Anda di halaman 1dari 7

elakang

Pneumonia adalah suatu peradangan parenkim yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri,
virus, jamur, parasit, dan lain-lain) (1).

Berdasarkan asal penyakit, pneumonia dibagi menjadi dua jenis, yaitu Pneumonia yang berkembang
di luar rumah sakit disebut dengan Community Acquired Pneumonia (CAP atau Pneumonia
Komunitas), dan pneumonia yang terjadi 72 jam atau lebih setelah perawatan di rumah sakit adalah
nosokomial, atau Hospital Acquired Pneumonia (HAP atau Pneumonia Nosokomial). Masih ada
perdebatan mengenai pneumonia yang terjadi akibat perawatan di rumah disebut pneumonia
komunitas atau nosokomial (2).

Tiap tahun 2 hingga 3 juta kasus pneumonia komunitas dari 10 juta penduduk, 500.000 orang di
rawat di rumah sakit, dan 45.000 orang meninggal di amerika serikat (2).

Dalam referat ini dibahas definisi, epiderniologi, patogenesis, gambaran klinis, gambaran radiologis,
diagnosis, dan penatalaksanaan pada pneumonia komunitas.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Pneumonia adalah suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus,
jamur, parasit). Pneumonia komuniti adalah pneumonia yang didapat di masyarakat (1,2).

Berdasarkan asal penyakit, pneumonia dibagi menjadi dua jenis, yaitu Pneumonia yang berkembang
di luar rumah sakit disebut dengan Community Acquired Pneumonia (CAP atau Pneumonia
Komunitas), dan pneumonia yang terjadi 72 jam atau lebih setelah perawatan di rumah sakit adalah
nosokomial, atau Hospital Acquired Pneumonia (HAP atau Pneumonia Nosokomial) (2).

2.2 Epidemiologi

Pneumonia adalah penyakit yang sering terjadi di masyarakat. Jumlah serangan rata-rata 12 kasus
dari 1000 orang per tahun. Pada orang dewasa, rata-rata yang membutuhkan perawatan di rumah
sakit usianya berkisar 17-55 tahun, kebanyakan menyerang usia lanjut. Pneumonia menempati
urutan ke 6 sebagai penyebab kematian di Amerika Serikat. Dalam penelitian di Seattle, peneliti
menemukan jumlah penderita CAP berusia 65-69 tahun sebanyak 18,2 kasus per 1000 orang per
tahun dibandingkan 52,3 kasus per 1000 orang per tahun yang mengenai usia ≥ 85 tahun. Hasil dari
survey rumah sakit nasional di Amerika Serikat mengindikasikan bahwa dari tahun 1990 hingga 2002
ada 21,4 juta kasus pasien rumah sakit usianya diatas 65 tahun (6). Tingginya angka kematian pada
pneumonia sudah dikenal sejak lama, Osler W menyebutkan pneumonia sebagai "teman pada usia
lanjut" (2).

Epidemiologi pneumonia berubah tiap tahunnya. Hal ini berkaitan dengan perubahan jumlah
populasi dan penyebaran bakteri-bakteri baru yang menyebabkan pneumonia dan perubahan
antibiotik guna memberantas bakteri-bakteri lama, seperti S. pneumonia, H. influenzae, dan
Staphylococcus Aureus. Perubahan populasi termasuk pertumbuhan jumlah dari pasien yang berusia
65 tahun atau lebih (2).

Ven Katesen dkk mendapatkan 38 orang pneumonia usia lanjut yang didapat di masyarakat, 43%
diantaranya disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenzae dan virus influenza
B; tidak ditemukan bakteri gram negatif. Lima puluh tujuh persen lainnya tidak dapat diidentifikasi
karena kesulitan pengumpulan spesimen dan sebelumnya telah diberikan antibiotik (3).

2.3 Patogenesis

Pada orang yang sehat tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme yang bersifat patogen di
paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan saluran napas. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, akan menimbulkan
penyakit (4).

Terjadinya pneumonia berhubungan dengan banyaknya jumlah bakteri yang teraspirasi, penurunan
daya tahan tubuh dan virulensi koloni bakteri di orofaring. Mekanisme organisme mencapai saluran
napas melalui : inokulasi langsung, penyebaran melalui pembuluh darah, inhalasi, dan kolonisasi di
permukaan mukosa (4).

Turunnya daya tahan tubuh juga dihubungkan dengan imunitas humoral dan imunitas seluler,
malnutrisi, perokok berat dan penyakit sistemik. Faktor predisposisi pneumonia adalah penggunaan
pipa endotrakeal, pemakaian nebuhaler, adanya super infeksi dan malnutrisi (5,6).

Mikroorganisme menyerang sel untuk bereproduksi. Biasanya, mikroorganisme akan mencapai paru
ketika udara yang dihirup melalui mulut dan hidung. Setelah di paru, mikroorganisme ini menyerang
sel-sel yang melapisi saluran udara dan alveoli. Hal ini sering menyebabkan kematian sel, baik ketika
mikroorganisme langsung membunuh sel, atau melalui jenis apoptosis sel yang disebut
penghancuran diri. Ketika sistem kekebalan tubuh merespon infeksi, kerusakan paru bahkan lebih
meluas. Sel darah putih, terutama limfosit, mengaktifkan sitokin kimia tertentu yang memungkinkan
cairan bocor ke dalam alveoli. Hal ini menyebabkan demam, menggigil, dan kelelahan. Kombinasi
dari kerusakan sel dan alveoli berisi cairan mengganggu transportasi normal oksigen ke dalam aliran
darah (4,6).

Proses peradangan pneumonia dapat dibagi atas 4 stadium yaitu Stadium kongesti dimana kapiler
melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak,
beberapa netrofil dan makrofag. Stadium hepatisasi merah: lobus dan lobulus yang terkena menjadi
padat dan tidak mengandung udara, serta warna menjadi merah. Dalam alveolus didapatkan fibrin,
leukosit, netrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium hepatisasi kelabu: lobus
masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura tampak kabur karena
diliputi fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leukosit. Kapiler tidak lagi kongestif. Stadium resolusi: Eksudat
berkurang, dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi
lemak, fibrin diresorpsi dan menghilang (7).
2.4 Gambaran Klinis

Gejala pada masing-masing individu berbeda-beda, diantaranya demam, sesak napas, nyeri dada,
dan batuk. Batuk dapat bersifat tidak produktif (kering) atau terdapat sputum yang mukoid atau
purulen (produktif) (2,7). Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda pada tipe pneumonia klasik bisa
didapatkan konsolidasi paru seperti perkusi yang redup, suara napas bronkial, dan ronki basah (5,7).
Tidak didapatkan demam pada 20% pneumonia dan dapat tanpa disertai batuk produktif dan
perasaan dingin (8).

Gejala diluar sistem pernapasan seperti sakit kepala, mual, muntah, nyeri perut, diare, nyeri otot,
dan nyeri sendi juga gejala yang sering didapat pada pneumoni. Perlu diingat bahwa pada pasien
yang tua keluhan lebih sedikit dibandingkan pada pasien yang lebih muda (2,7).

Pada sebagian besar penderita didapatkan leukosit yang normal atau sedikit meninggi, kadang-
kadang didapatkan leukositosis. Dapat terjadi peningkatan ureum, kreatinin dan glukosa, terdapat
juga hiponatremi atau hipernatremi, hipofosfatemi; dapat terjadi hipoksemi yang disebabkan infeksi
akut (2,6,7).

2.5 Pemeriksaan Penunjang

2.5.1 Radiologi

Pada pneumonia diagnosis radiologik ditegakkan bila didapatkan gambaran infiltrat sampai
konsolidasi dengan air bronchogram, penyebaran bronkogenik, dan intersisial. Tidak khas untuk
menenttukan etiologi pneumonia. Sering kali infiltrat belum terlihat pada 24-48 jam setelah
perawatan. Gambaran radiologi kadang-kadang masih tampak normal pada pneumonia dini,
pneumonia oleh bakteri gram negatif dan tuberkulosis endobronkial (9).

2.5.2 Laboratorium

Peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000 - 40.000 /ul, Leukosit polimorfonuklear dengan
banyak bentuk. Meskipun dapat pula ditemukan leukopenia. Hitung jenis menunjukkan shift to the
left, dan LED meningkat (7,9).

2.5.3 Mikrobiologi

Pemeriksaan mikrobiologi diantaranya biakan sputum dan kultur darah untuk mengetahui adanya S.
pneumonia dengan pemeriksaan koagulasi antigen polisakarida pneumokokkus (7,9).

2.5.4 Analisa Gas Darah

Ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada beberapa kasus, tekanan parsial karbondioksida
(PCO2) menurun dan pada stadium lanjut menunjukkan asidosis respiratorik (9).

2.6 Diagnosis

Diagnosis pneumonia komunitas didasarkan kepada riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan
fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang yaitu pada foto toraks terdapat infiltrat baru, atau
infiltrat progresif ditambah dengan dua atau lebih gejala seperti batuk, perubahan karakteristik
dahak atau purulen, suhu tubuh lebih dari 38oC (aksila) atau riwayat demam, pada pemeriksaan fisik
ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkhial, ronkhi, dan leukosit >10.000 atau <4500
/uL (7,9).

2.7 Penatalaksanaan

Identifikasi etiologi penting untuk pengobatan antibiotik. Pemeriksaan bakteri dapat dengan cara
pewarnaan gram dari sputum dan cairan pleura, kultur sputum, kultur darah dan cairan pleura.
Kadang-kadang sukar untuk memperoleh sputum yang baik pada pneumonia. Terapi kita gunakan
antibiotik secara empirik. Pada pneumonia oleh pneumococcus, penisilin adalah obat pilihan utama
(4,9).

Pada pneumonia oleh H. influenzae dapat diberikan ampisilin. Pada penderita yang resisten
terhadap ampisilin dapat diberikan cefonicid atau cefuroxime sodium. Pilihan lain adalah penisilin
atau sefalosporin. Bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan kloramfenikol atau trimetoprim-
sulfametoksasol (5,9).

Pada pneumonia oleh strain staphylococcus dapat diberikan terapi oksasilin, nafsilin dan sefalotin
(5,9).

Terapi Antibiotik Empiris untuk CAP (7,9)

Rawat jalan

Sebelumnya sehat

Tanpa terapi antibiotik belakangan ini: makrolid

Terapi antibiotik belakangan ini (kurang dari 3 bulan): fluoroquinolon, lanjutkan makrolid +
amoksicilin dosis tinggi.

Terapi antibiotik belakangan ini (lebih dari 3 bulan): pilih antibiotik yang belum diterima selama 3
bulan terakhir.

Rawat Inap

Bangsal

Tanpa terapi antibiotik belakangan ini: fluoroquinolon, atau lanjutkan makrolid + beta
laktam/cefotaxime/ceftriakson/ampisilin

Terapi antibiotik belakangan ini: makrolid + beta laktam atau fluoroquinolon saja

ICU

Tanpa masalah infeksi Pseudomonas: beta laktam + makrolid atau fluoroquinolon, bila alergi beta
laktam, fluoroquinolon + klindamisin

Infeksi Pseudomonas: antipseudomonal + ciprofloksasin atau antipseudomonal + aminoglikosida +


fluoroquinolon/makrolid, bila alergi beta laktam: aztreonam + levofoksasin atau aztreonam +
moxifloksasin/gatifloksasin dengan atau tanpa aminoglikosida
Pada penderita rawat jalan dapat diberikan antibiotik (empirik) dan pengobatan yang bersifat
suportif atau simtomatik : istirahat yang cukup, minum yang cukup untuk mencegah dehidrasi, panas
dapat diberikan antipiretik, mukolitik dan ekspektoran jika diperlukan (6).

Pada penderita rawat inap biasa dapat diberikan antibiotik (empirik) dan pengobatan suportif :
pemberian oksigen, infus rehidrasi nutrisi dan elektrolit (ringer laktat, NaCl 0,9 %, ringer asetat),
pemberian obat simtomatik diantaranya antipiretik (paracetamol 500mg 3x1 tablet) dan mukolitik
(Bromhexin 3x1 tablet atau ambroxol 3x1 tablet) (6).

Pada penderita rawat inap di ruang intensif, terapi sama dengan penderita di ruang rawat inap biasa,
biila diperlukan dipasang ventilator mekanik. Pemilihan antibiotik empirik sesuai dengan golongan
kuman penyebab (6).

Dalam penatalaksanaan harus diperhatikan nutrisi, jumlah kalori yang dibutuhkan baik parenteral
atau melalui pipa lambung (5). Cairan dan elektrolit perlu dinilai karena pada pneumonia dapat
terjadi hiponatremi atau hipernatremi. Infeksi meningkatkan katabolisme protein dan melemahkan
sistim imunitas humoral dan seluler. Sistim respirasi harus diperhatikan, bila terjadi hipoksemi dapat
diberi oksigen. Pemberian oksigen dapat dinilai dengan analisis gas darah, karena keracunan oksigen
dapat melemahkan gerakan mukosiliar dan menyebabkan fibrosis. Penting diperhatikan interaksi
obat-obat yang dipakai, agar dicapai efek obat yang maksimum dengan efek samping yang minimal.
Dalam pemberian obat lebih dan dua macam dapat terjadi percepatan metabolisme obat, pengaruh
terhadap pembuluh darah perifer atau mempengaruhi sistim saraf sentral (9).

Bila dengan antibiotik empirik tidak ada perbaikan atau bahkan memburuk, terapi disesuaikan
dengan bakteri penyebab dan uji sensitivitas (10).

2.8 Pencegahan

Di luar negri di anjurkan pemberian vaksin influenza dan pneumokokus pada orang dengan resiko
tinggi, dengan gangguan imunologis, penyakit berat termasuk penyakit paru kronik, hati, ginjal dan
jantung. Di samping itu vaksin juga perlu di berikan untuk penghuni rumah jompo atau rumah
penampungan penyakit kronik, dan usia diatas 65 tahun (11).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari penjelasan diatas dapat diketahui definisi, etiologi, epiderniologi, patogenesis, gambaran klinis,
gambaran radiologis, diagnosis, dan penatalaksanaan pada pneumonia komunitas.

Pemberian antibiotik pada pneumonia dapat secara empirik dari data statistik dan epidemiologi
sambil menunggu identifikasi bakteri atau bila mendapatkan kesulitan pada identifikasi bakteri.

3.2 Saran

Penulis masih mengharapkan saran yang membangun dari dosen pembimbing dan rekan-rekan guna
perbaikan referat ini dan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Crofton J, Douglas A. Pneumonia. In: Respira

Perawat sering diberikan tanggung jawab untuk mengumpulkan specimen.


Bergantung pada jenis specimen dan ketrampilan yang diperlukan, perawat dapat
mendelegasikan tugas ini kepada UAP dibawah pengawasan perawat professional.

Tanggung jawab perawat dalam pengumpulan spesimen meliputi hal-hal dibawah ini:

1) Berikan kenyamanan, privasi, dan keamanan bagi klien. Klien mungkin


merasa malu atau tidak nyaman saat pengambilan spesimen. Perawat harus menjaga
privasi klien semaksimal mungkin dan menangani specimen secara terpisah. Perawat
tidak boleh menghakimi dan sensitive terhadap kemungkinan kepercayaan social
dan budaya yang dapat memengaruhi keinginan klien untuk berpartisipasi
dalam pengumpulan spesimen.

2) Jelaskan tujuan pengumpulan spesimen dan prosedur pengambilan


specimen. Klien mungkin cemas terhadap prosedur, terutama bila dirasakan oleh
klien sebagai gangguan atau klien takut terhadap hasil pemeriksaan yang belum
diketahuinya. Keterangan yang jelas akan membuat klien mau bekerja sama dalam
pengumpulan specimen. Dengan intruksi yang tepat, banyak klien yang mampu
mengumpulkan spesimen mereka sendiri, yang meningkatkan kemandirian dan
mengurangi atau menghindari rasa malu.

3) Gunakan prosedur yang benar untuk mendapatkan specimen atau


pastikan klien atau staf mengikuti prosedur yang benar. Teknik aseptik digunakan
dalam mengumpulkan specimen untuk mencegah kontaminasi, yang dapat
menyebabkan hasil tes tidak akurat. Prosedur keperawatan atau petunjuk
laboratorium sering tersedia bila perawat tidak terbiasa dengan prosedur tersebut.
Bila ada pertanyaan tentang prosedur, perawat dapat menghubungi petugas
laboratorium untuk mendapatkan pengarahan sebelum mengumpulkan specimen.

4) Perhatian informasi yang relevan pada slip permintaan


laboratorium, contohnya, pengobatan yang sedang digunakan klien yang dapat
memengaruhi hasil pemeriksaan.

5) Bawa spesimen ke laboratorium dengan segera. Spesimen yang segar memberikan


hasil yang lebih akurat

6) Laporkan hasil pemeriksaan laboratorium yang abnormal kepada


tenaga kesehatan pada waktunya sesuai dengan tingkat kelaparan hasil abnormal

Anda mungkin juga menyukai