Anda di halaman 1dari 14

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Botani

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

Klasifikasi tanaman belimbing wuluh ini adalah (Badan Pengawas Obat

dan Makanan, 2006) :

Devisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub kelas : Rosidae

Ordo : Geraniales

Famili : Oxalidaceae

Genus : Averrhoa

Spesies : Averrhoa bilimbi L.

2.1.2 Nama Daerah

Tanaman belimbing wuluh terdapat di berbagai wilayah Indonesia dan

dikenal dengan berbagai nama seperti, Sumatera: kimeng, selimeng, tlimeng,

selemeng (Aceh); asom, belimbing, balingbing buloh, belimbing masam

(Melayu); balimbing (Sumatra Barat); balimbing (Lampung); jawa: balingbing,

calincing, calincing wulet (Sunda); balimbing, blimbing, blimbing wuluh (Jawa);

balingbing bulu (Madura); Bali: blingbing buloh (Bali); Nusa Tenggara: limbi

(Bima); balimbeng (Flores); Kalimantan: beliwit (Dayak); Sulawesi: balimbing

(Menado); lumpias, rumpias doreng, lompiat litod, lopias (Sulawesi); bainang

(Makassar); kulirang, pulirang, calene (Bugis); Maluku: kerbol (Timor); takurela

6
(ambon); balibi (halmatera); Papua: oteke (Papua) (Badan Pengawas Obat dan

Makanan, 2006).

2.1.3 Morfologi Tanaman Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

Pohon kecil, tinggi sampai 10 m. Batang kasar berbenjol- benjol. Cabang

sedikit, arahnya condong ke atas, pada cabang yang muda berbulu halus seperti

beludru, warna coklat muda. Daunnya tersusun daun majemuk, terdiri atas 21-45

pasang daun. Bentuk daun lonjong, ujungnya lancip sampai luncip, permukaan

daun bagian atas berbulu jarang sedangkan pada bagian bawah berbulu padat

seperti beludru, panjang 2-10 cm, lebar 1,25-3 cm. Perbungaan berupa malai,

berkelompok, keluar pada batang dan cabang- cabangnya, menggantung, panjang

5-20 cm; helaian mahkota bunga berbentuk elips; panjang 13-20 mm, berwarna

ungu gelap dan bagian pangkalnya ungu muda; benang sari semuanya subur. Buah

bentuk lonjong sampai bentuk galah, panjang 4-6,5 cm, berwarna hijau

kekuningan, rasanya asam sekali. Bijinya berbentuk bulat telur agak gepeng.

Masa berbunga sepanjang tahun (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006).

2.1.4 Kandungan Kimia

Belimbing wuluh memiliki rasa asam dan bersifat sejuk. Kandungan

buahnya antara lain: saponin, tanin, glukosida, kalsium oksalat, sulfur, asam

format, dan peroksida (Muhlisah, 2007). Pada batangnya terkandung saponin,

tanin, glukosida, kalsium oksalat, dan kalium sitrat (Permadi, 2006). Pada bagian

daun mengandung flavonoid, tanin, kumarin, saponin dan asam- asam organik

lain (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006).

7
2.1.5 Manfaat Tanaman

Belimbing wuluh memiliki berbagai manfaat bagi kesehatan tubuh, di

antaranya baik untuk penderita hipertensi, gondongan, batuk, rematik, dan

sariawan (Permadi, 2006). Secara tradisional daun belimbing wuluh digunakan

untuk penderita nyeri sendi, kencing manis, demam, darah tinggi dan salesma

(Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006).

2.2 Organ Hati

2.2.1 Anatomi Organ Hati

Organ hati sebagian besar terletak di perut bagian kanan atas, yakni

dibelakang iga. Hati, dinamakan juga liver atau hepar merupakan kelenjar tubuh

dengan berat sekitar 1/36 berat badan orang dewasa, yaitu berkisar 1.200-1.600 g.

Ukuran hati yang normal adalah selebar telapak tangan orang itu sendiri atau kira-

kira 7-10 cm (Gibson, 2002).

Gambar 1. Anatomi hati (Netter, 2006)

Hati terdiri dari dua lobus utama, yakni lobus kanan dan kiri. Lobus kanan

merupakan bagian terbesar sementara lobus kiri lebih kecil (Gambar 1). Setiap

8
lobus terdiri dari ribuan lobulus yang merupakan unit fungsional. Setiap lobules

terdiri dari sel-sel hati yang berbentuk kubus, tersusun melingkar mengelilingi

vena sentralis. Diantara lobules (interlobular) terdapat saluran empedu dan kapiler

bernama sinusoid yang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika

(Dalimartha, 2006). Hati dilindungi oleh cartilage costalis; tepi bawahnya

mencapai garis cartilage costalis tetapi tepi hati yang sehat tidak dapat teraba

(Gibson, 2002).

Pada orang dewasa, darah yang mengalir setiap menit melalui hati

diperkirakan sekitar 1.200-1.500 mL. Darah yang mengalir tersebut didapat dari

dua sumber yaitu vena porta dan arteria hepatika. Vena porta membawa zat

makanan karena alian darah dari saluran cerna, selain dari limpa dan pankreas

(Dalimartha, 2006).

2.2.2 Fungsi Hati

Hati mempunyai fungsi yang sangat banyak dan kompleks yang penting

untuk mempertahankan hidup (Dalimartha, 2006), yaitu:

a. Fungsi pembentukan dan ekskresi empedu. Hal ini merupakan fungsi utama

hati. Hati mengekskresikan sekitar satu liter empedu setiap hari. Garam

empedu penting untuk pencernaan dan absorbsi lemak dalam usus halus.

b. Fungsi metabolik hati berperan penting dalam metabolisme karbohidrat,

lemak, protein, vitamin dan juga memproduksi energi, hati mengubah

ammonia menjadi urea, untuk dikeluarkan melalui ginjal dan usus.

c. Fungsi pertahanan tubuh, hati mempunyai fungsi detoksifikasi dan fungsi

perlindungan. Fungsi detoksifikasi dilakukan oleh enzim – enzim hati yang

9
melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat yang kemungkinan

membahayakan dan mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak

aktif. Fungsi perlindungan dilakukan oleh sel kupfer yang terdapat di dinding

sinusoid hati.

d. Fungsi vaskuler hati pada orang dewasa jumlah aliran darah ke hati

diperkirakan mencapai 1500 cc tiap menit. Hati berfungsi sebagai ruang

penampung dan bekerja sebagai filter karena letaknya antara usus dan

sirkulasi umum.

2.2.3 Pengujian Fungsi Hati

Hati mampu mensekresi enzim–enzim transaminase saat selnya

mengalami gangguan. Transaminase merupakan indikator yang peka pada

kerusakan sel-sel hati. Enzim-enzim tersebut adalah :

a. SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase) / ALT (Alanine Amino


Transferase)

Enzim ini terdapat dalam sel-sel jaringan tubuh tetapi yang terbanyak

dan sebagai sumber utamanya adalah sel-sel hati. Enzim ini sebagian besar

terikat dalam sitoplasma. Kenaikan nilai SGPT berhubungan dengan

kerusakan sel hati. Namun, kadar SGPT tidak sensitif dalam mendeteksi

progresi penyakit menuju sirosis. Kadar normal tertinggi untuk pengukuran

SGPT adalah 35 U/L. Sedangkan pada hewan mencit memiliki rentang kadar

normal SGPT adalah 21-23,8 U/L (Dalimartha, 2006).

10
b. SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase)/ AST (Aspartat Amino
Transaminase)

Enzim ini berfungsi sebagai katalisator reaksi antara asam aspartat dan

asam alfa-ketoglutarat. SGOT terdapat lebih banyak di jantung dibandingkan

di hati. Enzim ini juga terdapat di otot rangka, otak dan ginjal. Kadar normal

dalam darah 10-40 U/L. Enzim ini kurang spesifik untuk penyakit hati (Rathis,

et al., 2013). Pada hewan mencit memiliki rentang kadar normal SGOT

adalah 23,2-48,4 U/L (Dalimartha, 2006).

Sel-sel hati mengandung enzim transaminase dalam jumlah yang besar

yakni SGOT dan SGPT. Bila sel-sel hati rusak atau mengalami nekrosis,

enzim-enzim tersebut keluar dari sel-sel hati sehingga kadarnya sangat

meningkat dalam darah. Tetapi sebagai ukuran adanya nekrosis sel-sel hati

yang paling sering digunakan ialah SGPT. Enzim SGPT adalah enzim yang

dibuat dalam sel hati (hepatosit), jadi lebih spesifik untuk penyakit hati

dibandingkan dengan enzim lain. SGPT sering dijumpai dalam hati,

sedangkan dalam jantung dan otot- otot skelet kurang jika dibandingkan

dengan SGOT. Apabila kerusakan yang timbul oleh radang hati hanya kecil,

kadar SGPT lebih dini dan cepat meningkat dari kadar SGOT (Sibuea, et al.,

2005).

c. Alkalin fosfatase

Alkalin fosfatase merupakan sekelompok enzim yang mempercepat

hidrolisis fosfat organik dengan melepaskan fosfat anorganik. Enzim ini

terdapat dalam banyak jaringan, terutama berasal dari hati, tulang, mukosa

usus, dan plasenta. Alkalin fosfatase meningkat bila terjadi sumbatan aliran

11
empedu (kolestasis). Pada penyakit hati infiltratif termasuk TBC

granulomatosa, infeksi jamur, abses, tumor primer maupun sekunder,

kenaikan Alkalin fosfatase dapat mencapai 2-10 kali nilai normal. Angka

Alkalin fosfatase normal untuk orang dewasa adalah 1,5-4,0 U Bodansky atau

21,0-85,0 UI (Dalimartha, 2006).

d. Bilirubin

Bilirubin diproduksi oleh transformasi hem (terutama dari

penghancuran sel darah merah) melalui biliverdin. Ini terjadi di limpa, hati,

dan sumsum tulang. Bilirubin di angkut ke hati dalam serum melekat pada

albumin, dan pada tahap tidak berubah yaitu tidak larut dalam air. Hepatosit

mengubah bilirubin tadi menjadi bentuk konjugasi larut air yang di ekresikan

melalui empedu ke dalam usus. Angka normal bilirubin pada orang sehat yaitu

bilirubin indirek sampai 0,7 mg %, bilirubin direk sampai 0,4 mg %, dan

bilirubin total sampai 1,1 mg % (Dalimartha, 2006).

2.2.4 Histologi Hati

Hepar memiliki sangat sedikit jaringan ikat untuk organ yang demikian

besar. Terdapat selapis jaringan ikat fibrosa yang menutupinya setebal 70-100 μm

yang disebut kapsula Glisson. Komponen struktur utama dari hepar adalah sel

hepar atau hepatosit. Hepatosit tersusun berupa lempeng-lempeng yang saling

berhubungan dan bercabang membentuk anyaman tiga dimensi. Hepatosit

berbentuk polihedral, intinya bulat terletak ditengah, nukleolus dapat satu atau

lebih dengan kromatin yang menyebar. Sering adanya dua inti, sebagai hasil

pembagian yang tidak sempurna dari sitoplasma setelah terjadi pembelahan inti.

12
Sitoplasmanya agak berbutir, tetapi tergantung pada perubahan nutrisi serta fungsi

seluler. Diantara hepatosit terdapat saluran sempit yaitu kanalikuli biliaris, yang

mengalir ke tepi lobulus kedalam duktus biliaris (Peckham, 2014).

Gambar 2. Struktur sel hati (Peckham, 2014)

Hepar mendapat aliran darah ganda. Vena porta membawa darah dari usus

dan organ tertentu, sedangkan arteri hepatika (dari aorta) membawa darah bersih

yang mengandung oksigen. Terlihat pada (Gambar. 2) vena porta dan arteri

hepatika bercabang-cabang menuju lobus, disebut arteri atau vena interlobaris,

seterusnya bercabang-cabang membentuk arteri dan vena interlobularis yang

terdapat di daerah portal atau segitiga Kiernan. Vena interlobularis memiliki

cabang kecil, kadang-kadang disebut vena pembagi yang merupakan sumbu

asinus hati. Venula pendek berasal dari vena pembagi dan berakhir langsung pada

sinusoid. Sebagian darah dari arteri interlobularis membentuk pleksus kapiler di

daerah portal dan diserap oleh cabang-cabang vena portal. Hanya sebagian kecil

darah mencapai sinusoid secara langsung melalui arteriol yang merupakan cabang

dari arteri interlobularis. Sinusoid merupakan pembuluh darah kapiler yang

mengisi lobulus, yang membawa darah dari arteri dan vena interlobularis, masuk

13
sinusoid dan menuju vena sentralis. Arteri dan vena interlobularis didalam lobulus

bertemu dalam sinusoid diantara lempeng hati (Peckham, 2014).

Kerusakan yang terjadi pada hati dapat dibuktikan melalui pemeriksaan

histopatologi. Pada penderita kerusakan hati perubahan pada hati dapat terjadi

secara kuantitatif (pengurangan jumlah atau ukuran sel) dan kualitatif (nekrosis,

degenerasi, dan amiloidosis). Perubahan yang terjadi digambarkan dalam bentuk

perubahan inti sel menjadi lebih kecil (piknosis) bahkan mulai menghilang hanya

terlihat sitoplasma yang kosong berisi deposit glikogen dan membesar tanpa inti

serta bentuk sitoplasma yang mengalami hiperkromatik. Selain itu juga terlihat

adanya sitoplasma yang menggumpal menunjukkan adanya denaturasi protein

yang membangkitkan reaksi leukosit. Kemudian, jaringan nekrotik diresorbsi oleh

jaringan granulasi dan akhirnya terbentuk jaringan parut. Hal ini menjelaskan

bahwa pemberian karbon tetraklorida dapat merusak selhati. Pada hati, umumnya

beberapa sel beta menunjukkan degranulasi lengkap dan sitoplasma yang kosong

karena terjadinya nekrosis atau kematian sel yang disebabkan adanya pengerutan

inti, penghancuran inti dan fragmentasi inti. Perubahan-perubahan pada sel-sel

yang ditimbulkan oleh zat-zat yang mempunyai efek sitotoksik seperti karbon

tetraklorida (Thomas, 1988).

2.3 Karbon Tetraklorida

Karbon tetraklorida merupakan xenobiotik yang lazim digunakan untuk

menginduksi peroksidasi lipid dan keracunan. Dalam retikulum endoplasma hati,

CCl4 dimetabolisme oleh sitokrom P450 2E1 (CYP 2E1) menjadi radikal

triklorometil (CCl3*). Radikal triklorometil dengan oksigen akan membentuk

14
radikal triklorometil peroksil (CCl3O2*) yang dapat menyerang lipid membran

retikulum endoplasmik dengan kecepatan yang melebihi radikal bebas

triklorometil. Selanjutnya, triklorometil peroksil menyebabkan peroksidasi lipid

sehingga mengganggu homeostasis Ca2+, dan akhirnya dapat menyebabkan

kematian sel. Sebelum terjadinya kematian sel, terlebih dahulu diawali dengan

terjadinya kerusakan sel (Lu, 1994).

Karbon tetraklorida (CC14) adalah zat hepatotoksik yang paling sering

digunakan dalam penelitian yang berkaitan dengan hepatotoksisitas. CC14

dapat menyebabkan kerusakan pada hati yang disebabkan oleh radikal bebas.

CC14 memerlukan aktivasi metabolisme terutama oleh enzim sitokrom P450 di

hati. Aktivasi tersebut akan mengubah CC14 menjadi metabolit yang lebih

toksik, sehingga dapat menyebabkan kerusakan hati pada hewan coba dan

manusia. Pembentukan radikal bebas yang berlebihan akan mengakibatkan stress

oksidatif, yang dapat menimbulkan gangguan pada hati. Stres oksidatif yang

berlebihan dalam tubuh perlu tambahan antioksidan dari luar (Rohmatin, et al.,

2015).

Proses menginduksi peradangan hepar pada hewan coba sering digunakan

CC14, karena gambaran hispatologi yang ditimbulkan mirip dengan penyakit

hepatitis virus pada manusia. Cedera hepar akibat toksis CC14 diantaranya

adalah nekrosis yaitu perubahan morfologis yang menunjukkan kematian sel,

terhalangnya sintesa lipoprotein yag membawa triglierida keluar dari hepar,

terjdinya sirosis yaitu tidak efisiennya fungsi regeneratif sel-sel hepar

(Rohmatin, et al., 2015).

15
2.4 Ekstraksi Dan Fraksinasi

2.4.1 Ekstraksi

2.4.1.1 Pengertian Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa

aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang

sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan. Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat

secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan secara destilasi

pengurangan tekanan, agar bahan sedikit mungkin terkena panas (Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, 2000).

2.4.1.2 Metode Ekstrak Simplisia

Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan

menggunakan pelarut. Jadi, ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan cara

ekstraksi tanaman obat dengan ukuran pertikel tertentu dan menggunakan medium

pengekstrasi (menstrum) yang tertentu pula. Berikut beberapa cara metode

ekstraksi:

1. Cara Dingin

a. Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, dilakukan

dengan cara merendam bahan simplisia dalam cairan penyari. Cairan

penyari akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel yang

mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan

konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel,

16
maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang

sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi anatar larutan di luar sel dan di

dalam sel (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000).

b. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian dengan cara melewatkan pelarut

yang sesuai secara lambat pada simpisian dalam suatu perkolator

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979).

2. Cara Panas

a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik

didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif

konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan

proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses

ekstraksi sempurna (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000).

b. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru

yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi

kontinue dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin

balik (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000).

c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik dengan adanya pengadukan kontinu

pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu

secara umum dilakukan pada temperatur 40-50 ºC (Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, 2000).

17
d. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas

air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur

96-98 ˚C selama waktu tertentu (15-20 menit) (Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, 2000).

e. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30˚C) dan

temperatur sampai titik didih air (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 2000).

2.4.1.3 Larutan Penyari

Pemilihan menstrum yang akan digunakan dalam ekstrak dari bahan

mentah obat tertentu berdasarkan pada daya larut zat aktif dan zat tidak aktif serta

zat yang tidak diinginkan juga tergantung pada tipe preparat farmasi yang

diperlukan, sebagai contoh yang mengandung air, hidroalkoholik atau alkoholik.

Walaupun air dan alkohol serta gliserin (dalam jumlah yang lebih sedikit),

mungkin yang paling sering digunakan sebagai pelarut dalam ekstrak obat, asam

asetat dan palarut-pelarut organik seperti eter dapat digunakan untuk tujuan

khusus (Ansel, 1989).

Pelarut untuk ekstraksi terdiri atas :

1. Pelarut Non polar : n-heksan, diklorometan, kloroform, benzena, dietil eter,

dll.

2. Pelarut polar : air, metanol, etanol, dll.

3. Pelarut Semipolar : aseton, etil asetat, dll. (Depatemen Kesehatan Republik

Indonesia, 1979).

18
2.4.2 Fraksinasi

Fraksinasi merupakan proses pemisahan antara zat cair dengan zat cair.

Fraksinasi dilakukan secara bertingkat berdasarkan tingkat kepolarannya

yaitu dari non polar, semi polar, dan polar. Senyawa yang memiliki sifat non

polar akan larut dalam pelarut non polar, yang semi polar akan larut dalam

pelarut semi polar, dan yang bersifat polar akan larut ke dalam pelarut polar.

Fraksinasi ini umumnya dilakukan dengan menggunakan metode corong

pisah atau kromatografi kolom. Kromatografi kolom merupakan salah satu

metode pemurnian senyawa dengan menggunakan kolom. Corong pisah

merupakan peralatan laboratorium yang digunakan untuk memisahkan

komponen-komponen dalam campuran antara dua fase pelarut yang memiliki

massa jenis berbeda yang tidak tercampur (Harborne, 1987).

19

Anda mungkin juga menyukai