Ajeng Kusumaningrum 17612988
Ajeng Kusumaningrum 17612988
Oleh
AJENG KUSUMANINGRUM
17612988
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan tugas
take home keperawatan gadar yang Alhamdulillah tepat pada waktunya. Makalah ini
berisikan tentang ualasan materi dan jawaban dari pertanyaan tentang bagaiman
resusitasi cairan dan pembatsan cairan pada pasien cidera kepala serta penerapan
terapi hipotermia untuk pasien cidera kepala ..
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cedera kepala dapat disebut juga dengan head injury ataupun traumatic brain
injury. Kedua istilah ini sebenarnya memiliki pengertian yang sedikit berbeda. Head
injury merupakan perlukaan pada kulit kepala, tulang tengkorak, ataupun otak
sebagai akibat dari trauma. Perlukaan yang terjadi dapat mengakibatkan
terjadinyabenjolan kecil namun dapat juga berakibat serius (Heller, 2013).
Sedangkan, traumatic brain injury merupakan gangguan fungsi otak ataupun patologi
pada otak yang disebabkan oleh kekuatan (force) eksternal yang dapat terjadi di mana
saja termasuk lalu lintas, rumah, tempat kerja, selama berolahraga, ataupun di medan
perang (Manley dan Mass, 2013).
Selain management resusitasi caiaran yang tepat pada kasus cidera kepala
dapat dilakukan proteksi otak dengan terapi hipotermia. Proteksi otak adalah
serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mencegah atau mengurangi kerusakan
sel-sel otak yang diakibatkan oleh keadaan iskemi. Iskemia adalah gangguan
hemodinamik yang akan menyebabkan penurunan aliran darah otak sampai suatu
tingkat yang akan menyebabkan kerusakan otak yang ireversibel. Iskemi serebral dan
atau hipoksia dapat terjadi sebagai konsekuensi dari syok, stenosis atau oklusi
pembuluh darah, vasospasme, neurotrauma, dan henti jantung.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana resusitasi cairan pada cidera kepala ?
2. Apakah ada pembatasan cairan atau memperbanyak cairan pada cidera kepala ?
3. Bagaimana terapi hipotermia pada cidera kepala ?
4. Apakah terapi hipotermia diperbolehkan dalam kasus cidera kepala ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana resusitasi cairan pada cidera kepala
2. Untuk mengetahui pakah ada pembatasan cairan pada kasus cidera kepala
3. Untuk mnegetahui bagaimana terapi hipotermia pada kasus cidera kepala
4. Untuk mngetahui apakah terapi hipotermia menjadi terapi yang dianjurakan
pada kasus cidera kepala
BAB 2
PEMBAHASAN
Cedera kepala dapat disebut juga dengan head injury ataupun traumatic brain
injury. Kedua istilah ini sebenarnya memiliki pengertian yang sedikit berbeda. Head
injury merupakan perlukaan pada kulit kepala, tulang tengkorak, ataupun otak
sebagai akibat dari trauma. Perlukaan yang terjadi dapat mengakibatkan
terjadinyabenjolan kecil namun dapat juga berakibat serius (Heller, 2013).
Sedangkan, traumatic brain injury merupakan gangguan fungsi otak ataupun patologi
pada otak yang disebabkan oleh kekuatan (force) eksternal yang dapat terjadi di mana
saja termasuk lalu lintas, rumah, tempat kerja, selama berolahraga, ataupun di medan
perang (Manley dan Mass, 2013)
Menurut Dawodu (2013), cedera kepala merupakan gangguan pada otak yang
bukan diakibatkan oleh suatu proses degeneratif ataupun kongenital, melainkan suatu
kekuatan mekanis dari luar tubuh yang bisa saja menyebabkan kelainan pada aspek
kognitif, fisik, dan fungsi psikososial seseorang secara sementara ataupun permanen
dan berasosiasi dengan hilangnya ataupun terganggunya status kesadaran seseorang.
B. ETIOLOGI
Menurut Hyder, dkk (2007), penyebab cedera kepala yang paling sering
dialami di seluruh dunia adalah akibat kecelakaan lalu lintas. Sekitar 60% dari kasus
cedera kepala merupakan akibat dari kelalaian dalam berlalu lintas, 20 - 30% kasus
disebabkan oleh jatuh, 10% disebabkan oleh kekerasan, dan sisanya disebabkan oleh
perlukaan yang terjadi di rumah maupun tempat kerja. Cedera kepala dapat
disebabkan oleh dua faktor, yaitu :
1. Trauma Primer, terjadi akibat trauma pada kepala secara langsung maupun tidak
langsung (akselerasi dan deselerasi).
2. Trauma Sekunder, terjadi akibat trauma saraf (melalui akson) yang meluas,
hipertensi intracranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi sistemik (Sibuea,
2009)
C. KLASIFIKASI
Terdapat beberapa macam klasifikasi cedera kepala dimulai dari klasifikasi
berdasarkan tingkat keparahannya sampai dengan klasifikasi cedera kepala
berdasarkan patofisiologinya. Namun demikian, terdapat tiga sistem klasifikasi
yang umum digunakan, yaitu :
1. Klasifikasi Menurut Tingkat Keparahanya
pasien dengan kepala dilakukan berdasarkan pada kriteria tingkat
keparahan kerusakan neurologis (neurologic injury severity criteria)
pasientersebut. Skala pengukuran yang paling sering digunakan untuk
mengukur tingkat keparahan kerusakan neurologis pada orang dewasa adalah
GCS.Dasar dari pernyataan tersebut adalah, GCS memiliki realibilitas inter
observer dan kapabilitas dalam menentukan prognostik pasien yang baik
(Saatman, dkk, 2008)
GCS dibuat oleh Jennet dan Teasdale pada tahun 1974. Selain
digunakan untuk menafsirkan tingkat kesadaran dan prognosis penderita
cedera kepala, GCS juga dapat dipakai untuk menilai kelainan neurologis
secara kuantitatif serta dapat digunakan secara umum untuk mendeskripsikan
keparahan pasien pasiencedera
kepala. Nilai GCS dapat diperoleh dengan cara memeriksa kemampuan
membuka mata, motorik, dan verbal pasien. Masing-masing komponen
pemeriksaan memiliki nilai tertinggi sebesar 4,6, dan 5.Berdasarkan GCS,
cedera kepala dapat dikategorikan menjadi cedera kepala ringan (GCS 14 –
15), cedera kepala sedang
(GCS 9 – 13), dan cedera kepala berat (GCS 3–8) (Sibuea, 2009)
2. Klasifikasi Berdasarkan
Pathoanatomic Klasifikasi pathoanatomic menunjukkan lokasi atau
ciri-ciri anatomis yang mengalami abnormalitas. Fungsi klasifikasi ini adalah
untuk terapi yang tepat sasaran. Kebanyakan pasien dengan trauma yang
parah akan memiliki lebih dari satu jenis perlukaan bila pasien
diklasifikasikan menggunakan metode ini.
Penilaian dilakukan dimulai dari bagian luar kepala hingga ke dalam
untuk melihat tipe perlukaan yang terjadi dimulai dari laserasi dan kontusio
kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, perdarahan epidural, perdarahan
subdural, perdarahan subaraknoid, kontusio dan laserasi otak, perdarahan
intraparenkimal, perdarahan intraventrikular, dan kerusakan fokal maupun
difus dari akson. Masing-masing dari entitas tersebut dapat dideskripsikan
lebih jauh lagi meliputi seberapa luas kerusakan yang terjadi, lokasi, dan
distribusinya (Saatman, dkk, 2008).
B. SARAN
Dalam pemilihan terapi atau tatalaksana haruslah sesuai dengan kondisi pasien
, setiap tindakan pasti memiliki efek samping masing masing, selama masih
dapat dicegah atau diminimalisir dan mendapatkan hasil yang menjanjikan
tidak ada salahnya untuk melakukan tindakan tersebut
DAFTAR PUSTAKA
Narayan RK. (2001). Hypothermia for traumatic brain injury- a good idea proved
ineffective. N Engl J Med.
Saatman KE,et al. (2008). Clasification Of Traumatic Brain Injury For Targeted
Therapies. J Neurotrauma.