Anda di halaman 1dari 42

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

GIZI BURUK
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAMPANG
(PUSKESMAS NON PERAWATAN)

Oleh:

Achmad Nuryadi, S.Ked


Agus Salim Sani, S.Ked
Faradhibah Nur Aliah, S.Ked
Ilham Akbar, S.Ked
Syahrun Mubarak Aksar, S.Ked
Waode Annisa Wahid, S.Ked

Pembimbing :

dr. Sugiarti B, M.Kes.

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gizi pada balita terutama diperlukan untuk mendukung pertumbuhan dan
perkembangannya. Kurang terpenuhinya gizi pada anak akan menghambat
sintesis protein DNA sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan sel otak
yang selanjutnya akan menghambat perkembangan otak. Jika hal ini terjadi
setelah masa divisi sel otak terhenti, hambatan sintesis protein akan menghasilkan
otak dengan jumlah sel yang normal tetapi dengan ukuran yang lebih kecil.
Namun perubahan yang kedua ini dapat hilang kembali (reversibel) dengan
perbaikan diet.1
Balita merupakan kelompok masyarakat yang rentan terhadap masalah
gizi karena mengalami siklus pertumbuhan dan perkembangan sehingga
memerlukan zat-zat gizi yang lebih besar dari kelompok umur yang lain. Kejadian
gizi buruk seperti fenomena gunung es dimana kejadian gizi buruk dapat
menyebabkan kematian.1 Berdasarkan data yang diperoleh dari Bidang Bina
Kesehatan Masyarakat di Kota Makassar, status gizi balita untuk Gizi Buruk pada
tahun 2015 sebanyak 1.719 (2,10 % ) dari 81.991 balita menurun dari tahun 2014
dengan jumlah 2.052 (2,30 %). Tahun 2013 terdapat 2.111 balita gizi buruk (2,66
%).2
Berbagai faktor dapat mempengaruhi terjadinya gizi buruk pada balita
diantaranya kurangnya nutrisi ibu saat kehamilan dan kepatuhan ibu terhadap
pemberian makanan tambahan, adanya penyakit penyerta yang mungkin terjadi
pada anak, serta faktor lingkungan dan ekonomi keluarga.3
Masalah gangguan tumbuh kembang pada bayi dan anak dua tahun
merupakan masalah yang perlu ditanggulangi dengan serius, karena merupakan
masa yang sangat penting sekaligus masa kritis dalam proses tumbuh kembang
baik fisik maupun kecerdasan, oleh karena itu bayi dan anak usia dibawah lima
tahun harus memperoleh asupan gizi sesuai yang dibutuhkannya.3
B. Tujuan
1. Umum
Dengan terselenggaranya pelayanan kesehatan gizi di puskesmas
pampang diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat melalui upaya promotif, preventif, dan kuratif yang
dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan.
2. Khusus
a. Menurunkan angka penyakit dan / atau gangguan kesehatan yang
diakibatkan oleh resiko kekurangan gizi dan meningkatnya kualitas
kesehatan di lingkungan puskesmas pampang.
b. Meningkatnya pengetahuan, kesadaran, kemampuan, dan perilaku
masyarakat untuk mencegah penyakit dan/ atau gangguan
kesehatan yang diakibatkan oleh faktor risiko dari kekurangan gizi,
serta untuk mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat di
puskesmas pampang
c. Terciptanya keterpaduan kegiatan lintas program dan lintas sektor
dalam pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan dengan
memberdayakan masyarakat di wilayah kerja puskesmas pampang.
C. Manfaat
1. Bagi institusi
Dapat memperkaya khaannah dunia kerja melalui informasi yang
diperoleh dari lapangan sehingga dapat melakukan penyesuaian materi
perkuliahan terhadap tuntutan dunia kerja yang pada akhirnya dapat
menghasilkan dokter-dokter yang lebih kompetitif.
2. Bagi Puskesmas
Dapat mengetahui masalah mengenai kasus gizi buruk di wilayah kerja
puskesmas pampang 2019 sehingga diharapkan puskesmas dapat
menindaklanjuti msalah tersebut.
3. Bagi Dokter Muda
Dokter muda dapat menambah pelajaran praktis klinis lapangan dan
membandingkan ilmu yang diperoleh dengan dunia kerja yang
sesungguhnya sehingga dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi
kompetisi pasca pendidikan.
BAB II
GAMBARAN UMUM PUSKESMAS PAMPANG

Puskesmas Pampang terletak di Jl. Pampang 2 No.28A dan dipimpin oleh

dr. H. Sugiarti Buhani, DPDK. Puskesmas Pampang termasuk dalam wilayah

Kecamatan Panakukkang tepatnya di Kelurahan Pampang dengan luas wilayah ±

2,71 km2. Wilayah kerja Puskesmas Pampang terdiri atas tiga kelurahan yaitu :

1. Kelurahan Pampang

2. Kelurahan Panaikang

3. Kelurahan Karampuang

Dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah utara : Kelurahan Rappokalling

b. Sebelah Barat : Kecamatan Karuwisi

c. Sebelah Timur : Kelurahan Panaikang

d. Sebelah Selatan : Kelurahan Sinrijala

Wilayah kerja Puskesmas Pampang terdiri dari sejumlah RW dan RT sebagai

berikut:

No Kelurahan Luas Wilayah RW RT

1 Pampang 271 Ha 8 40
2 Panaikang 233 Ha 7 55
3 Karampuang 145 Ha 9 40

Jumlah 659 Ha 24 135


Tabel 1 :Luas Wilayah Kerja dan Jumlah RW, RT Puskesmas
Pampang 2012
Puskesmas Pampang memberikan pelayanan kepada pasien rawat jalan

dengan pegawai berjumlah 36 orang, yang terdiri dari 26 orang PNS dan 10 orang

pegawai magang dengan luas wilayah kerja Kelurahan Pampang 271 Ha, dengan

8 RW dan 40 RT serta jumlah penduduk 18.157 orang, Kelurahan Panaikang

dengan luas 233 Ha, dengan 7 RW dan 55 RT serta jumlah penduduk 16.267

orang dan Kelurahan Karampuang 145 Ha, dengan 9 RT dan 40 RW serta jumlah

penduduk 10.838 orang.

PETA WILAYAH KERJAPUSKESMAS PAMPANG

Gambar 1. Peta Wilayah Kerja Puskesmas

VISI
“Terwujudnya masyarakat yang sehat dan mandiri di wilayah kerja puskesmas

pampang melalui penyelenggaraan kesehatan yang optimal”


MISI

1. Memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara profesional yang

bermutu, merata dan terjangkau.

2. Menjalin kerjasama lintas program dan lintas sektor dalam pelayanan dan

pengembangan kesehatan masyarakat.

3. Meningkatkan pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan

sehingga masyarakat bisa mandiri.

MOTTO
“ Untuk anda kami ada, kesembuhan dan kepuasaan adalah kebahagiaan, dari niat

ikhlas dan hati yang tulus kami memberikan pelayanan kesehatan”.

B. Keadaan Demografi

1. Luas wilayah : 659 Ha

2. Jumlah KK : 10.379 KK

3. Jumlah penduduk : 45.262 orang (BPS, 2018)

4. Jumlah sarana ibadah : 19 , terdiri dari:


a. Mesjid : 14 buah
b. Gereja : 5 buah
5. Jumlah sarana pendidikan: 29, terdiri dari:
a. TK : 12 buah
b. SD/sederajat : 13 buah
c. SMP/Sederajat : 2 buah
d. SMA/Sederajat : 2 buah
6. Jumlah Posyandu : 25 buah
7. Jumlah ORW/ORT:
a. ORW : 24
b. ORT : 172
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Gizi Buruk


Balita Gizi Buruk adalah anak yang berusia 0-5 tahun dengan BB/TB
≤-3 SD dan atau mempunyai tanda-tanda klinis (marasmus, kwashiorkor, dan
marasmik-kwashiorkor). Z–score untuk status gizi kurus yaitu -3 SD s/d <-2
SD sedangkan untuk status gizi sangat kurus <-3 SD. Atau lingkar lengan
atas ≤11,5 cm.4
B. Pengukuran Gizi Buruk
Gizi buruk ditentukan berdasarkan beberapa pengukuran antara lain : 5
 Pengukuran klinis : metode ini penting untuk mengetahui status gizi
balita tersebut gizi buruk atau tidak. Metode ini pada dasarnya didasari
oleh perubahan-perubahan yang terjadi dan dihubungkan dengan
kekurangan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti
kulit,rambut,atau mata. 5
 Pengukuran antoprometri : pada metode ini dilakukan berbagai macam
pengukuran, antara lain pengukuran tinggi badan,berat badan, dan lingkar
lengan atas. Beberapa pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan,
lingkar lengan atas sesuai dengan usia yang paling sering dilakukan
dalam survei gizi. Di dalam ilmu gizi, status gizi tidak hanya diketahui
dengan mengukur BB atau TB sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri,
tetapi juga dalam bentuk indikator yang dapat merupakan kombinasi dari
ketiganya. Ukuran antropometri dalam rangka penilaian status gizi
digunakan dalam bentuk indikator yang dapat merupakan kombinasi
antara masing-masing ukuran indikator antropometri yang umum
digunakan untuk menilai status gizi. 5,6
1. Indeks BB/U
Ιndeks BB/U adalah pengukuran total berat badan, termasuk
air, lemak, tulang, dan otot, dan diantara beberapa macam indeks
antropometri, indeks BB/U merupakan indikator yang paling umum
digunakan. Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi
saat ini (saat diukur) karena mudah berubah. Untuk anak pada
umumnya, indeks ini merupakan cara baku yang digunakan untuk
mengukur pertumbuhan. Kurang berat badan tidak hanya
menunjukkan konsumsi pangan yang tidak cukup tetapi juga
mencerminkan keadaan sakit yang baru saja dialami, seperti mencret
yang mengakibatkan berkurangnya berat badan. 6
Pengukuran berat badan menurut umur secara teratur dan
sering dapat dipergunakan sebagai indikator kurang gizi. Hasil
pengukuran ini dapat menunjukkan keadaan kurang gizi akut
ataupun kronis atau gangguan-gangguan yang mengakibatkan laju
pertumbuhan terhambat. 6
2. TB/U atau PB/U
Tinggi badan kurang peka dipengaruhi oleh pangan
dibandingkan dengan berat badan. Oleh karena itu tinggi badan
menurut umur yang rendah biasanya akibat dari keadaan kurang gizi
yang kronis, tetapi belum pasti memberikan petunjuk bahwa
konsumsi zat gizi pada waktu ini tidak cukup TB/U lebih
menggambarkan status gizi masa lalu. Indeks TB/U disamping dapat
memberikan gambaran tentang status gizi masa lampau juga lebih
erat kaitannya dengan masalah sosial ekonomi (Beaton dan Bengoa,
1972). Oleh karena itu indeks TB/U selain digunakan sebagai
indikator status gizi dapat pula digunakan sebagai indikator
perkembangan keadaan sosial ekonomi masyarakat. 6
3. Indeks BB/TB atau BB/PB
Ukuran antropometri yang terbaik adalah menggunakan
BB/TB atau BB/PB karena dapat menggambarkan status gizi saat ini
dengan lebih sensitif dan spesifik. Dalam keadaan normal akan
searah dengan pertambahan tinggi badan dengan kecepatan tertentu.
Pada tahun 1966 Jelliffe memperkenalkan penggunaan indeks
BB/TB untuk identifikasi status gizi, indeks BB/TB merupakan
indikator yang baik untuk menanyakan status gizi saat ini, terlebih
bila data umur akurat sulit diperoleh, oleh karena itu indeks BB/TB
disebut pula indikator status gizi yang independen terhadap umur.
Karena indeks BB/TB dapat memberikan gambaran tentang proporsi
berat badan relative terhadap indikator kekurangan, seperti halnya
dengan indeks BB/U.6

Tabel 2 : Penentuan status gizi secara klinis dan Antropometri 7

BB/U TB/U BB/TB

> +2 SD Berat badan lebih (Gizi lebih) Jangkung Gemuk

-2SD s/d +2 Berat badan normal (Gizi baik) Normal Normal


SD

-3SD s/d <- Berat badan rendah (Gizi Pendek Kurus


2SD kurang)

<-3 SD BB sangat rendah (Gizi buruk) Sangat Sangat Kurus


pendek

Tabel 3 : Klasifikasi status gizi berdasarkan WHO-NCHS


C. Klasifikasi Gizi Buruk
Gizi Buruk menurut ada tidaknya komplikasi, memiliki ciri -ciri
sebagai berikut : 8
 Gizi Buruk Tanpa Komplikasi
a. BB/TB: < -3 SD dan atau;
b. Terlihat sangat kurus dan atau;
c. Adanya Edema dan atau;
d. LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan
 Gizi Buruk dengan Komplikasi
Gizi buruk dengan tanda-tanda tersebut di atas disertai salah satu atau
lebih dari tanda komplikasi medis berikut:
a. Anoreksia
b. Pneumonia berat
c. Anemia berat
d. Dehidrasi berat
e. Demam sangat tinggi
f. Penurunan kesadaran

Gizi buruk berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi 3 : 8


1. Marasmus
Marasmus ialah suatu bentuk kurang kalori-protein yang berat.
Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan
makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingungan, ada beberapa
faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga
berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar
sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut : 8
a. Masukan makanan yang kurang
Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian
makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan.
b. Infeksi
Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama
infeksi enteral misalnya infantil gastroenteritis,
bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis kongenital.
c. Kelainan struktur bawaan
Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung,
deformitas palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus,
hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pancreas.
d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonates
Pada keadaan-keadaan tersebut pemberian ASI kurang kibat
reflek mengisap yang kurang kuat.
e. Gangguan metabolic
Misalnya: renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia,
lactose tolerance.
f. Tumor hypothalamus
Jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab marasmus
yang lain telah disingkirkan.
g. Penyapihan
Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan
yang kurang akan menimbulkan marasmus.
h. Urbanisasi
Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk
timbulnya marasmus; meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula
perubahan kebiasaan penyapihan dini dan kemudian diikuti
dengan pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer akibat
dari tidak mampu membeli susu; dan bila disertai dengan infeksi
berulang, terutama gastro enteritis akan menyebabkan anak jatuh
dalam marasmus.
Tanda-tanda Marasmus : 8
a) Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit.
b) Wajah seperti orangtua
c) Cengeng, rewel
d) Perut cekung.
e) Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai
tidak ada.
f) Sering disertai diare kronik atau konstipasi / susah buang air,
serta penyakit kronik.
g) Tekanan darah, detak jantung dan pernafasan berkurang.
2. Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah suatu bentuk malnutrisi protein yang berat
disebabkan oleh asupan karbohidrat yang normal atau tinggi dan
asupan protein yang inadekuat.Seperti marasmus,kwashiorkor juga
merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi buruk. Tanda khas
kwashiorkor antara lain pertumbuhan terganggu, perubahan
mental,pada sebagian besar penderita ditemukan oedema baik ringan
maupun berat, gejala gastrointestinal, rambut kepala mudah
dicabut,kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-
garis kulit yang lebih mendalam dan lebar,sering ditemukan
hiperpigmentasi, pembesaran hati, anemia ringan, pada biopsi hati
ditemukan perlemakan. 8
Tanda-tanda Kwashiorkor : 8
a) Edema umumnya di seluruh tubuh terutama pada kaki (dorsum
pedis )
b) Wajah membulat dan sembab
c) Otot-otot mengecil, lebih nyata apabila diperiksa pada posisi
berdiri dan duduk, anak berbaring terus menerus.
d) Perubahan status mental : cengeng, rewel kadang apatis.
e) Anak sering menolak segala jenis makanan ( anoreksia ).
f) Pembesaran hati
g) Sering disertai infeksi, anemia dan diare / mencret.
h) Rambut berwarna kusam dan mudah dicabut.
i) Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas dan berubah
menjadi hitam terkelupas ( crazy pavement dermatosis ).
j) Pandangan mata anak nampak sayu.
3. Marasmic-Kwashiorkor
Marasmic-kwashiorkor gejala klinisnya merupakan campuran
dari beberapa gejala klinis antara kwashiorkor dan marasmus dengan
Berat Badan (BB) menurut umur (U) < 60% baku median WHO-
NCHS yang disertai oedema yang tidak mencolok. 8

D. Determinan Gizi Buruk


1. Lingkungan
Faktor pertama, lingkungan memunyai pengaruh paling besar. Interaksi
antara anak dan lingkungan sudah mulai sejak bayi berada dalam
kandungan ibu. Faktor lingkungan sebelum lahir (prenatal) ditunjukkan
kondisi ibu pada waktu hamil. Kondisi kesehatan ibu sangat
menentukan, misalnya ketika ibu mengalami gizi kurang sering
melahirkan bayi dengan berat badan waktu lahir kurang dari 2.500 gram.
Pertumbuhan dan perkembangan sejak pembuahan (fertilisasi) sampai
dengan saat kelahiran, disebut tahap pasif dan mulai sejak lahir
merupakan tahap aktif. Dikatakan aktif karena mencakup pengalaman
dalam interaksi membentuk menjadi individu yang tumbuh dan
berkembang menjadi seorang individu. Lingkungan setelah lahir, baik
lingkungan fisik dan nonfisik, lingkungan rumah dan keluarga, tempat
dan ruang bermain memberi pengaruh atau pemungkin terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak. 1
2. Perilaku
Faktor kedua, perilaku memunyai pengaruh besar nomor dua. Perilaku
orang tua bagaimana merawat dan membesarkan anak temasuk perilaku
keluarga dan masyarakat yang didasari oleh sosial budaya sangat
menentukan tumbuh kembang anak. Perilaku termasuk perilaku
memberikan pelayanan kesehatan kepada bayi dimulai sejak dalam
kandungan dan proses pembelajaran yang diperkenalkan sejak lahir
melalui inisiasi menyusu dini (menaruh bayi 30 menit setelah lahir di
dada ibu dan bayi atas nalurinya mencari puting susu ibu). Perilaku
termasuk di dalamnya sikap, tindakan, dan persepsi ibu/orang tua
terhadap dirinya sendiri semasa hamil dan terhadap bayinya, perilaku ibu
terhadap pemberian ASI, rasa kasih terhadap anak, dan lain sebagainya. 1
3. Pelayanan Kesehatan
Faktor ketiga, pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan dasar diberikan
pada prenatal berupa pelayanan sebelum bayi lahir yang ditujukan
kepada kesehatan ibu hamil. Pada antenatal pelayanan kesehatan dasar
diberikan kepada kesehatan anak sejak dilahirkan di antaranya
pemberian nutrisi secara khusus penting dan merupakan fondasi
pertumbuhan anak dan mendukung perkembangan. Defisiensi nutrisi
dapat merupakan kekurangan makanan secara umum atau kekurangan
kandungan tertentu dari asupan gizi pemberian imunisasi, pemantauan
petumbuhan dan perkembangan, serta pemeriksaan kesehatan dan
pengobatan ketika sakit. 1
4. Genetik
Faktor keempat, keturunan. Faktor keturunan atau genetik adalah
berbagai faktor bawaan yang merupakan faktor determinan yang
terkecil terhadap derajat kesehatan. Setiap anak dilahirkan dengan faktor
bawaannya masing-masing dan dikenal beberapa aspek keturunan
seperti gangguan dan penyakit penyakit keturunan. Dalam hal ini faktor
keturunan tercetus sebagai faktor penyebab gangguan atau penyakit yang
disebut golongan endogen, LILA pada KEP < 23,5. 1

E. Faktor risiko
Faktor risiko gizi buruk antara lain : 6
a) Asupan makanan
Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara
lain tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup atau
salah mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah.
Kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan balita adalah air, energi, protein,
lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Memilih makanan yang tepat
untuk balita harus menentukan jumlah kebutuhan dari setiap nutrien,
menentukan jenis bahan makanan yang dipilih, dan menentukan jenis
makanan yang akan diolah sesuai dengan hidangan yang dikehendaki.
Sebagian besar balita dengaan gizi buruk memiliki pola makan yang
kurang beragam. Pola makanan yang kurang beragam memiliki arti
bahwa balita tersebut mengkonsumsi hidangan dengan komposisi yang
tidak memenuhi gizi seimbang. Berdasarkan dari keseragaman susunan
hidangan pangan, pola makanan yang meliputi gizi seimbang adalah jika
mengandung unsur zat tenaga yaitu makanan pokok, zat pembangun dan
pemelihara jaringan yaitu lauk pauk dan zat pengatur yaitu sayur dan
buah. 6
b) Status sosial ekonomi
Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat sedangkan
ekonomi adalah segala usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan untuk
mencapai kemakmuran hidup Sosial ekonomi merupakan suatu konsep
dan untuk mengukur status sosial ekonomi keluarga dilihat dari variabel
tingkat pekerjaan. Rendahnya ekonomi keluarga, akan berdampak
dengan rendahnya daya beli pada keluarga tersebut. Selain itu rendahnya
kualitas dan kuantitas konsumsi pangan, merupakan penyebab langsung
dari kekurangan gizi pada anak balita. Keadaan sosial ekonomi yang
rendah berkaitan dengan masalah kesehatan yang dihadapi karena
ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk mengatasi berbagai masalah
tersebut. Balita dengan gizi buruk pada umumnya hidup dengan
makanan yang kurang bergizi. 9
c) Pendidikan ibu
Kurangnya pendidikan dan pengertian yang salah tentang kebutuhan
pangan dan nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia.
Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan
faktor penting dalam masalah kurang gizi. Salah satu faktor yang
menyebabkan timbulnya kemiskinan adalah pendidikan yang rendah.
Adanya pendidikan yang rendah tersebut menyebabkan seseorang
kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam
kehidupan. Rendahnya pendidikan dapat mempengaruhi ketersediaan
pangan dalam keluarga, yang selanjutnya mempengaruhi kuantitas dan
kualitas konsumsi pangan yang merupakan penyebab langsung dari
kekurangan gizi pada anak balita. Untuk mengetahui tingkat
pengetahuan mengenai gizi buruk, dapat dilakukan dengan pengisian
kuesioner. Nilai 1 untuk jawaban benar dan 0 untuk jawaban salah. Skala
pengukuran untuk pengetahuan dapat dikategorikan sebagai berikut :9
 Pengetahuan baik bila responden dapat menjawab pertanyaan benar
dengan presentase 76-100%.
 Pengetahuan cukup bila responden dapat menjawab pertanyaan
benar dengan presentase 56-75%.
 Pengetahuan kurang bila responden dapat menjawab pertanyaan
benar dengan presentase <56%.
d) Penyakit penyerta
Balita yang berada dalam status gizi buruk, umumnya sangat rentan
terhadap penyakit. Seperti lingkaran setan, penyakit-penyakit tersebut
justru menambah rendahnya status gizi anak. Penyakit-penyakit tersebut
adalah: 6
 Diare persisten : sebagai berlanjutnya episode diare selama 14 hari
atau lebih yang dimulai dari suatu diare cair akut atau berdarah
(disentri). Kejadian ini sering dihubungkan dengan kehilangan berat
badan dan infeksi non intestinal.6
 Tuberkulosis : Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang dapat hidup
terutama di paru atau di berbagai organ tubuh hidup lainnya yang
mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Bakteri ini tidak
tahan terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terjadi pada
malam hari. Tuberkulosis ini dapat terjadi pada semua kelompok
umur, baik di paru maupun di luar paru. 6
 HIV AIDS : HIV merupakan singkatan dari ’Human
Immunodeficiency Virus’. HIV merupakan retrovirus yang
menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia dan
menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini
mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-
menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.
Penyakit tersebut dapat memperburuk keadaan gizi melalui
gangguan intake makanan dan meningkatnya kehilangan zat-zat gizi
esensial tubuh. Terdapat hubungan timbal balik antara kejadian
penyakit dan gizi kurang maupun gizi buruk.Anak yang menderita
gizi kurang dan gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan,
sehingga rentan terhadap penyakit. Di sisi lain anak yang menderita
sakit akan cenderung menderita gizi buruk. 6
 Berat Badan Lahir Rendah
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir
kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi sedangkan
berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam
setelah lahir. Pada BBLR zat anti kekebalan kurang sempurna
sehingga lebih mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi.
Penyakit ini menyebabkan balita kurang nafsu makan sehingga
asupan makanan yang masuk kedalam tubuh menjadi berkurang dan
dapat menyebabkan gizi buruk. 6

e) Kelengkapan imunisasi

Kelompok yang paling penting untuk mendapatkan imunisasi adalah


bayi dan balita karena meraka yang paling peka terhadap penyakit dan
sistem kekebalan tubuh balita masih belum sebaik dengan orang dewasa.
Apabila balita tidak melakukan imunisasi, maka kekebalan tubuh balita
akan berkurang dan akan rentan terkena penyakit. Hal ini mempunyai
dampak yang tidak langsung dengan kejadian gizi. Imunisasi tidak
cukup hanya dilakukan satu kali tetapi dilakukan secara bertahap dan
lengkap terhadap berbagai penyakit untuk mempertahankan agar
kekebalan dapat tetap melindungi terhadap paparan bibit penyakit. 6

f) ASI
Hanya 14% ibu di Indonesia yang memberikan air susu ibu (ASI)
eksklusif kepada bayinya sampai enam bulan. Rata-rata bayi di
Indonesia hanya menerima ASI eksklusif kurang dari dua bulan. Selain
ASI mengandung gizi yang cukup lengkap, ASI juga mengandung
antibodi atau zat kekebalan yang akan melindungi balita terhadap
infeksi. Hal ini yang menyebabkan balita yang diberi ASI, tidak rentan
terhadap penyakit dan dapat berperan langsung terhadap status gizi
balita. Selain itu, ASI disesuaikan dengan sistem pencernaan bayi
sehingga zat gizi cepat terserap. Berbeda dengan susu formula atau
makanan tambahan yang diberikan secara dini pada bayi. Susu formula
sangat susah diserap usus bayi. Pada akhirnya, bayi sulit buang air besar.
Apabila pembuatan susu formula tidak steril, bayi akan rawan diare. 6
F. Tatalaksana Gizi Buruk

Penatalaksanaan gizi buruk terdiri dari 4 fase (stabilisasi, transisi,


rehabilitasi dan tindak lanjut) dengan 10 langkah tindakan seperti tabel di bawah
ini : 10

Tabel 4 : Jadwal Pengobatan dan Perawatan Anak Gizi Buruk10

Hal-hal penting yang harus diperhatikan: 10


1. Jangan berikan Fe sebelum minggu ke-2 (Fe diberikan pada fase stabilisasi)
2. Jangan berikan cairan intravena kecuali syok atau dehidrasi berat
3. Jangan berikan protein terlalu tinggi pada fase stabilisasi
4. Jangan berikan diuretik pada penderita kwashiorkor
Tindak Lanjut di Rumah Bagi Anak Gizi Buruk : 10
1. Bila gejala klinis dan BB/TB-PB ≥-2 SD dapat dikatakan anak sembuh
2. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjukan di
rumah setelah penderita dipulangkan
Beri contoh kepada orang tua : 10
 Menu dan cara membuat makanan dengan kandungan energi dan zat gizi
yang padat, sesuai dengan umur, berat badan anak.
 Terapi bermain terstuktur
Sarankan: 10
 Memberikan makanan dengan porsi kecil dan sering, sesuai dengan
umur anak
 Membawa anaknya kembali untuk kontrol secara teratur
Bulan I : 1x/minggu
Bulan II : 1x/2 minggu
Bulan III-IV : 1x/bulan
3. Pemberian suntikan/imunisasi dasar dan ulangan (booster)
4. Pemberian vitamin A dosis tinggi setiap 6 bulan sekali (dosis sesuai umur)

Cara Membuat Formula WHO :


 Formula WHO 75
Campurkan gula dan minyak sayur, aduk sampai rata dan tambahkan larutan
mineral mix, kemudian masukkan susu skim sedikit demi sedikit, aduk sampai
kalis dan berbentuk gel. Encerkan dengan air hangat sedikit demi sedikit sambil
diaduk sampai homogen dan volume menjadi 1000 ml. Larutan ini bisa langsung
diminum. Masak selama 4 menit, bagi anak yang disentri atau diare persisten. 10
 Formula WHO 100
Campurkan gula dan minyak sayur, aduk sampai rata dan tambahkan larutan
mineral mix, kemudian masukkan susu skim sedikit demi sedikit, aduk sampai
kalis dan berbentuk gel. Encerkan dengan air hangat sedikit demi sedikit sambil
diaduk sampai homogen dan volume menjadi 1000 ml. Larutan ini bisa langsung
diminum atau dimasak dulu selama 4 menit. 10
Medikamentosa : 10
a) Pengobatan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Rehidrasi secara oral dengan Resomal, secara parenteral hanya pada
dehidrasi berat atau syok.
b) Atasi/cegah hipoglikemia.
GDA < 50 mg/dl 50 ml D10% bolus IV evaluasi tiap 2 jam beri makanan
tiap 2 jam. 15
c) Atasi gangguan elektrolit.
Beri cairan rendah Na (resomal).
Makanan rendah garam.
d) Atasi/cegah dehidrasi.
Penilaian dehidrasi denyut nadi, pernafasan, frekuensi kencing, air mata.
Cairan resomal peroral 5 ml/kgbb.
e) Atasi/cegah hipotermia.
Suhu < hangatkan, berikan makanan tiap 2 jam disuhu 36 derajat.
f) Antibiotika sebagai pengobatan pencegahan infeksi.
1. Bila tidak jelas ada infeksi, berikan kotrimoksasol selama 5 hari.
2. Bila infeksi nyata: Ampisilin IV selama 2 hari, dilanjutkan dengan
oral sampai 7 hari, ditambah dengan gentamisin IM selama 7 hari.
g) Mulai pemberian makanan.
1. Fase awal : faal hemostasis kurang jadi harus hati-hati.
2. Pemberian porsi kecil, sering, rendah laktosa oral nasogastrik.
3. Kalori 80-100 kal/Kgbb/ hari, cairan 130 ml/hari.
h) Atasi penyakit penyerta yang ada sesuai pedoman.
i) Vitamin A (dosis sesuai usia, yaitu <6 bulan : 50.000 SI, 6-12 bulan :
100.000 SI, >1 tahun : 200.000 SI) pada awal perawatan dan hari ke-15
atau sebelum pulang.
j) Multivitamin-mineral, khusus asam folat hari pertama 5 mg, selanjutnya 1
mg per hari.
k) Lakukan tindakan kegawatan jika terjadi syok dan anemia berat
l) Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional: kasih sayang,
lingkungan yang ceria, bermain.
m) Tindak lanjut di rumah : Beri makanan sering energi dan protein padat.

Memberikan Stimulasi Sensori dan Dukungan Emosional pada anak gizi buruk
terjadi perkembangan mental dan perilaku karenanya harus diberikan: 10
1. Kasih sayang
2. Lingkungan yang ceria
3. Terapi bermain terstuktur selama 15 – 30 menit/hari (permainan ci luk ba, dl)
4. Aktifitas fisik segera setelah sembuh
5. Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dan sebagainya.

Kriteria Pemulangan Balita Gizi Buruk dari Ruang Rawat Inap


1. Balita : 10
a. Selera makan sudah bagus, makanan yang diberikan dapat dihabiskan
b. Ada perbaikan kondisi mental
c. Balita sudah dapat tersenyum, duduk, merangkak, berdiri atau berjalan,
sesuaidengan umurnya
d. Suhu tubuh berkisar antara 36,5 – 37,5 °C
e. Tidak ada muntah atau diare
f. Tidak ada edema
g. Terdapat kenaikan berat badan > 5 g/kgBB/hr selama 3 hari berturut-turut
atau kenaikan sekitar 50 g/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turut
h. Sudah berada di kondisi gizi kurang (sudah tidak gizi buruk)
2. Ibu / Pengasuh: 10
a. Sudah dapat membuat makanan yang diperlukan untuk tumbuh kejar di
rumah
b. Ibu sudah mampu merawat serta memberikan makan dengan benar kepada
balita
3. Institusi Lapangan:
Institusi lapangan telah siap untuk menerima rujukan pasca perawatan.

Pemantauan : 10
1) Kriteria Sembuh: BB/TB > -2 SD
2) Tumbuh Kembang:
a. Memantau status gizi secara rutin dan berkala
b. Memantau perkembangan psikomotor
3) Edukasi
Memberikan pengetahuan pada orang tua tentang:
a. Pengetahuan gizi
b. Melatih ketaatan dalam pemberian diet
c. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

G. Langkah Promotif/Preventif :
Malnutrisi energi protein merupakan masalah gizi yang multifaktorial.
Tindakan pencegahan bertujuan untuk mengurangi insidens dan menurunkan
angka kematian. Oleh karena ada beberapa faktor yang menjadi penyebab
timbulnya masalah tersebut, maka untuk mencegahnya dapat dilakukan
beberapa langkah, antara lain: 10
a. Pola Makan
Penyuluhan pada masyarakat mengenai gizi seimbang (perbandingan
jumlah karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral berdasarkan
umur dan berat badan). 10
b. Pemantauan tumbuh kembang dan penentuan status gizi secara berkala
(sebulan sekali pada tahun pertama). 10
c. Faktor sosial
Mencari kemungkinan adanya pantangan untuk menggunakan bahan
makanan tertentu yang sudah berlangsung secara turun-temurun dan dapat
menyebabkan terjadinya MEP. 10
d. Faktor ekonomi
Dalam World Food Conference di Roma tahun 1974 telah dikemukakan
bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi
dengan bertambahnya persediaan bahan makanan setempat yang memadai
merupakan sebab utama krisis pangan, sedangkan kemiskinan penduduk
merupakan akibat lanjutannya. Ditekankan pula perlunya bahan makanan
yang bergizi baik di samping kuantitasnya. 10
e. Faktor infeksi
Telah lama diketahui adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi.
Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan status gizi. MEP,
walaupun dalam derajat ringan, menurunkan daya tahan tubuh terhadap
infeksi. 10
BAB IV
PEMBAHASAN

Masalah gizi buruk pada balita merupakan masalah kesehatan masyarakat


sejak dahulu. Krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1997 sampai saat ini masih
belum dapat ditanggulangi dengan baik. Hal ini menyebabkan jumlah keluarga
miskin semakin banyak dan daya beli terhadap pangan menurun. Lebih lanjut,
ketersediaan bahan makanan dalam keluarga menjadi terbatas yang pada akhirnya
berpotensi menimbulkan terjadinya gizi kurang bahkan gizi buruk. Kekurangan
gizi merupakan faktor utama yang menyebabkan kematian bayi dan balita.
Masalah gizi umumnya disebabkan oleh dua faktor utama, yakni infeksi penyakit
dan rendahnya asupan gizi akibat kekurangan ketersediaan pangan ditingkat
rumah tangga atau pola asuhan yang salah. Masalah gizi buruk dan gizi kurang
pada anak balita merupakan masalah yang perlu ditanggulangi.
Pada wilayah kerja Puskesmas Pampang, ditemukan masih adanya gizi
buruk pada balita di wilayah kerja PKM Pampang, maka dari itu kelompok kami
mengangkat masalah ini, adapun hasil observasi selama dua minggu yang kami
lakukan di Puskesmas Pampang adalah sebagai berikut :
1. Kelurahan pampang : 2 orang gizi buruk.
2. Kelurahan panaikang : 0 orang gizi buruk.
3. Kelurahan Karampuang : 0 orang gizi buruk.
Berdasarkan data rincian yang sebelumnya telah di paparkan, dapat dilihat
bahwa Kelurahan Panaikang masih terdapat balita dengan kasus gizi buruk.
BAB V
PLAN OF ACTION

Pada wilayah kerja Puskesmas Pampang, ditemukan masih adanya kasus


gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pampang dimana ditemukan 2
kasus gizi buruk pada tahun 2016 masing-masing berumur 2 tahun 6 bulan dan 1
tahun 9 bulan, 2 kasus gizi buruk pada tahun 2017 masing-masing berumur 1
tahun 9 bulan dan 1 tahun 1 bulan serta 1 kasus gizi buruk pada tahun 2018
berumur 3 tahun 2 bulan dan pada tahun 2019 sampai bulan Mei terdapat 2 kasus
gizi buruk masing masing berumur 1 tahun 10 bulan dan 1 tahun 3 bulan. Masih
adanya kasus gizi buruk dapat disebabkan oleh faktor determinan dan faktor
resiko. Faktor determinan terjadinya kasus gizi buruk antara lain genetik, perilaku,
lingkungan, dan pelayanan kesehatan. Sedangkan faktor resiko berupa asupan
makanan, status sosial ekonomi, penyakit penyerta, kelengkapan imunisasi dan
pemberian ASI.

Berdasarkan hasil pengamatan kami di lapangan terhadap kasus gizi buruk


di wilayah kerja Puskesmas Pampang pada tahun 2019, maka dapat dipengaruhi
oleh faktor-faktor sebagai berikut :

1. Perilaku
Perilaku mempunyai pengaruh besar pada terjadinya kasus gizi buruk
di wilayah kerja Puskesmas Pampang. Perilaku yang dimaksud adalah sikap,
tindakan, dan persepsi ibu/orang tua terhadap dirinya sendiri semasa hamil
dan perawatan terhadap bayinya pada masa pertumbuhan dan perkembangan.
Pada masa kehamilan, menurut Ibu kandung Nia setelah melakukan beberapa
kali ANC petugas kesehatan mengatakan bahwa berat badannya tidak naik
atau naik tapi tidak terlalu signifikan, ini berhubungan dengan sikap Ibu Nia
yang malas makan karena mengalami hiperemis gravidarum, ketika lahir bayi
Nia sering mengalami demam tiap minggu, namun tindakan yang dilakukan
Ibu Nia jarang membawa nya ke Puskesmas kecuali sudah panas sekali,
selain itu bayi Nia sering berak-berak yang membuat asupannya semua
keluar, dimana Ibu Nia kurang tahu apa yang harus dilakukan ketika terjadi
hal tersebut dimana beliau bahkan tidak masuk sekolah tingkat dasar, waktu
lahir sampai 1 tahun Ibu Nia mengatakan berat badan bayinya tidak naik
signifikan, ini berhubungan dengan perawatan bayi Nia dimana Ibunya
kurang mengetahui makanan apa yang harus diberikan atau menu apa yang
seimbang pada bayinya sehingga sampai sekarang sudah mendapatkan PMT
sebanyak 4x. Pertumbuhan dan perkembangan Nia menurut petugas
kesehatan menurun, ini berhubungan dengan faktor ekonomi keluarga Ibu
Nia dimana tiap minggu hanya memperoleh 500 ribu sehingga hanya makan
telur dan mie sebagai makanan utama.
Ibu Aprilia merupakan Ibu kedua yang kami kunjungi untuk
mengevaluasi gizi buruk di daerah PKM Pampang, kondisi rumah Ibu Aprilia
lumayan bagus dibanding dengan Ibu Nia, namun selama hamil, Ibu Aprilia
sering sakit,mulai dari sesak, mual muntah dan sikap yang diambil menunda
nunda untuk berobat, begitupun ketika Aprilia lahir, ketika sakit tindakan
yang diambil oleh Ibu Aprilia adalah menunda nunda untuk membawanya ke
Puskesmas, selain itu Aprilia juga agak malas untuk menetek, namun sikap
dan tindakan Ibu Aprilia adalah kadang kadang mengikuti Aprilia untuk tidak
menyusui nya, pengetahuan Ibu Aprilia terbatas sederajat sekolah menengah
atas sehingga kadang kadang dalam mengobati Aprilia masih mempercaya
selain petugas kesehatan dalam mengobati, pertumbuhan dan perkembangan
Aprilia juga tidak maksimal karna berhubungan dengan ekonomi yang
rendah, selain dari intake yang kurang dan tidak seimbang, namun setelah
pemberian PMT berat badan Aprilia mulai membaik.
2. Lingkungan
Lingkungan setelah lahir baik lingkungan fisik maupun nonfisik
ikut berperan dalam status gizi balita. Pada kasus gizi buruk dengan nama
Nia Ramadhani dan Nur Aprilia ditemukan penderita tinggal bersama
ayah, ibu dan kakak penderita. Penderita atas nama Nia Ramadhani tinggal
bersebelahan dengan empang dan rumah Nia menggunakan air sumur.
Disekitar rumah Nia terdapat hewan ternak yang bisa lalu Lalang disekitar
rumahnya.
3. Asupan makanan
Asupan makanan pada balita dipengaruhi oleh berbagai faktor
diantaranya ketersediaan makanan, asupan gizi, dan pola makan balita.
Berdasarkan observasi kami di lapangan, pada salah satu keluarga
penderita tersedia makanan secara adekuat, akan tetapi penderita
mengonsumsi makanan dengan komposisi yang tidak memenuhi gizi
seimbang karena pola makan yang salah. Para penderita makan dengan
frekuensi 2 kali sehari dengan porsi 2 – 3 sendok makan atau apabila
penderita tidak mau makan, ibu penderita sudah tidak memberikan
makanan. Hal ini tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi balita dalam
proses pertumbuhan dan perkembangannya.
4. Status sosial ekonomi keluarga
Status sosial ekonomi juga ikut berperan dalam mendukung
ketersediaan bahan makanan yang adekuat bagi keluarga. Orang tua dari
para penderita balita yang mengalami gizi buruk memiliki pendapatan di
bawah dari UMK Kota Makassar dengan tanggungan 3 orang anggota
keluarga. Hal ini diakui tidak mencukupi kebutuhan keluarga setiap
bulannya.
5. Pendidikan ibu
Pendidikan ibu dalam hal ini mengenai tingkat pengetahuan ibu
tentang gizi buruk dan asupan nutrisi seimbang bagi balita sangat berperan
dalam terjadinya kasus gizi buruk. Selama observasi lapangan, kami
memberikan beberapa pertanyaan berdasarkan kuisioner yang ada untuk
mengetahui tingkat pendidikan ibu. Adapun diperoleh hasil :
• Ibu A : Memiliki tingkat pengetahuan rendah (<55%) : 40%
• Ibu B : Memiliki tingkat pengetahuan sedang (56%-75%) : 60%
Dari hasil observasi kami, dari kedua ibu tersebut ada yang memiliki
tingkat pengetahuan yang berbeda dalam memahami kasus gizi buruk, dan
pentingnya makanan bergizi dan seimbang. Diketahui ibu A tidak
mengenyam pendidikan di bangku sekolah, sehingga pengetahuan
mengenai makanan bergizi tidak di mengerti. Sedangkan ibu B memiliki
pendidikan terakhir SMA, dimana Ibu B cukup mengetahui tentang asupan
makanan bergizi.
6. Penyakit Penyerta
Balita yang berada dalam status gizi buruk, umunya sangat rentan
terhadap berbagai macam penyakit. Seperti lingkaran setan, penyakit-
penyakit tersebut justru menambah rendahnya status gizi balita. Salah satu
penderita gizi buruk memiliki riwayat Diare di sertai berdasarkan hasil
pengamatan dan anamesis pada ibu balita tersebut diduga mengidap
Sindrom Down (Trisomi 21). Kondisi tersebut ikut memberikan pengaruh
terhadap terjadinya gizi buruk, yaitu kurangnya asupan yang adekuat dan
kurangnya pengetahuan ibu dalam memberikan asupan serta mineral yang
tepat ketika balita mengalami diare. Sedangkan pada kasus balita tersebut
diyakini bahwa mengidap Sindrom Down, dimana terjadi perlambatan
tumbuh kembang sehingga adanya penurunan nafsu makan dan tidak
terpenuhinya asupan gizi yang adekuat untuk perkembangan otak balita
tersebut.

Untuk tahap analisis kasus/masalah, terdapat beberapa tahapan untuk

mengetahui adanya masalah kesehatan pada Puskesmas Pampang berdasarkan 3

indikator di wilayah kerja Puskesmas Pampang. Untuk penyelesaiannya yaitu

 Kriteria A : Besar masalah (nilai 0-10)

 Kriteria B : Kegawatan masalah (nilai 1-5)

 Kriteria C : Kemudahan penanggulangan (nilai 1-5)

 Kriteria D : PEARL factor (nilai 0 atau 1)

A. Besar Masalah

1. Identifikasi Masalah
Proses Identifikasi masalah dilakukan berdasarkan survei pada bulan

Mei 2019 dan laporan Puskesmas Pampang tahun 2018 serta wawancara

dengan kepala dan penanggung jawab program di Puskesmas serta

kunjungan ke beberapa rumah yang belum terdata. Beberapa masalah di

wilayah kerja Puskesmas Toddopuli yang ditemukan antara lain :

No Masalah Kesehatan Sasaran % Cakupan % Selisih %


1 Gangguan Refraksi pada 100 42 58
Anak Sekolah
2 PHBS Sekolah 100 51 49
3 Gizi Buruk 100 62 38

2. Besar Masalah

Penilaian besar masalah dengan menggunakan interval rumus sebagai

berikut:

 Kelas N = 1 + 3,3 log n

= 1 + 3,3 log 3

= 1 + 3,3 (0,47)

= 1 + 1,551

= 2,551

=3

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑇𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ


 Interval =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠

58−38
=
3

= 6,66
Besar Masalah Terhadap

Pencapaian Program

Interval

No Masalah 44,67 – Nilai


38 – 44,66 51,34 - 58
51,33

Nilai

2,22 4,44 6,66

1 Gangguan

Refraksi pada X 7

Anak SD

2 PHBS Sekolah X 4

3 Gizi Buruk X 2

B. Kegawatan Masalah

Merupakan hasil rata-rata pengambilan suara dari 6 anggota kelompok

mengenai 2 faktor tingkat kegawatan dengan bobot nilai :

Keganasan Skor Urgensi Skor Biaya Skor

Sangat ganas 5 Sangat mendesak 5 Sangat murah 5

Ganas 4 Mendesak 4 Murah 4


Cukup
3 Cukup mendesak 3 Cukup murah 3
berpengaruh

Kurang ganas 2 Kurang mendesak 2 Mahal 2

Cukup ganas 1 Tidak mendesak 1 Sangat mahal 1


1. Keganasan Masalah

No MASALAH Keganasan Jumlah

Gangguan Refraksi Pada (3+3+3+3+3+3)


1 2
Anak SD 6
(2+2+3+2+3+2)
2 PHBS Pada Sekolah 2,3
6
(5+5+4+4+4+4)
3 Gizi Buruk 4,3
6

2. Urgensi Masalah

No MASALAH Urgensi Jumlah

Gangguan Refraksi Pada (3+3+3+3+3+3)


1 2
Anak SD 6
(2+2+3+2+3+2)
2 PHBS Pada Sekolah 2,3
6
(5+5+4+4+4+4)
3 Gizi Buruk 4,3
6

3. Biaya

No MASALAH Biaya Jumlah

Gangguan Refraksi Pada (2+2+2+2+2+2)


1 2
Anak SD 6

(3+3+3+3+3+3)
2 PHBS Pada Sekolah 3
6

(3+3+3+3+3+4)
3 Gizi Buruk 3,1
6

Dari hasil diatas, didapatkan:


No MASALAH Keganasan Urgensi Biaya Total
Gangguan Refraksi 2
1 2 2 6
Pada Anak SD

PHBS Pada 2,3 3


2 2,3 7,6
Sekolah

3 Gizi Buruk 4,3 4,3 3,1 11,7

C. Kemudahan Penanggulangan

KEMUDAHAN
No MASALAH PENANGGULAN Jumlah
GAN
Gannguan Refraksi pada (3+3+3+3+3+3)
1 2
Anak SD 6

(4+4+3+3+3+3)
2 PHBS pada Sekolah 3
6

(4+4+3+3+3+3)
3 Gizi Buruk 3
6

D. PEARL Factor

Terdiri dari beberapa faktor yang saling menetukan yaitu :

 Properti : Kesesuaian dengan program daerah/nasional/dunia

 Economy : Memenuhi syarat ekonomi untuk melaksanakannya

 Acceptability : Dapat diterima oleh petugas, masyarakat, dan lembaga

terkait

 Resources : Tersedianya sumber daya


 Legality : Tidak melanggar hukum dan etika

Skor yang digunakan diambil melalui 6 vooting anggota kelompok

1 = Setuju

0 = Tidak Setuju

No MASALAH P E A R L
1 Gangguan Refraksi Pada SD 0 1 1 1 1

2 PHBS pada Sekolah 1 1 1 1 1

3 Gizi Buruk 1 1 1 1 1

Penilaian Prioritas Masalah

Setelah Kriteria A, B, C, dan D ditetapkan, nilai tersebut dimasukkan ke

dalam rumus :

 Nilai Proritas Dasar (NPD) = (A+B) x C

 Nilai Proritas Total (NPT) = (A+B) x C x D

Jadi, adapun Besar Proritas Masalah :


NPD = NPT =
No MASALAH A B C D
(A+B)xC (A+B)xCxD

Gangguan Refraksi (6,66 + 6) x2 (6,66+6)x2x0


1 6,66 6 0
pada Anak SD 2 = 25,2 =0

PHBS pada Anak 4,44 3 (4,44+7,6)x3 (4,44+7,6)x


2 7,6 1
Sekolah = 36 3x1= 36

2,22 3 (2,22.+11,7) (2,22+11,7)


3 Gizi Buruk 11,7 1
x3 = 41,76 x3 x1= 41,76

Dari hasil tabel sebelumnya, didapatkan urutan dari proritas masalah adalah

sebagai berikut.
1. Gizi buruk

2. PHBS pada Anak Sekolah

3. Gangguan Refraksi pada Anak SD

IDENTIFIKASI PENYEBAB MASALAH KASUS GIZI BURUK

Identifikasi Penyebab Masalah Kasus Gizi Buruk dengan Analisis Pendekatan


Sistem :

1. Kasus A dan B

KOMPONEN KEMUNGKINAN PENYEBAB


MASALAH
INPUT MAN Tenaga kesehatan memadai
MONEY Dana mencukupi untuk program gizi buruk
MATERIAL Pemberian makanan pendamping dan susu
formula setiap bulan
METODE Penyuluhan/Edukasi, konseling
MARKETING Sosialisasi petugas kesehatan setiap bulan
LINGKUNGAN 1. Tingkat kepedulian, kesadaran serta ibu
mengenai Gizi Buruk yang masih
kurang.
2. Keadaan lingkungan yang tidak
kondusif terhadap pertumbuhan dan
perkembangan balita.
Kemungkinan Adanya penyakit penyerta
yang memperberat keadaan gizi buruk pada
balita.
PROSES P1 Tidak ada masalah
P2 Tidak ada masalah
P3 Tidak ada masalah
ANALISIS PENYEBAB MASALAH

a. Tingkat kepedulian dan kesadaran ibu mengenai Gizi Buruk yang masih
kurang.
b. Status sosial ekonomi keluarga yang bisa berdampak dengan daya beli
serat kemakmuran keluarga tersebut.
c. Tingkat pengetahuan ibu tentang kebutuhan pangan yang akan
mempengaruhi ketersediaan pangan dalam keluarga dalam memenuhi
kebutuhan gizi.
d. Keadaan lingkungan yang tidak kondusif terhadap pertumbuhan dan
perkembangan balita.
e. Asupan nutrisi yang tidak adekuat pada ibu selama masa kehamilan dan
nutrisi balita selama masa pertumbuhan dan pekembangan balita.
f. Kemungkinan penyakit penyerta yang memperberat keadaan gizi buruk
pada balita
RENCANA KEGIATAN :

A. Memaksimalkan fungsi petugas dan kader dalam hal penyuluhan tentang


gizi buruk.
B. Melalui pendekatan keluarga secara langsung untuk memantau jenis
makanan yang dikonsumsi oleh keluarga terkhusus pagi penderita.
C. Sosialisasi (pamflet / poster) yang disampaikan petugas pada masyarakat
mengenai makanan seimbang.
D. Bekerja sama dengan pemegang program dalam hal ini yaitu P2P,
PROMKES, dan KESLING, KIA, Kader Wilayah setempat. untuk
menangani gizi buruk.
E. Mendapatkan Intervensi Pemberian Makanan Tambahan pada balita (PMT)
gizi buruk.

No Tujuan Kegiatan Sasaran Waktu PIC KET


1 Menjadikan A. Memaksimalkan a. Kader dan Menyesuaik Kepala -
masyarakat fungsi petugas dan kader petugas gizi an Puskesmas
wilayah kerja dalam hal penyuluhan dan
Pampang tentang gizi buruk dan Penanggung
terbebas dari pola gizi seimbang pada b. Keluarga 2 Bulan jawab
gizi buruk. balita. penderita sekali program serta
B. Melakukan gizi buruk kader
pendekatan keluarga setempat.
secara langsung untuk
memberikan pengetahuan c. Masyarakat
mengenai jenis pangan cakupan
yang dikonsumsi oleh wilayah 2 kali
penderita gizi buruk. kerja PKM
C. Sosialisasi (pamflet / Pampang
poster) yang disampaikan
petugas pada masyarakat
mengenai makanan PMT
seimbang. d. Balita gizi selama 100
buruk hari.
D. Mendapatkan
Intervensi Pemberian
makanan tambahan pada
balita (PMT) gizi buruk.

DAFTAR PUSTAKA

1. Almatsier, Sunita.2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta:Gramedia


2. Dinas Kesehatan Kota Makassar.2015. Profil Kesehatan Kota Makassar
tahun 2015.
3. Sulistyorini. Masalah Gizi Buruk pada Balita. Eprints.ums.ac.id.
4. WHO. 1999. Management of severe Malnutrition : a Manual for Physicians
and Other Senior Health Workers. Geneva: World Health Organization.
5. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. 2007. Departemen Gizi dan Kesehatan
Mayarakat FKUI. Jakarta: Grafindo.
6. Penilaian Status Gizi. 2001. I Dewi Nyoman Supriasa Bachyar Bakri dan
Ibnu Fajar. Jakarta : EGC.
7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2011. Petunjuk Teknis Tata
Laksana Anak Gizi Buruk. Buku I. Jakarta : Departemen Kesehatan
8. Dinkes.2005. Modul Manajemen Gizi Buruk. Dinkes: Semarang.
9. Meikawati, Hersoelistyorini. 2007. Hubungan Karakteristik Ibu dan Tingkat
Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap Kasus Gizi Buruk pada Balita.
10. WHO. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
Jakarta: WHO Indonesia.

LAMPIRAN

Pasien A (Mia Ramadhani)


Pasien B (Nur Aprilia)

Anda mungkin juga menyukai