PENDAHULUAN
1
Masalah pada tata laksana anestesia pada SC adalah adanya perubahan
fisiologik, kenyamanan/keamanan ibu dalam proses persalinan, dan kesejahteraan
janin dalam rahim. Seiring perkembangan di bidang obstetri, peran anestesiologis
semakin besar dalam penangananestesia maupun anelgesia di bidang obstetri.
Kemajuan kedokteran, termasuk dalam dunia anestesia telah menurunkan secara
derastis meortalitas dan morbiditas yang berkaitan dengan tindakan pada wanita
hamil masa kini.3,5
Ketuban Pecah Dini (amniorrhexis – Premature Rupture of the Membrane
PROM) adalah pecahnya selaput korio amniotik sebelum terjadi proses
persalinan. Secara klinis, diagnosis KPD ditegakkan bila seorang ibu hamil
mengalami pecah selaput ketuban dan dalam waktu 1 jam tidak terdapat tanda awal
persalinan dengan demikian untuk kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut
merupakan waktu yang disediakan untuk melakukan pengamatan adanya tanda-
tanda awal persalinan 9
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1.2 Etiologi8
Penyebab ketuban pecah dini masih belum dapat diketahui dan tidak
dapat ditentukan secara pasti. Menurut Manuaba 2007 dan Morgan 2009
penyebab KPD, meliputi:
Serviks inkompeten
Istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher atau leher
rahim (Cervix) yang terlalu lunak danlemah,sehingga sedikit
membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan
desakan janin yang semakin besar.
3
Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, dan
kelainan genetik).
Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban seperti infeksi genitalia
dan meningkatnya enzim proteolitik. Masa interval sejak ketuban
pecah sampai terjadinya kontraksi disebut fase laten. Makin panjang
fase laten makin tinggi kemungkinan infeksi. Makin muda usia
kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan
morbiditas janin dan komplikasi ketuban pecah dini meningkat.
Multipara, grandemultipara, pada kehamilan yang terlalu sering akan
mempengaruhi proses embriogenesis sehingga selaput ketuban yang
terbentuk akan lebih tipis dan akan menyebabkan selaput ketuban
pecah sebelum tanda-tanda inpartu.
Overdistensi uterus pada hidramnion atau polihidramnion,
kehamilan ganda, dan sevalopelvik diproporsi.
Kelainan letak, misalnya letak lintang sehingga bagian terendah
yang menutupi pintus atas panggul (PAP) yang menghalangi
tekanan terhadap membran bagian bawah.
Penyakit Infeksi: infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput
ketuban maupun ascenden dari vagina atau infeksi pada cairan
ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian
menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama KPD. Membran
korioamniotik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini
dipacu oleh persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan
sangat rentan untuk pecah karena adanya aktivitas enzim
kolagenolitik. Infeksi merupakan faktor yang cukup berperan pada
persalinan preterm dengan KPD.
Usia ibu yang lebih tua, menurut Mundi (2007) umur dibagi menjadi
3 kriteria yaitu <20tahun, 20-35 tahun dan> 35tahun.Usia reproduksi
yang aman untuk kehamilan dan persalinan yaitu usia 20-35tahun.
Pada usia ini alat kandungan telah matang dan siap untuk
dibuahi,kehamilan yang terjadipada usia<20 tahun atau terlalu muda
sering menyebabkan komplikasi/penyulit bagi ibu dan janin.
Sedangkan pada usia yang terlalu tua atau >35 tahun memiliki
4
resiko kesehatan bagi ibu dan bayinya. Keadaan ini terjadi karena
otot-otot dasar panggul tidak elastis lagi sehingga mudah terjadi
penyulit kehamilan dan persalinan.
Riwayat KPD sebelumnya
5
2.1.4 Pemeriksaan Penunjang
a. Tes lakmus (Nitrazine)
Pemeriksaan secara langsung cairan yang merembes tersebut
dapat dilakukan dengan kertas Lakmus / nitrazine, kertas ini
mengukur pH (asam-basa). pH normal dari vagina adalah 4-4,7
sedangkan pH cairan ketuban adalah 7,1-7,3.
Apabila cairan ketuban diperiksa oleh kertas lakmus, maka kertas
Lakmus merah akan menjadi biru karena pH Alkali / basa. Sedangkan
apabila cairan tersebut cairan vagina maka kertas lakmus berwana
merah karena pH asam.
Hasil positif yang salah apabila terdapat keterlibatan trikomonas,
darah, semen, lendir leher rahim, dan air seni. Hasil yang negatif
dapat ditemukan pada KPD yang berkepanjangan dan bila cairan
amnionnya sedikit.12
6
Kedua tes tersebut sudah mengkonfirmasi KPD sebesar 99%.
Gambar 2. 2. Ferning Appearance
c. Ultrasonography ( USG )
USG dapat juga mengkonfirmasi adanya oligohidramnion akibat
KPD, tetapi keadaan ini dapat disebabkan oleh hal lain diluar KPD.
Disebut oligohidramnion bila volume cairan amnion < 500 ml pada
usia kehamilan 32-36 minggu.11,12
d. Amniosentesis
Sangat jarang dilakukan karena invasive. Cara Tes ini yaitu
memasukkan zat warna indigo carmine atau fluorescein, kemudian
dipasang sebuah tampon diletakkan di vagina lalu dilakukan
pemeriksaan setelah 2 jam, dimana pada tampon akan menampakkan
zat warna tersebut. 12
2.1.5 Penatalaksanaan8
Prinsip utama penatalaksanaan KPD adalah untuk mencegah mortalitas
dan morbiditas perinatal pada ibu dan bayi yang dapat meningkat karena
infeksi atau akibat kelahiran preterm pada kehamilan <37 minggu.Prinsipnya
penatalaksanaan ini diawali dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
beberapa pemeriksaan penunjang yang mencurigai tanda-tanda KPD. Setelah
mendapatkan diagnosis pasti, kemudian melakukan penatalaksanaan
berdasarkan usia gestasi. Hal ini berkaitan dengan proses kematangan organ
janin, dan bagaimana morbiditas dan mortalitas apabila dilakukan persalinan
maupun tokolisis.
Terdapat dua manajemen dalam penatalaksanaan KPD, yaitu
manajemen aktif dan ekspektatif/konservatif.
7
1. Penanganan konservatif dan ekspektatif
Konservatif
Pengelolaan konservatif dilakukan apabila tidak ada penyulit (baik pada
ibu maupun janin) pada usia kehamilan 28-36 minggu dirawat selama 2
hari. Selama perawatan dilakukan:
• Observasi kemungkinan adanya amnionitis/tanda-tanda infeksi pada
ibu dan janin.
• Pengawasan timbulnya tanda persalinan
• Pemberian antibiotika (ampicillin 4x500 mg atau eritromisin 4x500
mg dan metrodinazole 2x500 mg) selama 3-5 hari
• USG untuk menilai kesejahteraan janin
• Bila ada indikasi untuk melahirkan, dilakukan pematangan paru
janin (deksametason 5 mg tiap 12 jam IM sampai 4 dosis atau
betametason 12 mg IM sampai 2 dosis dengan interval 24 jam).
Penatalaksanaan ekspektatif
Penanganan ekspektatif adalah Tindakan yang dilakukan pada usia< 28
minggu bertujuan untuk supaya janin tidak terlahir prematur, pasien
dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui knalis servitis dan
apabila disertai korioamnionitis.
• Tirah baring
• Pemberian antibiotika spektrum luas
• Observasi tanda inpartu dan keadaan ibu dan anak
• Bila selama 12 jam tak ada tanda-tanda inpartu dan keadaan umum
ibu dan anak baik maka dapat dilakukan terminasi kehamilan
• Bila selama masa observasi terdapat suhu rektal > 37.60C dan awat
ibu atau gawat janin, maka kehamilan harus segera diakhiri.
2. Aktif
Pengelolaan aktif pada KPD dengan umur kehamilan 20-28 minggu dan ≥ 37
minggu dilakukan terminasi kehamilan.
Terminasi kehamilan > 20-28 minggu
• Misoprostol 100 µg intravaginal, yang dapat diulangi 1x6 jam
sesudah pemberian pertama
8
• Pemasangan batang laminaria selama 12 jam
• Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dektrose 5% mulai 20
tetes/menit sampai 60 tetes/menit
• Kombinasi 1 dan 3 untuk janin hidup maupun janin mati
• Kombinasi 2 dan 3 untuk janin mati
Terminasi kehamilan > 28 minggu
• Misoprostol 100 µg intravaginal, yang dapat diulangi 1x6 jam
sesudah pemberian pertama
• Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dektrose 5% mulai 20
tetes/menit sampai maksimal 60 tetes/menit untuk primi dan
multigravida, 40 tetes/menit untuk grande multigravida sebanyak 2
labu.
• Kombinasi 2 cara tersebut
2.2 Obstetri
Pada masa kehamilan, terdapat beberapa perubahan pada sistem dan organ
tubuh. Perubahan ini diawali dengan adanya sekresi hormon dari korpus luteum dan
plasenta. Efek mekanis pada pembesaran uterus dan kompresi dari struktur sekitar
uterus memegang peranan penting pada trimester kedua dan ketiga, yang
menyebabkan perubahan kardiovaskular. Perubahan fisiologis seperti ini memiliki
implikasi yang relevan bagi dokter anestesi untuk memberikan perawatan bagi
pasien hamil. Perubahan paling signifikan dan dapat memberi dampak oada anestesi
adalah pada sistem kardiovaskular, hematologi, ventilasi, metabolik, dan
gastrointestinal.3
2.2.1 Berat Badan dan Komposisi :
Berat badan (BB) rata-rata meningkat selama kehamilan kira-kira 17%
dari BB sebelum hamil atau kira-kira 12 kg. Penambahan berat badan adalah
akibat dari peningkatan ukuran uterus dan isi uterus (uterus 1 kg, cairan
amnion 1 kg, fetus dan plasenta 4 kg), peningkatan volume darah dan cairan
9
interstitial (masing-masing 2 kg), dan lemak serta protein baru kira-kira 4 kg.
Penambahan BB normal selama trimester pertama adalah 1-2 kg dan masing-
masing 5-6 kg pada trimester 2 dan 3.3
10
sehingga terjadi peningkatan dari total body water menjadi 8,5 L.
Peningkatan volum plasma dan jumlah darah total mulai terlihat pada
kehamilan awal dan volum plasma akan meningkat hingga 40-50% pada akhir
kehamilan. Sementara akhir kehamilan awal dan volum sel darah merah hanya
25-40% dari awal. Hal ini akan menyebabkan anemia fisiologis pada ibu hamil
dengan hemoglobin rata-rata 11.6 dan hematokrit 35.5%. Bagaimanapun,
transpor oksigen tidak terganggu oleh anemia relatif ini, karena tubuh sang ibu
memberikan kompensasi dengan cara meningkatkan curah jantung,
peningkatan PaO2, dan pergeseran ke kanan dari kurva disosiasi
oxyhemoglobin.
Jumlah fibrinogen plasma dapat meningkat hingga 50%, sehingga
kehamilan sering diasosiasikan dengan keadaan hiperkoagulasi yang
memberikan keuntungan dalam membatasi terjadinya kehilangan darah saat
proses persalinan. Konsentrasi fibrinogen dan faktor VII,VIII, IX,X,XII,
hanya faktor XI yang mungkin mengalami penurunan. Fibrinolisis secara cepat
dapat diobservasi kemudian pada trimester ketiga. Sebagai efek dari anemia
dilusi, leukositosis dan penurunan dari jumlah platelet sebanyak 10 % mungkin
saja terjadi selama trimester ketiga. Karena kebutuhan fetus, anemia defisiensi
folat dan zat besi mungkin saja terjadi jika suplementasi dari zat gizi ini tidak
terpenuhi. Imunitas sel ditandai mengalami penurunan dan meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi viral.
Konsentrasi protein plasma cenderung menurun <6 g/dL pada akhir
kehamilan. Rasio albumin dan globulin akan menurun. Penurunan konsentrasi
albumin serum selain mengurangi tekanan onkotik darah juga dapat
berpengaruh terhadap anestesia. Hipoalbumin menambah fraksi obat bebas
yang berakibat memperlambat eliminasi obat.
11
residual volume,dan functional residual capacity menurun, mendekati akhir
masa kehamilan menurun sebanyak 20 % dibandingkan pada wanita yang tidak
hamil. Secara umum, ditemukan peningkatan dari inspiratory reserve volume
sehingga kapasitas paru total tidak mengalami perubahan.3
12
2.3 Sectio Saesarea
2.3.1 Definisi6
Secio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus. Terdapat beberapa cara seksio
saesarea yang dikenal sai ini, yaitu:
Seksio sesarea transperitonealis profunda
Seksio sesarea klasik/korporal
Seksio sesarea ekstraperitoneal
Seksio sesarea dengan teknik histerektomi
Teknik yang saat ini lebih sering digunakan adalah teknik seksio sesarea
profunda dengan insisi di segmen bawah uterus. Keunggulan teknik seksio
sesarea transperitonealis profunda antara lain:
Perdarahan akibat luka insisi tidak begitu banyak
Bahaya peritonitis tidak terlalu besar
Parut pada uterus umumnya kuat, sehingga resiko ruptur uterus di
masa mendatang tidak terlalu besar karena dalam masa nifas segmen
bawah uterus tidak mengalami kontraksi yang kuat seperti uteri. Hal
ini menyebabkan luka dapat sembuh lebih sempurna.
13
2.3.3 Komplikasi Sectio Caesaria5
Mortalitas dan morbiditas bayi yang lahir dengan sectio caesaria lebih
besar dibandingkan dengan bayi lahir spontan. Hal ini disebabkan oleh :
Indikasi sectio caesaria pada ibu sering merupakan keadaan yang
telah menyebabkan hipoksia pada bayi sebelum lahir.
Obat anestesi yang diberikan pada ibu sedikit lebih banyak akan
mempengaruhi bayi.
Kemungkinan trauma yang terjadi pada waktu operasi.
Sectio caesaria yang dikerjakan pada bayi premature, ketuban pecah
lama,
infeksi intrapartum, dan lain-lain akan mempunyai resiko terhadap
bayi.
Pada saat ini sectio caesaria sudah jauh lebih aman dari pada beberapa
tahun yang lalu.Namun perlu diperhatikan bahwa terdapat beberapa risiko
komplikasi sectio caesaria yang dapat terjadi pada ibu dan janin. Faktor-faktor
yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas pembedahan antara lain sebagai
berikut :
Infeksi puerperal
Infeksi puerperal yang terjadi bisa bersifat ringan, seperti kenaikan
suhu selama beberapa hari dalam masa nifas.Komplikasi yang terjadi
juga bisa bersifat berat, seperti peritonitis, dan sepsis.Infeksi pasca
operatif terjadi apabila sebelum pembedahan sudah terdapat gejala-
gejala infeksi intrapartum, atau ada faktor-faktor yang merupakan
predisposisi terhadap kelainan tersebut.
Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul waktu pembedahan jika cabang-
cabang arteria uterine ikut terbuka, atau karena terjadinya atonia uteri.
Komplikasi-komplikasi lain
Komplikasi lain yang dapat terjadi antara lain adalah luka pada
kandung kencing dan terjadinya embolisme paru.
14
2.4 Penatalaksanaan Anastesi
2.4.1 Anatomi Tulang Belakang
Tulang punggung atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang
membentuk punggung yang mudah digerakkan, terdapat 33 tulang punggung
pada manusia, 5 diantaranya bergabung membentuk bagian sacral, dan 4 tulang
membentuk tulang ekor (coccyx). Tiga bagian di atasnya terdiri dari 24 tulang
yang dibagi menjadi 7 tulang cervical (leher), 12 tulang thorax (thoraks atau
dada) dan, 5 tulang lumbal.7
Sebuah tulang punggung terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior
yang terdiri dari corpus vertebrae dan bagian posterior yang terdiri dari arcus
vertebrae. Arcus vertebrae dibentuk oleh dua “kaki” atau pediculus dan dua
lamina, serta didukung oleh penonjolan atau procesus yakni procesus
articularis, procesus transversus, dan procesus spinosus. Procesus tersebut
membentuk lubang yang disebut foramen vertebrale. Ketika tulang punggung
disusun, foramen ini akan membentuk saluran sebagai tempat sumsum tulang
belakang atau medulla spinalis. Di antara dua tulang punggung dapat ditemui
celah yang disebut foramen intervertebrale.7
15
Teknik Anestesi yang direkomendasikan oleh American College of
Obstetricians and Gynocologist and American Society of Anestesiologist
(ASA) untuk section secarrea adalah Regional Anestesi (Spinal Anestesi)
karena lebih sedikit mendepresi janin sedangkan teknik general anestesi baik
secara inhalasi maupun intravena tetap dipersiapkan untuk bila regional
anestesi mengalami kesulitan ataupun kegagalan anestesi ataupun operasi
section secarea berlangsung lebih lama dari yang direncanakan.6
Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan
penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal
atau blok subaraknoid disebut juga sebagai analgesi atau blok spinal intradural
atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat
analgesik lokal ke dalam ruang subaraknoid di daerah antara vertebra L2-L3
(obat lebih mudah menyebar ke kranial) atau L3-L4 atau L4-L5 (obat lebih
cenderung berkumpul di kaudal). Jarum spinal hanya dapat diinsersikan di
bawah lumbal 2 dan di atas vertebra sakralis. Batas atas ini dikarenakan adanya
ujung medula spinalis dan batas bawah dikarenakan penyatuan vertebra
sakralis yang tidak memungkinkan dilakukan insersi. Untuk mencapai cairan
serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus kulit subkutis Lig.
Supraspinosum Lig. Interspinosum Lig. Flavum ruang epidural
durameter ruang subarachnoid.2,7
16
2.4.3 Indikasi dan Kontraindikasi2,7
Indikasi :
Indikasi: anestesi spinal dapat digunakan pada hampir semua operasi
abdomen bagian bawah (termasuk sectio caesaria), perineum dan kaki.
Anestesi ini memberi relaksasi yang baik, tetapi lama anestesi didapat
dengan lidokain hanya sekitar 90 menit.
17
atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus.
Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:
Informed consent (izin dari pasien)
Tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesia spinal.
Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung.
Pemeriksaan laboratorium anjuran
Hemoglobin, trombosit, PT (prothrombine time) dan APTT (activated
partial thromboplastine time).
2.4.6 Premedikasi4
Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi. Adapun
tujuan dari premedikasi antara lain:
Memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.
Menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam.
Membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam.
Memberikan analgesia, misal pethidin.
Mencegah muntah, misal : domperidol, metoklopropamid.
Memperlancar induksi, misal : pethidin.
Mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin.
Menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfat atropin.
Mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfat atropin
18
Premedikasi diberikan berdasarkan atas keadaan psikis dan fisiologis
pasien yang ditetapkan setelah dilakukan kunjungan prabedah. Dengan
demikian maka pemilihan obat premedikasi yang akan digunakan harus selalu
mempertimbangkan umur pasien, berat badan, status fisik, derajat kecemasan,
riwayat pemakaian obat anestesi sebelumnya, riwayat hospitalisasi
sebelumnya, riwayat penggunaan obat tertentu yang berpengaruh terhadap
jalannya anestesi, perkiraan lamanya operasi, macam operasi, dan rencana
anestesi yang akan digunakan.3
Sesuai dengan tujuannya, maka obat-obat yang dapat digunakan sebagai
obat premedikasi dapat digolongkan seperti di bawah ini:
Narkotik analgetik, misal morfin, pethidin.
Transquillizer yaitu dari golongan benzodiazepin, misal diazepam dan
midazolam.
Barbiturat, misal pentobarbital, penobarbital, sekobarbital.
Antikolinergik, misal atropin dan hiosin.
Antihistamin, misal prometazine.
Antasida, misal gelusil.
H2 reseptor antagonis, misal simetidine
19
Pembagian tingkat anestesi spinal:
Sadle back anestesi, yang kena pengaruhnya adalah daerah lumbal
bawah dan segmen sakrum.
Spinal rendah, daerah yang mengalami anestesi adalah daerah
umbilikus/ Th X di sini termasuk daerah thoraks bawah, lumbal dan
sakral.
Spinal tengah, mulai dari perbatasan kosta (Th VI) di sini termasuk
thoraks bawah, lumbal dan sakral.
Spinal tinggi, mulai garis sejajar papilla mammae, disini termasuk
daerah thoraks segmen Th4-Th12, lumbal dan sakral.
Spinal tertinggi, akan memblok pusat motor dan vasomotor yang lebih
tinggi.
A. Penatalaksanaan1
1. Pemberian oksigen
Apabila terjadi hipoventilasi baik oleh obat–obat narkotik,
anestesi umum maupun lokal, maka akan mudah terjadi hipoksemia
yang berat. Faktor-faktor yang menyebabkan hal ini, yaitu :
Turunnya kemampuan paru-paru untuk menyimpan O2
Naiknya konsumsi oksigen
Airway closure
Turunnya cardiac output pada posisi supine
20
Dapat memperbaiki pasien dan bayi pada saat episode
hipotensi
Sebagai preoksigenasi kalau anestesi umum diperlukan
2. Terapi cairan
Terapi cairan perioperatif bertujuan untuk mencukupi kebutuhan
cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama operasi. Selain itu
jugaa untuk tindakan emergency pemberian obat. Pemberian cairan
operasi dibagi :
a) Pre operasi
Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa,
muntah, penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada
ruang ketiga seperti pada ileus obstruktif, perdarahan, luka
bakar dan lain-lain. Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24
jam adalah 2 ml/ kgBB/ jamatau 40-50 cc/KgBB/ hari. Bila
terjadi dehidrasi ringan 2% BB, sedang 5% BB, berat 7% BB.
Setiap kenaikan suhu 1 0Celcius kebutuhan cairan bertambah
10 – 15 %.
b) Selama operasi
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi.
Kebutuhan cairan pada dewasa untuk operasi :
• Ringan = 4 ml / kgBB / jam
• Sedang = 6 ml / kgBB / jam
• Berat = 8 ml / kg BB / jam
Bila terjadi perdarahan selama operasi, dimana perdarahan
kurang dari 10% EBV maka cukup digantikan dengan cairan
kristaloid sebanyak 2-4 kali volume darah yang hilang.
Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat
dipertimbangkan pemberian plasma / koloid/ dekstran sama
dengan jumlah perdarahan.
c) Setelah operasi
Pemberian Pemberian cairan pasca operasi ditentukan
berdasarkan defisit cairan selama operasi ditambah kebutuhan
sehari-hari pasien.
21
B. Pemulihan
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan paska operasi
dan anestesi yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau
recovery room yaitu ruangan untuk observasi pasien pasca atau
anestesi. Ruang pulih sadar merupakan batu loncatan sebelum pasien
dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif
di ICU. Dengan demikian pasien paska operasi atau anestesi dapat
terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena operasi atau
pengaruh anestesinya.
Untuk memindahkan pasien dari ruang pulih sadar ke ruang
perawatan perlu dilakukan skoring tentang kondisi pasien setelah
anestesi dan pembedahan. Untuk regional anestesi digunakan skor
Bromage.
Bromage Scoring System
Kriteria Skor
Gerakan penuh dari tungkai 0
Tak mampu ekstensi tungkai 1
Tak mampu fleksi lutut 2
Tak mampu fleksi pergelangan kaki 3
22
memiliki waktu paruh 1,6 - 8 jam. Obat dengan durasi kerja paling panjang
dan potensi tinggi adalah obat bupivacain. Obat anestesi spinal yang sering
dipergunakan ialah bupivakain 0,5% dalam dekstrosa 8,25% dengan dosis 10-
20 mg.Mula kerja bupivakain lambat dibanding lidokain, tetapi lama kerja bisa
sampai 8 jam. Bupivakain sering digunakan karena ikatan dengan protein
plasma lebih besar, sehingga dengan pemberian dalam jumlah kecil
pengaruhnya terhadap bayi sangat kecil sekali (reaksi toksik dan transfer
melalui plasenta jarang dijumpai).
23
Makin tinggi spinal anestesia, semakin tinggi blokade vasomotor,
motoris dan hipotensi, serta respirasi yang tidak adekuat semakin
mungkin terjadi.
24
digunakan pada anestesi obstetric sebagai obat yang diberikan untuk
mencegah hipotensi akibat anestesi spinal. Efedrin adalah obat
sintetik non katekolamin yang mempunyai aksi langsung yang
menstimuli reseptor β1, β2, α1 adrenergik dan aksi tak langsung
dengan melepaskan nor-epinefrin endogen.
Efedrin akan menyebabkan peningkatan cardiac output, denyut
jantung dan tekanan darah sistolik maupun diastolik. Menurunkan
aliran darah splanikus dan ginjal tetapi meningkatkan aliran darah ke
otak dan otot. Pemberian efedrin dapat secara subkutan, intra
muskuler, bolus intravena, dan infus kontinyu dan pada praktek
sehari-hari, efedrin diberikan secara bolus IV 5-10 mg bila terjadi
hipotensi akibat anestesi spinal.
Bradikardia
Perubahan frekuensi denyut nadi merupakan salah satu tanda vital
pada anestesi spinal. Frekuensi denyut nadi yang tidak stabil dapat
menyebabkan bradikardi apabila terdapat penurunan frekuensi denyut
nadi yang berlebihan. Karena itu pemilihan obat anestesi spinal
merupakan hal yang penting mengingat adanya efek-efek yang
ditimbulkan. Apabila terjadi penurunan tekanan darah dan frekuesi
denyut nadi yang berlebihan dapat digunakan efedrin yang berfungsi
berdasarkan reseptor adrenergik yang menghasilkan respon simpatis.
Oleh karena efedrin dapat menyebabkan vasokonstriksi perifer,
sehingga pada penggunaan klinis efedrin meningkatkan tekanan darah
dan frekuensi denyut nadi. Bradikardi dapat terjadi tanpa disertai
hipotensi atau hipoksia,terjadi akibat blok sampai T-2.
Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas.
Mual-muntah, nyeri tempat suntikan, nyeri punggung, nyeri kepala
karena kebocoran likuor, retensio urine dan meningitis.
25
ciri tiga trimester kehamilan; perubahan ini dapat menimbulkan bahaya bagi mereka
berdua. Dokter anestesi memiliki tujuan sebagai berikut:3
Mengoptimalkan dan menjaga fungsi fisiologis normal pada ibu;
Mengoptimalkan dan menjaga aliran darah utero-plasenta dan pemberian
oksigen
Menghindari efek obat yang tidak diinginkan pada janin
Menghindari merangsang miometrium (efek oxytocic).
26
pada 10 menit pertama dan T3 dalam 20 menit serta akan kembali pada ketinggian
T9 pada menit ke 90.3
Pada anestesi epidural atau intratekal (spinal), konsentrasi anestetik lokal yang
diperlukan untuk mencapai anestesi juga lebih rendah. Hal ini karena pelebaran
vena-vena epidural pada kehamilan menyebabkan ruang subarakhnoid dan ruang
epidural menjadi lebih sempit, oleh karena itu diperlukan pengurangan dosis.
Pada pasien hamil juga dapat terjadi blokade saraf yang lebih luas pada
anestesi spinal atau epidural. Selain itu kehamilan juga meningkatkan respon
terhadap blokade saraf perifer. Faktor yang menentukan yaitu peningkatan
sensitifitas serabut saraf akibat meningkatnya kemampuan difusi zat-zat anestetik
lokal pada lokasi membran reseptor (enhanced diffusion).
27
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesa
3.2.1. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan keluar air-air 1 jam SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien G2P1A0 hamil 33-34 minggu datang ke IGD RSUD Dok II
jayapura pada pukul 14.30 WIT dengan keluhan keluar air-air dari jalan
lahir 1 jam sebelum ke Rumah Sakit, nyeri pada bagian bawah perut,
keluar darah bercampur lendir(-). Keputihan (-), gatal (-), berbau (-),
demam selama kehamilan (-), gigi berlubang (+). HPHT 02-08-2017 TP:
09-05-2018 gerak janin dirasakan aktif. ANC di PKM Elly uyo, dr.A P,
Sp.OG, dan suntik TT2x.
28
Riwayat Alergi
- Riwayat alergi makanan : disangkal
- Riwayat alergi minuman : disangkal
- Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat sosial-ekonomi
Pendidikan: SMA, Pekerjaan: IRT
Riwayat Obstetri :
1. Riwayat Kehamilan: G2P1A0
No Jenis Persalinan Penolong BB Jenis Usia Hidup/
Kelamin Mati
1. Spontan Bidan 2800 Laki-laki 17 tahun Hidup
2. Hamil ini
2. Riwayat Menstruasi:
Menarche: 14 Tahun Siklus Haid: Teratur, 28-30 hari
Lama haid: 4-6 Hari Ganti pembalut: 3-4x/hari
Gejala Penyerta : Dismenore (-)
Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 91 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
29
Suhu badan : 36.50C
Kepala : Mata : Conjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-
Pupil: bulat, isokor, diameter ODS: 3 mm,
Refleks cahaya (+/+)
Hidung : Deformitas (-), sekret (-), perdarahan (-).
Telinga : Deformitas (-), sekret (-), perdarahan (-).
Mulut : Deformitas (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thoraks : Paru
Inspeksi : Gerak dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-),
jejas (-)
Palpasi : Vocal fremitus dextra = sinistra
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), suara rhonki (-/-), suara
wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Pinggang : ICS III linea parasternals sinistra
Batas kiri : ICS V 2 cm ke medial linea
midclavicularis sinistra
Batas kanan : ICS V linea parasternalis dextra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II, reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : Tampak cembung
Palpasi : Supel (+), nyeri tekan epigastrium (-),
Perkusi : Tymphani.
Auskultasi : Bising usus (+), 2-4 kali/menit.
Genitalia : Dalam batas normal
Ekstremitas : Akral teraba hangat, kering dan merah, Capillary Refill Time< 2”,
Edema tidak ada, kekuatan otot di ekstremitas superior et inferior: 5
30
3.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (11 April 2018)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Darah Lengkap
HBG 11.8 14.0 – 18.0 g/dL
WBC 9.98 4.8 – 10.8 10ˆ3/ul
PLT 287 150 - 450 10ˆ3/ul
DDR Negatif
31
3.5 Konsultasi Terkait
Konsultasi Bagian Anestesi
12 April 2018, advice:
Inform consent dan SIO
Puasa 8 jam pre operasi
Pasang IVFD RL 20 tetes/menit Makro
32
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas atas : ICS II linea parasternalis
sinistra
Pinggang : ICS III linea parasternalis
sinistra
Batas kiri : ICS V 2 cm ke medial linea
midclavicularis sinistra
Batas kanan : ICS V linea parasternalis
dextra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II, regular, murmur (-),
gallop (-)
B3 : : Compos Mentis, GCS:E4V5M6 = 15,
Kesadaran Riwayat kejang (-), riwayat pingsan (-),
Nyeri kepala (-), pandangan kabur (-),
Pupil: bulat, isokor, ϴ ODS 3 mm,
refleks cahaya (+/+)
B4 : Terpasang kateter, produksi urin (+) , warna kuning.
B5 : Inspeksi : Tampak Cembung
Palpasi : Supel (+), nyeri tekan epigastrium (-)
TFU 31 cm
Auskultasi : Bising usus (+), 2-4 kali/menit
B6 : Akral teraba hangat, kering dan merah, Capillary Refill
Time< 2”,
Edema tidak ada, kekuatan otot di ekstremitas superior et
inferior: 5
33
Premedikasi : Skin test Meropenem (11.05)
Eritema (-), Pruritus (-), Indurasi (-)
Induksi dan Maintenance : Bupivakain HCL 0,5%
Medikasi Durante Operasi : - Meropenem 1 g
- Oxitocin 10 Iu
- Ranitidin 50 mg
- Ondansentron 4 mg
- Midazolam 2.5 mg
- Ketamin 10 mg
- Fentanyl 2.5 mg
- Metamizole 1 g
Tanda-tanda vital pada akhir : TD: 110/68 mmHg, Nadi :62x/m, reguler, kuat angkat,
pembedahan Suhu badan: 36,0oC , Frekuensi napas: 18 x/m, SpO2:
99%
160
140
120
100
Nadi
80 Diastol
60 Sistol
40
20
0
10. 10. 11. 11. 11. 11. 11. 11. 11. 11. 11. 11. 11. 11. 12. 12. 12. 12.
50 55 00 05 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 00 05 10 15
34
- Kebutuhan cairan per jam:
= 2560 cc : 24 jam = 110 cc / jam
3200 cc : 24 jam = 130 cc / jam
(6 -8cc/KgBB/jam) x 64 Kg x 1 jam
=384-512 cc/jam
20
= 60 x (384-512) = (128-170 cc) / 20 menit
1 Jam 20 menit = (384-512)cc + (128+170)cc
= 512-682 cc
35
- Total kebutuhan cairan durante operasi:
= (145 – 175 cc) + 400 cc + (512-682cc)
= 1057-1257cc
Balance Cairan: Input - Ouput Selama Pre Operasi hingga Durante Operasi:
- Input: Pre Operasi (Ringer Laktat 1000 cc) + Durante Operasi (Ringer Laktat
1000 cc + Gelafusal 500 cc)
- Output: Pre Operasi (IWL 640 cc + Urin 400 cc) + Durante Operasi
(Perdarahan 400 cc + IWL 640 cc + Urin 100 cc)
= 2500 cc – 2180 cc = + 320 cc
36
A Post partus prematurus dengan SC atas indikasi KPD + BSC 1x
P Aff Infus
Sulfat ferosus 1 x 1 tab
Cefixime 2 x 1 tab mg
Asam mefenamat 3 x 1 tab
Vitamin C 1 x 1 tab
Pasien boleh pulang
37
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, seorang wanita 32 tahun dengan diagnosis G2P1A0 hamil 33-
34 minggu dengan indikasi ketuban pecah dini. Diagnosis ditegakan dengan
anamnesa dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis, pasien menjelaskan bahwa keluar
air-air dari jalan lahir 1 jam sebelum ke Rumah Sakit.Dari pemeriksaan fisik,
ditemukan pembukaan pada portio 1 cm dengan selaput ketuban negatif. Sisa cairan
ketuban berwarna putih keruh, dan dilakukan Tes Lakmus untuk memastikan cairan
ketuban dan hasil nya (+).
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah darah lengkap, dan urin
analisa.hasil pemeriksaan darah di dapatkan Hb pasein 11.8 gr/dL. Pasien tidak
mempunyai riwayat penyakit asma, alergi, dan tidak adanya upper respiratory
infection maupun gangguan metabolik.
Medikasi prabedah pada pasien ini adalah cairan Ringer Laktat 1000 cc.
Pemberian cairan RL 1000 cc secara intravena sebelum anestesi spinal dapat
menurunkan insidensi hipotensi. Pembedahan dengan anestesi memerlukan puasa,
sehingga terapi cairan parenteral diperlukan untuk mengganti kebutuhan rutin saat
38
pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi dan mengganti cairan pindah ke
ruang ketiga.
39
Selama tindakan anestesi berlangsung, tekanan darah, denyut nadi serta
pernapasan selalu dimonitor. Pada pasien ini juga diberikan ranitidin, ondansentron.
Ranitidin merupakan golongan obat antihistamin reseptor 2 (AH2). Mekanisme kerja
ranitidin adalah menghambat reseptor histamin 2 secara selektif dan reversibel
sehingga dapat menghambat sekresi cairan lambung. Ranitidin mengurangi volume
dan kadar ion hidrogen dari sel parietal akan menurun sejalan dengan penurunan
volume cairan lambung. Ondansetron suatu antagonis reseptor 5HT3 yang bekerja
secara selektif dan kompetitif dalam mencegah maupun mengatasi mual dan muntah.
Pemberian obat-obat ini untuk mencegah mual serta muntah yang dapat terjadi pada
anestesi spinal.
Ketika operasi telah berjalan 40 menit, diberikan midazolan HCL 2.5 mg,
ketamin 10 mg dan fentanyl 2.5 mg. agen-agen anestesi ini biasa digunakan untuk
premedikasi, induksi dan pemeliharaan anestesi. Midazolam merupakan obat
golongan benzodiazepin yang digunakan sebagai obat penenang (transquilizer) yang
memiliki sifat antiansitas, sedatif, amnestik, antikonvulsan dan relaksan otot skelet.
Dosis midazolam yaitu 0,025 – 0,1 mg/KgBB (5 mg/cc). Pemberian midazolam
dapat mengatasi konvulsi yang disebabkan oleh anestetik lokal dalam anestesi
regional. Penggunaan benzodiazepin menyebabkan pemulihan lebih lama, tetapi
amnesia retrograd yang ditimbulkannya bermanfaat mengurangi kecemasan pasca
bedah. Ketamin merupakan agen anestetik yang merangsang kardiovaskular karena
efek perangsangan pada saraf simpatis dengan meningkatkan tekanan darah,
frekuensi nadi, dan curah jantung hingga ±25%, sehingga ketamin bermanfaat untuk
pasien dengan resiko hipotensi dan asma. Dosis induksi ketamin adalah 1-2
mg/kgBB IV, dan untuk mempertahankan anestesi dosis yang dapat diberikan adalah
25-100 mg/kgBB/menit. Fentanyl merupakan obat golongan opioid yang digunakan
untuk menimbulkan anelgesia anestesia dalam tindakan induksi dan pemeliharaan
anestesi. Untuk dosis rumatan, fentanyl dapat diberikan 0,3 – 1 mg/KgBB/menit.
Sebelum operasi selesai, pasien diberi injeksi metamizole 1000 mg (sedian
ampul (2 ml) 500 mg/ml) untuk meredakan nyeri akibat operasi. Kemudian pasien di
bawa ke ruangan recovery Room dan di beri oksigen nasal 1-2 lpm.
40
4.4 Critical Point
Problem
Actual Potensial Planning
List
Post Operatif
1. Hipoksia 1. Pemberian O2 yang adekuat
2. Monitoring tanda-tanda vital
41
Problem
Actual Potensial Planning
List
- aortocaval compression:
1. Posisikan ibu miring ke kiri
2. Posisi head up
3. Monitoring tanda-tanda vital
- kurang cairan:
1. Rehidrasi cairan kristaloid
42
Post Operatif
1.Perdarahan post 1. Observasi kontraksi uterus
partum 2. Observasi tanda-tanda
perdarahan pervaginam dan
hentikan perdarahan (hecting)
3. Pemberian Oxytocin setelah
operasi
4. Periksa Hb post operasi , jika Hb
rendah transfusi PRC
Problem
Actual Potensial Planning
List
Problem
Actual Potensial Planning
List
43
Problem
Actual Potensial Planning
List
Post operatif
Kembung Evaluasi:
1. Gastritis: beri obat penghambat
histamin H2 (ranitidine) atau Proton
Pump Inhibitor (omeprazole)
2. peristaltik usus
3. jika perlu pasang NGT dan foto
polos abdomen 3 posisi
Problem
Actual Potensial Planning
List
44
4.5 Terapi Cairan
Selain penentuan pemilihan anestesi pada pasien ini, juga dipertimbangkan
mengenai terapi cairan selama masa perioperatif.Terapi cairan sendiri merupakan
tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas-batas fisiologis
dengan cairan infus kristaloid atau kolid secara intravena.
Terapi cairan pada pasien ini adalah sebagai berikut:
PRE-OPERASI
Kebutuhan cairan harian selama 24 jam adalah
40-50cc/KgBB = 40-50cc x 64 Kg
= 2560 –3200 cc / hari
Selain itu pasien juga puasa selama 10 jam, maka jumlah cairan yang diganti
adalah 110 cc – 130 cc x 10 jam = 1100 – 1300 cc / 10 jam. Pengantian cairan puasa
pada pasien yaitu dengan menggunakan cairan kristaloid 1000 cc (Ringer Laktat).
- DURANTE OPERASI
Untuk maintanance kebutuhan cairan pasien selama operasi dengan durasi 1
jam 20 menit adalah
20
Kebutuhan cairan 20 menit= 60x 110 – 130 cc/jam
= 35 - 45 cc /20 menit
45
Sebelum operasi pasien memiliki Hb : 11,8 gr%, selama operasi pasien
kehilangan darah sebanyak 10 % dari total jumlah darah yang diperkirakan,
sehingga perkiraan Hb setelah operasi ialah 10,6 gr%. Perdarahan pada
pembedahan tidak selalu perlu transfusi, untuk perdarahan di bawah 20% dari
volume total darah pada dewasa cukup diganti dengan cairan infus.
Pada pasien ini perdarahan yang terjadi dapat digantikan dengan cairan
Kristaloid sebanyak 2–4 x Jumlah perdarahan atau pun diganti dengan cairan
koloid sebanyak 1:1 jumlah perdarahan.
- Kristaloid = 2-4 x 400 cc = 800 – 1600 cc
- Koloid = 1 x 400 cc = 400 cc
Replacement durante operasi selama 1 jam 20 menit adalah dengan
memprediksi cairan yang hilang selama operasi dihitung dari:
Jenis operasi x KgBB = (6-8cc/KgBB/jam) x 64 Kg x 1 jam
=384-512cc/jam
20
= 60 x (384-512)cc = (128-170cc) / 20 menit
Jadi prediksi cairan yang hilang selama operasi 1 jam 20 menit adalah
= (384-512)cc + (128-170)cc
= 512-682cc
46
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
pasien didiagnosis dengan G2P1A0 hamil 33-34 minggu dengan KPD
2. Klasifikasi status penderita digolongkan dalam PS ASA 2, dikarenakan
pasien obstetri dengan anemia ringan
3. Pada kasus ini dilakukan tindakan operasi dengan jenis anestesi regional
berupa Sub Arachnoid Block (SAB), hal ini dikarenakan indikasi anestesi
blok subaraknoid digunakan pada bedah ekstremitas bawah dan cocok untuk
Anestesi pada operasi sectio cesarea
4. Resusitasi dan terapi cairan perioperatif kurang lebih telah memenuhi
kebutuhan cairan perioperatif pada pasien ini, terbukti dengan stabilnya
hemodinamik pasien
5.2 Saran
Penatalaksanaan anestesi perlu dilakukan dengan baik mulai dari persiapan pre
anestesi, tindakan anestesi hingga observasi post operasi, terutama menyangkut
resusitasi cairan yang akan sangat mempengaruhi kestabilan hemodinamik
perioperative dan penting untuk memperhatikan vital sign ketika pemberian obat-
obatan anestesi, sehingga bila pasien tidak stabil dapat segera diperbaiki.
47
DAFTAR PUSTAKA
48
49