Anda di halaman 1dari 66

PENDIDIKAN KESEHATAN DAN DUKUNGAN KELUARGA

TERHADAP SELF MANAGEMENT PADA PASIEN


DIABETES MELITUS (DM) TIPE 2

TUGAS AKHIR PROFESI NERS

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Ners


Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

OLEH

FIRMAN SAPUTRA, S. Kep


NIM : 70900117017

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah, Rabb seluruh alam, pengatur langir dan bumi,

pemelihara seluruh makhluk, dan pengutus rasul Shalawatullah wa salamuhu

‘alaihim untuk memberi petunjuk dan memberi kemudahan sehingga Karya Tulis

Ilmiah dengan judul “Pendidikan Kesehatan dan Dukungan Keluarga Terhadap Self-

Management pada Pasien Diabetes Melitus (DM) Tipe 2” dapat diselesaikan.

Karya Tulis Ilmiah ini merupakan karya literature revie yang menggali

berbagai macam sumber terpercaya seperti jurnal dan artikel-artikel ilmiah nasional

dan internasional yang membahas tentang “Pendidikan Kesehatan ,dukungan

Keluarga terhadap self-Management pada pasien Diabetes Melitus (DM) Tipe 2.

Harapan kami, semoga karya ini dapat diterima dan menjadi sumber

pengetahuan baru bagi semua kalangan khususnya tim medis. Ungkapan terima kasih

yang tulus, rasa hormat dan penghargaan yang tak terhingga, kami ucapakan kepada :

1. Dr. Muh.Anwar Hafid S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku Ketua prodi keperawatan

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar.

2. Ani Auli Ilmi, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.Kom sebagai pembimbing I dan

Patima, S.Kep.,Ns.,M.Kes Sebagai pembimbing II , yang telah banyak

membimbing dan memberi masukan kepada penulis dalam menyelesaikan

literatur review ini.

3. Patima, S.Kep.,Ns.,M.Kes. selaku pembimbing II dalam penyusunan karya

tulis ini.

4. Eny Sutria,S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku penguji yang telah meluangkan

waktunya untuk menguji dalam pelaksanaan ujian riset keperawatan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ilmiah ini tidak

menutup kemungkinan terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis memohon kritik

iii
dan saran yang membangun. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini bernilai ibadah disisi

Allah Azza wa Jalla dan memberi manfaat bagi kita semua. Aamiin

Makassar, Agustus 2018

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman Judul....................................................................................................... i

Halaman/Lembar Pengesahan............................................................................. ii

Kata Pengantar ....................................................................................................iii

DaftarIsi ................................................................................................................iv

Abstrak ...................................................................................................................v

BAB I Pendahuluan...............................................................................................1

A. Latar Belakang ...................................................................................................1

B. Rumusan Masalah ..............................................................................................6


C. Tujuan Penulisan ................................................................................................6

D. Manfaat Penulisan ..............................................................................................6

F. Kajian Pustaka.....................................................................................................7

BAB II Tinjauan Pustaka....................................................................................10

A. Self-management ..............................................................................................10

B. Dukungan keluarga............................................................................................14

C. Diabetes Self-Management Education (DSME) dan Pendidikan

Kesehatan........................................................................................................20

BAB III MetodePenulisan...................................................................................36

A. Jenis Tulisan .....................................................................................................36

B. Teknik Pengumpulan Data ...............................................................................36

C. Kriteria jurnal..... ..............................................................................................36

D. Pengolahan Data................................................................................................36

E. Rekomendasi......................................................................................................37

F. Alogaritma Pencarian Litratur...........................................................................37

BAB IV Pembahasan...........................................................................................38

A. Hasil dan Pembahasan .....................................................................................38

v
BAB V Penutup....................................................................................................56

A. Kesimpulan .......................................................................................................56

B. Saran .................................................................................................................56

Daftar Pustaka......................................................................................................57

vi
ABSTRAK

Nama : Firman Saputra, S.Kep


Nim : 70900117017
Judul : Pendidikan Kesehatan Dan Dukungan Keluarga Terhadap Self-
Management Pada Pasien Diabetes Melitus (DM) Tipe 2

LatarBelakang: Diabetes melitus (DM) Tipe 2 adalah penyakit kronis yang


disebabkan karena ketidakmampuan pancreas dalam memproduksi hormon insulin,
atau tubuh tidak dapat memanfaatkan insulin yang dihasilkan. Diabetes
selfmanagement dapat meningkatkan kualitas hidup pasien serta dapat mencegah dan
mengurangi komplikasi jangka panjang pada pasien. Dukungan psikososiala dan
dukungan dari dimensi instrumental dari keluarga, serta tingkat pendidikan kesehatan
yang baik yang dimiliki oleh keluarga dan penderita DM tipe 2 menjadi faktor utama
yang sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien DM tipe 2
Tujuan : Telaah literature ini bertujuan untuk menelaah artikel penelitian yang
meneliti tentang pengaruh pendidikan kesehatan dan dukungan keluarga terhadap
pasien DM tipe 2.
Metode: Literatur Review, artikel dikumpulkan dari jurnal-jurnal elektronik dari
google scholar, dan studi pustaka, menggunakan kata kunci pendidikan kesehatan dan
dukungan keluarga, terhadap Self-Management pada pasien diabetes mellitus DM
tipe2.
Hasil: Tingkat pendidikan kesehatan dan dukungan keluarga yang baik untuk
meningkatkan self-management pada pasien DM tipe 2 mempunyai pengaruh positif
terhadap tingkat kualitas hidup pasien DM Tipe2.
Diskusi dan Kesimpulan : Telaah literature ini menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan dan dukungan keluarga yang baik dapat membantu pasien DM Tipe 2
untuk meningkatkan kepercayaan dirinya dalam melakukan self-management DM
tipe 2. Pasien yang memiliki dukungan keluarga yang baik akan mempunyai perasaan
yang nyaman yang dapat meningkatkan motivasi mereka untuk patuh terhadap
manajemen DM Tipe 2 dan pada akhirnya kualitas hidup mereka meningkat.

Kata Kunci : Pendidikan Kesehatan, Dukungan Keluarga, Self-Management,


Diabetes Mellitus DMTipe 2

vii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronis yang disebabkan karena

ketidakmampuan pankreas dalam memproduksi hormon insulin, atau tubuh tidak

dapat memanfaatkan insulin yang dihasilkan (IDF, 2015). Departemen Kesehatan

(Depkes, 2014) mendefinisikan diabetes mellitus sebagai penyakit yang

diakibatkan karena pankreas tidak dapat memproduksi insulin yang cukup atau

tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara efektif, dan merupakan salah satu

penyakit gangguan metabolik yang terjadi menahun.

Organisasi kesehatan dunia World Health Organization (WHO, 2016)

mencatat bahwa terjadi peningkatan jumlah penderita DM di dunia sebanyak 108

juta penduduk pada tahun 1980 menjadi 422 juta jiwa pada tahun 2014.

Internation Diabetes Federation (IDF, 2015) menyebutkan bahwa 415 juta

penduduk dunia menderita DM pada tahun 2015 dan akan terus meningkat pada

tahun 2040 menjadi 642 juta penduduk. Penelitian yang dilakukan oleh Sutandi

(2012) menuliskan bahwa DM merupakan salah satu penyakit yang tidak dapat

disembuhkan, dengan kata lain pasien akan mengidap penyakit ini seumur hidup.

Oleh karena itu penyakit ini dikenal sebagai “life long disease.
Pendidikan kesehatan adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang

ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan.

Dengan perkataan lain, promosi kesehatan mengupayakan agar perilaku individu,

kelompok atau masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan

dan peningkatan kesehatan (Notoatmodjo, 2012).

Menurut Nursalam (2008) perawat sebagai pendidik harus memiliki

kemampuan untuk mengkaji kekuatan dan dampak yang ditimbulkan oleh


1
2

intervensi keperawatan terhadap perilaku subyek yang dapat memperkaya,

memberikan informasi dan melengkapi perilaku subyek yang diinginkan. Hasil

yang diharapkan dari suatu promosi atau pendidikan kesehatan adalah perilaku

kesehatan, atau perilaku untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang

kondusif oleh sasaran dari promosi kesehatan. (Notoadmojo, 2012)

Diabetes self-management meliputi kontrol gula darah yang cukup,

tekanan darah dan kandungan lemak dalam darah dapat membaik, dapat

mengontrol berat badan dengan diet dan latihan (Vaccaro, dkk., 2014). Diabetes

self-management dianggap sebagai bagian terpenting dari management penyakit

diabetes, penelitian lain menunjukkan bahwa diabetes self-management dapat

meningkatkan kualitas hidup pasien serta dapat mencegah dan mengurangi

komplikasi jangka panjang pada pasien (Alrahbi, 2014).Diabetes self-management

pada penderita DM dapat membantu mengoptimalkan penderita untuk mengontrol

metabolisme, mencegah terjadinya komplikasi akut maupun kronis, serta dapat

meningkatkan kualitas hidup penderita (Kisokanth et.all, 2013).

Hambatan yang ditemukan bisa menjadi penghalang bagi penderita untuk

tetap melaksanakan self-management. Self-management dipengaruhi oleh

beberapa faktor, salah satu faktor yang paling berpengaruh adalah dukungan

keluarga (Damayanti et.all, 2014). Pasien dengan dukungan baik akan lebih patuh
dibandingkan pasien yang tidak memiliki dukungan (Heissam et.all, 2014).

Sedangkan kepatuhan pasien DM dalam menjalankan pengobatannya dapat

membantu mengurangi komplikasi jangka panjang yang diakibatkan oleh penyakit

DM. Jaringan sosial seperti keluarga, teman dan tetangga merupakan sumber

dukungan terpenting untuk pasien DM untuk membantu mengurangi tingginya

komplikasi DM, terutama komplikasi psikologis (Engum dalam Garousi, 2013).


3

Penelitian yang dilakukan oleh (Mayberry & Osborn, 2012) menyebutkan

bahwa anggota keluarga bisa jadi mempunyai pengaruh positif dan negatif bagi

kesehatan pasien yang menderita DM, keluarga dapat turut serta dalam

memfasilitasi aktifitas self-care pasien seperti membelikan makanan, minuman

dan membelikan resep obat, selain itu mereka juga dapat berkontribusi untuk

membantu menyeimbangkan kerusakan akibat stres mengontrol gula darah.

Kurangnya dukungan dari keluarga merupakan salah satu faktor yang

dihubungkan dengan terjadinya kegagalan dalam program penatalaksanaan

dietary self-management (Garousi, 2013). Keterlibatan keluarga dalam

memberikan perhatian akan mempengaruhi keberhasilan self-management pada

pasien DM (Kisokanth et.all, 2013). Oleh karena itu dukungan dari keluarga

sangat dibutuhkan oleh penderita DM dalam melakukan self-management.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan di Eropa menunjukkan bahwa

dengan motivasi, dukungan sosial, pengetahuan dan pemberdayaan adalah hal

penting untuk meningkatkan self- management (Onuha et.all, 2014). Allah S.W.T

dalam kitab suci Al-Qur’an sudah menjelaskan terkait pentingnya peran serta

dukungan untuk keluarga yang tercantum dalam Q.S At-Tahrim: 6 yang artinya :

          
           
Terjemahan :
“hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu: penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras dan tidak mendurhakai allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkannya”(Kementerian RI 2012).
Di Asia Tenggara terdapat 12,3 juta jiwapada tahun 2011 diperkirakan

meningkat menjadi hingga 19,4 juta jiwa pada tahun 2020(WHO, 2011).
4

Indonesia menempati peringkat pertama di Asia Tenggara, dengan Prevelensi

penderita sebanyak 8,246,000 jiwa di tahun2000 dan di proyeksi meningkat 2,5

kali lipat sebanyak 21,257,000 penderita pada tahun2030 (WHO,2009). Pada

tahun 2013, proporsi penduduk Indonesia yang berusia > 15 tahun dengan DM

tipe 2 adalah 6,9%. Prevelensi DM yang terdiagnosis dokter, tertinggi terdapat di

DI Yogyakarta2,6%, DKI Jakarta 2,5%, Sulawesi Utara 2,4%dan Kalimantan

Timur 2,3%. Prevelensi DM tipe 2 yang terdiagnosis dokter atau berdasarkan

gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah 3,7%, Sulawesi Utara 3,6%,

Sulawesi Selatan 3,4% dan Nusa Tenggara Timur 3,3% (Kemenkes, 2013).

Terdapat dua tipe utama Diabetes Melitus yaitu Diabetes Melitus Tipe 1

(DMT1) dan Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2). DMT1 adalah penyakit autoimun

dimana tubuh tidakdapat menghasilkan insulin dan lebih seringterjadi pada anak-

anak dan remaja. Sedangkan Diabetes Melitus (DMT2) atau yang sering disebut

dengan Non-Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) adalah gangguan

metabolisme dimana produksi insulin ada tetapi jumlahnya tidak adekuat atau

reseptor insulin tidak dapat berespon terhadap insulin. DMT2 atau DM Tipe 2

merupakan jenis DM yang jumlahnya meningkat secara signifikan didunia. Angka

insiden DM Tipe 2 berada padaangka tertinggi di Negara ekonomi berkembang.

Resiko DM tipe 2 terus meningkat di seluruh dunia karena pertambahan


penduduk, penuaan, urbanisasi dan meningkatnya prevelensi dari aktivitas fisik

dan obesitas (Javanbakht, 2011).

Diabetes Melitus juga berhubungan dengan peningkatan kejadian penyakit

makrovaskuler seperti stroke (Smeltzer dan Bare, 2008). Menurut WHO (2006),

penderita diabetes beresiko mengalami kerusakan mikrovaskuler seperti

retinopati, nefropati dan neuropati. Halini akan mengakibatkan efek terhadap

kualitashidup pasien. Penurunan kualitas hidup mempunyai hubungan yang


5

signifikan terhadap angka kesakitan dan kematian serta mempengaruhi usia

harapan hidup pasien DM.

Komplikasi yang diakibatkan karena penyakit diabetes dapat di

minimalkan dan dicegah dengan mengontrol gula darah dan menerapkan self-

management (Vaccaro et.all, 2014). Self-management adalah suatu kondisi

dimana pasien dapat mengontrol dan mengatur penyakit mereka secara mandiri,

tetapi tetap dengan dukungan dari tim medis, serta efektif jika ditinjau dari segi

biaya (Elkjaer dalam Harvey et all., 2015).

Diabetes self-management dianggap sebagai bagian terpenting dari

management penyakit diabetes, penelitian lain menunjukkan bahwa diabetes

selfmanagement dapat meningkatkan kualitas hidup pasien serta dapat mencegah

dan mengurangi komplikasi jangka panjang pada pasien (Alrahbi, 2014). Diabetes

self-management pada penderita diabetes dapat membantu mengoptimalkan

penderita untuk mengontrol metabolisme, mencegah terjadinya komplikasi akut

maupun kronis, serta dapat meningkatkan kualitas hidup penderita (Kisokanth

et.all, 2013).

Dukungan psikososial dari anggota keluarga dapat meningkatkan status

psikososial keluarga yang sakit. Dukungan penghargaan dari keluarga dapat

meningkatkan status psikososial, semangat, motivasi dan peningkatan harga diri


karena dianggap berguna dan berarti untuk keluarga sehingga membentuk

perilaku tata laksana DM Tipe 2 secara teratur yang bermuara pada peningkatan

kualitas hidup. Selain dukungan psikososial dukungan dari dimensi instrumental

dari keluarga berupa pemantauan diet, olahraga, kepatuhan pengobatan, rutin

kontrol kadar gula darah ke dokter. Dukungan dimensi instrumental yang

diberikan keluarga ke pasien DM tipe 2 berdampak pada kontrol tingkat

kepatuhan dalam pengobatan, dan kadar gula darah menjadi lebih stabil .
6

Serta pendidikan kesehatan yang dapat meningkatkan kualitas hidup

pasien DM tipe 2 yaitu memberikan penegtahuan self-managemen kepada pasiean

dan keluarga tentang tata cara perawatan kakai pada pasien DM tipe 2 dan

pengetahuan tentang diet untuk penederita diabetes tipe 2 untuk mewujudkan

kemandirian pasien dalam melakukan proses pengobatan DM tipe 2 untuk

meningkatkan kualitas hidupnya.

B. Rumusan Masalah

“Apakah terdapat hubungan antara tingkat pendidikan kesehatan dan

dukungan keluarga terhadap self-management pada pasien diabetes melitus (DM)

tipe 2.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan kajian literaratur ini adalah untuk meringkas dan Mengidentifikasi

penelitian yang meneliti pengaruh pendidikan kesehatan dan dukungan keluarga

terhadap self management diabetes melitus (DM) tipe 2.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Sebagai bahan referensi bagi peneliti dan penulis yang memiliki

keterkaitan mengembangkan penelitian ini lebih lanjut

2. Manfaat Praktisi
Sebagai masukan bagi praktisi kesehatan sebagai salah satu

alternatif pemecahan masalah self management diabetes melitus.


7

E. Kalian Pustaka

Tabel 1.1. Penelitian-penelitian dalam telaah literatur berdasarkan tujuan, metode,

dan hasil penelitian.

No Peneliti Tujuan Metode Hasil


1 Eva Menganalisis Quasi eksperimen Berdasarkan hasil
Rahayu, pengaruh DSME pada 18 sampel penelitian nilai
et.al (2014) berbasi kelurga penelitian dengan p=0,000 (p<α;
terhadap kualitas teknik purposive α=0,05). Terdapat
hidup penderita sampling. DSME pengaruh yang
DM tipe 2 di dilakukan segnifikan antara
puskesmas 2 sebanyak 3 kali program Diabetes Self-
Baturraden petemuan selama Management
3 bulan. Education berbasis
keluarga terhadap
kualitas hidup
penderita DM.

2 Sri untuk mengetahui quasi eksperimen Analisis statistik


Indrayati pengaruh dengan teknik menggunakan
(2018) pengetahuan post simple random Independent T test
diabetes self sampling. Jumlah menghasilkan
management sampel kelompok perbedaan yang
education intervensi 56 signifikan pada pasien
(DSME) responden yang diabetes mellitus
implementasi menerima perawatan diri (p =
terhadap pelaksanaan 0,000 <0,05) antara
perawatan diri DSME dan kedua kelompok.
pada pasien kelompok kontrol
diabetes melitus 44 responden yang
tidak menerima
implementasi
DSME. Analisis
statistik
menggunakan
Independent T test

Fuji menelaah artikel Artikel Dukungan keluarga


3 Rahmawati penelitian yang dikumpulkan dari mempunyai pengaruh
et.al (2017) meneliti tentang jurnal-jurnal positif terhadap
pengaruh elektronik dari kualitas hidup pasien
dukungan EBSCOHost, DM Tipe 2.
keluarga terhadap ProQuest,
pasien DM tipe 2. PubMed, dan studi
8

pustaka,
menggunakan kata
kunci dukungan
keluarga, kualitas
hidup, dan
diabetes mellitus
tipe 2.

4 Rasyidah mengetahui penelitian sebagian besar


AZ (2018) hubungan kuantitatif dengan (53,1%) menunjukkan
dukungan metode cross dukungan keluarga
keluarga terhadap sectional, sampel baik, dan (53,1%)
perilaku self- berjumlah 81 menunjukkan
management pada responden yang dilakukannya perilaku
pasien Diabetes diambil dengan self-management. Ada
melitus Tipe II di teknik sampel hubungan yang
Puskesmas purposive bermakna antara
Simpang IV Sipin sampling. Hasil dukungan keluarga
Kota Jambi. penelitian dengan perilaku self-
dianalisis secara management pada
univariat dan pasien Diabetes
bivariat dengan uji Mellitus Tipe II di
statistik chi square Puskesmas Simpang
IV Sipin Kota Jambi
dengan p-value =
0,019.

5 Fatmah untuk mengetahui analitik cross- Ada korelasi antara


Nuraisyah hubungan antara sectional dengan adanya dukungan
at,al,(2017) dukungan ukuran sampel keluarga dan
keluarga dalam 150 pasien dengan komplikasi dengan
hal empat diabetes mellitus kualitas hidup pasien
dimensi tipe 2. Analisis diabetes mellitus. Ada
(emosional, data menggunakan korelasi dimensi
penilaian, koefisien korelasi emosional, pemberian,
instrumental , dan Pearson, dan instrumental
informasi) untuk independent t-test dukungan keluarga
kualitas hidup dan uji regresi terhadap kualitas hidup
pasien diabetes linier sederhana pasien diabetes
tipe 2 mellitus

6 Mohammad untuk menilai desain Perilaku manajemen


Abuadas status perilaku korelasional perawatan diri yang
RN MSN, manajemen deskriptif, sampel paling sering
PhD (2015) perawatan elf kenyamanan 149 dilakukan adalah
diabetes di antara pasien Yordania pemberian obat diikuti
9

pasien Yordania dengan tipe dua dengan perawatan


dengan DM2 dan diabetes Mellitus kaki, kepatuhan diet,
hubungannya yang dirawat oleh olahraga, dan perilaku
dengan variabel Pusat Diabetes yang paling sedikit
demografi Khusus di dilakukan adalah tes
Amman-Jordan glukosa darah
berpartisipasi
dalam penelitian
ini
10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Self-management

1. Definisi

Self-management suatu keterlibatan individu didalam kegiatan maupun

praktek yang bertujuan mempertahankan dan meningkatkan kesehatan,

kesejahteraan dengan membuat penderita aktif dan berpartisipasi dalam

mengambil keputusan perihal program khusus untuk pengobatan mereka;


membangun dan mempertahankan kemitraan atau hubungan dengan orang

yang terlibat dalam membantu mengatasi meningkatkan kesehatan serta

memiliki kapasitas pengetahuan, sumber daya dan kepercayaan diri yang baik

dalam mengelola dampak dari masalah kesehatan mereka, fungsi sehari-hari

seperti mengontrol emosi dan hubungan interpersonal (Quensland Health

dalam Primanda & Kritpracha, 2012).

Self-management adalah suatu perilaku terampil, menekankan pada

peran, serta tanggung jawan individu dalam pengelolaan penyakitnya sendiri


(Kisokanth et al., 2013). Proses ini biasanya difasilitasi oleh tenaga kesehatan

yang sudah terlatih dalam menangani program terkait self-management,

dukungan keluarga merupakan bagian terpenting dari terlaksananya program

(Primanda & Kritpracha, 2012).

Tujuan dari self-management adalah mempertahankan kesejahteraan

dalam segala dimensi salah satunya adalah psikologis (Peñarrieta et al., 2015).

Onuoha dan Ezenwaka (2014) menuliskan bahwa Diabetes Self-management

merupakan salah satu strategi yang tepat untuk mengendalikan penyakit DM.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan di Eropa menunjukkan bahwa

10
11

pengetahuan, dukunga, motivasi dan pemberdayaan merupakan faktor penting

yang mempengaruh self-management pada pasien diabetes.

Self-management didefinisikan sebagai suatu konteks kesejahteraan

keluarga yang menuju kedinamisan dan berkelanjutan dalam hal kontrol diri,

evaluasi, serta merubah perspektif mengenai kondisi sakit menjadi sehat.

Beberapa bukti saat ini menunjukkan bahwa individu yang terlibat dalam

perilkau self-managemment terbukti dapat meningkatkan kesehatan mereka.

Bentuk dasar dari Self-management dan perawatan diabetes membutuhkan

pengetahuan, keterampilan, serta motifasi, karena program ini berisi modifikasi

diet, monitoring dari kadar glukosa dalam darah, serta peningkatan olahraga

yang dilakukan (Carolan, 2014). Jadi, self-management adalah suatu program

yang dapat meningkatkant keterampilan yang dimiliki oleh pasien dengan

diabetes melitus dalam hal mengontrol dan mengatur penyakit mereka.

2. Faktor yang dapat meningkatkan self-management Diabetes Melitus

Hasil identifikasi bahwa usia, jenis kelamin, pendapatan, pendidikan,

dukungan sosial, keparahan gejala dan komorbiditas merupakan beberapafaktor

yang dapat mempengaruhi self-management pada pasien dengan penyakit

kronis, salah satunya penyakit DM (Peñarrieta et al., 2015).

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi diabetes self-


management seseorang, faktor-faktor ini dijelaskan oleh (Kisokanth et.all,

2013) sebagi berikut:

a. Edukasi

Self-management dapat tercapai dengan dengan edukasi terkait

diabetes self-management (Norris et.all dalam Adwan & Najjar 2013).

Edukasi dapat menyiapkan pasien terkait penyakitnya dan bagaimana pasien

harus berprilaku, memberikan pengetahuan bagaimana cara merubaha gaya


12

hidup (Kisokanth et.all, 2013). Harapan dari edukasi ini adalah agar pasien

dapat lebih memahami terkait penyakitnya dan dapat berperan aktif dalam

perawatan diabetes. Pengetahuan serta pemahaman yang baik merupakan

komponen terpenting untuk memberikan kesadaran pada pasien mengenai

self-management pada penyakit mereka (Kisokanth et.all, 2013).

b. Self monitoring of blood glucose (SBMG)

Self monitoring of blood glucose (SBMG) dan mengukur tekanan

darah merupakan komponenen terpenting untuk memantau kondisi

penderita (Upadhyay et.all dalam Kisokanth et.all 2013). Monitoring

terhadap glukosa darah merupakan hal penting pada pasien DMT2,

penderita akan lebih mandiri dalam menangani penyakit mereka dengan

cara memonitori kadar glukosa darah. mereka akan mendapatkan

pemahaman yang baik terkait faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

penyakit mereka sehingga mereka dapat merasakan kualitas hidup yang

lebih baik (Kisokanth et.all, 2013).

c. Kebudayaan

Kebudayaan sangat berpengaruh dalam kesehatan serta dapat

mempengaruhi tujuan dari kesembuhan DM (Kisokanth et.all, 2013).

Beberapa jenis etnis tertentu dan kelompok minoritas disuatu daerah


biasanya akan dapat mempengaruhi sikap, kepercayaan, dan nilai-nilai

terkait kesehatan (Catherine et.all dalam Kisokanth et.all 2013).

d. Dukungan keluarga

Ketika keluarga terlibata dalam proses self-management mereka dapat

memberikan dukungan yang nantinya akan dapat membantu mencapai

tujuan pengobatan (Aklima et.all, 2012). Pasien dengan tingkat dukungan

keluarga yang baik menunjukkan perilaku self-management yang baik


13

(Rosland dalam Aklima et.all 2012). (Bodenheimer et.all dalam Aklima

et.all 2012) juga menjelaskan mengenai karakter dari keluarga yang sehat

meliputi komunikasi yang baik, perilaku saling mendukung seperti

memberikan kepercayaan, menghibur dan bermain, berbagi tanggung jawab,

bersedia menolong anggota keluarga lainnya dalam menyelesaikan

masalahnya. Anggota keluarga dapat mendukung kegiatan self-management

pasien dengan meningkatkan kesadaran pasien dan membantu pasien dalam

menentukan tujuan dari pengobatan serta rencana yang akan dilakukan

(California Health Care foundation dalam Aklima et.all 2012).

Terdapat beberapa faktor yang dapat menjadi penghalang atau

pengganggu bagi pasien dalam menjalankan self-management, hal ini

dijelaskan oleh (Kisokanth et.all, 2013) sebagai berikut:

a. Tingkat pengetahuan pasien

Kurangnya tingkat pengetahuan merupakan penghalang bagi

pasien DM dalam mengelola self-management. Pengetahuan mengenai

perawatan DM harus berhubungan dengan aktivitas seperti meminum

obat, diet, latihan, monitor gula darah. pasien dengan tingkat

pengetahuan rendah mengenai penyakit mereka akan kesusahan untuk

mempelajari skill yang dibutuhkan dalam perawatana DM untuk tetap


dapat mengontrol glukosa darah (Kisokanth et.all, 2013).

b. Motivasi dan faktor psikologis

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa motivasi merupakan penghalang

terbesar untuk melakukan self-management DM. Motivasi merupakan faktor

ekstrinsik yang meliputi tipe motivasi yang disediakan oleh tim medis. Beberapa

penelitian menunjukkan mengenai efek negatif terhadap individu dalam mengurus


14

diri mereka. Pasien menjadi tidak tertarik dan tidak ingin membuat keputusan

untuk mampu menyelesaikan pengobatan (Ahola dalam Kisokanth et.all, 2013).

B. Dukungan keluarga

1. Definisi dukungan keluarga

Sudiharto (2007) dalam bukunya mengatakan bahwa keluarga adalah

suatu hubungan yang terbentuk oleh dua orang atau lebih berdasarkan ikatan

perkawinan sah, dimana dalam hubungan itu terjadi timbal balik yang dapat

memenuhi kebutuhan hidup spiritual, dan materi yang layak, saling

mengingatkan untuk bertakwa kepada Tuhan serta dapat terciptanya hubungan

yang selaras dan seimbang antara anggota keluarga, masyarakat serta

lingkungannya. Pernyataan yang hampir sama ditulis oleh (Friedman, 2014)

dalam bukunya bahwa keluarga merupakan suatu hubungan kebersamaan dan

kedekatan yang dilandaskan kedekatan emosional serta mengidentifikasi diri

sebagai bagian dari anggota keluarga.

Pemerintah sendiri memasukkan pengertian terkait dukungan keluarga

dalam undang- undang No. 10 tahun 1992 bahwa keluarga adalah baagian atau

unit terkecil didalam masyarakat dimana didalamnya terdapat suami, istri, dan

anaknya atau, suami dengan anaknya dan istri dengan anaknya.

Jaringan sosial yang dimana didalamnya termasuk keluarga dan teman


terdekat merupakan sumber dukungan untuk pasien diabetes dan dapat

mebantu pasien DM dalam menurunkan resiko komplikasi, salah satunya

komplikasi psikologis (Garousi, 2013).

Dukungan keluarga didefinisikan sebagai suatu hubungan

interpersonal dengan tujuan saling memberikan dukungan emosional,

dukungan informasi, dukungan instrumental untuk individu yang lainnya

(Gamarra dalam Vaccaro, Exebio, Zarini, & Huffman, 2014).


15

(Friedman et.all, 2010) mendefinisikan dukungan keluarga sebagai

sebuah sistem sosial kecil yang taerbuka dan terdiri atas suatu rangkaian

dimana rangkaian itu saling bergantung dan berkaitan serta saling

mempengaruhi oleh struktural internal maupun eksternal.

U.S Bureu of the Census dalam (Friedman et.all, 2010)

mendefinisikan keluarga sebagai keluarga tradisional yang terdiri dari individu

yang berkelompok dan berkumpul karena ikatan pernikahan, darah, atau adopsi

dan tinggal didalam suatu rumah tangga yang sama.

2. Fungsi keluarga

Penelitian yang dilakukan oleh Luo, et al (2015) dalam jurnal yang di

teliti mengenai faktor yang mempengaruhi self-management pada pasien

DMT2 di daerah cina menyebutkan bahwa dalam kebudayaan cina, ikatan

keluarga yang kuat dan memilik kedekatan yang baik sangatlah penting (Liu

dalam Luo et al., 2015). Keluarga yang memiliki kedekatan yang baik akan

saling memberikan dukungan, memberikan kesempatan untuk keluarga yang

sakit mengekspresikan perasaan dan kekhawatiran terkait penyakit yang


diderita (Xu dalam Luo et al., 2015). Ketika diabetes self-management

dipandang sebagai tanggung jawab bersama oleh seluruh keluarga, maka

pasien kemungkinan akan lebih percaya diri dan lebih mudah dalam mengelola

penyakit diabetes (Wan dalam Luo et al., 2015).

Oleh karena itu perlunya keterlibatan anggota keluarga dalam

membantu terlaksananya diabetes self-management (Xu dalam Luo et al.,

2015). Diabetes self-management akan menjadi lebih susah dan lebih

menantang pada penderita diabetes yang hidup sendiri tanpa didampingi oleh

anggota keluarga (Luo et al., 2015).


16

Fungsi keluarga sendiri sudah dijelaskan oleh (Friedman, 2010) dalam

bukunya sebagai berikut:

a. Fungsi afektif

Fungsi ini berfungsi untuk memeprtahankan keperibadian serta

memfasilitasi dalam hal kestabilan keperibadian/ psikologis anggota

keluarga lainnya. Fungsi ini merupakan fungsi dasar dan paling dalam

sebuah keluarga. Duvall dalam Friedman et.all (2010) mengatakan bahwa

kebahagian suatu keluarga dapat diukur dari kekuatan cinta yang diberikan

oleh anggota keluarga lainnya. Yang terpenting, fungsi ini berhubungan

dengan persepsi suaru keluarga dan kepedulian terhadap kebutuhan

sosioemosional seluruh anggota keluarga (Friedman et.all) (2010).

b. Fungsi sosialisasi dan status sosial

Fungsi ini menggambarkan seberapa banyak keluarga dapat

memberikan pengalaman belajar terkait bagaimana menjalankan fungsi dan

peran sosial. Fungsi ini juga mengajarkan terkait kendali dan nilai-nilai

dengan mengajarkan hal yang salah dan benar. Ada nilai-nilai moral yang

diajarkan dan ditanamkan pada fungsi ini, sehingga fungsi ini merupakan

pondasi dalam keluarga (Friedman et.all) (2010).

c. Fungsi reproduksi
Salah satu fungsi dari keluarga adalah fungsi reproduksi. Dimana

fungsi ini dapat menyediakan anggota baru didalam keluarga (Leslie &

Korman dalam Friedman et.all) (2010). Fungsi ini merupakan fungsi primer

dalam keluarga (Friedman et.all) (2010).

d. Fungsi ekonomi

Fungsi ini merupakan fungsi dimana keluarga dapat menyediakan

sumber daya yang cukup seperti kebutuhan finansial, ruang serta materi.
17

Fungsi ini juga mencakup pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, papan,

serta perawatan kesehatan yang adekuat (Friedman et.all) (2010).

e. Fungsi perawatan kesehatan

Fungsi ini merupakan fungsi dimana keluarga menyediakan makanan,

pakaian, tempat tinggal, perawatan kesehatan, dan perlindungan terhadap

bahaya (Friedman et.all) (2010)

Fungsi keluarga lainnya dijelaskan oleh Effendy (1998) sebagai

berikut:

a. Fungsi biologis

1) Dapat eneruskan keturunan

2) Memelihara dan membesarkan anak

3) Membantu memenuhi kebutuhan gizi keluarga

4) Membantu merawat dan memelihara anggota keluarga

b. Fungsi psikologis

1) Memberikan rasa kasih sayang dan rasa aman

2)Membagikan dan memberikan perhatian untuk semua anggota keluarga

3) Membantu dan menemani anggota keluarga dalam fase pendewasaan

karakter dan keperibadian

4) Memberikan identitas untuk anggota keluarga


c. Fungsi sosialisasi

1) Membentuk dan membina hubungan sosial yang baik dengan anggota

keluarga.

2) Meneruskan nilai-nilai budaya didalam keluarga.

d. Fungsi ekonomi

1) Mengumpulkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

2) Mengatur keuangan keluarga untuk mencukupi kebutuhan keluarga


18

3)Menyisihkan sebagian hasil atau upah untuk ditabung agar dapat

memenuhi kebutuhan keluarga dimasa yang akan datang

e. Fungsi pendidikan

1) Menyekolahkan anggota keluarga, untuk dapat memebrikan

pengetahuan, keterampilan dan membentuk perilaku anak sesuai

dengan bakat dan minat.

2) Mempersiapkan anggota keluarga untuk kehidupan dimasa yang akan

datang.

Keluarga memiliki cara tersendiri untuk mendukung anggota

keluarga lainnya. Tanuja dalam Kaur et.all (2015) menjelaskan bahwa,

keluarga dapat memberikan dukungan dalam hal ekonomi, emosional

dan sosial pada individu. Dukungan sosial keluarga dijelaskan oleh

Friedman (2010) sebagai dukungan sosial yang dirasakan oleh

anggota keluarga dan dapat diakses House dan Khan dalam Friedman

et.all (2010) menjelaskan bahwa dukungan sosial yang diberikan oleh

keluarga terbagi kedalam empat tipe dukungan keluarga yaitu:

1) Dukungan Instrumental

Friedman menjelaskan dalam Wurtiningsih (2012) bahwa

dukungan jenis ini adalah bagaimana keluarga memberikan fasilitas-


fasilitas serta bantuan kepada pasien selama perawatan seperti

menyediakan dana kesehatan, pengobatan serta kebaikan keluarga

dalam menggantikan pekerjaan rumah yang biasa dikerjakan oleh

pesien.

2) Dukungan Informasional

Caplan dalam Friedman (2010) menjelaskan bahwa dukungan

infomasioanal dapat diberikan oleh keluarga berupa penyebaran


19

informasi terkait dunia maupun terkait sumber perawatan yang dapat

ditemui dikomuniatas. Dukungan ini

3) Dukungan Penilaian

Caplan dalam Friedman (2010) menjelaskan dalam bukunya

bahwa dukungan jenis ini merupakan dukungan yang diberikan oleh

keluarga dimana keluarga dapat memberikan bantuan kepada anggota

lainnya dengan bertindak sebagai sistem pembimbing umpan balik,

membantu dalam hal pemecahan masalah, , serta sebagai sumber

validator identitas keluarga (Friedman et.all) (2010).

4) Dukungan Emosional

Caplan dalam Friedman (2010) menjelaskan mengenai

dukungan keluarga jenis ini, bahwa dukungan emosional berfungsi

sebagai tempat peristirahatan, tempat pemulihan dan dan membantu

dalam hal mengkondisikan kestabilan emosi dan peningkatan moral

keluarga.

3. Faktor yang dapat mempengaruhi dukungan keluarga


Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga dijelaskan oleh

Sutadi dalam Amelia, dkk (2014) meliputi faktor ekstrnal dan faktor internal.

Faktor internal meliputi tahap perkembangan pendidikan atau tingkat

pengetahuan, serta faktor emosi dan faktor spiritual. Faktor ekternal meliputi

faktor dilingkungan keluarga, sosial ekonomi serta latar belakang budaya.

Walsh dalam Friedman (2010) menjelaskan mengenai beberapa faktor

yang dapat mempengaruhi dukungan keluarga yaitu:

a. Keyakinan keluarga terhadap layanan professional, dalam hal ini adalah tim

kesehatan dalam memeberikan pelayanan sehingga keluarga cendrung


20

membiarkan kondisi keluarga lainnya tanpa menanyakan dan emeberikan

perhatian lebih pada anggota keluarga yang sedang sakit.

b. Anggapan salah keluarga bahwa, selama ini keluarga sudah menjadi tempat

meningkatkan pertahanan, keluarga sudah memeberikan dukungan dan

perhatian makada dari itu keluarga beranggapan bahwa memeberikan

kesempatan untuk anggota keluarga lainnya agar lebih mandiri. Serta

adanya perasaan dari pasien atau anggota lain yang sakit bahwa, meminta

bantuan atau dukungan merupakan salah satu bentuk kelemahan (Friedman,

2010).

C. Diabetes Self-Management Education (DSME) dan Pendidikan Kesehatan

A. Dibetes Self-Management Education (DSME)

1. Definisi DSME

Diabetes Self-Management Education (DSME) adalah suatu proses

berkelanjutan yang dilakukan untuk memfasilitasi pengetahuan, keterampilan,

dan kemampuan pasien DM untuk elakukan perawatan mandiri (Funnell

et.al.,2008). Menurut Sidani & Fan (2009), DSME merukan suatu proses

pemeberian edukasi kepada pasien mengenai aplikasi strategi perawatan diri

secara mandiri untuk mengoptimalkan kontrol metabolik, mencegah

komplikasi, dan memperbaiki kualitas hidup pasien DM.


2.Tujuan DSME

Tujuan DSME adalah mengoptimalkan kontrol metabolik dan kualitas

hidup pasien dala upaya mencegah komplikasi akut dan kronis, sekaligus

mengurangi biaya perawatan klinis (Norris et,al., 2002). Menurut Funnell

et,al,.(2008) tujuan umum DSME adalah mendukung pengmbilan keputusan,

perawatan diri, pemecahan masalah, dan kolaborasi aktif dengan tim kesehatan

untuk meningkatkan hasil klinis, status kesehatan, dan kualitas hidup.


21

3. Prinsip DSME

Prinsip DSME menurut Funnell et.al.(2008) adalah pendidikan

kesehatan DM efektif dalam memperbaiki hasil klinis dan kualitas hidup pasien

meskipun dalam jangka pendek, DSME telah berkembang dari model

pengajaran primer menadi lebih teoritis yang berdasarkan pada model

pemberdayaan pasien, tidak program edukasi yang terbaik namun program

edukasi yang menggabungkan strategi prilaku dan psikososial terbukti dapat

memperbaiki hasil klinis, dukungan yang berkelanjutan merupakan aspek yang

sangat penting untuk mempertahankan kemajuan yang diperoleh pasien selam

DSME, dan penetapan tujuan-prilaku adalah strategi efektif mendukung

selfcare behaviour.

4. Standar DSME

DSME memiliki 10 standar yang terbagi menjadi 3 domain (Funnell

et.al,.2008; Haas et.sl,.2012) yaitu :

a. Struktur

1) Standar 1 (internal structure) : DSME merupakan struktur organisasi,

misi, dan tujuan yang menjadikan DSME sebagai bagian dari perawatan

untuk pasien DM.

2) Standar 2 (eksternal input) : Kesatuan DSME harus menunjukan suatu tim


untuk mempromusikan kualitas DSME. Tim tersebut harus terdiri dari

tenaga kesehatan, pasien DM, komunitas dan pembuat kebijakan.

3) Standar 3 (access) : Kesatuan DSME akan mengidentifikasi kebutuhan

pendidikan kesehatan merupakan upaya untuk mendukung peningkatan

kualitas hidup bagi pasien DM. DSME mengidentifikasi kebutuhan

pendidikan kesehatan dari populasi target dan sumber-sumber yang

dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.


22

4) Satandar 4 (program coordination) : Koordinator DSME akan di tunjuk

untuk mengawasi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi DSME.

Koordinator yang dtunjuk harus memiliki kemampuan akademik dan

pengalaman dalam perawatan penyakit kronis dan manajemen program

edukasi.

b. Proses

1) Standar 5 (instructional staff) : DSME DSME dapat dilakukan oleh satu

atau lebih tenaga kesehatan. Edukator DSME harus memiliki kemampuan

akedemik dan pengalaman dalam memberikan edukasi dan manajemen

DM atau harus memiliki sertifikat sebagai edukator. Edukator DSME

mempersiapkan materi yang aan disampaikan secara berkelanjutan.

2) Standar 6 (curriculum) : Penyusun kurikulum harus menggmbarkan fakta

DM, petunjuk praktek, dengan kriteria untuk hasil evaluasi dann akan

digunakan sebagai kerangka kerja DSME. Pengkajian kebutuhan pasien

DM dan pre-DM akan mengidentifikasi informasi-informasi yang harus

diberikan kepada pasien.

3) Standar 7 (individualization) : Pengkajian individu dan perencanaan

edukasi akam dilakukan oleh kolaborasi antara pasien dan edukator untuk

menentukan pendekatan pelaksanaan DSME dan strategi dalam


mendukung manjemen pasien. Strategi yang digunakan adalah

mempertimbangkan aspek buadaya dan etnis pasien, usia, pengetahuan,

keyakinan, dan sikap, kemampuan belajar, keterbatasan fisik, dukungan

keluarga, dan status finansial pasien. Pengkajian, perencanaan edukasi.

4) Standar 8 (ongoing support) : Perencanaan follow-up pasien untuk

mendukung DSME akan dilakukan dengan kolaborasi antara pasien


23

danedukator. Hasil follow-up tersebut akan diinformasikan kepada seluruh

pihak yang terlibat dalam DSME.

C. Hasil

1) Standar 9 (patient progress) : Kestuan DSME akan mengukur

keberhasilan pasien dalam mencapai keberhaislan pasien dalam mencapai

tujuan dan hasil klinis pasien dengan menggunakan teknik pengukuran

yang tepat untuk mengevaluasi efektifitas dari DSME.

2) Standar 10 (quality improvent) : Kualitas DSME akan mengukur

efektifitas proses edukasi dan mengidentifikasi peluang untuk perbaikan

DSME dengan menggunakan perencanaan perbaikan kualitas DSME

secara berkelanjutan yang menggambarkan peningkatan kualitas

berdasarkan kriteria hasil yang dicapai.

5. Komponen DSME

Menurut Schumacher dan jancsonvile (2005 dalam Rondhianto, 2011)

komponen dalam DSME yaitu :

a. Pengetahuan dasar tentang diabetes, meliputi defenisi, patofisiologi dasar,

alasan pengobatan, dan komplikasi diabetes.

b. Pengobatan, meliputi, definisi, tipe, dosis, dan cara enyimpan. Penggunaan

insulin meliputi dosis, jenis insulin, cara penyuntikan, dan lainnya.


Penggunaan Obat Hipoglikemik Oral (OHO) meliputi dosis, waktu

minum, dan lainnya.

c. Monitoring , meliputi penjelasan monitoring yang perlu dilakukan,

pengertian, tujuan, dan hasil dari monitoring, dampak hasil dan strategi

lanjut, peralatan yang digunakan dalam monitoring, frekuensi, dan waktu

pemeriksaan.
24

d. Nutrisi, meliputi fungsi nutrisi bagi tubuh, penegetahuan diet, kebutuhan

kalori, jadwal makan, manajemen nutrisi saat sakit, kontrol berat badan,

gangguan makan dan lainnya.

e. Olahraga dan aktivitas, meliputi kebutuhan evaluasi kondisi medis

sebelum melakukan olahraga, penggunaan alas kaki, dan alat pelindung

saat berolahraga, pemeriksaan kaki dan alas kaki yang digunakan dan

pengetahuan pengobatan.

f. Stres dan psikososial, meliputi identifikasi faktor yang menyebabkan

terjadinya stres, dukungan keluarga dan lingkungan dalam kepatuhan

pengobatan.

g. Perawtan kaki, meliputi insiden gangguan pada kaki, penyebab, tanda dan

gejala, cara mencegah, kompilkasi, pengobatan, rekomendasi pada pasien

jadwal pemeriksaan berkala.

h. Sistem pelayanan kesehatan dan sumber daya, meliputi pemberian

informasi tentang tenaga kesehatan dan sistem pelayanan kesehatan yng

ada di lingkungann pasien yang dapat membantu pasien.

6. Tingkat Pembelajaran DSME

Menurut Jones et.al.,(2008) tingkat pembelajaran DSME terbagi menjadi

tiga tingkatan, yaitu :


a. Survival/basic level

Edukasi yang diberikan kepada pasien pada tingkat ini meliputi

pengetahuan, keterampilan dan motivasi untuk melakuakan perawatan diri

dalam upaya mencegah, pengidentifikasi dan mengobati konmplikasi

jangka pendek.
25

b. Intermediate level

Edukasi yang diberikan kepda pasien pada tingkat ini meliputi

pengetahuan, keterampilan dan motivasi untuk melakukan perawatan diri

dalam upaya mencapai kontrol metabolik yang direkomendasikan,

mengurangi resiko jangka panjang dan memfasilitasi penyesuaian hidup

pasien.

c. Advanced level

Edukasi yang diberikan kepada pasien pada tingkat ini meliputi

penngetahuan, keterampilan dan mtivasi untuk melakukan perawatan diri

dalam upaya mendukung manajemen DM secara intensif untuk kontrol

metabolik yang optimal, dan integrasi penuh kedalam kegiatan perawatan

kehidupan apsien.

7. Pelaksanaan DSME

DSME dapat dilaksanakan secara individu maupun kelompok baik di

klinik maupun di komunitas (Norris et.al,. 2002). Pelaksanaan DSME dapat

dilkukan sebanyak 4 sesi denag durasi waktu antara 1-2 jam untuk tiap sesi

(Central Dupage Hospital, 2011), yaitu :

a. Sesi 1 membahas tentang pengetahuan dasar tentang DM (definisi,

etiologi, klasifikasi,etiologi,menifestasi klinik, patofisiologi, diagnosis,


pencegahan, pengobatan,komplikasi).

b. Sesi 2 membahas pengaturan nutrisi/diet dan aktivitas/latihan fisik yang

dapat dilakukan

c. Sesi 3 membahas perawatan kaki dan monitoring yang peru dilkukan.

d. Sesi 4 membahas anajemen stres dan dukungan psikososial, dan akses

pasien terhadap fasilitas pelayanan kesehatan.


26

B. Pendidikan Kesehatan

1. Pengertian Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan dalam arti pendidikan. secara umum adalah

segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik

individu, kelompok, atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang

diharapkan oleh pelaku pendidikan atau promosi kesehatan. Dan batasan ini

tersirat unsure-unsur input (sasaran dan pendidik dari pendidikan), proses

(upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain) dan output

(melakukan apa yang diharapkan). Hasil yang diharapkan dari suatu promosi

atau pendidikan kesehatan adalah perilaku kesehatan, atau perilaku untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan yang kondusif oleh sasaran dari

promosi kesehatan. (Notoadmojo, 2012)

2. Teori Precede-Proceed digunakan dalam promosi kesehatan

Dikutip dari Fertman pada tahun 2010 bahwa pendekatan terkenal

untuk perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dalam program pendidikan

kesehatan adalah model Precede-Proceed yang dikemukakan oleh Green &

Kreuter pada tahun 2005. Bagian Precede pada model (fase 1-4) berfokus pada

perencanaan program dan bagian proceed (fase 5-8) berfokus pada pelaksanaa

dan evaluasi. Delapan fase dari model pedoman perencanaan dalam membuat
program promosi kesehatan, dimulai dengan keluaran yang lebih umum dan

berubah menjadi keluaran yang lebih spesifik. Pada akhirnya, proses

memimpin untuk membuat program, menghantarkan program dan

mengevaluasi program.
27

Fase 1: Diagnosis Sosial

Dalam fase ini, program menentukan bagaimana kualitas hidup dari

masyarakat tersebut secara spesifik., Untuk mengetahui masalah itu maka

sering digunakan indikator sosial dari kesehatan dalam populasi spesifik

(contohnya derajat kemiskinan, rata-rata kriminalitas, ketidakhadiran, atau

tingkat pendidikan yang rendah) yang berefek kepada kesehatan dan kualitas

hidup.

Fase 2: Diagnosis epidemiologi

Masalah sosial pada fase pertama dalam hal kesehatan adalah hal yang

dapat mempengaruhi kualitas kehidupan masyarakat. Dalam fase ke-2 ini

program mengidentifikasi faktor kesehatan atau faktor lain yang berperan

dalam perburukan kualitas hidup.

Fase 3: Penilaian Pendidikan dan Ekologis

Fokus dalam fase 3 bergantian menjadi faktor mediasi yang dapat

mendorong atau penghindar sebuah lingkungan positif atau perilaku positif.

Faktor-faktor ini dikelompokan kedalam tiga kategori: faktor-faktor

predisposisi, faktor-faktor pemungkin dan faktor-faktor penguat (Green &

Kreuter, 2005).

Fase 4: Administrasi & Penilaian Kebijakan & Keselarasan Intervensi


Pada fase ini berisi tentang upaya untuk memperbaiki status kesehatan

dapat didukung atau dihambat oleh peraturan dan kebijakan yang ada.

Sehingga dapat dilihat bahwa fokus utama dalam administrasi dan penilaian

kebijakan dan keselarasan intervensi dalam fase ke empat adalah pemastian

kenyatan, unuk meyakinkan bahwa ini ada dalam aturan (sekolah, tempar

kerja, organisasi pelayanan kesehatan, atau komunitas) semua dukungan yang


28

memungkinkan, pendanaan, kepribadian, fasilitas, kebijakan dan sumber daya

lainnya akan ditampilkan untuk mengembangkan dan pelaksanaan program.

Fase 5: Implementasi atau Pelaksanaan

Penyampaian program terjadi selama fase 5. Juga, proses evaluasi (fase

6), yang mana dalam fase evaluasi yang pertama, terjadi dengan simultas

dengan pelaksanaan program.

Fase 6: Proses Evaluasi

Proses evaluasi adalah sebuah evalusi yang formatif, sesuatu yang

muncul selama pelaksanaan program.

Fase 7: Pengaruh Evaluasi

Fokus dalam fase ini adalah evaluasi sumatif, yang diukur setelah

program selesai, untuk mencari tahu pengaruh interfensi dalam prilaku atau

lingkungan.

Fase 8: Hasil atau Keluaran Evaluasi

Fokus dari fase evualusi terakhir sama dengan fokus ketika semua

proses berjalan – indikator evaluasi dalam kualitas hidup dan derajat kesehatan.

3. Tujuan Pendidikan Kesehatan

Promosi kesehatan mempengaruhi 3 faktor penyebab terbentuknya

perilaku tersebut Green dalam (Notoadmojo, 2012) yaitu :


a. Promosi kesehatan dalam faktor-faktor predisposisi

Promosi kesehatan bertujuan untuk mengunggah kesadaran,

memberikan atau meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang

pemeliharaan dan penigkatan kesehatan bagi dirinya sendiri, keluarganya

maupun masyarakatnya. Disamping itu, dalam konteks promosi kesehatan

juga memberikan pengertian tentang tradisi, kepercayaan masyarakat dan

sebagainya, baik yang merugikan maupun yang menguntungkan


29

kesehatan. Bentuk promosi ini dilakukan dengan penyuluhan kesehatan,

pameran kesehatan, iklan-iklan layanan kesehatan, billboard, dan

sebagainya.

b. Promosi kesehatan dalam faktor-faktor enabling (penguat)

Bentuk promosi kesehatan ini dilakukan agar masyarakat dapat

memberdayakan masyarakat agar mampu mengadakan sarana dan

prasarana kesehatan dengan cara memberikan kemampuan dengan cara

bantuan teknik, memberikan arahan, dan cara-cara mencari dana untuk

pengadaan sarana dan prasarana.

c. Promosi kesehatan dalam faktor reinforcing (pemungkin)

Promosi kesehatan pada faktor ini bermaksud untuk mengadakan

pelatihan bagi tokoh agama, tokoh masyarakat, dan petugas kesehatan

sendiri dengan tujuan agar sikap dan perilaku petugas dapat menjadi

teladan, contoh atau acuan bagi masyarakat tentang hidup sehat.

4. Faktor – faktor yang mempengaruhi pendidikan kesehatan

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar pendidikan kesehatan

dapat mencapai sasaran (Saragih, 2010) yaitu :

a. Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap


informasi baru yang diterimanya. Maka dapat dikatakan bahwa semakin

tinggi tingkat pendidikannya, semakin mudah seseorang menerima

informasi yang didapatnya.

b. Tingkat Sosial Ekonomi

Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah

pula dalam menerima informasi baru.


30

c. Adat Istiadat

Masyarakat kita masih sangat menghargai dan menganggap adat

istiadat sebagai sesuatu yang tidak boleh diabaikan.

d. Kepercayaan Masyarakat

Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan oleh

orang-orang yang sudah mereka kenal, karena sudah ada kepercayaan

masyarakat dengan penyampai informasi.

e. Ketersediaan waktu di masyarakat

Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat

aktifitas masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat

dalam penyuluhan.

5. Metode Pendidikan Kesehatan

Menurut Notoadmojo (2012), berdasarkan pendekatan sasaran yang

ingin dicapai, penggolongan metode pendidikan ada 3 (tiga) yaitu:

a. Metode berdasarkan pendekatan perorangan

Metode ini bersifat individual dan biasanya digunakan untuk

membina perilaku baru, atau membina seorang yang mulai tertarik pada

suatu perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakannya pendekatan

individual ini karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan yang
berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru

tersebut. Ada 2 bentuk pendekatannya yaitu :

1. Bimbingan dan penyuluhan (Guidance and Counceling)

2. Wawancara

b. Metode berdasarkan pendekatan kelompok

Penyuluh berhubungan dengan sasaran secara kelompok. Dalam

penyampaian promosi kesehatan dengan metode ini kita perlu


31

mempertimbangkan besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan

formal dari sasaran. Ada 2 jenis tergantung besarnya kelompok, yaitu :

1. Kelompok besar
2. Kelompok kecil

c. Metode berdasarkan pendekatan massa

Metode pendekatan massa ini cocok untuk mengkomunikasikan

pesan- pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat. Sehingga

sasaran dari metode ini bersifat umum, dalam arti tidak membedakan
golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status social ekonomi, tingkat

pendidikan, dan sebagainya, sehingga pesan-pesan kesehatan yang ingin

disampaikan harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap

oleh massa.

6. Media Pendidikan

Media sebagai alat bantu menyampaikan pesan-pesan kesehatan. Alat-

alat bantu tersebut mempunyai fungsi sebagai berikut (Notoadmojo, 2012) :

a. Menimbulkan minat sasaran pendidikan

b. Mencapai sasaran yang lebih banyak

c. Membantu dalam mengatasi banyak hambatan dalam pemahaman

d. Menstimulasi sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan –pesan yang

diterima oran lain

e. Mempermudah penyampaian bahan atau informasi kesehatan

f. Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran/ masyarakat

g.Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih

mendalami, dan akhirnya mendapatkan pengertian yang lebih baik

h. Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh


32

Dengan kata lain media ini memiliki beberapa tujuan yaitu :

a. Tujuan yang akan dicapai

1. Menanamkan pengetahuan/pengertian, pendapat dan konsep- konsep

2. Mengubah sikap dan persepsi

3. Menanamkan perilaku/kebiasaan yang baru

b. Tujuan penggunaan alat bantu

1. Sebagai alat bantu dalam latihan/penataran/pendidikan

2. Untuk menimbulkan perhatian terhadap suatu masalah

3. Untuk mengingatkan suatu pesan/informasi

4. Untuk menjelaskan fakta-fakta, prosedur, tindakan


1. Media Cetak

a. Leaflet

Merupakan bentuk penyampaian informasi kesehatan melalui

lembaran yang dilipat. Keuntungan menggunakan media ini antara lain :

sasaran dapat menyesuaikan dan belajar mandiri serta praktis karena

mengurangi kebutuhan mencatat, sasaran dapat melihat isinya disaat santai

dan sangat ekonomis, berbagai informasi dapat diberikan atau dibaca oleh

anggota kelompok sasaran, sehingga bisa didiskusikan, dapat memberikan

informasi yang detail yang mana tidak diberikan secara lisan, mudah

dibuat, diperbanyak dan diperbaiki serta mudah disesuaikan dengan

kelompok sasaran.

Sementara itu ada beberapa kelemahan dari leaflet yaitu : tidak

cocok untuk sasaran individu per individu, tidak tahan lama dan mudah

hilang, leaflet akan menjadi percuma jika sasaran tidak diikutsertakan

secara aktif, serta perlu proses penggandaan yang baik. (Lucie, 2005)
33

b. Booklet

Booklet adalah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan

kesehatan dalam bentuk tulisan dan gambar. Booklet sebagai saluran, alat

bantu, sarana dan sumber daya pendukungnya untuk menyampaikan pesan

harus menyesuaikan dengan isi materi yang akan disampaikan.

Menurut Kemm dan Close dalam Aini (2010) booklet memiliki beberapa

kelebihan yaitu:

1. Dapat dipelajari setiap saat, karena disain berbentuk buku.

2. Memuat informasi relatif lebih banyak dibandingkan dengan poster.

Menurut Ewles dalam Aini (2010), media booklet memiliki keunggulan

sebagai berikut :

1. Klien dapat menyesuaikan dari belajar mandiri.

2. Pengguna dapat melihat isinya pada saat santai.

3. Informasi dapat dibagi dengan keluarga dan teman.

4. Mudah dibuat, diperbanyak dan diperbaiki serta mudah disesuaikan.

5. Mengurangi kebutuhan mencatat.

6. Dapat dibuat secara sederhana dengan biaya relatif murah.

7. Awet

8. Daya tampung lebih luas


9. Dapat diarahkan pada segmen tertentu.

Manfaat booklet sebagai media komunikasi pendidikan kesehatan adalah :

1. Menimbulkan minat sasaran pendidikan.

2. Membantu di dalam mengatasi banyak hambatan.

3. Membantu sasaran pendidikan untuk belajar lebih banyak dan cepat.

4.Merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan yang

diterima kepada orang lain.


34

5. Mempermudah penyampaian bahasa pendidikan.

6. Mempermudah penemuan informasi oleh sasaran pendidikan.

7. Mendorong keinginan orang untuk mengetahui lalu mendalami dan akhirnya

mendapatkan pengertian yang lebih baik.

8. Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh.

c. Flyer (selembaran)

d. Flip chart (lembar balik)

Media penyampaian pesan atau informasi kesehatan dalam bentuk buku

di mana tiap lembar berisi gambar peragaan dan lembaran baliknya berisi

kalimat sebagai pesan kesehatan yang berkaitan dengan gambar. Keunggulan

menggunakan media ini antara lain : mudah dibawa, dapat dilipat maupun

digulung, murah dan efisien, dan tidak perlu peralatan yang rumit. Sedangkan

kelemahannya yaitu terlalu kecil untuk sasaran yang berjumlah relatif besar,

mudah robek dan tercabik. (Lucie, 2005)

e. Rubrik (tulisan – tulisan surat kabar), poster, dan foto

2. Media Elektronik

a. Video dan film strip

Keunggulan penyuluhan dengan media ini adalah dapat

memberikan realita yang mungkin sulit direkam kembali oleh mata dan
pikiran sasaran, dapat memicu diskusi mengenai sikap dan perilaku,

efektif untuk sasaran yang jumlahnya relatif penting dapat diulang

kembali, mudah digunakan dan tidak memerlukan ruangan yang gelap.

Sementara kelemahan media ini yaitu memerlukan sambungan listrik,

peralatannya beresiko untuk rusak, perlu adanya kesesuaian antara kaset

dengan alat pemutar, membutuhkan ahli profesional agar gambar


35

mempunyai makna dalam sisi artistik maupun materi, serta

membutuhkan banyak biaya. (Lucie, 2005)

b. Slide

Keunggulan media ini yaitu dapat memberikan berbagai realita

walaupun terbatas, cocok untuk sasaran yang jumlahnya relatif besar,

dan pembuatannya relatif murah, serta peralatannya cukup ringkas dan

mudah digunakan. Sedangkan kelemahannya memerlukan sambungan

listrik, peralatannya beresiko mudah rusak dan memerlukan ruangan

sedikit lebih gelap. (Lucie, 2005)


36

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Tulisan

Tulisan ini bersifat Literatur Review yang disajikan secara deskriptif

melalui beberapa literatur yang relevan dengan judul tulisan ini.

B. Teknik Pengumpulan Data

Data karya tulis ini diperoleh dari hasil pencarian google scholarl dengan

kata kunci yang di gunakan“ pendidikan Kesehatan dan Dukungan Keluarga

terhadap self-Management Diabetes Melitus Tipe 2” .Dan yang relevan dengan

judul karya tulis ini sejulah 6 jurnal dengan tingkat relevansi yang baik.

C. Kriteria Jurnal

1. Kriteria inklusi

- Jurnal/artikel penelitian minimal terbitan 3 tahun terahir

- Jurnal/artikel penelitian yang relevan dengan judul tulisan yang akan di

buat.

- Jurnal/artikel yang membahas tentang “Pendidikan Kesehatan”,

“Dukungan Keluarga”, dan “Self-Management DM Tipe 2”.

- Jurnal/artikel yang merupakan jurnal intervensi keperawatan.

2. Kriteria eksklusi
- Jurnal/artikel yang tidak jelas sumbernya

- Jurnal/artikel penelitian yang tidak relevan dengan judul artikel yang

akan di buat.

- Jurnal/artikel yang merupakan bukan jurnal intervensi keperawatan.

D. Pengolahan Data

Setelah dilakukan pengumpulan data dan informasi, semua data dan

informasi tersebut diseleksi kerelevanan dengan masalah yang dikaji. Untuk


36
37

menyajikan masalah yang akan dibahas maka data yang terkumpul di analisis

secara deskriptif.

E. Rekomendasi

Setelah dilakukannya sebuah analisis, penulis memberikan alternatif

model pemecahan masalah atau gagasan kreatif sebagai solusi permasalahan

yang diangkat dalam karya tulis ini kemudian disusun menjadi suatu hasil

pembahasan dan kesatuan suatu kesimpulan. Kemudian diberikan sebuah

rekomendasi hasil pemecahan masalah menjadi sebuah adopsi pengetahuan,

sebagai landasan berpikir penengahan masalah yang telah dirumuskan.

F. Alogaritma Pencarian Literatur

Goggle Scholar

2635

Artikel yang di identifikasi


Identification nasional n:65 , dan
internasional n: 10
Inklusi : Artikel tahun
2016-2018
Screening Hasil Screening Nasional n: 10
Internasional n : 3
Inklusi : full text dan
sesuai dengan judul
Eliglibity Sesuai dengan topik study study literatur
leteratur n : 6
Inklusi : literatur yang
membahas tentang
Jumlah artikel yang di inklusi pendidikan kesehatan
Nasional n : 5, Internasional n :1. dan dukungan keluarga
terhadap self-
management pada pasien
DM tipe 2
Gambar 1.1 Alogaritma Pencarian literatur
38

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Hasil dan Pembahasan

Dari telaah literatur ini, didapatkan 6 artikel penelitian yang menganalisis

pengaruh pendidikan kesehatan dan dukungan keluarga terhadap self-

management pada pasien DM tipe 2. Ketika keluarga terlibata dalam proses self-

management mereka dapat memberikan dukungan dan meningkatkan tingkat

pendidikan kesehatann yang nantinya akan dapat membantu mencapai tujuan

pengobatan (Aklima et.all, 2012). Pasien dengan tingkat pendidikan dan

dukungan keluarga yang baik menunjukkan perilaku self-management yang baik

(Rosland dalam Aklima et.all 2012). Dari 6 artikel yang ditelaah diatas tentang

pendidikan kesehatan dan dukungan keluarga terhadap self-management

diabetes melitus tipe 2. Ada beberapa hasil penelitian yang menggambarkan

bahwa dukungan keluarga yag baik dapat meningkatkan kualitas hidup penderita

diabetes melitus tipe 2.

1. Eva Rahayu, Ridwan Kamaluddin dan Made Sumarwati (2014), dalam

jurnal penelitian yang berjudul “Pengaruh Program Diabetes Self

Management Education Berbasis Keluarga Terhadap Kualitas Hidup

Penderita Diabetes Melitus Tipe Ii Di Wilayah Puskesmas IIBaturraden”,


menjelaskan bahwa Diabetes Melitus (DM) adalah salah satu penyakit

kronik yang memerlukan penanganan serius melibatkan penderita dan

keluarga dalam penatalaksanaan perawatan mandiri, salah satunya melalui

pendekatan Diabetes Self Management Education (DSME). DSME adalah

proses untuk memfasilitasi ilmu pengetahuan, keterampilan dan kemampuan

dalam perawatan mandiri diabetes. Metode penelitian yang digunakan

merekaadalah desain quasi eksperimen pada 18 sampel penelitian dengan


38
39

teknik purposive sampling. Diabetes Self Management Education dilakukan

sebanyak 3 kali pertemuan selama 3 bulan. Analisis data menggunakan uji t

berpasangan (pair t test) dengan CI 95 %. Hasil penelitian penelitian mereka

menunjukkan bahwa nilai p = 0,000 (p < α; α = 0,05). Terdapat pengaruh

yang signifikan antara program Diabetes Self Management Education

berbasis keluarga terhadap kualitas hidup penderita DM. Perawat dapat

melakukan DSME sebagai pendekatan dalam meningkatkan self care

diabetes sehingga kualitas hidup mereka dapat ditingkatkan. Kesimpulan

dari penelitian mereka adalah Edukasi dengan pendekatan prinsip Diabetes

Self Management Education (DSME) dapat meningkatkan kualitas hidup

pada penderita DM tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas 2 Baturraden.

Berdasarkan hasil penelitian mereka, saran yang dapat diberikan antara lain:

1. Bagi penderita DM dan keluarga: dapat menerapkan empat pilar

pengelolaan diabetes secara mandiri di rumah sehingga penderita dapat

menikmati kehidupan yang sehat tanpa komplikasi serta mencapai

kualitas hidup yang optimal.

2 Bagi Puskesmas: dapat mengembangkan metode edukasi

padapenatalaksanaan DM dengan pendekatan Diabetes Self

Management Education (DSME) dan memaksimalkan komponen


DSME dalam penatalaksanaan DM.

3 Peneliti : perlu adanya penelitian yang serupa dengan melihat

variablelain yang dapat dipengaruhi atau mempengaruhi program

edukasi Diabetes Self management Education pada diabetes.

Penelitian yang dilakukan Eva Rahayu, Ridwan Kamaluddin dan

Made Sumarwati memiliki hubungan dengen penelitian penulis karena ada

beberapa variabael yang dapat digunakan dalam penelitian ini, yaitu


40

Diabetes Self-Management Education, Kualitas Hidup, dan Diabetes

melitus.

Kualitas hidup juga dapat didefinisikan sebagai perasaan seseorang

terhadap kesejahteraan, tujuan dalam hidup, otonomi, kemampuan untuk

menjalankan peran-peran yang berharga dan kemampuan untuk

berpartisipasi dalam hubungan dengan orang lain yang signifikan (Schipper

et al.,1996 dalam Carod-Artal & Egido, 2009 ). Kualitas hidup telah

menjadi suatu alat ukur yang relevan dalam uji klinis, penggunaannya

semakin meluas dan berkembang sebagai indikator yang valid dan

menguntungkan dalam sebuah penelitian medis (Spilker, 1996). Perubahan

kualitas hidup yang kecenderungannya semakin membaik pada penelitian

ini dikarenakan pendekatan yang dilakukan pada DSME menggunakan

prinsip edukasi yang diberikan secara bertahap dan berkelanjutan, yang

lebih menekankan pada diskusi dan sharing, serta ada proses penguatan,

motivasi dan penyadaran diri yang diberikan kepada responden dan

keluarganya. Proses DSME yang dilakukan selama 3 kali pertemuan, baik

pertemuan klasikal maupun follow up dengan kunjungan rumah telah

menumbuhkan motivasi dan kesadaran responden dan keluarga karena

melibatkan mereka secara langsung. Keterlibatan responden maupun


keluarga dalam proses pemberdayaan penderita sangat diperlukan untuk

kesuksesan program pemberdayaan dan kemandirian penderita dalam

mengelola penyakitnya sehingga dapat mencegah komplikasi akut maupun

kronis yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup penderita DM

tipe2.

Dukungan keluarga juga semakin memperkuat perubahan kualitas

hidup penderita. Keterlibatan keluarga dalam pendampingan, pemberi


41

masukan dan pengingat penderita agar patuh terhadap pengelolaan diabetes

merupakan contoh dukungan positif yang diberikan keluarga pada penderita.

Friedman (2003) menyebutkan bahwa anggota keluarga akan lebih mudah

menerima suatu informasi, jika informasi tersebut didukung oleh anggota

keluarga lainnya.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Laili (2012) yang

memperlihatkan bahwa edukasi dengan pendekatan prinsip Diabetes Self

Management Education (DSME) terbukti dapat meningkatkan perilaku

kepatuhan diet pada penderita diabetes melitus tipe 2. Penelitian Ariyanti

(2012) juga menyebutkan bahwa setelah dilakukan DSME mengenai meal

planning, responden menjadi tahu jenis makanan yang boleh dikonsumsi

banyak dan makanan yang sebaiknya dikurangi. Penerapan edukasi dengan

pendekatan prinsip DSME dapat menimbulkan kemampuan manajemen diri

yang baik sehingga dapat meningkatkan perilaku kepatuhan manajemen diri

pada penderita DM tipe 2 yang berdampak kepada peningkatan kualitas

hidupnya. Lukman (2010) menyatakan bahwa ada pengaruh DSME

terhadap kemauan dan kemampuan pelaksanaan pemantauan BB dan IMT

pada penderita DM tipe 2 dimana BB dan IMT adalah langkah awal untuk

dapat melakukan perencanaan makan. Hasil penelitian Yuanita dkk (2014)


juga memperlihatkan adanya pengaruh DSME terhadap penurunan risiko

terjadinya ulkus diabetik.. Diabetes Self Management Education (DSME)

merupakan salah satu contoh edukasi yang dapat diterapkan pada penderita

diabetes yang bertujuan untuk memberdayakan pasien agar terhindar dari

berbagai komplikasi sehingga kualitas hidup mereka dapat meningkat.


42

2 Sri Indaryati (2018),dalam jurnal penelitiannya yang berjudul “Pengaruh

Diabetes Self Management Education (Dsme) Terhadap Self-Care Pasien

Diabetes Melitus Di Rumah Sakit Kota Palembang”, menjelaskan bahwa

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang membutuhkan

perawatan diri. Masalah utama perawatan kesehatan di Indonesia adalah

kurangnya optimalisasi pada budaya perawatan diri pasien. Salah satu

program yang bertujuan untuk memfasilitasi pengetahuan dan keterampilan

untuk pasien diabetes adalah perawatan diri Diabetes Mandiri Manajemen

Pendidikan (DSME), yang didasarkan pada teori keperawatan independen

oleh Orem "Self Care". Metode penelitian yang digunakannya adalah desain

quasi eksperimen pasca uji kuantitatif dengan teknik simple random

sampling. Jumlah sampel kelompok intervensi yang terdiri dari 56

responden yang menerima pelaksanaan DSME dan kelompok kontrol yang

terdiri dari 44 responden yang tidak menerima implementasi DSME. Hasil

dari penelitiannya menunjukan bahwa hasil dari Analisis statistik

menggunakan Independent T test menghasilkan perbedaan yang signifikan

pada pasien diabetes mellitus perawatan diri (p = 0,000 <0,05) antara kedua

kelompok. Diharapkan bahwa pekerja perawatan kesehatan memfasilitasi

perawatan diri pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 melalui penggunaan


implementasi DSME yang telah ditunjukkan dalam meningkatkan

pengetahuan dan perawatan diri untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.

Kesimpulan dari hasil penelitian yang dilaukan oleh Sri Indaryati adalah ada

pengaruh implementasi DSME terhadap self-care pasien diabetes melitus (p

=0.000<0.005). Teori Keperawatan Mandiri Orem’s: “Self-Care” sesuai

untuk merawat pasien diabetes melitus karena pasien dengan penyakit ini

memerlukan kemandirian merawat sakitnya. Dari hasil penelitiannya saran


43

yang di berikannya diharapkan hasil penelitian ini menjadi dasar

pertimbangan bahwa DSME penting dilakukan, karena dapat memfasilitasi

self- care pasien DM.

Penelitian yang dilakukan oleh Sri Indaryati memiliki hubungan

dengan penelitian penulis karena ada beberapa variabel yang dapat

digunakan dalam penelitian ini, yaitu Diabetes Mellitus, Diabetes Self

Management Education,dan Perawatan Diri pasien Dibetes Melitus.

Intervensi DSME ini dilakukan dengan model pendekatan DSME

yang memperhatikan prinsip DSME menurut Funnel et al (2007) untuk

memfasilitasi pengetahuan, keterampilan dan meningkatkan keterampilan

perawatan mandiri diabetes. Peneliti dalam intervensi ini berperan sebagai

koordinator sedangkan ahli farmasi, ahli gizi dan perawat sebagai tim dalam

usaha meningkatkan kemandirian pasien dalam mengelola: diit, olah raga,

penggunaan obat, pemantauan gula darah sendiri dan merawat kaki. Dokter

yang merawat pasien memiliki tanggungjawab penuh dalam penyembuhan

pasien dan memberikan dukungan penuh dalam usaha meningkatkan

kemandirian pasien DM melalui DSME ini.

Teori yang digunakan dalam meningkatkan kemandirian pasien ini

adalah teori Self-care menurut Orem’s. Teori ini menyatakan bahwa self-
care merupakan kegiatan yang dilakukan oleh individu sendiri untuk

memenuhi kebutuhan mempertahankan kesehatan. Teori Orem ini sesuai

untuk merawat pasien DM karena tujuan dalam perawatan pasien diabetes

melitus yaitu memandirikan pasien diabetes. Hasil penelitian ini

membuktikan bahwa self-care pasien yang diberi bantuan dengan dukungan

dan edukasi melalui DSME lebih tinggi dari pada pasien tanpa implementasi

DSME.
44

Pada umumnya rata-rata pasien beranggapan bahwa terdapat 2 tipe

diabetes yaitu tipe kering bila terkena luka akan cepat sembuh, sedangkan

tipe basah mudah timbul luka dan luka sukar sembuh. Anggapan sebagian

responden ini belum diketahui kebenarannya secara teori. Anggapan ini

merupakan sikap yang negatif dalam pencegahan kaki diabetik. Anggapan

ini bisa diluruskan pada kelompok intervensi dengan penjelasan yang

rasional mengenai jenis DM dan patofisiologi sederhana terjadinya kaki

diabetik. Hal ini kemungkinan berbeda pada kelompok kontrol yang tanpa

diberikan DSME, tanpa menggali mitos-mitos yang berkembang di

masyarakat. Dari hasil perbedaan pengetahuan mengenai cara perawatan

kaki diketahui bahwa kelompok kontrol rata-rata kurang mengetahui cara

perawatan kaki yang dianjurkan untuk mengurangi kaki diabetes, sehingga

mereka sebagian besar tidak melakukan perawatan kaki, pemeriksaan kaki

dan senam kaki diabetes.

3 Fuji Rahmawati, Elsa Pudji Setiawati dan Tett Solehawati (2017),

dalam jurnal penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Dukungan Keluarga

Terhadap Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2” menjelaskan

bahwa angka kejadian Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 di dunia terus


meningkat setiap tahun. Empat pilar dasar dalam manajemen pasien DM

tipe 2 yaitu modifikasi diet, aktivitas fisik, terapi pengobatan dan

pemeriksaan gula darah secara teratur. Manajemen DM tipe 2 ini

memerlukan waktu yang sangat lama yang membuat sebagian besar pasien

menjadi tidak patuh. Ketidakpatuhan dalam Manajemen DM tipe 2 ini dapat

menyebabkan komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular yang pada

akhirnya menurunkan kualitas hidup pasien DM Tipe 2. Salah satu faktor


45

yang sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien DM tipe

2 adalah dukungan keluarga. Metode penelitian yang digunakan mereka

adalah artikel dikumpulkan dari jurnal-jurnal elektronik dari EBSCOHost,

ProQuest, PubMed, dan studi pustaka, menggunakan kata kunci dukungan

keluarga, kualitas hidup, dan diabetes mellitus tipe 2. Kriteria inklusinya

adalah artikel diterbitkan antara 1998-2014 dan ditemukan 6 artikel yang

berhubungan dengan kata kunci. Hasil penelitian mereka menyatakan bahwa

dukungan keluarga mempunyai pengaruh positif terhadap kualitas hidup

pasien DM Tipe 2. Kesimpulan dari penelitian mereka adalah dukungan

keluarga dapat membantu pasien DM Tipe 2 untuk meningkatkan

kepercayaan dirinya dalam melakukan self care. Pasien yang memiliki

dukungan keluarga yang baik akan mempunyai perasaan yang nyaman yang

dapat meningkatkan motivasi mereka untuk patuh terhadap manajemen DM

Tipe 2 dan pada akhirnya kualitas hidup mereka meningkat. Dari hasil

penelitian mereka saran yang di berikan kepada perawat sebagai pemberi

asuhan keperawatan diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien

DM Tipe 2 dengan memberikan pendidikan kesehatan tidak hanya pada

pasien, tetapi juga keluarga.

Penelitian Fuji Rahmawati, Elsa Pudji Setiawati dan Tetti Solehati


tersebut memiliki hubungan dengan penelitian penulis karena ada beberapa

variabel yang adapt digunakan dalam penelitian ini, yaitu Dukungan

Keluarga, kualitas hidup, dan Diabetes Melitus tipe 2.

Islam mengajarkan kita untuk saling tolong menolong dan mengasihi

kepada sesama yang membutuhkan. Tercermin dalam Firman Allah surat

Al-maidah ayat : 2
46

              
   

Terjemahannya :

“dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan


takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya
Allah amat berat siksa-Nya.”(Kementerian Agama 2012)

Oleh karena itu, kita harus tanamkan sikap saling menolong kepada

orang yang membutuhkan dan memberikan dukungan kepada sesama dalam

menegerjakan sesuatu yang baik dan tidak diperbolehkan saliong tolong

menolong dalam hal keburukan.

Sarafino (2006) mengemukakan teori buffering hypothesis yang

menjelaskan bagaimana dukungan sosial memengaruhi kondisi fisik dan

psikologis individu. Menurut teori ini, dukungan sosial memengaruhi kondisi

fisik dan psikologis individu dengan melindunginya dari efek negatif yang

timbul dari tekanan-tekanan yang dialaminya. Oleh karena itu, menurunnya

dukungan keluarga yang dirasakan penderita DM tipe 2 dapat melemahkan

kemampuan individu dalam mengatasi permasalahan hidup sehingga

menurunkan kualitas hidupnya. Keikutsertaan anggota keluarga dalam

memandu pengobatan, diet, latihan jasmani dan pengisian waktu luang yang

positif bagi kesehatan merupakan bentuk peran aktif bagi keberhasilan

penatalaksanaan DM yang pada akhirnya berujung pada peningkatan kualitas

hidup pasien (Rifki, 2009).

Menurut Antari, Rasdini dan Triyani (2011), dengan adanya

dukungan sosial sangat membantu penderita DM tipe 2 untuk dapat

meningkatkan keyakinan akan kemampuannya melakukan perawatan diri.


47

Penderita dengan dukungan sosial yang baik akan memiliki perasaan aman

dan nyaman sehingga akan tumbuh rasa perhatian terhadap diri sendiri dan

meningkatkan motivasi untuk melakukan pengelolaan penyakit. Kondisi ini

akan mencegah munculnya stres pada penderita DM tipe 2.

Dapat dipahami jika penderita DM tipe 2 mengalami stres,

tentunya ini akan memengaruhi fungsi tubuh. Stres akan memicu

peningkatkan kortisol dalam tubuh yang akan memengaruhi peningkatkan

kadar glukosa darah dengan meningkatkan glukoneogenesis, katabolisme

lemak dan protein. Kortisol juga akan mengganggu ambilan glukosa oleh sel

tubuh sehingga dapat memengaruhi kadar glukosa darah. Kondisi ini dapat

menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan kadar gula dalam darah dan

jika hal ini terjadi dalam waktu yang lama maka risiko munculnya

komplikasi akan meningkat. Pada akhirnya hal tersebut akan memengaruhi

kualitas hidup penderita DM tipe 2.

4. Rasyidah AZ (2018), dalam jurnal penelitiannya yang berjudul “

Dukungan keluarga dan perilaku self-management pada pasien diabetes

melitus tipe II di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi”, menjelaskan

bahwa indonesia menduduki peringkat keempat pasien DM terbanyak di


dunia dengan jumlah pasien mencapai angka 76 juta orang pada rentan usia

sekitar 20-79 tahun. Diabetes Melitus jika tidak dikelola dengan baik akan

dapat mengakibatkan terjadinya berbagai komplikasi seperti hipoglekemia,

ketoasidosis diabetik, koma hiperosmolar nonketotik, retinopati diabetik,

neuropati, dan nefropati. Adapun upaya pencengahan diabetes melitus

antara lain: dukungan keluarga dan perilaku self-management.Metode

penelitian yang digunakannya merupakan penelitian kuantitatif dengan


48

metode cross sectional, sampel berjumlah 81 responden yang diambil

dengan teknik sampel purposive sampling. Hasil penelitiannya menunjukan

dari hasilanalisis secara univariat dan bivariat dengan uji statistik chi

square, menunjukkan bahwa sebagian besar (53,1%) menunjukkan

dukungan keluarga baik, dan (53,1%) menunjukkan dilakukannya perilaku

self-management. Ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga

dengan perilaku self-management pada pasien Diabetes Mellitus Tipe II di

Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi dengan p-value = 0,019.

Kesimpulan dari hasil penelitiannya adalah terdapat hubungan antara

dukungan keluarga terhadap perilaku self-management penderita DM Tipe 2

di Puskesmas Simpang IV Kota Jambi. Dari hasil penelitiannya disarankan

untuk meningkatkan keterlibatan keluarga pada pasien diabetes dalam

menjalankan perawatan diabetes dan self-management terhadap penyakit

Diabetes.

Penelitian Rasyidah AZ tersebut memiliki hubungan dengan

penelitian penulis, ada beberapa variabel yang dapat digunakan dalam

penelitian ini, yaitu Diabetes Melitus Tipe 2, Dukungan Keluarga, Self-

Menagement.

Perilaku self-management selanjutnya yaitu manajemen dalam


konsumsi makanan (diet). Pola makan yang sehat atau manajemen diet

merupakan bagian mendasar dari manajemen pada pasien diabetes. Bahkan

manajemen diet merupakan komponen inti dari perilaku self-management

diabetes dan memiliki manfaat bagi pasien DM tipe 2 yaitu mencegah

komplikasi dan meningkatkan status kesehatan . Durasi penyakit yang lebih

pendek pada pasien DM menunjukkan perilaku pengontrolan makanan lebih

baik. Adanya perbedaan hasil terjadi karena responden yang menderita DM


49

lama telah terbiasa dalam melakukan pengontrolan makanan dengan baik.

Seseorang yang telah lama terdiagnosa DM akan memiliki kebiasaan yang

tertanam dalam kehidupan sehari-hari pasien tersebut.

Latihan fisik merupakan salah bentuk self-management yang dapat

dilakukan pasien DM tipe 2. Latihan fisik berperan sebagai glycemic control

yaitu mengatur dan mengendalikan kadar gula darah. Pasien DM sangat

dianjurkan melakukan latihan fisik 3 kali dalam seminggu atau 150 menit

dalam seminggu (jika tidak ada kontarindikasi). Jenis latihan fisik yang

dianjurkan adalah aerobik dengan intensitas sedang (50-70% dari nadi

maksimum) .

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden

telah menerapkan self-management yang baik khususnya pada aspek

latihanfisik. Tingkat pendidikan yang cukup dapat memudahkan pasien DM

tipe 2 dalam menentukan aktivitas yang baik untuk diabetesnya salah

satunya adalah latihan fisik. Diabetes merupakan penyakit kronis sehingga

membutuhkan perawatan kesehatan yang teratur untuk meminimalisir

penyulit yang timbul akibat DM. salah satu tindakan yang dapat

meminimalisir penyulit tersebut adalah pasien DM dalam memanfaatkan

pelayanan kesehatan untuk melakukan kontrol terhadap penyakitnya. Pasien


DM yang memiliki angka kunjungan yang rendah ke pelayanan kesehatan

memiliki komplikasi yang lebih buruk dibandingkan dengan yang teratur ke

pelayanan kesehatan. Pemanfaatan pelayanan kesehatan berpengaruh pada

tingkat pengetahuan pasien DM, sehingga semakin tinggi tingkat

pengetahuan yang dimiliki pasien DM maka tingkat kepatuhan

dalampenalaksanaan self-management semakin baik pula sehingga resiko

komplikasi DM dapat dikurangi


50

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah

responden telah rutin dalam mengunjungi pelayanan kesehatan. Pasien DM

yang mempunyai kemampuan ekonomi akan rutin melakukan kunjungan ke

pelayanan kesehatan. Kemampuan ekonomi secara langsung memfasilitasi

pasien DM tipe 2 dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Melalui

pelayanan kesehatan, pasien DM tipe 2 akan mengetahui pentingnya

melakukan kunjugan ke pelayanan kesehatan secara rutin untuk mengontol

diabetes yang dimiliki. Kurangnya dukungan yang diberikan oleh keluarga

kepada pasien DM merupakan penyebab utama dalam kegagalan penerapan

self-management pada pasien DM tipe 2

5. Fatmah Nuraisyah, Hari Kusanto dan Theodola Baning Rahayujati

(2017), dalam jurnal penelitian yang berjudul “Dukungan keluarga dan

kualitas hidup diabetes mellitus di puskesmas Panjaitan II, Kulon Progo”,

menjelaskan bahwa dukungan keluarga yang baik berpengaruh pada

semanagat hidup dan kesehatan mental pasien diabetes melitus.Dukungan

keluarga terbagi menjadi 4 dimensi yaitu dimensi empathetis (emosional),

dorongan dimensi (penghargaan), dimensi fasilitatif (instrumental), dan

dimensi partisipatif (partisipasi). Setiap dimensi sangat penting bagi


individu yang ingin mendukung keluarga karena berhubungan dengan

ketepatan dan ketepatan. Metode penelitian yang mereka gunakan adalah

analitik cross-sectional dengan ukuran sampel 150 pasien dengan diabetes

mellitus tipe 2. Analisis data menggunakan koefisien korelasi Pearson,

independent t-test dan uji regresi linier sederhana. Hasil penelitian mereka

menyatakan bahwa Ada korelasi antara adanya dukungan keluarga dan

komplikasi dengan kualitas hidup pasien diabetes mellitus. Ada korelasi


51

dimensi emosional, pemberian, dan instrumental dukungan keluarga

terhadap kualitas hidup pasien diabetes mellitus. Kesimpulan dari hasil

penelitian yang dilakukan mereka adalah Jika, meningkatkan dimensi dan

dimensi dapat meningkatkan kualitas hidup pasien DM tipe 2. Keluarga

yang jarang memberikannya pada Pasien DM tipe 2 dapat digunakan secara

langsung dalam tata laksana pengobatan DM tipe 2 yaitu tidak makan

makanan yang bukan diet di depan pasien DM tipe 2, yaitu orang yang

mencari pasien DM tipe 2 dan mencarikan solusi. Perlu promosi edukasi

kesehatan tentang mencari keluarga dan pasien.

Penelitian Fatmah Nuraisyah, Hari Kusanto dan Theodola Baning

Rahayujati memiliki hubungan dengan penelitian penulis karena, ada

beberapa variabel yang dapat digunakan dalam penelitian ini, yaitu

dukungan keluarga, diabetes melitus, dan kualitas hidup.

Penelitian menjelaskan hubungan antara dukungan keluarga

ditinjau dari dimensi penghargaan dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori dijelaskan dukungan penilaian atau

penghargaan merupakan fungsi efektif keluarga yang dapat meningkatkan

status psikososial keluarga yang sakit . Melalui dukungan ini, pasien

mendapat pengakuan atas kemampuan dan keahlian yang dimiliki.


Dukungan penghargaan dari keluarga dapat meningkatkan status

psikososial, semangat, motivasi dan peningkatan harga diri karena dianggap

berguna dan berarti untuk keluarga sehingga membentuk perilaku

tatalaksana DM tipe 2 secara teratur yang bermuara pada peningkatan

kualitas hidup. Penelitian ini tidak menemukan hubungan dukungan dimensi

instrumental dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2. Hal ini didukung

dengan hasil penelitian lain yang menyatakan bahwa kualitas pasien DM


52

tipe 2 dipengaruhi dukungan dimensi instrumental . Penelitian tersebut

menganggap dukungan dimensi instrumental merupakan variable penting

sehingga dianalisis multivariat. Analisis multivariat menjelaskan bahwa

hubungan dukungan keluarga ditinjau dari dimensi penghargaan dengan

kualitas hidup pasien DM tipe 2.

Dukungan dimensi instrumental dari keluarga berupa pemantauan

diet,olahraga, kepatuhan pengobatan, rutin kontrol kadargula darah ke

dokter. Dukungan dimensi instrumental yang diberikan keluarga ke pasien

DM tipe 2 berdampak pada kontrol tingkat kepatuhan dalam pengobatan,

dan kadar gula darah menjadi lebih stabil . Hal tersebut memengaruhi

kualitas hidup dibandingkan pasien DM tipe 2 tanpa dukungan instrumental.

Dimensi instrumental berperan dalam mendukung usaha responden untuk

berolah raga, mendukung usaha perawatan DM tipe 2, membantu membayar

pengobatan dan membantu mengingatkan dan menyediakan makanan sesuai

diet . Dukungan dimensi keluarga yang aktif akan berpengaruh terhadap

perilaku ketaatan dalam pengobatan DM tipe 2. Ketaatan pengobatan yang

sedang dijalani oleh responden dapat memengaruhi kualitas hidup pasien

DM tipe 2.

.
6. Mohammad Abuadas RN, MSN, PhD (2015), dalam jurnl penelitiannya

“Diabetes Self Care Management Behaviors among Jordanian Type

Two Diabetes Patients” menjelaskan bahwa, Diabetes manajemen

perawatan diri menantang dan dianggap sebagai kecenderungan baru untuk

memiliki pasien mengambil peran aktif dalam mengatur pengobatan dan

perawatan diri mereka. Sudah dikenal sebagai proses evolusi pengembangan

pengetahuan atau kesadaran dengan belajar untuk bertahan hidup dengan


53

sifat kompleks Diabetes dalam konteks sosial. Metode penelitian yang

digunakannya adalah desain korelasional deskriptif, sampel kenyamanan

149 pasien Yordania dengandiabetes Mellitus tipe 2 yang dirawat oleh Pusat

Diabetes Khusus di Amman-Jordan berpartisipasi dalam penelitian ini. Hasil

penelitian yang dilkukannya menyatakan bahwa perilaku manajemen

perawatan diri yang paling sering dilakukan adalah pemberian obat diikuti

dengan perawatan kaki, kepatuhan diet, olahraga, dan perilaku yang paling

sedikit dilakukan adalah tes glukosa darah. Perilaku manajemen perawatan

diri diabetes ditemukan terkait dengan usia, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, dan panjang diagnosis.

Kesimpulan dan saran dari penelitiannya adalah Temuan dari

penelitiannya dapat memandu penyedia layanan kesehatan untuk dilatih

untuk memberikan intervensi manajemen perawatan diri yang relevan yang

dapat meningkatkan perilaku manajemen perawatan diri untuk pasien

dengan diabetes.

Penelitian Mohammad Abuadas RN, MSN, PhD memiliki hubungan

penelitian penuliskarena ada beberapa variabel yang dapat digunakan dalam

penelitian ini, yaitu Prilaku Management Perawatan Diri dan Diabetes

Melitus Tipe 2.
Abu-Qamar dan Wilson (2011) melakukan penelitian kualitatif

menggunakan tatap muka wawancara tidak terstruktur untuk menguraikan

pandangan perawatan kaki penderita diabetes dalam sistem perawatan

kesehatan di Yordania. Para penulis merekomendasikan lebih banyak upaya

dilakukan untuk mendorong perawatan pencegahan diri dalam sistem

perawatan kesehatan di Yordania. Sebagai hasil dari melakukan itu, insiden

dan keparahan ulkus kaki diabetik dan komplikasi lain mungkin menurun.
54

Sebagai kesimpulan, manajemen DM2 yang sukses bergantung pada

individu yang mampu melakukan perilaku manajemen perawatan diri untuk

mengendalikan gejala dan menghindari komplikasinya. Perhatian harus

diberikan untuk mengelola DM2 untuk mencegah banyak komplikasi yang

timbul dari termasuk jadwal pengobatan yang ditentukan, diet ketat atau

kontrol kalori, melakukan latihan secara teratur, pemeriksaan glukosa darah

dan perawatan kaki (McDowell, Courtney, Edwards, & Shortridge ‐

Baggett, 2005).

Perilaku manajemen perawatan diri yang paling sering dilakukan

adalah pemberian obat diikuti oleh perawatan kaki, kepatuhan diet,

olahraga, dan perilaku yang paling tidak dilakukan adalah tes glukosa darah.

Ini mungkin menunjukkan bahwa individu dengan DM2 lebih mungkin

untuk melakukan perilaku manajemen perawatan diri yang membutuhkan

sedikit perubahan gaya dan usaha. Temuan penelitian menunjukkan bahwa

ada kesenjangan substansial antara perilaku manajemen perawatan diri

peserta dan standar perawatan yang optimal dari DM seperti yang

direkomendasikan oleh ADA, khususnya dalam domain diet, olahraga, tes

glukosa darah, dan perawatan perawatan diri perawatan kaki. Penelitian lain

juga melaporkan bahwa pengambilan obat adalah perilaku perawatan diri


yang paling sering dilakukan sebagai hasil studi saat ini (Heisler, Smith,

Hayward, Kerin, & Kerr, 2003; Wen, Shepherd, & Parchman, 2003).

Jadi self-management atau kepedulian diri yang harus dimiliki oleh

setiap penderita diabetes melitus tipe 2 adalah kesadaran diri dalam hal

minum obat, perawatan kaki, kepatuhan diet, olahraga, dan menerapkan

perilaku hidup sehat dan terjadwal pemeriksaan tes glukosa darah. Karena

hal ini sangat penting di terapkan oleh penderita diabetes melitus tipe 2
55

untuk tetapa menjaga kesetabilan glukosa darah, dan untuk terhindar dari

komplikasi-komplikasi diabetes melitus yang tidak di inginkan terjadi.

Ketika self-management diri pada pasien diabetes melitus baik disertai

dengan dukungan keluarga yang baik pula, maka dapat meningkatan

kualitas hidup penderita diabetes melitus tipe 2.

Dukungan psikososial dari anggota keluarga dapat meningkatkan

status psikososial keluarga yang sakit . Melalui dukungan ini, pasien

mendapat pengakuan atas kemampuan dan keahlian yang dimiliki.

Dukungan penghargaan dari keluarga dapat meningkatkan status

psikososial, semangat, motivasi dan peningkatan harga diri karena dianggap

berguna dan berarti untuk keluarga sehingga membentuk perilaku tata

laksana DM Tipe 2 secara teratur yang bermuara pada peningkatan kualitas

hidup.

Selain dukungan psikososial dukungan dari dimensi instrumental

dari keluarga berupa pemantauan diet, olahraga, kepatuhan pengobatan,

rutin kontrol kadar gula darah ke dokter. Dukungan dimensi instrumental

yang diberikan keluarga ke pasien DM tipe 2 berdampak pada kontrol

tingkat kepatuhan dalam pengobatan, dan kadar gula darah menjadi lebih

stabil .
Serta pendidikan kesehatan yang dapat meningkatkan kualitas hidup

pasien DM tipe 2 yaitu memberikan penegtahuan self-managemen kepada

pasiean dan keluarga tentang tata cara perawatan kakai pada pasien DM tipe

2 dan pengetahuan tentang diet untuk penederita diabetes tipe 2 untuk

mewujudkan kemandirian pasien dalam melakukan proses pengobatan DM

tipe 2 untuk meningkatkan kualitas hidupnya.


56

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Telaah literatur ini menunjukan bahwa semakin baik tingkat pendidikan

kesehatan dan semakin besar dukungan keluarga, sangat membantu pasien

dengan Diabetes Melitus Tipe 2 untuk meningkatkan kepercayaan dirinya dalam

melakukan Self-Management. Pasien yang memiliki dukungan keluarga yang

baik akan mempunyai perasaan yang nyaman yang dapat meningkatkan motivasi

mereka untuk patuh terhadap manajemen DM Tipe 2 dan pada akhirnya kualitas

hidup mereka akan meningkat. Keluarga yang merupakan unit terkecil tempat

pasien melakukan interaksi sosial harus ditingkatkan pengetahuan dan sikapnya

tentang DM Tipe 2 agar dukungan yang diberikan dalam manajemen DM Tipe 2

dapat semaksimal mungkin demi tercapainya kualitas hidup pasien dengan

diabetes melitus Tipe 2.

B. Saran
Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan diharapkan dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien DM Tipe 2 dengan memberikan pendidikan
kesehatan tidak hanya pada pasien, tetapi juga keluarga, karena dukungan dari
keluargalah yang membuat kepercayaan diri dan self-management penderita
diabetes melitus tipe 2 meningkat.

56
57

Daftar Pustaka

Al-Qur’an

AanSutandi (2012), Self Management Education (DSME) sebagai metode


alternative dalam perawatan mandiripasien Diabetes Melitus di dalam
keluarga.

Alrahbi, H. (2014). Diabetes selfmanagement (DSM) in Omani with type-2


diabetes. International Journal of Nursing Sciences, 1(4), 352–359.

https://doi.org/10.0818/j.ijnss.2014.09.002

Balai Besar Laboratorium Kesehatan (2016), Profil. www.bblkmakassar.com

Efendi, F. Dan Machfudli. (2009). KeperawatanKesehatan Komunitas : Teori dan


Peaktik dalam Keperawatan jakarta : Salemba Medika.

Departemen Kesehatan RI. (2014). Pedoman Teknis Penemuan & Tatalaksana


Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta : Departemen Kesehatan RI

Funnel, M.M.e.a., 2007. National Standar for Diabetes Self Management


Education. [Online] Available at: "http://www.diabeteseducator.org"
http://www.diabeteseducator.org [Accessed 18 Agustus 2013]

Garousi, S. (2013). . O R I G I N A L Does Perceived Family Support has a Relation


with Depression and Anxiety in an Iranian Diabetic Sample ?, 6(3), 360–
368.

G. Kisokanth, S. Prathapan, J, Indrakumar, J, J. (2013). Review Article : Factors


influencing selfmanagement of Diabetes Mellitus ; a review article.
Journal of Diabetology,

Harvey, J., Dopson, S., Mcmanus, R. J., & Powell, J. (2015). Factors influencing
the adoption of selfmanagement solutions : an interpretive synthesis of
the literature on stakeholder experiences. Implementation Science, 1–15.
https://doi.org/10.1186/s13012-015- 0350-x

International Diabetes Federation (IDF), 2015. Diabetes Atlas 7th Edition. United
Kingdom: International Diabetes Federation (IDF).
57
58

Luo, X., Liu, T., Yuan, X., Ge, S., Yang, J., Li, C., & Sun, W. (2015). Factors
influencing self-management in Chinese adults with type 2 diabetes: A
systematic review and meta-analysis. International Journal of
Environmental

Mayberry, L. S., & Osborn, C. Y. (2012). Family support, medication adherence, and
glycemic control among adults with type 2 diabetes. Diabetes Care, 35(6),
1239–1245. https://doi.org/10.2337/dc11-2103

Onuoha, P. C., & Ezenwaka, C. E. (2014). RESEARCH ARTICLE DIABETES


PATIENTS NEED SUPPORT TO PRACTISE SELF-MONITORING OF
BLOOD GLUCOSE LEVELS Article History :

PERKENI (2011), Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus


Tipe 2 di Indonesia

Peñarrieta, M. I., Flores-Barrios, F., Gutiérrez-gómez, T., Piñones-martínez, S.,


Quintero-valle, L. M., Resendiz-Gonzalez, E., & Quintero-valle, L. M.
(2015). Self-management and family support in chronic diseases. Journal
of Nursing Education and Practice, 5(11), 73–80.
https://doi.org/10.5430/jnep.v5n11p73

Primanda, Y., & Kritpracha, C. (2012). Review: Self-management support


program on dietary behaviors in patients with type 2 Diabetes Mellitus.
Journal of Nursing, 1(1), 61–73.

RI, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan,


2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Jakarta: Bandan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

Rondhianto. (2011). Pengaruh Diabetes self Managemen education dalam


Discharge Planning terhadap self Efficacy dan Self Care Behavior
Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. [tesis]. Surabaya: Program Studi
Magister Keperawatan Fakultas Keperawatan universitas Airlangga.

Sidani, S. & Fan, L. (2009). Effectiveness of Diabetes Self-management


Education Intervention Elements : A Meta-analysis. Canadian Jurnal of
Diabetes Volume 33 (1): p. 18-26
59

Smeltzer& Bare (2008), Social Support Survay.Social Science and Medicine. 32


(6) 705-706.

Sutandi, A. (2012). Self-Management Education (DSME) Sebagai Metode


Alternatif Dalam Perawatan Mandiri Pasien Diabetes. Widya, 29, 47–52.
Vaccaro, J. A., Exebio, J. C., Zarini, G. G., & Huffman, F. G. (2014). The Role of
Family/Friend Social Support in Diabetes Self-Management for
Minorities with Type 2 Diabetes. World Journal of Nutrition and Health,

WHO. (2016). GLOBAL REPORT ON DIABETES.

World Health Organization. (2013). Complication of diabetes available at:


http://www.who.int/diabetes/action_online/basics/en/index3.html

Anda mungkin juga menyukai