam status gizi balita. Pada kasus gizi buruk dengan nama
Nia Ramadhani dan Nur Aprilia ditemukan penderita tinggal bersama
ayah, ibu dan kakak penderita. Penderita atas nama Nia Ramadhani tinggal
bersebelahan dengan empang dan rumah Nia menggunakan air sumur.
Disekitar rumah Nia terdapat hewan ternak yang bisa lalu Lalang disekitar
rumahnya.
3. Asupan makanan
Asupan makanan pada balita dipengaruhi oleh berbagai faktor
diantaranya ketersediaan makanan, asupan gizi, dan pola makan balita.
Berdasarkan observasi kami di lapangan, pada salah satu keluarga
penderita tersedia makanan secara adekuat, akan tetapi penderita
mengonsumsi makanan dengan komposisi yang tidak memenuhi gizi
seimbang karena pola makan yang salah. Para penderita makan dengan
frekuensi 2 kali sehari dengan porsi 2 – 3 sendok makan atau apabila
penderita tidak mau makan, ibu penderita sudah tidak memberikan
makanan. Hal ini tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi balita dalam
proses pertumbuhan dan perkembangannya.
4. Status sosial ekonomi keluarga
Status sosial ekonomi juga ikut berperan dalam mendukung
ketersediaan bahan makanan yang adekuat bagi keluarga. Orang tua dari
para penderita balita yang mengalami gizi buruk memiliki pendapatan di
bawah dari UMK Kota Makassar dengan tanggungan 3 orang anggota
keluarga. Hal ini diakui tidak mencukupi kebutuhan keluarga setiap
bulannya.
5. Pendidikan ibu
Pendidikan ibu dalam hal ini mengenai tingkat pengetahuan ibu
tentang gizi buruk dan asupan nutrisi seimbang bagi balita sangat berperan
dalam terjadinya kasus gizi buruk. Selama observasi lapangan, kami
memberikan beberapa pertanyaan berdasarkan kuisioner yang ada untuk
mengetahui tingkat pendidikan ibu. Adapun diperoleh hasil :
• Ibu A : Memiliki tingkat pengetahuan rendah (<55%) : 40%
• Ibu B : Memiliki tingkat pengetahuan sedang (56%-75%) : 60%
Dari hasil observasi kami, dari kedua ibu tersebut ada yang memiliki
tingkat pengetahuan yang berbeda dalam memahami kasus gizi buruk, dan
pentingnya makanan bergizi dan seimbang. Diketahui ibu A tidak
mengenyam pendidikan di bangku sekolah, sehingga pengetahuan
mengenai makanan bergizi tidak di mengerti. Sedangkan ibu B memiliki
pendidikan terakhir SMA, dimana Ibu B cukup mengetahui tentang asupan
makanan bergizi.
6. Penyakit Penyerta
Balita yang berada dalam status gizi buruk, umunya sangat rentan
terhadap berbagai macam penyakit. Seperti lingkaran setan, penyakit-
penyakit tersebut justru menambah rendahnya status gizi balita. Salah satu
penderita gizi buruk memiliki riwayat Diare di sertai berdasarkan hasil
pengamatan dan anamesis pada ibu balita tersebut diduga mengidap
Sindrom Down (Trisomi 21). Kondisi tersebut ikut memberikan pengaruh
terhadap terjadinya gizi buruk, yaitu kurangnya asupan yang adekuat dan
kurangnya pengetahuan ibu dalam memberikan asupan serta mineral yang
tepat ketika balita mengalami diare. Sedangkan pada kasus balita tersebut
diyakini bahwa mengidap Sindrom Down, dimana terjadi perlambatan
tumbuh kembang sehingga adanya penurunan nafsu makan dan tidak
terpenuhinya asupan gizi yang adekuat untuk perkembangan otak balita
tersebut.
A. Besar Masalah
1. Identifikasi Masalah
Proses Identifikasi masalah dilakukan berdasarkan survei pada bulan
Mei 2019 dan laporan Puskesmas Pampang tahun 2018 serta wawancara
2. Besar Masalah
berikut:
= 1 + 3,3 log 3
= 1 + 3,3 (0,47)
= 1 + 1,551
= 2,551
=3
58−38
=
3
= 6,66
Besar Masalah Terhadap
Pencapaian Program
Interval
Nilai
1 Gangguan
Refraksi pada X 7
Anak SD
2 PHBS Sekolah X 4
3 Gizi Buruk X 2
B. Kegawatan Masalah
2. Urgensi Masalah
3. Biaya
(3+3+3+3+3+3)
2 PHBS Pada Sekolah 3
6
(3+3+3+3+3+4)
3 Gizi Buruk 3,1
6
C. Kemudahan Penanggulangan
KEMUDAHAN
No MASALAH PENANGGULAN Jumlah
GAN
Gannguan Refraksi pada (3+3+3+3+3+3)
1 2
Anak SD 6
(4+4+3+3+3+3)
2 PHBS pada Sekolah 3
6
(4+4+3+3+3+3)
3 Gizi Buruk 3
6
D. PEARL Factor
terkait
1 = Setuju
0 = Tidak Setuju
No MASALAH P E A R L
1 Gangguan Refraksi Pada SD 0 1 1 1 1
3 Gizi Buruk 1 1 1 1 1
dalam rumus :
Dari hasil tabel sebelumnya, didapatkan urutan dari proritas masalah adalah
sebagai berikut.
1. Gizi buruk
1. Kasus A dan B
a. Tingkat kepedulian dan kesadaran ibu mengenai Gizi Buruk yang masih
kurang.
b. Status sosial ekonomi keluarga yang bisa berdampak dengan daya beli
serat kemakmuran keluarga tersebut.
c. Tingkat pengetahuan ibu tentang kebutuhan pangan yang akan
mempengaruhi ketersediaan pangan dalam keluarga dalam memenuhi
kebutuhan gizi.
d. Keadaan lingkungan yang tidak kondusif terhadap pertumbuhan dan
perkembangan balita.
e. Asupan nutrisi yang tidak adekuat pada ibu selama masa kehamilan dan
nutrisi balita selama masa pertumbuhan dan pekembangan balita.
f. Kemungkinan penyakit penyerta yang memperberat keadaan gizi buruk
pada balita
RENCANA KEGIATAN :
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN