Anda di halaman 1dari 8

Tinjauan Pustaka

Manajemen luka pasca operasi yang tepat sangat penting dalam mencegah komplikasi yang
mungkin terjadi, salah satunya yaitu surgical site infection (SSI), ruptur luka bekas operasi, dan
hematoma1.

1. Proses Penyembuhan Luka


Luka akan sembuh sesuai dengan tahapan yang spesifik dimana bisa terjadi tumpang
tindih (overlap). Tanpa melihat jenis lukanya, fase penyembuhan luka meliputi :
1) Fase Inflamasi
Fase ini muncul segera setelah injury dan dapat berlanjut sampai 5 hari. Dimulai
saat terjadinya luka dan terjadi proses hemostatis yang ditandai dengan pelepasan
histamin dan mediator lain lebih dari sel-sel yang rusak, disertai proses
peradangan dan migrasi sel darah putih ke daerah yang rusak. Tanda-tanda
inflamasi disekitar luka antara lain : kemerahan (rubor), hangat (kalor), bengkak
(tumor), nyeri (dolor) dan hilangnya fungsi (fungsi laesa)2-4.
2) Fase Proliferasi / Epitelisasi
Fase ini berlangsung dari hari ke 6 sampai dengan 3 minggu. Fibroblast (sel
jaringan penyambung) memiliki peran yang besar dalam proses proliferasi.
Pembuluh darah baru diperkuat oleh jaringan ikat dan menginfiltrasi luka. Saat
bagian dasar luka sudah terisi, luka akan berkontraksi secara gradual dan jaringan
epitel akan mulai tumbuh dari tepi luka. Hingga akhirnya proses epitalisasi
sempurna dan jaringan epitel sempurna menutupi permukaan luka. Penampilan
klinisnya antara lain dasar luka merah cerah (granulasi dengan vaskularisasi
baik), kadang ditemukan bekuan darah, adanya kulit baru (epitelisasi) bewarna
merah muda pada tepi luka2-4.
3) Fase maturasi / Remodelling
Tahap ini berlangsung mulai pada hari ke 21 dan dapat berlangsung sampai
berbulan-bulan dan berakhir bila tanda radang sudah hilang. Pada fase ini terjadi
repitelisasi, kontruksi luka, dan organisasi jaringan ikat. Dimana luka sudah
menutup sempurna pada hari ke-21 dan akan muncul bekas luka (scar) atau
keloid (scar yang menebal) selama proses maturasi berlangsung. Dalam fase ini
terdapat remodeling luka yang merupakan hasil dari peningkatan jaringan
kolagen, pemecahan kolagen yang berlebih dan regresi vaskularitas luka2-4.
2. Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:
1) Vaskularisasi
Mempengaruhi luka karena luka membutuhkan keadaan peredaran darah yang
baik utnuk pertumbuhan atau perbaikan sel.
2) Anemia
Memperlambat proses penyembuhan luka mengingat perbaikan sel membutuhkan
kadar protein yang cukup.
3) Usia
Kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan dengan pertumbuhan atau
kematangan usia seseorang. Namun selanjutnya proses penuaan dapat
menurunkan sistem perbaikan sel sehingga dapat memperlambat proses
penyembuhan luka.
4) Penyakit lain
Mempengaruhi proses penyembuhan luka. Seperti diabetes dan ginjal dapat
memperlambat proses penyembuhan luka.
5) Nutrisi
Merupakan unsur pertama dalam membantu perbaikan sel, terutama karena
kandungan zat gizi yang terdapat didalamnya, sebagai contoh vitamin A untuk
membantu proses epitelisasi/penutupan luka dan sintesis kolagen, vitamin B
kompleks sebagai kofaktor pada sistem enzim yang mengatur metabolisme
protein, karbohidrat dan lainnya.
6)Kegemukan, obat-obatan, merokok dan stres
7)Tehnik penanganan luka yang tidak tepat
8)Lokasi luka (mobilitas pasien)
9)Status imunologi
10) Kadar gula darah (impaired white cell function) dan Kadar albumin darah
(‘building blocks’ for repair, colloid osmotic pressure – oedema)1.
3. Tipe Penyembuhan Luka
1) Primary healing
Jaringan yang hilang minimal, tepi luka dapat kembali melalui jahitan, klip atau
plester. Mayoritas luka operasi akan menutup pada penyembuhan primer dengan
epitalisasi sempurna dan bekas luka yang minimal5.
2) Secondary healing
Proses penyembuhan tertunda dan hanya bisa terjadi melalui proses granulasi,
kontraksi dan epitelisasi. Proses penyembuhan ini bisa terjadi akibat adanya
infeksi atau tepi luka tidak mampu memulai proses penyembuhan secara
sempurna. Pada penyembuhan sekunder, luka akan sembuh oleh granulasi alami,
kontraksi yang mungkin terjadi, dan epitalisasi yang lambat sehingga cenderung
menghasilkan scar yang lebih besar6-7.
4. Perawatan Luka pasca operasi
a. Pengertian Perawatan Luka
Perawatan luka merupakan tindakan untuk merawat luka dengan tujuan
meningkatkan proses penyembuhan jaringan dan mencegah infeksi. Perawatan
luka operasi adalah perawatan luka yang dilakukan pada pasien operasi dengan
tujuan mencegah infeksi dan merasa aman1.
b. Tujuan Perawatan Luka
Terlepas dari apapun, tujuan perawatan luka pasca operasi yaitu untuk
memastikan bahwa luka sembuh dengan cepat tanpa adanya komplikasi, disertai
dengan fungsi dan estetika yang baik8. Selain itu, tujuan perawatan luka antara
lain:
1) Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka.
2) Absorbsi drainase.
3) Menekan dan imobilisasi luka.
4) Mencegah jaringan epitel baru dari cedera mekanis.
5) Menghambat atau membunuh mikroorganisme.
6) Mencegah perdarahan.
7) Mencegah luka dari kontaminasi.
8) Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing.
9) Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien1.

c. Perawatan Luka Pasca Operasi


1) Memastikan luka dalam keadaan bersih
Setiap luka harus dipastikan dalam kondisi bersih untuk mencegah terjadinya
SSI. Membersihkan luka dibutuhkan untuk menghilangkan debris dari luka yang
bisa menghambat proses penyembuhan, seperti eksudat berlebih maupun jaringan
mati5. Irigasi yang tepat dengan menggunakan larutan salin steril hangat maupun
air melalui syringe dilakukan untuk meminimalisir trauma luka dan
mengoptimalisasi lingkunagn penyembuhan luka10. Meskipun demikian,
membersihkan luka dari eksudat tidak dianjurkan jika eksudat masih dalam batas
normal. Proses pembersihan luka harus dalam kadar yang tepat serta sesuai
indikasi, sebab jika berlebihan pada akhirnya justru bisa menghambat proses
penyembuhan luka. Rekomendasi The National Institute for Health and Care
Excellence (NICE) mengenai manajemen luka post operasi bisa dilihat pada tabel
19.
Rekomendasi untuk mencegah SSI pada luka post operasi
Dressing dan membersihkan luka
- Gunakan teknik tidak menyentuh dan aseptik, dalam mengganti dan melepas dressing
- Pastikan luka tidak tersentuh hingga 48 jam setelah operasi, gunakan larutan saline
steril untuk membersihkan luka pada periode ini hanya jika diperlukan
- Edukasi pasien bahwa mereka mungkin tidak bisa mandi secara nyaman dalam 48 jam
setelah operasi
- Gunakan tap water untuk membersihkan luka setelah 48 jam jika luka telah
terpisahkan atau sudah dibuka melalui operasi untuk mendrainase pus
- Gunakan dressing interaktif untuk luka operasi yang sembuh dengan penyembuhan
sekunder
- Rujuk ke perawat kelayakan jaringan (atau tenaga kesehatan yang ahli dengan
kelayakan jaringan) untuk menentukan dressing yang tepat pada luka post operasi
dengan penyembuhan sekunder.
Terapi antibiotik
- Jika terdapat dugaan SSI, atau infeksi akibat kesalah terapi, beri pasien antibiotik
- Pilih antibiotik yang menjangkau bakteri kausatif. Pertimbangkan pola resistensi lokal
dan hasil pemeriksaan abkteriologis
Debridement
- Jangan gunakan Eusol dan gauze, atau dextranomer atau terapi enzim untuk
debridement pada SSI
Layanan perawatan luka spesialis
- Untuk meningkatkan manajemen luka operasi, gunakan pendekatan terstrukturisasi
untuk merawat dan menyediakan pendidikan yang lebih baik
Jangan menggunakan ini untuk menurunkan resiko SSI:
- Agen antimikroba loka untuk luka operasi yang sembuh dengan penyembuhan primer
- Eusol dan gauze, atau moist cotton gauze atau mercuric antiseptic solutions untuk luka
operasi yang sembuh dengan penyembuhan sekunder.
Tabel 1. Rekomendasi pencegahan SSI pada luka post operasi NICE9.
2) Dressing
Selain memastikan luka dalam kondisi bersih, manajemen luka post operasi yang
penting adalah dressing atau penutupan luka. Dressing bertujuan untuk
memastikan lingkungan luka dalam kondisi lembab sehingga bisa mendorong
proses penyembuhan luka serta bisa menghilangkan eksudat berlebih, bahkan
juga menjadi penghalang bagi bakteri dan cairan kontaminan. Dressing juga
mudah untuk menempel pada permukaan kulit namun saat dilepas tidak
membekas11.
Ada berbagai jenis dressing yang bisa digunakan sesuai dengan jenis luka pasien.
Faktor yang harus diperhatikan dalam memilih jenis dressing adalah posisi,
ukuran, dan kedalaman luka, serta banyaknya eksudat 12-13. Pada luka post operasi,
dressing biasanya sudah dipasang saat proses operasi sehingga kondisi steril pada
luka langsung tercipta. Namun untuk menilai kondisi luka pasca operasi, tenaga
kesehatan diperbolehkan untuk membuka dressing awal dan menggantinya
dengan dressing baru. Penggantian dressing juga bisa dilakukan ketika dressing
sudah tidak bisa berfungsi secara sempurna, misalnya dressing yang terlalu basah
akibat eksudat berlebih, dressing yang tidak tertutup sempurna atau lepas,
ataupun ketika diduga terdapat adanya komplikasi pada luka1.

d. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering muncul pada luka post operasi adalah infeksi dan
ruptur luka. Gejala yang harus dinilai untuk mewaspadai terjadinya komplikasi
antara lain: demam, hematoma, seroma, terpidahnya ujung luka, dan discharge
purulen dari luka. Jika diduga terdapat adanya infeksi, maka harus dipertimbangkan
dilakukannya manajemen aktif. Lakukan swab luka untuk kultur bakteri dan menilai
sensitivitas bakterinya. Kemudian berikan antibiotik empiris yang diganti dengan
antibiotik sesuai hasil kultur jika hasilnya sudah didapatkan 14. Luka dengan gejala
yang samar tidak membutuhkan pemberian antibiotik segera, namun hanya perlu
dilakukan observasi ketat dan pengawasan secara reguler terhadap gejala yang
muncul1.
Ruptur luka yang superfisial bisa ditutup oleh penyembuhan sekunder setelah
jaringan nekrotik dibuang, dan dibantu dengan dressing. Debridement dan penutupan
primer diindikasikan pada ruptur yang kecil. Sedangkan dressing tekanan negatif
digunakan untuk ruptur luka yang besar dan dalam15. Sebaikanya libatkan spesialis
apabila ragu dengan pilihan tindakan yang perlu untuk diberikan1.
Beberapa faktor resiko juga bisa mempengaruhi komplikasi yang mungkin muncul.
Antara lain tipe operasi dan bagian tubuh yang terlibat, obat-obat tertentu, penyakit
imunosupresif, diabetes tidak terkontrol, penyakit vaskuler perifer, perokok, dan
malnutrisi15-17. Metotrexate dan prednisolon serta penyakit imunosupresif bisa
menekan proses inflamasi sehingga proses penyembuhan menjadi tertunda. Proses
inflamasi awal juga terganggu akibat kondisi hiperglikemi yang menghilangkan
fungsi neutrofil dan fagosit. Pasien dengan penyakit vaskuler perifer dan perokok,
oksigen yang tersalurkan ke jaringan tidak cukup. Malnutrisi bisa melambatkan
proses metabolisme sehingga sintesis kolagen menjadi berkurang. Faktor-faktor
tersebut harus diperhatikan untuk mencegah munculnya komplikasi terhadap luka
post operasi15-17.

Daftar pustaka:
1. Yao K, Bae L, Yew WP. 2013. Post operative wound management. Australian
Family Physician; Vol. 42, No. 12.
2. Gilmore MA. Phases of Wound healing. Dimens Oncol Nurs 1991;5:32–34.
3. Broughton G 2nd, Janis JE, Attinger CE. Wound healing: an overview. Plast
Reconstr Surg 2006;117(7suppl):1–32eS.
4. Hunt TK, Hopf H, Hussain Z. Physiology of Wound healing. Adv Skin Wound
Care 2000;13:6–11.
5. Velnar T, Bailey T, Smrkolj V. The wound healing process: an overview of the
cellular and molecular mechanisms. J Int Med Res 2009;37:1528–42.
6. Rivera AE, Spencer JM. Clinical aspects of full thickness wound healing. Clin
Dermatol 2007;25:39–48.
7. Witte MB, Barbul A. General principles of wound healing. Surg Clin North Am
1997;77:509–28.
8. Singer AJ, Dagum AB. Current management of acute cutaneous wounds. NEJM
2008;359:1037–46.
9. National Institute for Health and Care Excellence. Prevention and treatment of
surgical site infections. Tersedia di publications.nice.org.uk/surgical-site-
infection-cg74 [Diakses pada 13 April 2019].
10. Ennis WJ, Valdes W, Salzman S, Fishman D, Meneses P. Trauma and wound
care. In: Morison MJ, Ovington LG, Wilkie K, editors. Chronic wound care. A
problem-based learning approach. London: Mosby Elsevier Limited; 2004. p.
291–307.
11. Ruszczak Z, Schwartz RA, Joss-Wichman E, Wichman R, Zalewska A.
Medscape reference: surgical dressings. Tersedia di emedicine.medscape.
com/article/1127868-overview#showall [Diakses pada 13 April 2019].
12. Walter CJ, Dumville JC, Sharp CA, Page T. Systematic review and meta-analysis
of wound dressings in the prevention of surgical-site infections in surgical
wounds healing by primary intention. Br J Surg 2012;99:1185–94.
13. Murphy PS, Evans GRD. Advances in wound healing: a review of current wound
healing products. Plast Surg Int 2012;2012:190436.
14. Singhal H, Kaur K, Zammit C. Medscape reference: wound infection treatment
and management. Tersedia di emedicine.medscape.com/ article/188988 [Diakses
pada 13 April 2019].
15. Avila C, Bhangoo R, Figueroa R, Santorelli J, Ogburn P, Desan PH. Associations
of smoking with wound complications after caesarean delivery. J Matern Fetal
Neonatal Med 2012;25:1250–53.
16. Schweinberger MH, Roukis YS. Wound complications. Clin Podiatr Med Surg
2008;26:1–10.
17. Gaston RG, Kuremsky MA. Postoperative infections: prevention and
management. Crit Care Nurs Clin North Am 2012;24:323–44.

Anda mungkin juga menyukai