PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
II.1. Identitas
II.1.1. Identitas penderita
o Nama penderita : By. P
o Jenis kelamin : Perempuan
o Umur : 20 hari
II.2. Anamnesis
Alloanamnesis dengan ibu angkat os, pada tanggal 7 November 2014,
pukul 09.30 WIB.
a. Keluhan utama : Batuk panjang.
b. Riwayat penyakit sekarang
2
Os rujukan dari Rumah Sakit Swasta dengan keluhan batuk panjang yang
sampai menyebabkan muka tampak membiru, dan badan lemas bila hendak batuk
sejak 2 hari SMRS. Awalnya os batuk-batuk ringan dengan frekuensi jarang
selama lebih kurang 1 minggu, tidak terdengar berdahak banyak, baru 5 hari
SMRS ibu merasa anaknya batuk berdahak kuat seperti banyak lendir dan
terkadang os tampak sesak jika sedang batuk. Batuk muncul tak menentu, namun
jika os sedang menangis atau minum susu, batuk bisa tiba-tiba muncul, terkadang
os muntah jika batuk muncul ketika sedang minum susu.
Sekitar 2 hari SMRS, saat malam hari os batuk kuat, dan sebelum batuk os
tampak kesulitan untuk menarik nafas dengan posisi kepala mendongak seperti
berusaha keras untuk menarik nafas, saat berusaha untuk membatukkan dan saat
batuk, muka dan badan os tampak biru, badan biru ini berlangsung kurang lebih
30 detik, bervariasi bergantung beratnya batuk, setelahnya os tampak lemas
dengan nafas tersengal-sengal. Sebelum batuk dan badan membiru os tidak sedang
minum susu, batuk tanpa disertai muntah saat itu. Sehari SMRS os tidak mau
minum susu lagi dan bayi tampak lemas. Hal ini baru terjadi pertama kali.
Sehari sebelum MRS os sudah sangat jarang minum lagi sebab batuk yang
semakin sering muncul dan tampak sesak. 1 botol susu isi 30 cc tidak habis
dalam 24 jam. Os tampak lemas dan kurang aktif seperti biasanya sehingga ibu
membawa os ke Rumah Sakit Swasta dan kemudian dirujuk ke RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya.
3
Os tidak pernah memiliki riwayat keluhan serupa sebelumnya. Riwayat
batuk berulang, badan atau muka biru dan demam hilang timbul sebelumnya
disangkal. Riwayat opname atau dirawat atau mendapat pengobatan karena suatu
penyakit disangkal.
e. Riwayat antenatal
Os merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Selama hamil ibu kandung
os mengaku tidak memiliki masalah/penyakit kehamilan dan rutin memeriksakan
kehamilannya di puskesmas, terkadang didampingi oleh ibu angkat os. Ibu os
mengaku kehamilannya cukup bulan. Os dilahirkan secara spontan di praktik
bidan, ketuban pecah dini disangkal, perdarahan antepartum disangkal. Saat lahir,
os segera menangis. Saat itu, dilakukan pengukuran antropometri lengkap dan
diberikan injeksi vitamin-K. Os lahir dengan berat badan 2500 gram, panjang
badan 48 cm, lingkar kepala/lingkar dada 32 cm/ 32 cm.
f. Riwayat perkembangan
Sejak lahir hingga berusia 20 hari, ibu os mengaku bayinya tampak normal
selayaknya bayi lain. Interaksi dengan sanak famili lain baik. Jika di ajak
bercanda os berespon dengan senyuman.
4
g. Riwayat imunisasi
Riwayat imunisasi Hb0 (+)
h. Riwayat pemberian makanan
i. Riwayat keluarga
5
Berat badan : 2800 gram
Panjang badan : 51 cm
Lingkar kepala /lingkar dada : 35/36 cm
Kulit : Warna kulit putih, tidak ada sianosis, kelembaban
cukup, tidak ada pucat, petekie tidak ditemukan.
Kepala :
o Rambut : Rambut berwarna hitam, tidak mudah
tercabut, distribusi merata
o Kepala : Bentuk kepala normal, tidak ada caput
maupun cephal, UUB datar
o Mata : Palpebra tidak edema, konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik, diameter pupil 3 mm/ 3 mm, isokor,
reflek cahaya langsung +/+, reflek cahaya tak langsung +/+
o Telinga: Telinga simetris, tidak ada sekret.
o Hidung : Hidung normal, tidak ada napas cuping
hidung, tampak sekret sedikit di bagian dinding hidung menempel
o Mulut : Mulut normal, tidak pucat, mukosa bibir
tidak sianotik, lidah normal, tidak tampak moniliasis, tidak ada
hiperemi pada faring maupun tonsil.
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak
ada kaku kuduk, tidak ada massa.
Toraks
o Inspeksi : Simetris, tidak ada retraksi.
o Paru
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada
ketinggalan gerak, jenis pernapasan abdomino-torakal.
Palpasi : Tidak dilakukan
Perkusi : Sonor pada semua lapang paru
Auskultasi : Terdengar suara napas vesikuler +/+
normal, tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing
o Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : teraba pada SIC IV linea
midklavikula kiri
Perkusi : batas atas pada SIC II parasternalis,
batas kanan pada SIC IV parasternalis kanan, batas kiri pada
SIC IV midklavikularis kiri
6
Auskultasi : frekuensi jantung 143 kali/ menit,
regular, S1-S2 tunggal, tidak ada gallop dan murmur.
Abdomen
o Inspeksi : Datar
o Auskultasi : Bising usus terdengar normal
o Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, tidak ada teraba
masa lainnya, tidak ada ascites, turgor cepat kembali
o Perkusi : Timpani (+)
Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada pucat, tidak ada
sklerema, capillary reffil time < 2”
Genitalia : Labia mayor menutupi labia minor
Anus : Tidak ada kelainan
II.5. Resume
Nama : By. P
Umur : 28 hari
BB : 2800 gram
PB : 51 cm
LK/LD : 35 cm/ 36 cm
Keluhan utama: Batuk panjang
Uraian :
By. P datang dibawa oleh orang tua nya dengan keluhan batuk panjang
hingga muka tampak membiru dan badan lemas bila hendak batuk sejak 2 hari
SMRS. Batuk awalnya ringan, tidak terdengar berdahak banyak, lalu memberat 5
hari SMRS. Batuk berdahak disertai sesak. Batuk muncul jika menangis atau
7
minum susu atau bisa juga tiba-tiba. Jika batuk kuat saat minum susu, os sampai
muntah. Batuk terdengar seperti banyak lendir. Minum sangat kurang 1 hari
SMRS, os tampak lemas. Demam disangkal, pilek sekret bening (+). Penurunan
berat badan (+). BAB dan BAK normal, namun saat os tidak mau minum, BAK
kurang. Riwayat diberi makan atau tersedak disangkal. Riwayat kontak dengan
orang dewasa dengan batuk lama (+), riwayat kontak dengan pasien tersangka
pertusis disangkal.
Pemeriksaan fisik :
8
o Pseudoephedrine hydrochloride 2x0,1 ml
o Multivitamin drops 2x0,3 ml
o Noscapine 3x1gtt
o Cetirizine 1x0,1 ml
Non-medikamentosa
o ASI/PASI 12x20-25 cc
o Hindarkan dari tindakan yang dapat memicu batuk, seperti
pemakaian alat isap lendir, pemeriksaan tenggorokan dan
penggunaan NGT. Jika memang diperlukan, sebisa mungkin
lakukan tindakan sesuai indikasi.
o Hindarkan dari lingkungan yang memicu batuk, seperti
berdebu, pakaian atau selimut berbulu dan lain-lain.
Usul pemeriksaan
o Kultur isolat sekret nasofaring
o Foto thorax
Prognosis
o Ad vitam : ad bonam
o Ad functionam : dubia ad bonam
o Ad sanationam : dubia ad bonam
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1. Pertusis
III.1.1. Definisi
Pertusis (batuk rejan) disebut juga whooping cough, tussis quinta, violent
cough, dan di Cina disebut batuk seratus hari. Pertusis merupakan infeksi saluran
pernafasan akut berupa batuk yang sangat berat atau batuk yang intensif, yang
dapat menyerang setiap orang yang rentan seperti anak yang belum diimunisasi
atau orang dewasa dengan kekebalan yang menurun.1 Disebut juga whooping
cough oleh karena penyakit ini ditandai dengan sindrom yang terdiri dari batuk
yang bersifat spasmodik dan paroksismal disertai nada yang meninggi, karena
pasien berupaya keras untuk menarik nafas sehingga pada akhir batuk sering
disertai bunyi yang khas.2
III.1.2. Epidemiologi
10
yang tidak diimunisasi. Dengan kemajuan perkembangan antibiotik dan program
imunisasi maka mortalitas dan morbiditas penyakit ini mulai menurun.1
III.1.3. Etiologi
Organisme yang ditemukan umumnya tipe virulen (disebut fase 1). Pasase
dalam biakan dapat merangsang pembentukan varian yang avirulen (fase II, III
atau IV). Strain fase I berperan untuk penularan penyakit dan menghasilkan
vaksin yang efektif. B. pertussis dapat mati dengan pemanasan pada suhu 500C
selama setengah jam, tetapi bertahan pada suhu rendah (0-100C).1
11
pada silia. Setelah terjadi perlekatan B. pertussis, kemudian ber-multiplikasi dan
menyebar ke seluruh permukaan epitel saluran pernafasan. Proses ini tidak
invasif, oleh karena itu pada pertusis tidak terjadi bakteremia. Selama
pertumbuhan B. pertussis, maka akan menghasilkan toksin yang akan
menyebabkan penyakit yang dikenal sebagai whooping cough. Toksin terpenting
yang dapat menyebabkan penyakit disebabkan oleh karena pertussis toxin. Toksin
pertusis mempunyai 2 sub unit, yaitu A dan B. toksin sub unit B selanjutnya
berikatan dengan reseptor sel target, kemudian menghasilkan sel unit A yang aktif
pada daerah aktivasi enzim membran sel. Efek LPF menghambat migrasi limfosit
dan makrofag ke daerah infeksi.5
12
Patologi :
13
stadium ini biasanya diagnosis pertusis belum dapat ditetapkan karena
sukar dibedakan dengan common cold.
Selama stadium ini, sejumlah besar organisme tersebar dalam inti drople
dan anak sangat infeksius, pada tahap ini kuman paling mudah diisolasi.
2. Stadium spasmodik (2-4 minggu)1
Frekuensi dan derajat batuk bertambah, khas terdapat pengulangan 5-10
kali batuk kuat selama ekspirasi yang diikuti dengan usaha inspirasi masif
yang mendadak dan menimbulkan bunyi melengking (whoop). Udara yang
dihisap melalui glotis menyempit. Pada anak yang lebih tua dan bayi yang
lebih muda, serangan batuk hebat dengan berbunyi whoop sering tidak
terdengar. Selama serangan muka merah dan sianosis, mata menonjol,
lidah menjulur, lakrimasi, dan distensi vena leher bahkan sampai terjadi
petekiae di wajah (terutama di konjungtiva bulbi). Episode batuk
paroksismal dapat terjadi lagi sampai mucous plug pada saluran nafas
menghilang. Muntah sesudah batuk paroksismal cukup khas, sehingga
seringkali menjadi tanda kecurigaan apakah anak menderita pertusis
walaupun tidak disertai bunyi whoop. Berat badan menurun. Batuk mudah
dibangkitkan dengan stres emosional (menangis, sedih, gembira) dan
aktivitas fisik.
3. Stadium konvalensi (1-2 minggu)1
Stadium penyembuhan ditandai dengan berhentinya whoop dan muntah
dengan puncak serangan paroksismal yang berangsur-angsur menurun.
Batuk biasanya menetap untuk beberapa waktu dan akan menghilang
sekitar 2-3 minggu. Pada beberapa pasien akan timbul serangan batuk
paroksismal kembali. Infeksi semacam “common cold” dapat
menimbulkan serangan batuk lagi.
III.1.6. Diagnosis
14
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan
pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis yang didapat pada pemeriksaan fisik
tergantung dari stadium saat pasien diperiksa. Curiga pertusis jika anak batuk
berat lebih dari 2 minggu dengan tanda diagnnostik yang mendukung seperti :
-
Batuk paroksismal diikuti suara whoop saat inspirasi, sering disertai
muntah
-
Perdarahan subkonjungtiva
-
Anak tidak atau belum lengkap diimunisasi terhadap pertusis
-
Bayi muda mungkin tidak disertai whoop, akan tetapi batuk yang diikuti
oleh berhentinya nafas atau sianosis, atau nafas berhenti tanpa batuk.7
15
Infeksi B. parapertussis, B. bronchiseptica dan adenovirus dapat
menyerupai sindrom klinis B. pertussis. Dapat dibedakan dengan isolasi kuman
penyebab.1
III.1.8. Komplikasi
Pneumonia. Merupakan komplikasi tersering dari pertusis yang
disebabkan oleh infeksi sekunder bakteri atau akibat aspirasi muntahan.
Tuberkulosis laten dapat juga menjadi aktif.
Atelektasis terjadi sekunder terhadap sumbatan mukus yang kental. Batuk
dengan tekanan tinggi dapat menimbulkan ruptur alveoli, empisema
interstisial/subkutan dan pneumotoraks.
Kejang. Hal ini disebabkan oleh anoksia sehubungan dengan serangan
apnu atau sianotik, atau ensefalopati akibat pelepasan toksin.1
Apnu atau bradikardi atau keduanya dapat terjadi karena laringospasme
atau rangsangan vagus tepat sebelum episode batuk, dari episode selama
obstruksi, atau dari hipoksemia pasca episode.
Gizi kurang. Anak dengan pertusis dapat mengalami gizi kurang yang
disebabkan oleh berkurangnya asupan makanan dan sering muntah.
Perdarahan dan hernia.
o
Perdarahan subkonjungtiva dan epiktaksis sering terjadi pada
pertusis.
o
Hernia umbilikalis atau inguinalis dapat terjadi akibat batuk yang
kuat.4
III.1.9. Tatalaksana
Kasus ringan pada anak-anak umur 6 bulan dilakukan secara rawat jalan
dengan peralatan penunjang. Umur <6 bulan dirawat di rumah sakit, demikian
juga pada anak dengan pneumonia, kejang, dehidrasi, gizi buruk, henti nafas lama,
atau kebiruan setelah batuk.7
16
Antibiotik
Eritromisin oral (12,5 mg/kgBB/kali, 4 kali sehari) selama 10 hari atau
jenis makrolid lainnya, seperti azitromisin 10mg/kgBB/hari (maksimum
500mg) dosis tunggal selama 4 hari atau klaritromisin 20mg/kgBB/hari
(maksimum 1g/hari) 2 kali sehari selama 7 hari. Hal ini tidak akan
memperpendek lamanya sakit tetapi akan menurunkan periode
infeksius.1,6,7
Oksigen
Oksigen diberikan pada anak bila pernah terjadi sianosis atau berhenti
nafas atau batuk paroksismal berat. Gunakan nasal canul. Selalu upayakan
agar lubang hidung bersih dari mukus agar tidak menghambat aliran
oksigen.1
Tatalaksana jalan nafas
Selama batuk paroksismal, letakkan anak dengan posisi kepala lebih
rendah dalam posisi telungkup atau miring, untuk mencegah aspirasi
muntahan dan membantu pengeluaran sekret.
-
Bila anak mengalami episode sianotik, isap lendir dari hidung dan
tenggorkan dengan lembut dan hati-hati.
-
Bila apnu, segera bersihkan jalan nafas, beri bantuan pernafasan
manual atau dengan pompa ventilasi dan berikan oksigen.1
Terapi suportif lain berupa pengaturan hidrasi dan nutrisi.1
III.1.10. Prognosis
III.1.11. Pencegahan
17
pertusis dengan vaksin DPT. Pencegahan dapat dilakukan melalui imunisasi pasif
dan aktif.1
Imunisasi Pasif
Imunisasi Aktif
18
mengandung kuman pertusis utuk (whole cell), namun mengandung antigen yang
diperlukan seperti pertussis toxin, pertactin, filamentous haemaglutinin yang
berguna untuk mencegah pertusis secara klinis. Salah satu vaksin DTPa yang
beredar di Indonesia mengandung toksoid difteria 25 Lf, toksoid tetanus 10 Lf,
inactivated pertussis toxin (PT) 25 mcg, filamentous haemaglutinin (FHA) 25
mcg, dan pertactin (outer membrane protein 69 kD) 8 mcg. Vaksin DTPa dapat
memberikan imunogenitas terhadap anti PT, anti FHA, dan anti pertactin sama
baiknya dengan DTPw dalam berbagai jadwal imunisasi.
BAB IV
DISKUSI
Pada kasus ini, dilaporkan seorang By. P, berusia 20 hari dengan berat
badan 2900 gram yang dirawat di ruang perinatologi RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya dengan keluhan utama, muka membiru bila hendak batuk 2 hari
SMRS. Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan,
diketahui bahwa os sebelumnya telah mengalami batuk berdahak disertai pilek
yang sudah berlangsung lebih kurang 1 minggu dan bertambah berat dalam 5 hari
SMRS. Batuk terdengar berdahak dan muncul dipicu oleh berbagai macam hal
19
seperti menangis, namun dapat pula muncul tiba-tiba saat os sedang minum susu.
Batuk terkadang menyebabkan os sesak. Dua hari SMRS, malam harinya, os
muka dan badan tampak membiru saat hendak batuk, posisi kepala mendongak
seolah ingin mengambil nafas panjang, berlangsung lebih kurang 30 detik, setelah
batuk os tampak lega dan nafas tersengal-sengal. Keluhan seperti demam, kejang
tidak ditemukan. Terdapat penurunan berat badan, dan minum kurang sehingga
tampak lemas saat datang. Riwayat tersedak dan diberi makanan oleh keluarga
disangkal.
Pada hari ketiga perawatan, tepatnya pukul 07.15 pagi os apnu dan tampak
sianosis dengan SpO2 yang cenderung turun (<60%). Sebelumnya os tidak
diketahui apakah sedang batuk atau tidak. Dan pada hari yang sama diagnosa
diubah menjadi pneumonia pertusis. Jika kita menilik pada kepustakaan
20
sebelumnya, dituliskan bahwa kecurigaan terhadap pertusis pada bayi-bayi muda
dapat dibuat jika kita menemukan adanya batuk yang diikuti oleh berhentinya
nafas atau sianosis, atau nafas berhenti tanpa batuk. Sama hal nya pada kasus ini,
os tiba-tiba apnu dan tampak sianotik disertai adanya batuk. Terapi dilanjutkan
namun, antibiotik cefotaxime dan gentamisin diganti menjadi ceftriaxone.
21
dilakukan konsultasi kepada ahli-ahli dibidangnya, dalam hal ini spesialis THT
(telinga, hidung dan tenggorok) agar dapat dilakukan prosedur tersebut. Namun,
dikarenakan keterbatasan fasilitas untuk kultur yang tidak memadai, maka hal ini
tidak dapat dilakukan.
22
toleransi nya baik maka kita dapat meningkatkan asupannya. Tetap dianjurkan
pemberian ASI untuk pasien, namun mengingat pasien ialah anak adopsi, maka
susu formula terpaksa diberikan sebagai pengganti ASI.
Tak cukup hanya sampai pasien pulang, monitoring lebih lanjut setelah
pasien pulang juga penting. Untuk itu, pasien dianjurkan untuk kontrol kembali ke
poli tumbuh kembang untuk memantau bagaimana tumbuh kembangnya secara
berkala sesuai jadwal kunjungan yang dianjurkan. Pada saat kontrol juga perlu
ditanyakan mengenai keluhan klinis pasien akan penyakit yang sebelumnya
dideritanya, apakah keluhan batuk paroksismal dan episode sianotik masih
diketemukan, serta keluhan-keluhan lain mengenai klinis pasien sehari-hari
setelah keluar dari rumah sakit. Saat pasien pulang juga diperlukan pemberian
edukasi mengenai penanganan jika ternyata di rumah os batuk atau mengalami
episode sianotik, yakni : apabila os mengalami batuk ketika sedang meminum
susu maka segeralah susu tersebut di ambil dan os diposisikan tengkurap
menyamping untuk menghindari aspirasi. Dan jika selesai menyusui os
seharusnya disendawakan. Jika os mengalami episode sianotik yang lama, maka
segeralah bawa ke fasilitas kesehatan terdekat untuk segera mendapat pertolongan
perbaikan jalan nafas.
Selain pemantauan tumbuh kembang dan klinis pasien, tidak lupa pula
untuk imunisasinya. Pada pasien pertusis yang belum mendapatkan imunisasi,
maka imunisasi DPT tetap dilakukan, sebab pertusis tidak memberikan imun yang
bersifat life-long, sehingga imunisasi tetap harus diberikan. Mengingat pasien saat
ini berusia 28 hari, maka jadwal imunisasi dapat mengikuti jadwal imunisasi dasar
pada umumnya yakni pada usia 2, 4 dan 4 bulan. Untuk imunisasi lain juga harus
dilakukan sesuai jadwal anjuran.
23
BAB V
PENUTUP
24
didapatkan leukositosis. Sesuai kepustakaan yang ada, maka diagnosa akhir pada
kasus ini ialah pertusis. Dan terapi yang dianjurkan ialah menggunakan antibiotik
eritromisin.
DAFTAR PUSTAKA
25
4. Long SS. Pertusis. Dalam: Nelson WE, Behrman RE, Kliegman R, Arvin
AM, editor. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Jakarta: EGC;2000.
h.960-65.
5. Paddock CD, Sandem GN, Cherry JD, Gal AA, Langston C, Tatti KM et all.
Pathology and pathogenesis of fatal bordetella pertussis infection in infants.
CID Oxford J;2008. h. 47.
6. Hewlett EL, Edwards KM. Pertussis-not just for kids clinical practice. N
Engl. J. Med;2005. h. 1215-22.
7. World Health Organization (WHO). Pertusis. Dalam: Buku saku pelayanan
kesehatan anak di rumah sakit. Jakarta: WHO Indonesia;2008. h.109-13.
8. Gunardi H. Lima imunisasi dasar. Dalam: Intisari imunisasi. Departemen
Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM;2013. h.13-5.
9. American pregnancy association. Monitoring your newborn weight gain.
Diunduh dari http://americanpregnancy.org/first-year-of-life/newborn-weight-
gain/. 2013.
10. Nutriclub. Berat badan bayi. Diunduh dari
http://www.nutriclub.co.id/my_baby/my_babys_health/baby_habit/article/bab
y_weight.
26