Anda di halaman 1dari 13

TUGAS EKONOMIKA MAKRO TERAPAN

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),

Inflasi dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

Provinsi DKI Jakarta

Grace Indahwaty Simanjuntak

NIU 436712

Kelas Paruh Waktu 15

Dosen:

Dr. Duddy Roesmara Donna, M.Si.

MAGISTER EKONOMIKA PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GAJAH MADA
2018/2019
PENDAHULUAN

1. Provinsi DKI Jakarta

Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta, Jakarta Raya) yaitu ibu kota negara
Indonesia. Jakarta adalah satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki status
setingkat provinsi. Jakarta terletak di babak barat laut Pulau Jawa. Dahulu pernah
dikenal dengan nama Sunda Kelapa (sebelum 1527), Jayakarta (1527-1619),
Batavia/Batauia, atau Jaccatra (1619-1942), dan Djakarta (1942-1972). Di dunia
internasional Jakarta juga mempunyai julukan seperti J-Town, atau bertambah
populer lagi The Big Durian karena dianggap kota yang sebanding New York City
(Big Apple) di Indonesia.

Jakarta memiliki lapang sekitar 664,01 km² (lautan: 6.977,5 km²), dengan
penduduk berjumlah 9.603.417 jiwa (2013). Wilayah metropolitan Jakarta
(Jabotabek) yang berpenduduk sekitar 28 juta jiwa, adalah metropolitan terbesar
di Asia Tenggara atau urutan kedua di dunia. Sebagai pusat bisnis, politik, dan
budaya, Jakarta adalah tempat berdirinya kantor-kantor pusat BUMN, perusahaan
swasta, dan perusahaan asing. Kota ini juga menjadi tempat jabatan lembaga-
lembaga pemerintahan dan kantor sekretariat ASEAN. Jakarta diberi tanggapan
oleh dua bandar udara, yakni Bandara Soekarno–Hatta dan Bandara Halim
Perdanakusuma, serta satu pelabuhan laut di Tanjung Priok.

Jakarta adalah kota dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat. Saat
ini, bertambah dari 70% uang negara beredar di Jakarta. Perekonomian Jakarta
terutama ditunjang oleh sektor perdagangan, perbuatan baik, properti, industri
kreatif, dan keuangan. Beberapa sentra perdagangan di Jakarta yang menjadi
tempat perputaran uang cukup besar yaitu kawasan Tanah Abang dan Glodok.
Kedua kawasan ini masing-masing menjadi pusat perdagangan tekstil serta
barang-barang elektronik, dengan sirkulasi ke seluruh Indonesia. Bahkan untuk
barang tekstil dari Tanah Abang, jumlah pula yang menjadi komoditi ekspor.
Sedangkan untuk sektor keuangan, yang memberikan kontribusi cukup besar
terhadap perekonomian Jakarta yaitu industri perbankan dan pasar modal. Untuk
industri pasar modal, pada bulan Mei 2013 Bursa Efek Indonesia tercatat sebagai
bursa yang memberikan keuntungan terbesar, setelah Bursa Efek Tokyo.Pada
bulan yang sama, kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia telah mencapai USD
510,98 miliar atau nomor dua tertinggi di kawasan ASEAN.

Pada tahun 2012, pendapatan per kapita masyarakat Jakarta sebesar Rp 110,46
juta per tahun (USD 12,270). Sedangkan untuk kalangan menengah atas dengan
penghasilan Rp 240,62 juta per tahun (USD 26,735), mencapai 20% dari jumlah
penduduk. Di sini juga bermukim bertambah dari separuh orang-orang kaya di
Indonesia dengan penghasilan minimal USD 100,000 per tahun. Kekayaan
mereka terutama diperkuat dan ditegakkan oleh kenaikan harga saham serta
properti yang cukup signifikan. Saat ini Jakarta adalah kota dengan tingkat
pertumbuhan harga properti mewah yang tertinggi di dunia, yakni mencapai
38,1%. Selain hunian mewah, pertumbuhan properti Jakarta juga diperkuat dan
ditegakkan oleh penjualan dan penyewaan ruang kantor. Pada periode 2009-
2012, pembangunan gedung-gedung pencakar langit (di atas 150 meter) di
Jakarta mencapai 87,5%. Hal ini telah meletakkan Jakarta sebagai salah satu kota
dengan pertumbuhan pencakar langit tercepat di dunia. Pada tahun 2020,
diperkirakan jumlah pencakar langit di Jakarta akan mencapai 250 unit. Dan pada
saat itu Jakarta telah memiliki gedung tertinggi di Asia Tenggara dengan tinggi
mencapai 638 meter (The Signature Tower).

2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai tambah barang dan
jasa yang dihasilkan dari seluruh kegiatan perekonomian di suatu daerah.
Penghitungan PDRB menggunakan dua macam harga yaitu harga berlaku dan
harga konstan. PDRB atas harga berlaku merupakan nilai tambah barang dan jasa
yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada tahun bersangkutan,
sementara PDRB atas dasar harga konstan dihitung dengan menggunakan harga
pada tahun tertentu sebagai tahun dasar dan saat ini menggunakan tahun 2000.
Penghitungan PDRB dapat dilakukan dengan empat metode pendekatan yakni:
a) Pendekatan Produksi
Pendekatan ini disebut juga pendekatan nilai tambah dimana Nilai Tambah
Bruto (NTB) diperoleh dengan cara mengurangkan nilai output yang
dihasilkan oleh seluruh kegiatan ekonomi dengan biaya antara dari masing-
masing nilai produksi bruto tiap sektor ekonomi. Nilai tambah merupakan
nilai yang ditambahkan pada barang dan jasa yang dipakai oleh unit
produksi dalam proses produksi sebagai input antara. Nilai yang
ditambahkan ini sama dengan balas jasa faktor produksi atas ikut sertanya
dalam proses produksi.
b) Pendekatan pendapatan
Pada pendekatan ini, nilai tambah dari kegiatan-kegiatan ekonomi dihitung
dengan cara menjumlahkan semua balas jasa faktor produksi yaitu upah
dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung neto. Untuk
sektor pemerintahan dan usaha-usaha yang sifatnya tidak mencari untung,
surplus usaha (bunga neto, sewa tanah dan keuntungan) tidak
diperhitungkan.
c) Pendekatan Pengeluaran
Pendekatan ini digunakan untuk menghitung nilai barang dan jasa yang
digunakan oleh berbagai golongan dalam masyarakat untuk keperluan
konsumsi rumah tangga, pemerintah dan yayasan sosial; pembentukan
modal; dan ekspor. Mengingat nilai barang dan jasa hanya berasal dari
produksi domestik, total pengeluaran dari komponen-komponen di atas
harus dikurangi nilai impor sehingga nilai ekspor yang dimaksud adalah
ekspor neto. Penjumlahan seluruh komponen pengeluaran akhir ini disebut
PDRB atas dasar harga pasar.
d) Metode Alokasi
Metode ini digunakan jika data suatu unit produksi di suatu daerah tidak
tersedia. Nilai tambah suatu unit produksi di daerah tersebut dihitung
dengan menggunakan data yang telah dialokasikan dari sumber yang
tingkatannya lebih tinggi, misalnya data suatu kabupaten diperoleh dari
alokasi data provinsi. Beberapa alokator yang dapat digunakan adalah nilai
produksi bruto atau neto, jumlah produksi fisik, tenaga kerja, penduduk, dan
alokator lainnya yang dianggap cocok untuk menghitung nilai suatu unit
produksi.
PDRB yang disajikan secara berkala dapat menggambarkan perkembangan
ekonomi suatu daerah dan juga dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam
mengevaluasi dan merencanakan pembangunan regional. PDRB atas dasar
harga konstan menggambarkan tingkat pertumbuhan perekonomian suatu daerah
baik secara agregat maupun sektoral. Struktur perekonomian suatu daerah dapat
dilihat dari distribusi masing-masing sektor ekonomi terhadap total nilai PDRB atas
dasar harga berlaku.

Selain itu, pendapatan per kapita yang diperoleh dari perbandingan PDRB atas
dasar harga berlaku dengan jumlah penduduk pada tahun bersangkutan dapat
digunakan untuk membanding tingkat kemakmuran suatu daerah dengan daerah
lainnya. Perbandingan PDRB atas dasar harga berlaku terhadap PDRB atas dasar
harga konstan dapat juga digunakan untuk melihat tingkat inflasi atau deflasi yang
terjadi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Pendapatan Regional yang
disajikan secara berkala akan dapat diketahui:
o Tingkat pertumbuhan ekonomi;
o Gambaran struktur perekonomian;
o Perkembangan pendapatan per kapita;
o Tingkat kemakmuran masyarakat;
o Tingkat inflasi dan deflasi.

3. Inflasi

Salah satu peristiwa moneter yang sangat penting dan yangdijumpai hamper di
semua negara-negara di dunia adalah inflasi.Pengertian inflasi dibagi dalam dua
bagian, yaitu :
a) Pengertian inflasi dalam arti sempit atau relatif didefinisikan sebagai suatu
periode dimana kekuatan membelikasatuan moneter menurun atau terjadi
kenaikan harga dari sebagianbesar barang dan jasa (secara umum) secara
terus menerus. Jika kenaikan barang dan jasa hanya satu atau beberapa
macam makatidak dapat dikatakan telah terjadi inflasi, begitu juga
kenaikanbarang dan jasa yang bersifat kejutan (sekali waktu musiman)
pada hari raya islam dan natal juga tidak dapat dinamakan dengan inflasi
(Kusnadi, 1996: 276 dalam Paramitha, Gesha W.N.2009).
b) Pengertian inflasi dalam arti luas didefinisikan sebagaisuatu kenaikan relatif
dan sekonyong-konyong yang disporposionalbesar dalam tingkat harga
umum. Inflasi dapat timbul bila jumlahuang atau uang deposito (deposite
Currency) dalam peredaranbanyak, dibandingkan dengan jumlah barang-
barang serta jasa-jasayang ditawarkan atau bila karena hilangnya
kepercayaan terhadapmata uang nasional, terdapat adanya gejala yang
meluas untukmenukar dengan barang-barang. Suatu kenaikan normal
dalamtingkat harga setelah suatu periode depresi umumnya tidak dianggap
sebagai keadaan inflasi (Winardi, 1995: 235 dalam Rahayu, TriSusanti.
2005).
Teori-teori Inflasi sebagai berikut:
1) Teori Kuantitas
Teori ini adalah teori yang paling tua mengenai inflasi. Teori ini menyeroti
peranan dalam proses inflasi dari (a) jumlah uang yang beredar dan (b)
psikologi/harapan masyarakat akan kenaikan harga-harga (expectation).
2) Teori Klasik
Teori ini berpendapat bahwa tingkat harga terutama ditentukan oleh jumlah
uang beredar, yang dapat dijelaskan melalui hubungan antara nilai uang
dengan jumlah uang, serta nilai uang dan harga.
3) Teori Keynes
Teori Keynes mengenai inflasi didasarkan atas teori makronya. Menurut
teori ini, inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup sesuatu diluar
batas kemampuan ekonominya Proses inflasi menurut pandangan ini tidak
lain adalah proses perebutan bagian rejeki diantara kelompok-kelompok
sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar dan yang biasa
disediakan oleh masyarakat itu sendiri
4) Teori Strukturalis
Teori strukturalis adalah teori inflasi jangka panjang yang menyeroti sebab-
sebab inflasi yang berasal dari kekuatan struktur ekonomi. Khususnya
ketegaran supply bahan makanan dan barang-barang ekspor.

4. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

Salah satu permasalahan utama dalam pembangunan ekonomi negara-negara


berkembang yaitu pengangguran merupakan masalah yang rumit dan lebih serius
dari pada masalah perubahan dalam distribusi pendapatan. Kondisi
pembangunan ekonomi negara-negara berkembang dalam beberapa dasawarsa
ini tidak sanggup menyediakan kesempatan kerja yang lebih banyak dari pada
pertambahan penduduk, sehingga masalah pengangguran dari tahun ke tahun
semakin serius. Apabila hal tersebut tidak segera diatasi dan dicari jalan
keluarnya, maka dapat menimbulkan kerawanan sosial dan berpotensi menambah
tingkat kemiskinan. (Siswosoemarto, 2012:460-461).

Kompleksitas permasalahan pengangguran ini memang perlu untuk dibahas dan


merupakan isu penting, karena dapat dikaitkan dengan beberapa indikator-
indikator. Indikator-indikator ekonomi yang mempengaruhi tingkat pengangguran
antara lain pertumbuhan ekonomi negara bersangkutan, tingkat inflasi, serta
besaran upah yang berlaku. Apabila di suatu negara pertumbuhan ekonominya
mengalami kenaikan, diharapkan akan berpengaruh pada penurunan jumlah
pengangguran, hal ini diikuti dengan tingkat upah. Jika tingkat upah naik akan
berpengaruh pada penurunan jumlah pengangguran pula. Sedangkan tingkat
inflasi yang tinggi akan berpengaruh pada kenaikan jumlah pengangguran
(Sukirno, 2008: 53).

Salah satu indikator ekonomi yang berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan


penduduk termasuk pengangguran yaitu pertumbuhan ekonomi yang merupakan
peningkatan GDP. GDP itu sendiri adalah produk nasional yang diwujudkan oleh
faktor-faktor produksi di dalam negeri (milik warga negara dan orang asing) dalam
sesuatu negara (Sukirno, 1994). Pertumbuhan ekonomi melalui GDP yang
meningkat, diharapkan dapat menyerap tenaga kerja di Negara tersebut, karena
dengan kenaikan pendapatan nasional melalui GDP kemungkinan dapat
meningkatkan kapasitas produksi. Hal ini mengindikasikan bahwa penurunan
GDP suatu negara dapat dikaitkan dengan tingginya jumlah pengangguran di
suatu negara (Mankiw, 2000: 67).
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta


https://jakarta.bps.go.id/, berikut adalah data PDRB, Inflasi dan TPT terbaru dari daerah
DKI Jakarta.
 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) DKI Jakarta
Terdapat dua tabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Provinsi DKI Jakarta,
yaitu:
i. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut pengeluaran.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut pengeluaran yang diambil dari tabel
Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi DKI Jakarta Atas Dasar Harga Konstan 2010
Menurut Komponen Pengeluaran 2009-2017.
Tabel 1. Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi DKI Jakarta Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Komponen
Pengeluaran 2009-2017
Laju Pertumbuhan PDRB menurut Pengeluaran [Seri 2010] (Persen)
PDRB PENGELUARAN - PDRB
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
PDRB 5.21 6.53 6.73 6.53 6.07 5.91 5.91 5.88 6.22

Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 4.57 4.94 6.82 6.22 5.78 5.54 5.31 5.49 5.67

Pengeluaran Konsumsi LNPRT 15.47 -10.69 10.37 9.39 5.81 16.8 -4.65 11.67 12.37

Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 11.15 6.24 6.82 5.8 9.49 2.04 1.02 0.18 5.82

Pembentukan Modal Tetap Bruto 0.06 9.55 8.55 9.74 5.67 3.07 2.64 1.57 6.19

Perubahan Inventori -89.55 2778.1 -90.95 43.04 17.75 76.37 -2.56 67.14 30.24

Ekspor Luar Negeri -4.35 10.11 20.11 11.17 1.98 0.65 -0.98 0.34 -3.19

Impor Luar Negeri -11.23 21.13 16.7 9.3 1.09 -0.38 -11.38 -2.34 10.41

Net Ekspor Antar Daerah -21.29 36.5 29.13 5 -4.34 0.24 -23.24 1.74 29.16

Berdasarkan tabel diatas, maka Perubahan Inventori merupakan aspek yang


paling besar dalam laju pertumbuhan PDRB menurut pengeluaran pada tahun
2017 sebesar 30,24%. Pada tahun 9 tahun terakhir yaitu dari tahun 2009 sampai
dengan tahun 2017 aspek perubahan inventori merupakan hal yang sangat
mempengaruhi laju pertumbuhan PDRB Jakarta. Hal ini sesuai dengan
Penghitungan PDRB dengan pendekatan pengeluaran bahwa PDRB adalah
jumlah semua pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta
yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap
domestik bruto, perubahan inventori, dan ekspor neto di suatu wilayah/region
pada suatu periode (biasanya setahun). Faktor Kapital dan tenaga kerja
merupakan penggerak utama suatu perekonomian yang mengubah input menjadi
output yaitu berupa barang dan jasa. Oleh karena itu, persediaan (inventori)
merupakan faktor penting dalam mendorong pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi dalam laju pertumbuhan PDRB Provinsi DKI Jakarta.
ii. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut Lapangan Usaha.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut Lapangan Usaha yang diambil dari
tabel Distribusi PDRB Atas Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha (Persen).
Tabel 2. Distribusi PDRB Atas Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha (Persen)
Distribusi PDRB Atas Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha (Persen)
Lapangan Usaha
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 0.12 0.12 0.12 0.11 0.11 0.11 0.1 0.09 0.09 0.09

Pertambangan dan Penggalian 0.31 0.27 0.27 0.3 0.29 0.28 0.26 0.25 0.24 0.24

Industri Pengolahan 14.34 14.39 14.2 13.89 13.79 13.54 13.57 13.8 13.56 13.44

Pengadaan listrik dan gas 0.38 0.38 0.31 0.36 0.38 0.33 0.32 0.31 0.29 0.31
Pengadaan air, pengelolaan sampah,
0.06 0.05 0.05 0.05 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.03
limbah dan daur ulang
Konstruksi 13.87 14.05 14.02 13.88 13.8 13.63 13.34 13.13 12.88 12.81
Perdagangan besar dan eceran;
17.56 17.1 16.82 16.95 16.38 16.88 17.28 16.6 16.52 16.97
Resparasi mobil dan sepeda motor
Transportasi dan pergudangan 2.97 2.84 2.78 2.76 2.74 2.85 3.11 3.33 3.52 3.55
Penyediaan akomodasi dan makan
4.8 4.95 5.01 5.03 5.08 5.16 5.18 5.12 5.02 4.86
minum
Informasi dan komunikasi 6.63 7.03 7.53 7.44 7.5 7.49 7.3 7.13 7.22 7.54

Jasa keuangan dan asuransi 10.9 10.79 10.3 9.87 10.47 10.54 10.09 10.33 10.43 10.3

Real Estate 6.89 6.85 6.92 6.81 6.58 6.38 6.34 6.29 6.17 6.12

Jasa perusahaan 6.53 6.68 6.78 6.83 6.81 6.85 6.98 7.13 7.32 7.61
Administrasi pemerintahan,
5.12 4.68 5.14 5.95 6.12 5.77 5.73 5.74 5.66 5.2
pertahanan dan jaminan sosial wajib
Jasa pendidikan 5.07 5.24 5.14 5.02 5.1 5.15 5.26 5.52 5.68 5.45

Jasa kesehatan dan kegiatan sosial 1.54 1.52 1.53 1.55 1.59 1.62 1.63 1.64 1.69 1.68

Jasa lainnya 2.89 3.02 3.1 3.19 3.23 3.39 3.46 3.55 3.67 3.8

PDRB 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

Berdasarkan tabel diatas, maka lapangan usaha jenis perdagangan besar dan
eceran serta reparasi mobil dan sepeda motor merupakan aspek yang paling
besar dalam laju pertumbuhan PDRB menurut lapangan usaha dari tahun 2008
sampai dengan 2017. Peningkatan kontribusi lapangan usaha didorong oleh
perdagangan dari sisi penjualan kendaraan bermotor. Baik itu penjualan untuk
mobilnya ataupun suku cadangnya. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa akomodasi
transportasi kendaraan pribadi meningkat sejalan dengan faktor ekonomi yang
dimiliki penduduk Jakarta yang sebgaian besar adalah pekerja.
 Inflasi
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, Inflasi yang diambil
dari tabel Inflasi Provinsi DKI Jakarta Menurut Kategori, 2015-2018.
Tabel 3. Inflasi Bulanan Provinsi DKI Jakarta Menurut Kategori, 2015-2018
Inflasi
Inflasi Pengeluaran 2015 2016 2017
Tahunan Tahunan Tahunan
Umum 3.3 2.37 3.72

Bahan Makanan 4.86 5.31 2.32

Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 7.01 4.02 5.06

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 3.52 2.42 3.54

Sandang 4.92 4.17 4.98

Kesehatan 4.75 3.96 3.28

Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 4.01 0.86 0.66

Transport, Komunikasi dan Jasa Keuangan -1.3 -1.28 4.69

Berdasarkan tabel diatas, maka jenis Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau
merupakan aspek yang paling besar dalam inflasi dari tahun 2015 sampai dengan
2017. Jakarta sebagai pusat perkantoran di Indonesia dengan pola hidup yang kurang
baik dengan banyak mengkonsumsi makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau.
Hal ini memang sesuai dengan fakta yang ada bahwa banyak para pekerja yang lebih
memilih untuk mengefektifkan waktu makan dengan makanan jadi serta
mengkonsumsi rokok dan tembakau.
 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, Tingkat
Penggangguran Terbuka (TPT) yang diambil dari tabel Tingkat Pengangguran
Tebruka (TPT), 2015.
Tabel 4. Tingkat Pengangguran Tebruka (TPT), 2015
TPT (Persen)
Wilayah
2011 2012 2013 2014 2015
DKI JAKARTA 10.8 9.87 9.02 8.47 7.23

KEPULAUAN SERIBU 11.38 13.97 6.03 5.43 5.51

JAKARTA SELATAN 10.36 8.96 8.56 7.56 6.36


JAKARTA TIMUR 10.95 10.39 9.47 8.72 9.13

JAKARTA PUSAT 11.21 10.72 8.6 7.81 6.51

JAKARTA BARAT 10.72 9.31 8.69 9 6.31

JAKARTA UTARA 10.98 10.33 9.67 8.88 7.11

Berdasarkan tabel diatas, maka Wilayah Jakarta Timur merupakan wilayah yang
paling besar dalam dalam tingkat pengangguran terbuka pada tahun 2015, yaitu
sebesar 9,13%. Penyebaran tingkat pengangguran di Provinsi DKI Jakarta dapat
dilihat dengan rata-rata wilayah yang setiap tahun berganti sebagai penyumbang
tingkat pengangguran terbuka tertinggi.
KESIMPULAN

1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Pengeluaran


Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, maka yang paling
berpengaruh pada Produk Domestik Regional Bruto Menurut Pengeluaran 2009-2017
adalah Perubahan Inventori. Hal ini dapat dilihat pada diagram dibawah ini:
Diagram 1. Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi DKI Jakarta Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Komponen
Pengeluaran 2009-2017

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Pengeluaran


Provinsi DKI Jakarta 2009-2017

3000

2500

2000

1500

1000

500
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
Pengeluaran Konsumsi LNPRT
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto
0 Perubahan Inventori
Ekspor Luar Negeri
2009 2010 Impor Luar Negeri
2011 2012 Net Ekspor Antar Daerah
2013 2014
-500 2015 2016
2017

Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi LNPRT


Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto
Perubahan Inventori Ekspor Luar Negeri
Impor Luar Negeri Net Ekspor Antar Daerah
2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, maka yang paling
berpengaruh pada Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha 2008-
2017 adalah perdagangan besar dan eceran serta reparasi mobil dan sepeda motor.
Hal ini dapat dilihat pada diagram dibawah ini:
Diagram 2. Distribusi PDRB Atas Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha (Persen)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha Provinsi


DKI Jakarta 2008-2017

2017

2016

2015

2014

2013

2012

2011

2010

2009

2008

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Jasa lainnya
Jasa kesehatan dan kegiatan sosial
Jasa pendidikan
Administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib
Jasa perusahaan
Real Estate
Jasa keuangan dan asuransi
Informasi dan komunikasi
Penyediaan akomodasi dan makan minum
Transportasi dan pergudangan
Perdagangan besar dan eceran; Resparasi mobil dan sepeda motor
Konstruksi
Pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang
Pengadaan listrik dan gas
Industri Pengolahan
Pertambangan dan Penggalian
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
3. Inflasi
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, maka yang paling
berpengaruh pada Inflasi 2015-2017 adalah Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan
Tembakau. Hal ini dapat dilihat pada diagram dibawah ini:
Diagram 3. Inflasi Bulanan Provinsi DKI Jakarta Menurut Kategori, 2015-2018

Inflasi 2015-2018

Transport, Komunikasi dan Jasa Keuangan

Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga

Kesehatan

Sandang

Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar

Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau

Bahan Makanan

-5 0 5 10 15 20

2015 2016 2017

4. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)


Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, maka daerah yang
paling berpengaruh pada Tingkat Pengangguran Terbuka tahun 2015 adalah Jakarta
Timur. Hal ini dapat dilihat pada diagram dibawah ini:
Diagram 4. Tingkat Pengangguran Tebruka (TPT), 2015-2018

Chart Title

JAKARTA UTARA

JAKARTA BARAT

JAKARTA PUSAT

JAKARTA TIMUR

JAKARTA SELATAN

KEPULAUAN SERIBU

0 10 20 30 40 50 60

2011 2012 2013 2014 2015


5. Laju Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Inflasi dan Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT)
Berdasarkan data Badan Pusat Statistika Provinsi DKI Jakarta yang tersedia
antara tahun 2011 sampai dengan 2014, bahwa laju pertumbuhan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) menurun sedangkan untuk laju pertumbuhan
Inflasi meningkat dan laju pertumbuhan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
menurun. Hal tersebut dapat dilihat pada diagram dibawah ini:
Diagram 5. Laju Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Inflasi dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
2011-2014

Laju PDRB, Inflasi dan TPT Provinsi DKI Jakarta 2011-2014


12

10

0
PDRB Inflasi TPT

2011 2012 2013 2014

Anda mungkin juga menyukai