BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Asma bronkial merupakan masalah kesehatan yang serius pada ibu hamil
dan pada saat persalinan. Asma bronkial adalah sindroma yang kompleks dengan
berbagai tipe klinis. Penyakit ini dapat disebabkan oleh faktor genetik ataupun faktor
lingkungan (virus, alergen maupun paparan bahan kerja). Pada asma bronkial terdapat
penyempitan saluran pernafasan yang disebabkan oleh spasme otot polos saluran
nafas, edema mukosa dan adanya hipersekresi yang kental. Penyempitan ini akan
menyebabkan gangguan ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi tidak merata
dalam sirkulasi darah pulmonal dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akhirnya
akan berkembang menjadi hipoksemia, hiperkapnia dan asidosis pada tingkat lanjut.
Pada asma terjadi peningkatan daya responsif percabangan trakheo-bronkhial
terhadap berbagai stimulus, dan terjadi manifestasi fisiologis berbentuk penyempitan
yang meluas pada saluran udara pernafasan yang dapat sembuh spontan atau sembuh
dengan terapi dan secara klinis ditandai oleh serangan mendadak dispnea, batuk, serta
mengi.1
1.2 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi asma dipengaruhi oleh banyak status atopi, faktor keturunan, serta
faktor lingkungan. Pada masa kanak-kanak berbanding anak perempuan 1,5:1, tetapi
menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama. Di Indonesia prevalensi
asma berkisar antara 5-7%.1 Insidensi asma dalam kehamilan adalah sekitar 0,5-1%
dari seluruh kehamilan, dimana serangan asma biasanya timbul pada usia kehamilan
24-36 minggu, dan jarang pada akhir kehamilan. Hal ini dipengaruhi karena pada
lebih dari 36 minggu kadar progesteron mengalami penurunan dan mencapai titik
tertinggi pada minggu ke-36 sedangkan pada minggu ke-1 sampai minggu ke-23
kadar progesteron belum meningkat signifikan. Prevalensi asma dalam kehamilan
4
sekitar 3,7 – 4 %. Hal tersebut membuat asma menjadi salah satu permasalahan yang
biasa ditemukan dalam kehamilan.3
jalur IgE, masuknya allergen kedalam tubuh akan diolah oleh APC (Antigen
Presenting Cells), untuk selanjutnya hasil olahan alergen akan dikomunikasikan
kepada sel Th (T penolong). Sel ini akan memberikan instruksi melalui interleukin
atau sitokin agar sel-sel plasma membentuk serta sel- sel radang lain seperti mastosit,
makrofag, sel epitel, eosinifil, neotrofil, trombosit, serta limfosit untuk mengeluarkan
mediator-mediator inflamasi seperti histamin prostaglandin (PG), leukotrin (LT),
platelet activating factor (PAF), bradikinin, tromboksin (TX) dan lain-lain akan
mempengaruhi organ sasaran menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
vaskuler, edema saluran napas, infiltrasi sel-sel radang, sekresi mukus, dan fibrosis
sub epitel sehingga menimbulkan hiperreaktivitas saluran napas (HSN). Jalur non-
alergi selain merangsang sel inflamasi, juga merangsang sistem saraf otonom dengan
hasil akhir berupa inflamasi dan hiperreaktivitas saluran napas.3
Hiperreaktivitas saluran napas diduga sebagian didapat sejak lahir. Berbagai
keadaan dapat meningkatkan hiperreaktivitas saluran napas yaitu : inflamasi saluran
napas, kerusakan epitel, mekanisme neurologis, gangguan intrinsik, dan obstruksi
saluran napas.3
1.5 PATOFISIOLOGI
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot
bronkus, penyumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi
bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisioiogis saluran napas menyempit
pada fase tersebut. Hal ini menyebabkan udara distal tempat terjadinya obstruksi
terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu,
kapasitas residu fungsional (KRF), dan pasien akan bernapas pada volume yang
tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar
saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk
mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot bantu napas.2
Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat dinilai secara obyektif
dengan VEP1 (Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) atau APE (Arus Puncak
7
perubahan nilai gas darah arteri secara signifikan merupakan faktor risiko terjadinya
hipoksemia maternal, hipoksia janin yang berkelanjutan. dan gagal napas.2
Pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis,
sedangkan pada waktu serangan tampak penderita bernapas cepat dan dalam, gelisah
duduk dengan tangan menyangga kedepan.3
Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengi. dan
sesak napas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas, seperti rasa berat didada,
dan pada asma alergi mungkin disertai pilek atau bersin, Meskipun pada mulanya
batuk tanpa disertai sekret. tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien akan
mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih kadang-kadang purulent.3
Wanita hamil dengan eksaserbasi asma akan mengeluh dispnu. batuk yang
produktif atau tidak. atau rasa tertekan di dada. Gejala yang ada bisa bertambah
buruk pada malam hari dan didahului sebelumnya rinitis alergi atau penyakit yang
disebabkan oleh virus. Pada pemeriksaan fisis biasanya frekuensi pernapasan pasien
biasanya meningkat, nadi yang cepat dan peningkatan tekanan darah. Pada
auskultasi, suara pernapasan berkurang, terdengar ronki, wheezing, dan waktu
pernapasan memanjang. Sebagai tambahan biasanya pasien menggunakan otot bantu
napas.3
Pada tahun 1993, The National Asthma Education Program ( NAEP ),
membagi dalam tiga kategori atau kelompok yaitu ringan, sedang, dan berat,
berdasarkan eksaserbasi gejala (wheezing. batuk, dispne atau ketiganya). Pembagian
ini juga berdasarkan pada episode perlangsungan asma tiap minggu, fungsi paru-
paru, frekuensi serangan asma pada malam hari, dan gangguan terhadap aktivitas
sehari-hari.4
Sedangkan menurut berat ringannya gejala, asma dapat dibagi menjadi
empat tahap yaitu : 2
9
1. Asma intermitten
Gejala intermitten (kurang dari sekali seminggu), serangan singkat (beberapa
jam sampai beberapa hari), gejala asma pada malam hari kurang dari 2 kali
sebulan, diantara serangan pasien bebas gejala dan fungsi paru normal, nilai APE
dan KVP1 > 80% dari hasil prediksi, vanabilitas <20%.
2. Asma persisten ringan
Gejala lebih dari 1 kali seminggu, tetapi kurang dari 1 kali per hari, serangan
mengganggu aktifitas dan tidur, serangan asma pada malam hari lebih dari 2
kali /bulan, nilai APE atau KVP1 > 80% dari nilai prediksi, variabilitas 20-30%.
3. Asma persisten sedang
Gejala setiap hari, serangan mengganggu aktifltas dan tidur, serangan asma
pada malam hari lebih dari 1 kali seminggu, nilai APE atau KVP, antara 60-80%
nilai prediksi, variabilitas >30%.
4. Asma persisten berat
Gejala terus menerus. sering mendapat serangan, gejala asma malam sering,
aktifitas fisik terbatas karena gejala asma, nilai APE atau KVP 1 60% nilai prediksi,
variabilitas > 30%.
1.7 DIAGNOSIS
Diagnosis asma tergantung pada informasi yang didapatkan dari beberapa
sumber lain dari anamnesis pasien asma, pemeriksaan fisis, tes laboratorium, dan tes
fungsi paru. Walaupun tidak ada tes laboratorium yang dapat memastikan diagnosis,
tes fungsi paru penting mengetahui reversibilitas penyakit, progresifitasnya dan
sebagai petunjuk pelaksanaan.4
Pada riwayat penyakit akan dijumpai keluhan batuk, sesak, mengi, atau rasa
berat di dada. Tetapi kadang- kadang pasien hanya mengeluh batuk-batuk saja yang
umumnya timbul pada malam hari atau sewaktu kegiatan jasmani. Adanya penyakit
10
alergi yang lain nada pasien maupun keluarganya, dapat membantu diagnosis. Yang
perlu diketahui adalah faktor-faktor pencetus terjadinya asma. 1
dan dari wanita yang menderita asma (misalnya dari wanita dengan asma yang
terkontrol) menunjukkan tidak ada perbedaan dalam hal berat bayi, nilai apgar, dan
tingkat kelainan kongenital, dibandingkan dengan wanita yang tidak menderita asma.5
1. 10 PENATALAKSANAAN
Penanganan asma pada kehamilan harus dilakukan secara cepat, dengan
tujuan menghilangkan gejala dan menjaga fungsi normal paru. Prinsip penanganan
penderita inpartu disertai asma sama dengan penanganan asma pada penderita yang
tidak harmil. Beberapa aspek penting dalam penanganan asma meliputi pencegahan,
monitoring fungsi paru, dan terapi farmakologi.2
2. 10. 3 PENGOBATAN
Semua obat anti asma dapat digunakan secara luas, termasuk steroid
sistemik. aman buat kehamilan dan menyusui. Terapi yang kurang merupakan
masalah utama dalam penanganan wanita hamil dengan asma. Bahan inhalasi
merupakan terapi utama untuk pengobatan asma. β-agonis menyebabkan relaksasi
14
lokal. Menghambat sekresi glandula sereus dan seromukus pada mukosa hidung.
Dosis : 2-3 puffs tiap 4-6 jam ( 18 mcg/Inhalasi)
C. Methylxanthine
Manfaat Theophyllin sebagai anti asma berkurang sejak adrenoreseptor
agonis dan obat anti inflamasi digunakan. Theophyllin mempunyai batas
terapeutik yang sempit.
Nama obat: Teophyllin ( Theo - Dur, Aminophylline ), kategon C
Menghasilkan katekolamin eksogen dan menstimulasi pelepasan katekolamin
endogen dan relaksasi muskulus diafragma, serta menyebabkan bronkodilatasi.
Dosis : 600-900 mg/ hr dalam dua atau tiga kali/hari
D. Kortikosteroid
Meliputi kortikosteroid oral (prednison), kortikosteroid inhalasi
( beclamethasone, flunisolide, triamcinolone), cromolyn dan nedocromil.
Penelitian menunjukkan efek yang stabil dengan penggunaan kortikosteroid.
Penggunaan aerosol lebih efektif untuk mengurangi efek sistemik pada terapi
kortikosteroid. Penggunaan yang lama akan mengurangi gejala dan meningkatkan
fungsi paru pada pasien dengan asma ringan. Jika bronkodilator inhalasi tidak
berhasil, maka kortikosteroid iragulasi dapat dimulai.
1. Nama obat : Prednison ( Deltason ), kategori B
Immunosupresan untuk terapi pada gangguan autoimun dapat
mengurangi inflamasi dengan meningkatkan permeabilitas kapiler dan
mengurangi aktivitas PMN.
Dosis : 5-60 mg/hr per oral dalam dua atau tiga kali/'hari.
2. Nama obat : Beclomethasone ( Beclovent, Beconase, Vancenase). kategori C
Menghambat bronkokonstriksi, menyebabkan relaksasi otot
polos, mungkin dapat mengurangi jumlah dan aktivitas sel inflamasi dan
mengurangi hiperresponsif jalan napas.
Dosis : 2-5 puffs dalam empat kali/hari (42 mcg/puffs)
16
2. 11 PROGNOSIS
Pada suatu penelitian asma dan kehamilan, sebagian pasien
tidak mengalami perubahan, dimana terdapat keadaan menjadi buruk atau
mengalami perbaikan dari keadaan sebelumnya.
Wanita dengan penyakit ringan tidak mempunyai masalah.
Pasien dengan asma berat mempunyai risiko menjadi buruk.
Adanya bukti yang tidak tetap pada wanita dengan asma, dimana
terjadi peningkatan insiden :
Kehamilan yang menginduksi hipertensi.
Bayi kecil dan preterm (kejadian ini dapat diperkecil dan
dikurangi dengan kontrol asma yang baik).
Partus preterm.