Anda di halaman 1dari 36

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt. atas petunjuk, rahmat, dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun dalam
rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teori Birokrasi sebagai salah satu
persyaratan dalam menyelesaikan studi pada semester 6 di Institut Pemerintahan
Dalam Negeri dan sebagai bahan pembelajaran.

Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak akan tersusun dengan baik
tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak . Dalam penyusunan tugas ini, tidak
sedikit hambatan yang dihadapi penulis. Kelancaran dalam penyusunan tugas ini
tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua sehingga kendala-
kendala yang dihadapi dapat teratasi.Oleh karena itu, pada kesempatan ini tidak
lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu, orangtua, dan dosen Teori Birokrasi telah memberikan pembelajaran
yang sangat bermanfaat.

Semoga laporan ilmiah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas
serta memberikan informasi bagi masyarakat. Apabila ada saran dan kritik
terhadap tugas ini, penulis terima dengan senang hati.

Jatinangor, Juli 2019

Penulis

i
ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................ i

DAFTAR ISI...................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................. 1

1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................... 6

1.3 Tujuan............................................................................................ 6

BAB II PEMBAHASAN................................................................... 7

2.1 Perizinan......................................................................................... 7

2.2 Penyalahgunaan Wewenang Pemerintah Daerah.......................... 14

2.3 Permasalahan Berkaitan Dengan Penyalahgunaan Wewenang Pemerintah


Daerah Dalam Perizinan...................................................................... 22

2.4 Kasus Yang Berkaitan Dengan Penyalahgunaan Wewenang Pemerintah


Daerah Dalam Perizinan..................................................................... 24

2.5 Cara Mengatasi Penyalahgunaan Wewenang Pemerintah Daerah Dalam


Perizinan............................................................................................. 29

BAB III PENUTUP........................................................................... 32

3.1 Kesimpulan.................................................................................... 32

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Sejak terjadinya reformasi 1998, tonggak sejarah baru dalam perjalanan


ketatanegaraan Indonesia dimulai dari awal. UUD 1945 yang disakralkan oleh
Orde Baru, seolah terkikis oleh arus reformasi. Dari tahun 1999 sampai 2002,
UUD 1945 telah mengalami perubahan mendasar sebanyak empat kali. Dalam
rangka perubahan pertama sampai perubahan keempat UUD 1945, telah
mengadopsi prinsipprinsip baru dalam sistem ketatanegaraan, mulai dari
pemisahan kekuasaan, check and balances, otonomi daerah, sampai penyelesaian
“konflik politik” melalui jalur hukum.

Apabila ditelaah dari sejarah pembentukan UUD 1945, dapat dikatakan


bahwa Moh. Yamin adalah orang pertama yang membahas masalah Pemerintahan
Daerah dalam Sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945. Dalam siding itu Moh.
Yamin mengatakan : “Negeri, Desa dan segala persekutuan adat yang dibaharui
dengan jalan rasionalisme dan pembaharuan zaman, dijadikan kaki susunan
sebagai bagian bawah. Antara bagian Atas dan bagian Bawah dibentuk bagian
tengah sebagai Pemerintahan Daerah untuk menjalankan Pemerintahan urusan
Dalam, Pangreh Praja”.

Berdasarkan pendapat dari salah satu tokoh perancang UUD 1945 tersebut,
bahwa Indonesia sebagai Negara kesatuan yang memiliki jumlah penduduk yang
besar dan dengan keanekaragaman daerah memang membutuhkan pengelolaan
dan pengaturan khusus di tingkat daerah. Hal ini kemudian dijelaskan dalam pasal
18 UUD 1945 mengenai pembagian daerah dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang meliputi daerah provinsi dan dalam daerah provinsi terdapat
daerah kabupaten dan kabupaten.

Dalam masa pemerintahan Orde Baru, hal itu diwujudkan dengan


kehadiran UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dan
UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Kemudian lahirlah undang-
undang baru, yakni UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 memberikan hak, wewenang, dan


kewajiban kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Kehadiran undang-undang tersebut mengisyaratkan
mengenai pembangunan suatu daerah dalam suasana yang lebih kondusif dan
demokratis.

1
Sejak tahun 1945 hingga sekarang ini, telah berlaku beberapa undang-
undang yang menjadi dasar hukum penyelenggaraan pemerintahan daerah dan
menetapkan peraturan daerah (perda) sebagai salah satu instrumen yuridisnya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Hierarki


Peraturan Perundang-undangan, peraturan daerah merupakan salah satu jenis
peraturan perundang-undangan yang berada dibawah UUD 1945, Ketetapan MPR,
Undang-undang/Peraturan pemerintah pengganti undang-undang, peraturan
pemerintah, dan peraturan presiden.

Peraturan Daerah baik provinsi dan kabupaten/kota merupakan peraturan


pelaksanaan dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi, sebagai
penampung kekhususan dan keragaman daerah serta penyalur aspirasi masyarakat
di daerah, dan merupakan regulasi sebagai bentuk implementasi dari otonomi
daerah. Dan dalam pengaturannya tetap dalam koridor Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.

Pembentukan Peraturan Daerah menjadi kewenangan oleh pejabat


pemerintah daerah yaitu kepala daerah dan DPRD. Dalam pasal 25 Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah pada Paragraf
Kedua bagian keempat menyatakan secara jelas bahwa salah satu Tugas dan
Wewenang serta Kewajiban Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yaitu
mengajukan rancangan Perda dan menetapkan Perda yang telah mendapat
persetujuan bersama DPRD.

Materi muatan peraturan daerah provinsi dan peraturan daerah


Kabupaten/Kota dimuat dalam pasal 14 UU No. 12 Tahun 2011 yang berbunyi :
“Materi muatan peraturan daerah provinsi dan peraturan daerah Kabupaten/Kota
berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih
lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi”

Berdasarkan materi muatan Peraturan Daerah (perda) tersebut selain


menampung mengenai kondisi daerah juga merupakan penjabaran dari peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.

Peraturan daerah yang disusun dan dibentuk berdasarkan dan mengacu


pada penjabaran peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi salah satunya
yaitu Peraturan Daerah mengenai Pendirian Industri.

2
Selain itu juga diatur lebih jelas dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun
1984 tentang Perindustrian, yang merupakan undang-undang pokok yang
mengatur tentang pelaksanaan dan pembangunan industri.

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juga


menjelaskan hal tersebut, yaitu mengenai urusan pemerintahan yang wajib dan
menjadi kewenangan pemerintah daerah tingkat provinsi dan daerah tingkat
Kabupaten/Kota, dalam pasal 13 dan pasal 14 menjelaskan urusan pemerintahan
yang wajib diantaranya mengenai: a. Perencanaan dan pengendalian
pembangunan. b. Pengendalian lingkungan hidup. c. Urusan wajib lainnya yang
diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Perencanaan dan pengendalian pembangunan dalam hal ini pendirian


industri merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap dampak yang
ditimbulkan terhadap lingkungan jika tidak dilaksanakan dengan baik. Pentingnya
untuk menciptakan pembangunan industri kabupaten yang aman, nyaman, efisien
dan produktif, serta berkelanjutan maka masalah pendirian industri yang
berdampak terhadap lingkungan dituangkan dalam Pasal 33 Ayat (3)
UndangUndang Dasar 1945, yaitu: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat”.

Kekayaan alam yang ada dan dimiliki oleh Negara, yang kesemuanya itu
memiliki suatu nilai ekonomis, maka dalam pemanfaatannya harus diatur dan
dikembangkan dalam pola tata ruang yang terkoordinasi, sehingga tidak akan
adanya perusakan dalam lingkungan hidup.

Upaya perencanaan pelaksanaan pendirian industri yang bijaksana adalah


kunci dalam pelaksanaan pendirian industri agar tidak merusak lingkungan hidup,
dalam konteks penguasaan Negara atas dasar sumber daya alam, melekat di dalam
kewajiban Negara untuk melindungi, melestarikan dan memulihkan lingkungan
hidup secara utuh. Artinya, aktivitas pembangunan yang dihasilkan dari
perencanaan pendirian industri pada umumnya bernuansa pemanfaatan sumber
daya alam tanpa merusak lingkungan.

Salah satu hal dalam pembangunan industri harusnya berlandaskan


kelestarian lingkungan hidup, yang berarti pelaksanaan pembangunan industri
tetap harus dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian dari
lingkungan hidup dan sumber daya alam. Serta salah satu tujuannya adalah
meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata
dengan memanfaatkan dana, sumberdaya alam, dan/atau hasil budidaya serta
dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup.

3
Setiap pendirian perusahaan industri baru maupun setiap perluasannya
wajib memperoleh perizinan . Perizinan terkait dengan pengaturan, pembinaan
dan pengembangan industri. Sedangkan kewajiban memperoleh izin dapat
dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil.
Pengecualian untuk mempunyai perizinan ini ditujukan terhadap jenis industri
tertentu dalam kelompok industri kecil yang karena sifat usahanya serta
investigasinya kecil lebih merupakan mata pencaharian dari golongan masyarakat
berpenghasilan usaha industri rumah tangga dan industri kerajinan.

Perizinan adalah perbuatan hukum administrasi negara yang


mengaplikasikan peraturan berdasarkan prosedur dan persyaratan sebagaimana
diatur ketentuan perundang-undangan. Izin diberikan dengan suatu lisensi yang
memberi hak suatu perusahaan yang menyatakan suatu izin yang
memperbolehkan suatu perusahaan dengan izin khusus. Izin adalah perbuatan
Hukum Administrasi yang ditetapkan dan diterapkan dengan peraturan.

Izin yang diberikan tentu saja memiliki dampak dan akibat terhadap
pemerintah daerah serta masyarakat daerah tersebut. Dampak dapat berupa
dampak negatif dan positif. Dampak positif dapat berupa meningkatnya ekonomi
di suatu daerah. Pemerintah yang bekerja sama dengan pengusaha dan
memberikan izin usaha akan membuat terbukanya lapangan pekerjaan baru yang
dapat mensejahterakan masyarakat setempat. Dampak negatifnya adalah
perusahaan yang diberikan izin seringkali merugikan masyarakat setempat.
Perusahaan hanya ingin mencari keuntungan untuk diriny sendiri. Setelah
perusahaan didirikan masyarakat banyak yang tidak mendapatkan hak-haknya
sedangkan hasil alam diambil sepuasnya oleh perusahaan.

Dampak negatif itu sendiri terjadi karena pemerintah daerah yang


memberikan izin menyalahgunakan wewenangnya sebagai pemerintah daerah.
Pemda memberikan izin tidak dengan melihat aturan-aturan hukum yang sudah
dibuat. Izin yang menjadi wewenang pemda provinsi, terkadang diambil oleh
pemda kabupaten.

Penyalahgunaan wewenang juga tidak hanya berdampak negatif terhadap


masyarakat, tetapi juga kepada perusahaan yang ingin mendapatkan izin.
Beberapa masalah yang dialami pengusaha yaitu pengurusan izin yang lama dan
berbelit-belit , biaya izin yang sangat tinggi karena pengurusan tidak transparan
sehingga banyak terjadi pungutan liar, serta tidak jelasnya waktu pengurusan.

Sesuai dengan izin usaha industri yang diperolehnya, perusahaan industri


wajib melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat,
proses serta hasil produksinya termasuk pengangkutannya.

4
Perusahaan industri wajib melaksanaan upaya keseimbangan dan
kelestarian sumber daya alam serta pencegahan timbulnya kerusakan dan
pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri yang
dilakukannya. Perusahaan industri yang didirikan pada suatu tempat, wajib
memperhatikan keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam yang
dipergunakan dalam proses industrinya serta pencegahan timbulnya kerusakan
dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat usaha dan proses industri yang
dilakukan. Dampak negatif dapat berupa gangguan, kerusakan, dan bahaya
terhadap keselamatan dan kesehatan masyarakat di sekelilingnya yang
ditimbulkan karena pencemaran tanah, air, dan udara termasuk kebisingan suara
oleh kegiatan industri. Dalam hal ini, Pemerintah perlu mengadakan pengaturan
dan pembinaan untuk menanggulanginya.

Pemerintah mengadakan pengaturan dan pembinaan berupa bimbingan


dan penyuluhan mengenai pelaksanaan pencegahan kerusakan dan
penanggulangan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri.

Semakin meningkatnya pembangunan khususnya dibidang infrastruktur


seperti gedung, pabrik, dan sarana prasana lain khususnya di kawasan perkotaan
juga tidak dapat dipisahkan dari dampak yang kemudian ditimbulkan, terkhusus
dampaknya terhadap lingkungan hidup. Fenomena pemanasan global dan
berbagai bencana alam dan lingkungan mengancam kehidupan manusia dan
makhluk hidup lainnya. Hal ini kemudian dapat mengakibatkan iklim yang tidak
stabil, peningkatan permukaan air laut, suhu udara semakin panas, gangguan
ekologis, dan berdampak secara sosial, politik dan ekonomi di daerah.

Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari lingkungannya. Baik


lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Kita bernafas memerlukan udara dari
lingkungan sekitar. Kita makan, minum, menjaga kesehatan, semuanya
memerlukan lingkungan. Sedangkan pengertian lingkungan adalah segala sesuatu
yang ada di sekitar manusia yang memengaruhi perkembangan kehidupan
manusia baik langsung maupun tidak langsung.

Penyelenggaraan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan terhadap


industri perlu dilakukan dalam batas-batas kewenangan yang jelas sehingga
pelaksanaannya dapat benar-benar berlangsung seimbang dan terpadu dalam
kaitannya dengan sektor-sektor ekonomi lainnya.

Sehubungan dengan itu, masalah penyerahan kewenangan pengaturan,


pembinaan, dan pengembangan bidang usaha industri tertentu dalam lingkungan
pemerintah, perlu diatur lebih lanjut secara jelas. Hal ini penting untuk
menghindarkan duplikasi kewenangan pengaturan, pembinaan dan pengembangan

5
bidang usaha industri di antara instansi-instansi pemerintah, dan terutama dalam
upaya untuk mendapatkan hasil guna yang sebesar-sebesarnya dalam
pembangunan industri. Penyerahan urusan dan penarikannya kembali mengenai
bidang usaha industri tertentu dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah
dalam rangka pelaksanaan pembangunan daerah yang nyata, dinamis dan
bertanggung jawab, dilakukan dengan Peraturan Pemerintah.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:

1. Apakah yang dimaksud dengan perizinan?


2. Apakah yang dimaksud dengan penyalahgunaan wewenang pemerintah
daerah?
3. Apa saja permasalahan yang berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang
pemerintah daerah dalam perizinan ?
4. Apa saja contoh kasus yang berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang
pemerintah daerah dalam perizinan?
5. Bagaimanakah cara mengatasi penyalahgunaan wewenang pemerintah
daerah dalam perizinan?

1.3 Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Agar kita mengetahui tentang perizinan.


2. Agar kita mengetahui tentang penyalahgunaan wewenang pemda.
3. Agar kita mengetahui permasalahan yang berkaitan dengan
penyalahgunaan wewenang pemerintah daerah dalam perizinan.
4. Agar kita mengetahui contoh kasus yang berkaitan dengan
penyalahgunaan wewenang pemerintah daerah dalam perizinan.
5. Agar kita mengetahui cara mengatasi penyalahgunaan wewenang
pemerintah daerah dalam perizinan ?

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perizinan

Perizinan berasal dari kata izin, Izin menurut definisi yaitu perkenan atau
pernyataan mengabulkan. Sedangkan menuru tistilah mengizinkan memiliki arti
memperkenakan, memperbolehkan, tidak melarang. izin memiliki arti sempit dan
luas.

Dalam arti sempit izin adalah tindakan atau aksi yang dilarang, kecuali
jika diperbolehkan, tujuannya agar segala sesuatu yang berkaitan dengan
diperbolehkannya dapat diteliti. Pembuat undang-undang biasanya berkeinginan
untuk mencapai sesuatu untuk menghalangi situasi keadaan buruk yang menjadi
dasar suatu izin, tujuannya yaitu untuk mengatur tindakan yang dianggap
terlarang oleh hukum. Hal yang utama pada izin dalam arti sempit ialah suatu aksi
tindakan dilarang, kecuali jika diperbolehkan dan tujuannya agar dalam ketentuan
yang berkaitan bisa dengan teliti diberikan batas- batas tertentu bagi tiap kasus.

Dalam arti luas izin adalah alatt yang sering dipakai dalam hukum
administrasi. Untuk mengatur tingkah laku masyarakat, pemerintah menggunakan
izin sebagai alat hukum. Izin didefisinikan sebagai suatu persetujuan dari
penguasa berdasarkan peraturan pemerintah dalam keadaan tertentu menyimpang
dari ketentuan perundangan. Pemerintah berarti memperbolehkan yang meminta
izin untuk melakukan tindakan yang seharusnya dilarangoleh hukum dengan
memberikan izin. Ini menyangkut perkenan bagi suatu tindakan yang demi
kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya.Dalam arti luas
izin adalah semua yang menimbulkan akibat, yang dalam bentuk tertentu
diperbolehkan untuk melakukan sesuatu yang seharusnya dilarang.

Perizinan adalah pemberian izin atau legalitas kepada pemilik pelaku


usaha, dalam bentuk izin ataupun lisensi usaha. Salah satu alat atau instrumen
yang banyak digunakan dalam hukum administrasi adalah izin. Izin juga bisa
diartikan sebagai dispensasi atau pembebasan suatu larangan.

sistem izin terdiri dari :

1. Larangan
2. Persetujuan
3. Ketentuan yang berhubungan dengan izin

7
Terdapat istilah lain yang memiliki kesejajaran dengan izin yaitu:

a) Dispensasi ialah keputusan administrasi Negara yang membebaskan suatu


perbuatan dari kekuasaan peraturan yang menolak perbuatan tersebut.
Sehingga suatu peraturan undang-undang menjadi tidak berlaku bagi
sesuatu yang istimewa (relaxation legis).
b) Lisensi adalah suatu suatu izin yang meberikan hak untuk
menyelenggarakan suatu perusahaan. Lisensi digunakan untuk
menyatakan suatu izin yang meperkenankan seseorang untuk menjalankan
suatu perusahaan denngan izin khusus atau istimewa.
c) Konsesi merupakan suatu izin berhubungan dengan pekerjaan yang besar
di mana kepentingan umum terlibat erat sekali sehingga sebenarnya
pekerjaan itu menjadi tugas pemerintah, tetapi pemerintah diberikan hak
penyelenggaraannya kepada konsesionaris (pemegang izin) yang bukan
pejabat pemerintah. Bentuknya bisa berupa kontraktual atau kombinasi
antara lisensi dengan pemberian status tertentu dengan hak dan kewajiban
serta syarat-syarat tertentu.

Peberapa pengertian perizinanan dari berbagai pendapat yang telah dikemukakan


oleh para ahli hukum administrasi negara:

1. Penetapan perizinan sebagai salah satu instrumen hukum dari pemerintah


yaitu untuk mengendalikan kehidupan masyarakat agar tidak menyimpang
dari ketentuan hukum yang berlaku serta membatasi aktifitas masyarakat
agar tidak merugikan orang lain. Dengan demikian, perizinan lebih
merupakan instrumen pencegahan atau berkarakter sebagai preventif
instrumental. (I Made Arya Utama).
2. Izin (vergunning) adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan
undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu
menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-
undangan. Selain itu izin juga dapat diartikan sebagai dispensasi atau
pelepasan/pembebasan dari suatu larangan (Adrian Sutedi).
3. Perizinan dapat diartikan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan fungsi
pengaturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh pemerintah
terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Bentuk
perizinan antara lain: pendaftaran, rekomenadasi, sertifikasi, penentuan
kuota dan izin untuk melakukan sesuatu usaha yang biasanya harus
memiliki atau diperoleh suatu organisasi perusahaan atau seseorang
sebelum yang bersangkutan dapat melaksanakan suatu kegiatan atau
tindakan. Dengan memberi izin, pengusaha memperkenankan orang yang
memohonnya untuk melakukan tindakan tindakan tertentu yang

8
sebenarnya dilarang demi memperhatikan kepentingan umum yang
mengharuskan adanya pengawasan. (Andrian Sutedi).
4. Izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan
peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan suatu
tindakan atau perbuatan tertentu yang selama ini dilarang (Bagir Manan).
5. Perizinan dapat didefenisikan dalam arti luas dan dalam arti sempit.
Dalam arti luas yakni merupakan salah satu instrumen yang paling banyak
digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin
sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin
ialah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau
peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari
ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan. Dengan
memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk
melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini
menyangkut perkenaan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum
mengharuskan pengawasan khusus atasnya. Sedangkan dalam arti sempit
yakni pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnya
didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu
tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-keadaan yang buruk.
Tujuannya ialah mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat undang-
undang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun di mana ia
menginginkan dapat melakukan pengawasan sekedarnya. Hal pokok pada
izin dalam arti sempit adalah bahwa suatu tindakan dilarang, terkecuali
diperkenankan dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang
disangkutkan dengan perkenaan dapat dengan teliti diberikan batas-batas
tertentu bagi tiap kasus. Jadi persoalannya bukanlah untuk hanya memberi
perkenaan dalam keadaan-keadaan yang sangat khusus, tetapi agar
tindakan-tindakan yang diperkenankan dilakukan dengan cara tertentu/
dicantumkan dalam ketentuan-ketentuan (N.M. Spelt dan J.B.J.M Ten
Berge).
6. Instrumen perizinan digunakan untuk mengarahkan/ mengendalikan
(aturan) aktifitas tertentu, mencegah bahaya yang dapat ditimbulkan oleh
aktifitas tertentu, melindungi objek-objek tertentu, mengatur distribusi
benda langka, Seleksi orang dan/atau aktifitas tertentu. Dengan tujuan
yang demikian maka setiap izin pada dasarnya membatasi kebebasan
individu. Dengan demikian wewenang membatasi hendaknya tidak
melanggar prinsip dasar negara hukum, yaitu asas legalitas (Philipus M.
Hadjon).
7. Perizinan terbagi dalam tiga pengertian: Dispensasi-izin-konsesi. Yang
dimaksud dengan dispensasi adalah keputusan negara yang membebaskan

9
suatu perbuatan dari kekuasaan suatu peraturan yang menolak perbuatan
itu. Sebuah contoh : Pasal 29 KUHPerdata menerangkan bahwa seorang
lelaki yang umurnya belum 18 tahun dan seorang perempuan yang belum
berumur 15 tahun tidak boleh menikah. Tetapi karena alasan-alasan
penting, Menteri Kehakiman (dalam sistem pemerintahan kabinet
presidentil, presiden yang bertanggung jawab) dapat memberi dispensasi
terhadap larangan tersebut. Bila mana pembuat peraturan tidak umumnya
melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja
diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret, maka
keputusan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut
bersifat suatu izin (Van der Poot).
8. Izin itu sebagai suatu perbuatan hukum yang bersegi satu yang dilakukan
oleh pemerintah, sedangkan konsesi adalah suatu perbuatan hukum yang
bersegi dua, yakni suatu perjanjian yang diadakan antara yang memberi
konsesi dan yang diberi konsesi (Kranenburg-Vegting).
9. Izin atau vergunning adalah “dispensasi dari suatu larangan”. Rumusan
yang demikian menumbuhkan dispensasi dengan izin. Dispensasi beranjak
dari ketentuan yang dasarnya “melarang” suatu perbuatan, sebaliknya
“izin” beranjak dari ketentuan yang pada dasarnya tidak melarang suatu
perbuatan tetapi untuk dapat melakukannya disyaratkan prosedur tertentu
harus dilalui (Prajudi Atmosoedirdjo).
10. Bahwa istilah izin dapat diartikan tampaknya dalam arti memberikan
dispensasi dari sebuah larangan dan pemakaiannya dalam arti itu pula
(WF. Prins).
11. Bilamana pembuatan peraturan tidak umumnya melarang suatu perbuatan
tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang
ditentukan untuk masing-masing hal konkrit maka perbuatan administrasi
Negara memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin (Uthrecht).
12. Suatu penetapan yang merupakan dispensasi dari suatu larangan oleh
undang-undang yang kemudian larangan tersebut diikuti dengan perincian
dari pada syarat-syarat , kriteria dan lainnya yang perlu dipenuhi oleh
pemohon untuk memperoleh dispensasi dari larangan tersebut disertai
dengan penetapan prosedur dan juklak (petunjuk pelaksanaan) kepada
pejabat-pejabat administrasi negara yang bersangkutan (Prajudi
Atmosoedirdjo).
13. Perbuatan hukum Negara yang bersegi satu yang mengaplikasikan
peraturan dalam hal konkreto berdasarkan persyaratan dan prosedur
sebagaimana diteapakan oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku
(Syahran Basah).

10
14. Merupakan bagian dari hubungan hukum antara pemerintah administrasi
dengan warga masyarakat dalam rangka menjaga keseimbangan
kepentingan antara masyarakat dengan lingkungannya dan kepentingan
individu serta upaya mewujudkan kepastian hukum bagi anggota
masyarakat yang berkepentingan (Ateng Syafruddin).

Secara umum tujuan dan fungsi dari perizinan adalah untuk pengendalian dari
aktivitas aktivitas pemerintah terkait ketentuan-ketentuan yang berisi pedoman
yang harus dilaksanakan baik oleh yang berkepentingan ataupun oleh pejabatyang
diberi kewenangan. Tujuan dari perizinan dapat dilihat dari dua sisi yaitu :

a) Dari sisi pemerintah

Melalui sisi pemerintah tujuan pemberian izin adalah :

1) Untuk melaksanakan peraturan

Apakah ketentuan-ketentuan yang termuat dalam peraturan tersebut sesuai


dengan kenyataan dalam praktiknya atau tidak dan sekalipun untuk mengatur
ketertiban.

2) Sebagai sumber pendapatan daerah

Dengan adanya permintaan permohonan izin, maka secara langsung


pendapatan pemerintah akan bertambah karena setiap izin yang dikeluarkan
pemohon harus membayar retribusi dahulu. Semakin banyak pula pendapatan
di bidang retribusi tujuan akhirnya yaitu untuk membiayai pembangunan.

b) Dari sisi masyarakat

Adapun dari sisi masyarakat tujuan pemberian izin itu adalah sebagai berikut.

1) Untuk adanya kepastian hukum.


2) Untuk adanya kepastian hak.
3) Untuk mendapatkan fasilitas setelah bangunan yang didirkan mempunyai
izin Dengan mengikatkan tindakan-tindakan pada suatu system perizinan,
pembuatan undang-undang dapat mengejar berbagai tujuan dari izin.

Adapun motif-motif untuk menggunakan system izin dapat berupa :

a) Mengendalikan perilaku warga


b) Mencegah bahaya bagi lingkungan hidup
c) Melindungi objek-objek tertentu
d) Membagi sumber daya yang terbatas

11
e) Mengarahkan aktivitas

Perizinan dapat berbentuk tertulis maupun tidak tertulis, dimana di dalamnya

harus termuat unsur-unsur antara lain:

a) Instrumen yuridis

Izin merupakan instrument yuridis dalam bentuk ketetapan yang bersifat


konstitutif dan yang digunakan oleh pemerintah untuk menghadapi atau
mentapkan peristiwa konkret,sebagai ketetapan izin itu dibuat dengan ketentuan
dan persyaratan yang berlaku pada ketetapan pada umumnya.

b) Peraturan perundang-undangan

Pembuatan dan penerbitan ketetapan izin merupakan tindakan hukum


permerintahan,sebagai tindakan hukum maka harus ada wewenang yang diberikan
oleh peraturan perundang-undangan atau harus berdasarkan pada asas legalitas,
tanpa dasar wewenang, tindakan hukum itu menjadi tidak sah,oleh karena itu
dalam hal membuat dan menerbitkan izin haruslah didasarkan pada wewenang
yang diberikan oleh peraturan peruUUan yang berlaku, karena tanpa adanya dasar
wewenang tersebut ketetapan izin tersebut menjadi tidak sah.

c) Organ pemerintah

Organ pemerintah adalah organ yang menjalankan urusan pemerintah baik di


tingkat pusat maupun di tingkat daerah.Menurut Sjahran Basah,dari badan
tertinggi sampai dengan badan terendah berwenang memberikan izin.

d) Peristiwa konkret

Izin merupakan instrument yuridis yang berbentuk ketetapan yang digunakan oleh
pemerintah dalam menghadapi peristiwa kongkret dan individual, peristiwa
kongkret artinya peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu, orang tertentu ,tempat
tertentu dan fakta hukum tertentu.

Prosedur Perizinan

Pada umumnya permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang


ditentukan oleh pemerintah,selaku pemberi izin. Selain itu pemohon juga harus
memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh

12
pemerintah atatu pemberi izin.prosedur dan persyaratan perizinan itu berbeda-
beda tergantung jenis izin, tujuan izin, dan instansi pemberi izin. Menurut
Soehino, syarat-syarat dalam izin itu bersifat konstitutif dan
kondisional,konstitutif,karena ditentukan suatu perbuatan atau tingkah laku
tertentu yang harus (terlebih dahulu) dipenuhi,kondisional, karena penilaian
tersebut baru ada dan dapat dilihat serta dapat dinilai setelah perbuatan atau
tingkah laku yang disyaratkan itu terjadi.

Proses dan prosedur perizinan dapat meliputi prosedur pelayananan


perizinan, proses penyelesaian perizinan yang merupakan proses internal yang
dilakukan oleh aparat ataau petugas. Dalam setiap tahapan pekerjaan tersebut,
masing - masing pegawai dapat mengetahui peran masing - masing dalam proses
penyelesaian perizinan.

Pada umumnya permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang


ditentukan oleh pemerintah, selaku pemberi izin. Di samping itu harus menempuh
prosedur tertentu, pemohon izin juga harus memenuhi persyaratan - persyaratan
tertentu yang ditentukan secara sepihak olehbpemerintah atau pemberi izin.
Prosedur daan persyaratan perizinan itu berbeda - beda tergantung jenis izin,
tujuan izin, dan instansi pemberi izin.

Dalam hal pelaksanaan perizinan, lack of competencies sangat mudah


untuk dijelaskan. Pertama, proses perizinan membutuhkan adanya pengetahuan
tidak hanya sebatas pada aspek legal dari proses perizinan, tetapi lebih jauh dari
aspek tersebut. Misalnya untuk memberikan izin, pihak pelaksana juga harus
mempertimbangkan dampak yang akan ditimbulkan dari izin tersebut baik dalam
jangka pendek maupun panjang

Inti dari regulasi dan deregulasi proses perizinan adalah pada tata cara
dan prosedur perizinan. Untuk itu, isi regulasi dan deregulasi haruslah memenuhi
nilai - nilai berikut : sederhana, jelas, tidak melibatkan banyak pihak,
meminimalkan kontak fisik antarpihak yang melayani dengan yang dilayani,
memiliki prosedur operasional standar, dan wajib dikomunikasikan secara luas.

1. Persyaratan Perizinan

persyaratan merupakan hal yang harus dipenuhi oleh pemohon


untuk memperoleh izin yang dimohonkan. Persyaratan perizinan tersebut berupa
dokumen kelengakapn atau surat - surat. Dalam regulasi dan deregulasi,
persyaratan dalam proses perizinan menjadi satu yang paling utama. Arah
perbaikan sistem perizinan ke depan, paling tidak memenuhi kriteria berikut.

13
a. Tertulis dengan jelas, regulasi sulit terlaksana dengan baik tanpa tertulis
dengan jelas. Oleh karena itu, regulasi perizinan pun harus dituliskan dengan
jelas.

b. Memungkinkan untuk dipenuhi, perizinan harus beorientasi pada asas


kemudahan untuk dilaksanakan oleh si pengurus izin. Meskipun tetap
memperhatikan sasaran regulasi yang bersifat ideal.

c. Berlaku universal, perizinan hendaknya tidak menimbulkan efek deskriminatif.


Perizinan harus bersifat inklusif dan universal.

d. Memperhatikan spesifikasi teknis dan aspek lainnya yang terkait ( termasuk


memenuhi ketentuan internasional).

2. Waktu Penyelesaian Izin

Waktu penhelesaian izin harus ditentukan oleh instansi yang bersangkutan. Waktu
penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan
penyelesaian pelayanan.

3. Biaya Perizinan

Biaya atau tarif pelayanan termasuk rincian yang ditetapkan dalam proses
pemberian izin. Penetapan besaran biaya pelayanan izin perlu memperhatikan hal
- hal sebagai berikut.

a. Rincian biaya harus jelas untuk stiap perizinan, khususnya yang memerlukan
tindakan seperti penelitian, pemeriksaan, pengukuran dan pengajuan.

b. Ditetapkan oleh peraturan - undangan atau dan memperhatikan prosedur


sesuai ketentuan peraturan perundang - undangan.

2.2 Penyalahgunaan Wewenang Pemerintahan Daerah

Wewenang adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang


lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar mencapai tujuan tertentu.
Ada 2 pandangan mengenai sumber wewenang, yaitu :

1. Formal, bahwa wewenang di anugerahkan karena seseorang diberi atau


dilimpahkan/diwarisi hal tersebut.

2. Penerimaan, bahwa wewenang seseorang muncul hanya bila hal itu diterima
oleh kelompok/individu kepada siapa wewenang tersebut dijalankan.

14
Wewenang adalah hak yang dimiliki oleh Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk mengambil keputusan
dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Penyalahgunaan wewenang merupakan suatu konsep yang lahir dari


doktrin hukum administrasi negara (HAN). Istilah penyalahgunaan wewenang
berasal dari kata “detournement de pouvoir”, yang dalam literatur bahasa inggris
diartikan sebagai “misuse of power” atau “abuse of power”. Penyalahgunaan
wewenang merupakan suatu fenomena yang dapat terjadi ketika seseorang
menduduki level jabatan tertentu (Yulius, 2015). Alasannya adalah kedudukan
yang dijabat oleh seseorang dapat mendorong tindakan-tindakan tertentu diluar
kewenangan yang dimilikinya. Tindakan penyalahgunaan wewenang tidak dapat
dilihat secara jelas apabila hanya diamati dalam satu wilayah tertentu atau dalam
satu periode waktu saja. Oleh karena itu, ukuran tindakan penyalahgunaan
wewenang harus didahului dengan adanya pembuktian secara faktual bahwa
seorang pejabat atau badan telah menggunakan kekuasaannya untuk tujuan-tujuan
tertentu.

Penyalahgunaan wewenang dapat dilihat ketika kekuasaan yang dimiliki


oleh seseorang atau badan digunakan secara tidak tepat atau menyalahi ketentuan
yang ada. Akibatnya, tindakan seseorang atau badan yang berkuasa tersebut
menimbulkan kerugian bagi orang lain atau keputusan yang diambil hanya
menguntungkan pihak-pihak tertentu saja. Penyalahgunaan wewenang dibedakan
menjadi tiga bentuk, yaitu:

a) Melampaui wewenang. Ciri-ciri dari penyalahgunaan kekuasaan tipe ini


adalah bahwa seseorang telah melampaui masa jabatan atau batas waktu
berlakunya wewenang, melampaui batas wilayah berlakunya wewenang,
keputusan yang diambilnya bertentangan dengan materi peraturan
perundang-undangan. Akibat hukum dari tindakan melampaui wewenang
adalah bahwa keputusan atau tindakan yang diambil menjadi tidak sah.
b) Mencampuradukkan wewenang. Penyalahgunaan wewenang tipe ini
ditandai dengan keputusan yang dihasilkan melebihi substansi atau materi
wewenang yang diberikan, bertentangan dengan tujuan-tujuan wewenang
yang diberikan serta bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Akibat hukum dari tindakan mencampuradukkan wewenang adalah bahwa
keputusan atau tindakan yang diambil dapat dibatalkan. 3.
c) Bertindak sewenang-wenang. Pada tipe ini, pejabat administrasi
melakukan suatu tindakan atau mengeluarkan keputusan tanpa ada dasar
dan sumber kewenangan yang jelas. Oleh karena itu, tindakan atau
keputusan yang dikeluarkan dianggap tidak sah secara hukum.

15
Selain menyatakan bahwa penyalahgunaan wewenang seringkali berhubungan
dengan tindak kejahatan pada organisasi pemerintahan (governmental crime).
Pada kasus ini, penyalahgunaan wewenang akan terlihat apabila seseorang atau
badan di lingkungan pemerintahan melanggar ketentuan perundang-undangan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penyalahgunaan wewenang
merupakan suatu tindakan yang melibatkan seseorang atau badan terutama di
lingkungan pemerintahan yang dapat menimbulkan kerugian atau memberikan
keuntungan secara sepihak. Berkaitan dengan hal tersebut, maka diperlukan suatu
batasan, aturan dan norma untuk meminimalisir tindakan penyalahgunaan
wewenang pada sektor publik. Salah satu batasan untuk meminimalisir tindakan
penyalahgunaan wewenang publik adalah dengan menerapkan etika administrasi
Negara.

Penyalahgunaan wewenang adalah penggunaan wewenang oleh Badan


dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam mengambil keputusan dan/atau tindakan
dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan dengan melampaui
wewenang, mencampuradukkan wewenang, dan/atau bertindak sewenang-wenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Pengertian mengenai penyalahgunaan kewenangan dalam hukum administrasi


dapat diartikan dalam 3 (tiga) wujud, yaitu:

1. Penyalahgunaan kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan yang


bertentangan dengan kepentingan umum atau untuk menguntungkan
kepentingan pribadi, kelompok atau golongan;
2. Penyalahgunaan kewenangan dalam arti bahwa tindakan pejabat tersebut
adalah benar ditujukan untuk kepentingan umum, tetapi menyimpang dari
tujuan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang atau peraturan-
peraturan lainnya;
3. Penyalahgunaan kewenangan dalam arti menyalahgunakan prosedur yang
seharusnya dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu, tetapi telah
menggunakan prosedur lain agar terlaksana.

Pada dasarnya, penyalahgunaan kewenangan mempunyai karakter atau ciri


sebagai berikut:

1. Menyimpang dari tujuan atau maksud dari suatu pemberian kewenangan.

Setiap pemberian kewenangan kepada suatu badan atau kepada pejabat


administrasi negara selalu disertai dengan “tujuan dan maksud” atas
diberikannya kewenangan tersebut, sehingga penerapan kewenangan tersebut

16
harus sesuai dengan “tujuan dan maksud” diberikannya kewenangan tersebut.
Dalam hal penggunaan kewenangan oleh suatu badan atau pejabat
administrasi negara tersebut tidak sesuai dengan “tujuan dan maksud” dari
pemberian kewenangan, maka pejabat administrasi Negara tersebut telah
melakukan penyalahgunaan kewenangan.

2. Menyimpang dari tujuan atau maksud dalam kaitannya dengan asas


legalitas.

Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan dasar
dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam sisitem hukum
kontinental. Pada negara demokrasi tindakan pemerintah harus mendapatkan
legitimasi dari rakyat yang secara formal tertuang dalam undang-undang.

3. Menyimpang dari tujuan atau maksud dalam kaitannya dengan asas-asas


umum pemerintahan yang baik.

Asas-Asas Umum penyelenggaraan negara dalam Pasal 3 Undang-Undang


Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme meliputi, a. Asas kepastian hukum;
b. Asas tertib penyelenggaraan Negara; c. Asas kepentingan umum; d. Asas
keterbukaan; e. Asas proposionalitas; f. Asas profesionalitas; dan g. Asas
akuntabilitas.

Penyalahgunaan kewenangan sangat erat kaitan dengan terdapatnya


ketidaksahan (cacat hukum) dari suatu keputusan dan atau tindakan
pemerintah/penyelenggara negara. Cacat hukum keputusan dan atau tindakan
pemerintah/penyelenggara negara pada umumnya menyangkut tiga unsur utama,
yaitu unsur kewenangan, unsur prosedur dan unsur substansi, dengan demikian
cacat hukum tindakan penyelenggara negara dapat diklasifikasikan dalam tiga
macam, yakni: cacat wewenang, cacat prosedur dan cacat substansi. Ketiga hal
tersebutlah yang menjadi hakekat timbulnya penyalahgunaan kewenangan.

Penyalahgunaan kewenangan yang diatur dalam Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun


1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 bukanlah satu-satunya bentuk penyalahgunaan
kewenangan. Selain penyalahgunaan kewenangan dalam Pasal 3 UU Nomor 31
Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tersebut, terdapat tiga bentuk
penyalahgunaan lainnya yaitu tindak pidana penyuapan kepada aparatur negara,
tindak pidana gratifikasi kepada aparatur negara dan tindak pidana pemerasan
oleh pejabat/aparatur negara. Ketiga bentuk tindak pidana korupsi tersebut
masing-masing diatur dalam pasal tersendiri dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 jo
UU Nomor 20 Tahun 2001.

17
Penyuapan (atau suap saja) adalah tindakan memberikan uang, barang atau
bentuk lain dari pembalasan dari pemberi suap kepada penerima suap yang
dilakukan untuk mengubah sikap penerima atas kepentingan/minat si pemberi,
walaupun sikap tersebut berlawanan dengan penerima. Dalam kamus hukum
Black's Law Dictionary, penyuapan diartikan sebagai tindakan menawarkan,
memberikan, menerima, atau meminta nilai dari suatu barang untuk
mempengaruhi tindakan pegawai lembaga atau sejenisnya yang bertanggung
jawab atas kebijakan umum atau peraturan hukum. Penyuapan juga didefinisikan
dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1980 sebagai tindakan "memberi atau
menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya
orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang
berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut
kepentingan umum"; juga "menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui
atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan
supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang
berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut
kepentingan umum".

Untuk tindak pidana korupsi suap ini, diatur dalam Pasal 5 dengan ancaman
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan
atau pidana denda paling sedikit Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp.250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah), baik terhadap
pemberi suap maupun terhadap penerima suap.

Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas yang meliputi pemberian uang
tambahan (fee), hadiah uang, barang, rabat (diskon), komisi pinjaman tanpa
bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-
cuma, dan fasilitas lainnya.

Gratifikasi dapat diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan dapat
dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik [1]

Walaupun hingga sekarang masih belum ditetapkan batas minimum untuk


gratifikasi, pemerintah pernah mengusulkan melalui Menkominfo pada tahun
2005 supaya pemberian di bawah Rp. 250.000,- tidak dimasukkan ke dalam
kategori gratifikasi. Namun hal ini belum diputuskan dan masih sebatas wacana.
Di lain pihak, masyarakat yang melaporkan gratifikasi di atas Rp. 250.000,- wajib
diberikan perlindungan sesuai dengan ketentuan PP No 71/ 2000.

Gratifikasi termasuk tindak pidana. Landasan hukumnya adalah UU 31/1999


dan UU 20/2001 Pasal 12. Penerima gratifikasi diancaman pidana penjara seumur

18
hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan
denda paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak 1 miliar rupiah.

Ketentuan UU No 20/2001 menyebutkan bahwa setiap gratifikasi yang


diperoleh pegawai negeri atau penyelenggara negara adalah suap, tetapi ketentuan
ini tidak berlaku apabila penerima gratifikasi melaporkan gratifikasi yang
diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK)
selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal
gratifikasi tersebut diterima

Gratifikasi diatur dalam Pasal 12B, Gratifikasi yang nilainya


Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi
tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi, sedangkan
yang nilainya kurang dari Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian
bahwa gratifikasi tersebut dilakukan oleh penuntut umum.

Ancaman pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang


menerima gratifikasi berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan
dengan kewajiban atau tugasnya adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pada hakekatnya, gratifikasi adalah pemberian kepada pegawai


negeri/penyelenggara negara dan bukan merupakan suap. Gratifikasi merupakan
suap apabila diberikan oleh si pemberi gratifikasi berhubungan dengan jabatan
dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugas si penerima gratifikasi sebagai
pegawai negeri.

Pemerasan atau Chantage (Prancis faire chanter quelqu'run, arti: memeras


seseorang) merupakan istilah dalam hukum pidana untuk pemerasan atau
pemfitnahan. Chantage diartikan sebagai memeras dengan memaksa orang
menyerahkan barang atau uang dan sebagainya dengan ancaman, antara lain
membuka rahasia yang dapat memburukkan namanya di muka umum.

Perbedaan prinsip antara ketiga bentuk penyalahgunaan kewenangan tersebut


diatas dengan penyalahgunaan kewenangan dalam Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun
1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 adalah bahwa terjadinya ketiga bentuk
penyalahgunaan kewenangan tersebut tidak disyaratkan harus berimplikasi
terhadap kerugian negara atau kerugian perekonomian negara, sedangkan
terjadinya penyalahgunaan kewenangan pada Pasal 3, mensyaratkan harus
terdapat implikasi kerugian negara atau kerugian perekonomian negara.

19
Jika dilihat pada penanganan kasus pejabat yang menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, hampir
terjadi pada setiap Kementerian dan Lembaga, termasuk pada Kementerian
Agama juga tidak luput dari adanya pejabat yang menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Bentuk penyalahgunaan wewenang jabatan yang masuk kategori tindak pidana


sebagaimana diatur dalam pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20
tahun 2001 adalah manakala pejabat yang diberi amanah telah melakukan
tindakan korupsi karena penyalahgunaan kewenangan jabatannya seperti
pengadaan barang dan jasa tanpa melalui proses sesuai prosedur pengadaan dalam
Perpres Nomor 54 tahun 2010 yang berakibat terjadinya kerugian negara, maka
perbuatan tersebut masuk dalam kategori penyalahgunaan wewenang jabatan
(abuse of power).

Melihat dari wewenang yang mereka dapatkan, mungkin kita berpikir akan
jarang ada terjadinya penyelewengan. Namun disamping itu banyak hal bisa
menjadi faktor-faktor penyelewengan wewenang mereka. Faktor-faktor tersebut
adalah :

a) Kurangnya pengawasan dan hukuman yang tidak sebanding

Sebenarnya dalam hal pengawasan, sudah ditempatkan suatu badan


inspektorat yang bertugas mengawasi gerak-gerik kepala daerah. Namun
tergadang bukannya mengawasi, inspektorat justru kadang mendukung kebijakan-
kebijakan yang tidak sesuai dari kepala daerah, atau bahkan masuk dalam
penyimpangan yang dilakukan oleh kepala daerah. Seharusnya jika pengawas
pemerintahan mengetahui ada penyimpangan yang dilakukan pejabat-pejabat
daerah atau pemerintahan lainnya, dia tidak akan segan melapor ke aparat
penegak hukum.

Hukuman yang tidak sebanding dimaksudkan bahwa, sekarang ini banyak


kasus-kasus kecil seperti mencuri sandal, menebang pohon, dan sebagainya
mendapatkan perhatian terlebih dahulu dan justru mendapatkan denda hukum
yang lebih lama dibandingkan kasus-kasus besar seperti korupsi dan
penyalahgunaan wewenang.

b) Padangan yang salah terhadap kekuasaan dan wewenang

Padangan yang salah ini dapat berwujud dengan, perlakuan kepala daerah
yang sewenang-wenang menggunakan segala fasilitas yang didapatkannya,

20
misalkan : ia dengan modus meminta dana yang besar untuk membangun
infrastruktur, namun ternyata dana tersebut tidak 100% digunakan untuk
membangun infrastruktur daerah tersebut, malah digunakan untuk mengidupi
dirinya dan keluarganya sendiri.

Selain itu, nepotisme juga termasuk penyalahgunaan wewenang kepala


daerah. Dalam kasus ini, biasanya karena mereka mempunyai kekuasaan, lalu
memanfaatkan kekuasaannya dengan cara memberikan jabatan-jabatan tertentu
kepada orang terdekat maupun anggota keluarga.

c) Tuntutan daerah atau kebijakan publik

Sebenarnya alasan yang satu ini dapat masuk dalam penyalahgunaan


kewenangan dalam hukum administrasi, yaitu tindakan pejabat tersebut adalah
benar ditujukan untuk kepentingan umum, tetapi menyimpang dari tujuan
kewenangan yang diberikan oleh undang-undang atau peraturan-peraturan
lainnya, karena demi membangun infratruktur yang baik, demi majunya suatu
daerah terkadang memang dibutuhkan banyak dana dalam hal proses. Hal ini
kadang menjadi jalan kecil, potensi terjadinya korupsi yang beberapa kali terjadi
di pemerintahan beberapa daerah.

Seperti kasus yang dilakukan oleh Wali kota Madiun, Bambang Irianto. Ia
terjerat kasus korupsi pembangunan pasar besar Madiun tahun 2009-2012. Selain
korupsi, Bambang juga diduga menerima gratifikasi terkait perkara yang sama
senilai Rp 50 miliar.

d) Kebijakan Publik Hanya Dilihat Sebagai Suatu Kesalahan Prosedural

Memandang kebijakan publik sebagai suatu kesalahan prosedural, akan


tetapi bila tujuannya untuk keuntungan kelompok tertentu atau pribadi dan
merugikan negara, maka termasuk dalam tindak pidana.

e) Tuntutan Ekonomi

Pemimpin atau pejabat pastilah memiliki keluarga yang harus ia hidupi.


Semakin tinggi jabatan, biasanya kebutuhan hidup juga makin tinggi. Dan
pengeluaran yang besar pasak daripada tiang mengakibatkan seorang pejabat
dapat menyalahgunakan wewenangnya untuk meraup keuntungan materi bagi diri
sendiri.

21
f) Moral dan Mental yang Lemah

Maksudnya adalah seseorang yang diberikan wewenang atau jabatan


tinggi namun memiliki moral dan mental pencuri misalnya, tidak akan dapat
mengemban amanah dan menjalankan tugas sesuai wewenangnya.

2.3 Permasalahan Berkaitan Dengan Penyalahgunaan Wewenang Pemerintah


Daerah Dalam Perizinan

Hasil yang dilakukan Bank Dunia (2006-2008) di beberapa daerah di


Indonesia terhadap pelaku usaha tentang kondisi perizinan di Indonesia
menggambarkan hal yang sama dengan data-data angka yang ditampilkan Doing
Business (Bank Dunia). Beberapa komentar pelaku usaha dan menjadi masalah
utama perizinan di Indonesia antara lain:

1. Waktu pengurusan izin relatif lama, karena proses yang berbelit-belit


dan menyangkut banyak lembaga teknis.

2. Biaya yang relatif tinggi karena proses yang panjang dan tidak
transparan sehingga terbuka peluang untuk terjadinya pungutan liar.

3. Tidak ada kejelasan baik biaya maupun waktu penyelesaian. Hal ini
yang kadang kala dalam menjalankan Otonomi Daerah tidak pernah
berhasil, karena adanya pelaku birokrasi yang tidak mengutamakan
kualitas dalam pelayanan publik, terlebih khusus untuk pemberian izin
mendirikan usaha.

4. Pemberian izin yang tidak sesuai dengan wewenang. Izin yang menjadi
wewenang pemerintah daerah provinsi diberikan oleh pemerintah daerah
kabupaten. Dan izin yang diberikan melanggar aturan hukum yang telah
dibuat sehingga merugikan masryarakat setempat.

Masalah pertama yang sering terjadi yaitu pengurusan izin yang lama.
Prosedur perizinan berbelit-belit bukan masalah baru bagi dunia usaha di
Indonesia. Mulai dari persoalan duplikasi aturan hingga lambatnya proses
perizinan masih menjadi kendala yang kerap dihadapi investor. Meski ada
komitmen dari pemerintah untuk mempermudah proses perizinan usaha di
Indonesia, ternyata praktiknya masih belum optimal.

Contohnya saat proses awal pendirian usaha ternyata pengusaha harus


mengurusi atau menghadapi sekitar 20 peraturan berbeda di tingkat pusat dan
daerah. Kemudian, jumlah perizinan semakin banyak harus dipenuhi ketika

22
kegiatan usaha mulai berjalan. Di bidang usaha sektoral berbagai masalah lebih
banyak ditemukan. Mulai dari proses yang seringkali melebihi batas waktu
normatif, dokumen persyaratan yang diminta berulang-ulang, dan banyaknya
perizinan berjenjang

Kebijakan perizinan yang berubah-ubah dan berbeda-beda antar wilayah


kerap terjadi dalam permasalahan dunia usaha di Indonesia. Kondisi tersebut,
menyebabkan kebingungan bagi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan
bisnisnya di Indonesia. Kondisi tersebut sejalan dengan data World Bank yang
menyatakan pendirian kegiatan usaha di Indonesia harus melalui 11 sampai 12
tahapan dengan jangka waktu 24 sampai 29 hari. Pengurusan tersebut dinilai jauh
lebih lama dibandingkan negara tetangga lain di Asia Tenggara.

Masalah selanjutnya yaitu mahalnya biaya perizinan. sektor perizinan


merupakan hal yang paling sering dijadikan lahan korupsi oleh kepala daerah.
perizinan sering kali dibuat secara rumit agar bisa dijadikan alat tawar-menawar
yang menguntungkan. Contohnya Saja beberapa kasus korupsi melibatkan bupati
dan pengembang proyek. Disini bupati menerima uang milyaran rupiah sebagai
gratifikasi agar proyek diizinkan. Maraknya praktik korupsi oleh kepala daerah
disebabkan sejumlah hal seperti biaya politik yang mahal, rendahnya pendidikan
budi pekerti, hingga warisan pemikiran dan sikap permisif terhadap korupsi.
Terkadang kepala daerah terpaksa melakukan korupsi sebagai biaya balas budi
bagi sejumlah pihak yang telah mendukungnya sebagai calon kepala daerah.

Saat ini perizinan sudah dipangkas namun tidak transparan sehingga


menjadi celah pejabat daerah melakukan korupsi. Perizinan dibuat lama dengan
harapan nanti ada fee dan tip dan segala macam. Jadi sekarang pilihannya
mengikuti cara yang berputar-putar atau bertele-tele dan lama, atau mengikuti
pola permainan mereka.

KOMITE Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menilai


banyaknya kasus korupsi yang terjadi di daerah lantaran bupati dan birokratnya
memiliki kekuasaan yang besar, dimana salah satu sumbernya adalah perizinan.
elama ini masalah perizinan turut memperburuk iklim usaha di banyak daerah di
Indonesia, karena para pelaku usaha seringkali dipersulit untuk mendapatkan izin
usahanya jika tidak mengikuti aturan main birokrat di daerah.

Berdasarkan peringkat dalam ease of doing business atau kemudahan


berusaha 2016 versi World Bank Group, Indonesia berada pada posisi 109 dari
189 negara yang disurvei. Posisi tersebut mengalami kenaikan 11 peringkat
dibandingkan pada survei sebelumnya.

23
Ada tiga level pembahasan dalam kerangka meningkatkan pelayanan
publik, pertama kebijakan (peraturan perundang-undangan), apakah kebijakan
dalam pemberian pelayanan publik sudah benar-benar ditujukan untuk
kepentingan masyarakat; kedua, kelembagaan, apakah lembaga-lembaga yang
dibentuk pemerintah daerah sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau hanya
berdasar pada kebutuhan eksistensi lembaga-lembaga di daerah agar tidak
dilakukan likuidasi lembaganya termasuk juga kepentingan-kepentingan politis
yang sangat kental terutama ketika masuk dalam pembahasan di tingkat legislatif;
ketiga, sumber daya manusia, apakah sumber daya manusia yang memberikan
pelayanan juga memerlukan kecakapan-kecakapan tertentu, karena saat ini telah
terjadi berbagai perubahan dimana masyarakat juga memiliki hak untuk
mendapatkan pelayanan yang lebih baik, maka administrasi negara tidak bisa
bertindak hanya berdasar pada perintah atasan, namun tuntutan masyarakat juga
menjadi bagian penting. Sebenarnya jika pelayanan publik di Indonesia khususnya
bidang perizinan bisa berjalan sesuai Undang-Undang yang berlaku maka dapat
menunjang perekonomian di Negara Indonesia sendiri.

2.4 Kasus Yang Berkaitan Dengan Penyalahgunaan Wewenang Pemerintah


Daerah Dalam Perizinan

Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengungkap hampir 80 persen


penanganan represif penindakan ada di bidang perizinan.Hampir 80 persen
penanganan represif penindakan di bidang perizinan. Jadi 80 persen penanganan
KPK di penindakan adalah suap. Beberapa kasus yang berkaitan dengan
penyalahgunaan wewenang pemerintah daerah dalam perizinan yaitu :

1. Kasus Korupsi Terkait Perizinan Meikarta

Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) menetapkan Bupati Bekasi Neneng


Hassanah Yanin sebagai tersangka kasus korupsi. Wakil Ketua KPK Laode
Muhammad Syarif mengatakan, Neneng diduga menerima hadiah dari pengusaha
terkait izin proyek Meikarta di CIkarang, Bekasi. Diduga Bupati Bekasi dan
kawan-kawan menerima hadiah atau janji dari pengusaha terkait pengurusan
perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.

Neneng diduga dijanjikan uang Rp 13 miliar oleh pengembang Lippo Group.


Hingga saat ini, baru terjadi penyerahan Rp 7 miliar melalui sejumlah pejabat di
Pemkab Bekasi. Neneng disangka melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf
b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

24
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung menjatuhi hukuman penjara
selama 6 tahun kepada Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin. Neneng
terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dengan
menerima suap dari pengembang proyek Meikarta.

Selain dijatuhi hukuman penjara, hak politik Neneng untuk dipilih pun dicabut
oleh majelis hakim. Hal tersebut sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum
yang menuntut hak politik Neneng

untuk dipilih dicabut. “Pidana tambahan pencabutan hak dipilih selama 5


tahun terhitung terdakwa menjalankan pidana pokoknya,” ujar hakim.

Hakim juga memvonis empat anak buah Neneng di Pemkab Bekasi.


Keempatnya ialah Jamaludin selaku Kepala Dinas PUPR Pemkab Bekasi, Dewi
Tisnawati sebagai Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu/PMPTSP Pemkab Bekasi, Sahat Maju Banjarnahor adalah Kepala Dinas
Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi, dan Neneng Rahmi Nurlaili menjabat
Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Pemkab Bekasi. Masing-masing
mendapat hukuman penjara 4 tahun 6 bulan dan denda Rp 200 juta.

Putusan untuk Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin jadi salah satu
bekal Komisi Pemberantasan Korupsi mengejar pelaku lain dalam kasus suap
perizinan proyek Meikarta. pada 14 Oktober 2018, sekitar pukul 10.58 WIB, tim
Satgas KPK mengidentifikasi penyerahan uang dari konsultan Lippo Group
bernama Taryadi kepada Kabid Tata Ruang Dinas PUPR Bekasi Neneng Rahmi.
Tim langsung mengamankan Taryadi di area Perumahan Cluster Bahama,
Cikarang pada pukul 11.05 WIB. Tim KPK menemukan uang SGD 90 ribu dan
Rp 23 juta. Secara paralel, tim KPK juga mengamankan Fitra Djaja yang juga
konsultan Lippo Group di kediamannya di Surabaya. Fitra langsung digelandang
ke Jakarta untuk pemeriksaan awal.

Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR), Sofyan Djalil ikut angkat bicara
mengenai kasus suap proyek Meikarta. Menurutnya, izin lahan proyek Meikarta
sebetulnya sudah tidak ada masalah. Meikarta sudah mengantongi izin resmi luas
lahan seluas 84,6 hektar dan sisanya masih dalam proses. dirjen pengendalian
menyampaikan surat kepada bupati (Bekasi) bahwa yang sudah selesai dan sesuai
tata ruang itu adalah 84 hektare. Dan itu supaya diselesaikan sesuai peraturan
perizinan yang berlaku.

Sisa lahan sekitar 300 hektare lebih belum mendapat izin resmi sebab masih
dalam proses. Sofyan menilai pihak Meikarta tidak mau melalui proses yang lama

25
dan panjang sehingga memilih melakukan suap untuk mempercepat proses
tersebut. Karena izinnya lama dan apa itu makanya mereka cari jalan pintas dan
akhirnya ketangkap KPK.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menanggapi terkait Bupati Bekasi Neneng


Nurhayati Yasin yang ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) dalam kasus dugaan suap proyek Meikarta di Cikarang. JK menjelaskan
fenomena tersebut sudah sering terjadi, dan salah satu faktor para kepala daerah
terjerat kasus suap karena pengusaha yang ingin cepat dalam mengurus perizinan.

Oleh karena itu, dia meminta kepada Pemda untuk memperbaiki sistem
perizinan seperti proses perizinan yang cepat melalui 'satu pintu' atau sistem
daring.

Senada, Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pengembang Perumahan dan


Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI), Eddy Ganefo, mengatakan bisnis
properti memang rentan terhadap kasus suap. Hal ini disebabkan karena adanya
peluang yang terjadi di lapangan.

Baik dari pemerintah dan pengembang sama-sama saling memanfaatkan. Bagi


pemberi izin mereka kerap memanfaatkan posisi dengan mempersulit pembuatan
perizinan sementara dari pihak pengembang mereka ingin agar masalah perizinan
cepat selesai agar proses pembangunan cepat berlangsung.

inas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bekasi
mencatat, baru 24 tower dari 53 tower di kawasan Meikarta yang mengantongi
izin mendirikan bangunan (IMB). Izin itu baru dikeluarkan tiga bulan terakhir.
Sebagian besar (sisa 29 IMB) tinggal tanda tangan, tapi keburu ada permasalahan
ini (OTT KPK).

Dia mengatakan, proses keluarnya IMB di Meikarta cukup lama dan memakan
waktu panjang. Awalnya Meikarta mengajukan permohonan IMB 26 tower.
Namun, ada perubahan menjadi 53 tower. Yang membuat lama kan ada perubahan
jumlah unit yang mau dibikin, itu berkonsekuensi dengan izin amdal.

T Mahkota Sentosa Utama (PT MSU), selaku pengelola proyek Meikarta,


memastikan keberlanjutan proyek meski tengah terbelit kasus suap di Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini diungkapkan kuasa hukum PT MSU,
Denny Indrayana bahwa dapat meneruskan pembangunan yang telah dan masih
berjalan, sesuai dengan komitmen kepada pembeli, serta upaya dan kontribusi
kami untuk membantu pertumbuhan ekonomi Indonesia.

26
Dia mengatakan, selaku pihak yang mengerjakan proyek Meikarta, PT MSU
akan bertanggung jawab untuk memenuhi kewajiban-kewajiban perusahaan yang
berkaitan dengan pembangunan di Meikarta. Ini agar semua prosesnya berjalan
baik dan lancar sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Sebelumnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak


manajemen Meikarta memberi kejelasan keberlanjutan proyek. Berdasar data
Bidang Pengaduan YLKI pada 2018, pengaduan masalah properti menduduki
paling tinggi, dan 43 persen dari pengaduan properti tersebut melibatkan
konsumen Meikarta (11 kasus).

Bupati Neneng dan kawan-kawan diduga menerima hadiah atau janji Rp 13


miliar terkait izin proyek tersebut. Diduga, realisasi pemberian sampai saat ini
adalah sekitar Rp 7 miliar melalui beberapa Kepala Dinas.

Keterkaitan sejumlah dinas lantaran proyek tersebut cukup kompleks, yakni


memiliki rencana membangun apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, hingga
tempat pendidikan. Sehingga dibutuhkan banyak perizinan.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan


menyayangkan terjadinya kasus suap perizinan Proyek Pembangunan Kawasan
Hunian Meikarta. Pada 2017 lalu, Luhut turun tangan meresmikan langsung
proyek kota terencana yang dibangun oleh PT Lippo Karawaci Tbk di Cikarang,
Kabupaten Bekasi itu. Menurut Luhut, saat itu dia tidak mengetahui bahwa ada
perizinan yang bermasalah.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyebut perihal perizinan Proyek


Meikarta bukan wewenang Pemerintah Provinsi Jawa Barat, melainkan
Pemerintah Kabupaten Bekasi. Perizinan yang dimaksud meliputi tata ruang,
analisis mengenai dampak lingkungan, hingga izin mendirikan bangunan.

Menurut Ridwan Kamil, Pemprov periode sebelumnya telah mengeluarkan


rekomendasi terkait proyek superblok di Kabupaten Bekasi itu. Hanya saja,
rekomendasi tersebut belum untuk keseluruhan lahan proyek.

2. Korupsi Izin Tower Mantan Bupati Mojokerto

Mantan Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP) divonis 8 tahun


penjara. MKP terbukti dengan sah melakukan tindak pidana korupsi suap
perizinan menara telekomunikasi. Selain itu, MKP harus membayar denda sebesar
Rp 500 juta. Apabila ia tidak membayar dikenakan subsider 4 bulan kurungan.
Vonis yang dijatuhkan lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni menuntut MKP
selama 12 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider penjara 6 bulan.

27
Dikatakan hakim, MKP terbukti melakukan korupsi suap perizinan menara
telekomunikasi dimana MKP merekomendasikan untuk mengeluarkan izin tower
dua perusahaan. Majelis juga menyatakan terdakwa menerima uang secara sadar.

Perbuatan MKP, imbuh hakim, memenuhi unsur menguntungkan diri sendiri,


menyalahgunakan wewenang, dan dilakukan bersama-sama pihak lain dalam
perizinan pendirian tower BTS. MKP terbukti memperkaya diri sendiri dengan
melakukan pungutan liar (pungli) sebesar Rp 2,7 miliar dari perizinan tower.
Seharusnya pendirian tower yang merupakan investasi perusahaan telekomunikasi
ini bisa memberikan kontribusi kepada masyarakat Mojokerto, bukan kepada
pribadi MKP.

Atas tindakannya tersebut, MKP melanggar pasal 3 Undang-Undang Nomor 8


Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana Selain menjatuhkan vonis 8
tahun, majelis hakim juga mencabut hak politik MKP selama 5 tahun setelah
selesai menjalani masa pidana. Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa
berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun sejak
terdakwa selesai menjalani pidana penjara.

Sementara itu, usai mendengar putusan tersebut, Jaksa KPK Tri Anggoro
Mukti mengatakan akan berkordinasi internal terlebih dahulu sebelum
memutusakan untuk melakukan banding.

Kasus suap Bupati Mojokerto dua periode itu bermula saat Satpol PP
Pemerintah Kabupaten Mojokerto menyegel 22 menara telekomunikasi yang tak
berizin. MKP kemudian meminta fee atau pungli sebesar Rp 200 juta sebagai
biaya perizinan. Total fee untuk perizinan 22 menara itu sebesar Rp 4,4 miliar,
namun baru diberikan Rp 2,75 miliar.

Selama persidangan, sebanyak 35 saksi yang dihadirkan di pengadilan


cenderung memberatkan MKP. Terdakwa dinilai sebagai otak dalam kasus ini.
Selain kasus suap perizinan tower, KPK juga akan menjerat MKP dengan kasus
dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Ia diduga menyamarkan hasil
korupsi melalui perusahaan milik keluarga, seperti CV Musika, PT Sirkah
Purbantara, dan PT Jisoelman Putra Bangsa.

MKP juga diduga menempatkan, menyimpan dan membelanjakan hasil


penerimaan gratifikasi, berupa uang tunai Rp 4,2 miliar, kendaraan roda empat
sebanyak 30 unit atas nama pihak lain. Kemudian kendaraan roda dua sebanyak
dua unit atas nama pihak lain, dan jetski sebanyak lima unit.

28
2.5 Cara Mengatasi Penyalahgunaan Wewenang Pemerintah Daerah Dalam
Perizinan

Dalam perspektif hukum publik, konsep kewenangan memiliki tiga


komponen. Komponen pertama, yakni pengaruh, berarti penggunaan wewenang
dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku subjek hu kum. Para pemegang
kekuasaan, seperti kata Lord Acton (1834-1902), cenderung korupsi, dan
kekuasaan yang absolut akan berpotensi mela kukan korupsi yang lebih besar.
Kekuasaan itu dipagari oleh batas wewenang dan ramburambu lain. Ini berkaitan
dengan komponen kedua, dasar hukum.

Komponen dasar hukum mengandung arti setiap penyelenggara pemerintahan


wajib menggunakan dasar hukum dalam setiap tindakan atau kebijakannya.
Seringkali terjadi, tindakan pejabat pemerintah bersumber dari aturan yang sah,
tetapi dari sisi kelayakan dan ke pantasan tidak mencerminkan tata pemerintahan
yang baik. Karena itulah berkembang asas-asas good governance . Komponen
ketiga adalah konformitas hukum. Konformitas berarti ada standar wewenang
yang jelas, baik standar yang bersifat umum untuk semua jenis wewenang
maupun standar khusus ber laku untuk wewenang tertentu.

Meskipun seorang gubernur misalnya menjadi orang nomor satu di provinsi,


bukan berarti ia mempunyai wewenang mem berhen tikan semua pejabat di
tingkat provinsi. Gubernur tidak mem punyai wewenang untuk mem berhentikan
seorang kepala kantor wilayah instansi pusat. Dalam konteks inilah penting nya
memaha mi batas-batas kewenangan dan pada akhirnya dapat mencegah
penyelenggara pe merintahan masuk pe rangkap korupsi. Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UUAP) adalah produk hukum
nasional yang didesain antara lain untuk mencegah terjadi penya lahgunaan
wewenang, sekaligus menciptakan tertib penyelenggaraan administrasi
pemerintahan.

Salah satu yang menarik dikemukakan adalah pembatasan kewenangan.


Pembatasan ini pada hakikatnya adalah rambu yang harus dipatuhi pejabat dan
penyelenggara pemerintahan dalam menjalankan tugas-tugas mereka. Pembatasan
pertama berkaitan dengan waktu atau masa berlakunya wewenang. Jika seorang
kepala daerah misalnya sudah diberhentikan dari jabatan karena tersangkut kasus
korupsi, maka ia tak punya kewenangan lagi mengangkat pejabat dengan dalih
masih berwenang. Untuk mencegah penyalahgunaan wewenang, sebaiknya kepala
daerah meng hindarkan diri dari pengambilan keputusan yang ber im plikasi pada
aspek keuangan daerah.

29
Pembatasan kedua berkaitan dengan wilayah berlakunya. Seorang gubernur
hanya memiliki kewenangan yang ber laku di wilayah provinsi yang di
pimpinnya. Demikian pula bupati atau wali kota hanya berwenang di wilayah
kabu pa ten atau kota madya. Dari beberapa kasus perizinan tambang dan hutan
terungkap bahwa pejabat yang berwenang mem beri izin acapkali mengabaikan
batas-batas wi layah kewenangan nya sehingga menimbulkan konflik horizontal.
Potensi penyalahgunaan wewenang sangat besar jika pe nyeleng gara
pemerintahan menjalankan kewenangannya melewati batas wilayah.

Pembatasan ketiga berkaitan dengan cakupan bidang atau materi wewenang.


Pejabat harus benar-benar memahami bidang kewenangannya. Seorang kepala
Dinas Kesehatan berpotensi melanggar cakupan kewenangannya jika
mengeluarkan kebijakan seorang hanya dapat diterima bersekolah dasar jika sudah
ikut suntik imu nisasi. Setiap pelanggaran terhadap larangan penyalahgunaan
wewenang itu membawa akibat hukum. Akibat yang sering tidak didasari oleh
para penyelenggara pemerintahan ada lah perangkap ko rupsi. Salah satu benteng
perlindungan pejabat dari “kriminalisasi” adalah diskresi.

Seringkali pejabat pemerintahan berargumen bahwa kebijakan atau keputusan


yang dibuat adalah diskresi. Suatu kebijakan diskresioner dinilai tak dapat
dipidana. Tetapi, yang seringkali terlupakan adalah rambu-rambu penggunaan
diskresi. Diskresi tidak bisa digunakan seenaknya. Penggunaan diskresi secara
hukum harus memenuhi syarat (i) sesuai dengan tujuan diskresi; (ii) tidak ber
tentangan dengan peraturan perundang-undangan; (iii) sesuai asas-asas umum
pemerintahan yang baik; (iv) berdasarkan alasan-alasan yang objektif; (v) tidak
menimbulkan konflik kepentingan; dan (vi) dilakukan dengan iktikad baik.

Prokontra mengenai politik dinasti di daerah memperlihatkan potensi


ketidakpatuhan pada syarat “tidak menimbulkan konflik kepentingan”.
Persyaratan yang terakhir ber kaitan dengan niat pelaku yang seringkali baru
terungkap dpersidangan. Beberapa kasus korupsi di daerah membuka kotak
misteri peng angkatan dan pemberhentian seorang pejabat ternyata berkaitan
dengan “setoran” kepada pemegang kewenangan. Melihat konsekuensi
penyalahgunaan wewenang yang demikian, maka sudah selayaknya dilakukan
pencegahan sejak dini dan masif. Pencegahan sulit dilakukan jika
parapenyelenggara pemerintahan tak memahami batas-batas kewenangan mereka.

Aspek lain yang berperan mencegah penyalahgunaan wewenang adalah


pengawasan. Penyelenggaraan pemerintahan tak mungkin dibiarkan berjalan
begitu saja tanpa peng awasan. Dalam kasus korupsi kepala daerah misalnya para
pengambil keputusan pemerin tahan melakukan kesalahan besar jika bertumpu
sepenuhnya pada KPK. Dengan kapasitas kelembagaan dan sumber daya yang

30
terbatas, mustahil meng awasi seluruh penyelengga ra pemerintahan di level
provinsi dan kabupaten/kota. Indonesia pada dasarnya memiliki lembaga
pengawas internal dan eksternal, punya payung hukum sebagai rambu bertindak
yang cukup banyak, dan punya mekanisme pengawasan yang relatif jelas.

Namun, ada elemen pengawasan yang kurang berjalan maksimal, yakni aparat
pengawas internal pemerintah (APIP). Ada sikap sungkan, ewuh pakewuh, dari
APIP untuk memeriksa pejabat yang secara struktural adalah atasan, bah kan yang
mengangkatnya. Pe merintah juga menyadari per soalan ini, dan pernah men dis
kusikan dengan parlemen ten tang perlunya Undang-Undang tentang APIP.
Hingga kini nasib RUU-nya tak jelas. Pada pelaksanaan Rapat Koordinasi
Pengawasan dan Penyelenggraan Pemerintahan Daerah 2018 pada Mei lalu
efektivitas dan penguatan APIP kembali disinggung.

Menguatnya peran APIP bukan hanya memperlihatkan menguatnya


pengawasan, tetapi juga bisa mencegah kriminalisasi pejabat publik atau
penyelenggara pemerintahan. Secara normatif, UUAP telah memberikan panduan
yang jelas bagi para penyelenggara pemerintahan agar terhindar dari
penyalahgunaan wewenang. Jika hasil pengawasan APIP menemukan status
“kesalahan administratif”, maka yang dilakukan adalah penyempurnaan
administrasi sesuai ketentuan perundang-undangan.

Jika status temuannya “terdapat kesalahan administrasi yang menimbulkan


kerugian keuangan negara”, maka pejabat yang melakukan kesalahan semestinya
bisa melakukan pengembalian kerugian keuangan negara paling lama 10 hari
kerja terhitung sejak diputuskan atau terbitnya hasil pengawas an APIP. Dengan
kata lain, UUAP sebenarnya memberi panduan bagi penyelenggara pemerintahan
agar terhindar dari jerat pidana korupsi. Penting diingat bahwa penyelesaian
secara pidana adalah upaya terakhir, sebuah ultimum remedium. Karena itu,
penting bagi para pemangku kepentingan penyelenggara pemerintahan untuk
melakukan sinergi.

Semangat itulah yang sebenarnya ingin ditumbuhkembangkan Perpres Nomor


54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi. Pemangku
kepentingan dalam konteks ini bukan hanya KPK, Polri, atau kejaksaan, tetapi
juga badan hukum, perorangan, organisasi kemasyarakatan dan akademisi,
penguatan terhadap pejabat di berbagai lembaga ini menjadi salah satu kunci
untuk memberikan pemahaman terhadap potensi penyalahgunaan wewenang dan
bagaimana cara mengatasinya.

31
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Perizinan adalah pemberian izin atau legalitas kepada pemilik pelaku usaha,
dalam bentuk izin ataupun lisensi usaha. Salah satu alat atau instrumen yang
banyak digunakan dalam hukum administrasi adalah izin. Izin juga bisa diartikan
sebagai dispensasi atau pembebasan suatu larangan.

Secara umum tujuan dan fungsi dari perizinan adalah untuk pengendalian
dari aktivitas aktivitas pemerintah terkait ketentuan-ketentuan yang berisi
pedoman yang harus dilaksanakan baik oleh yang berkepentingan ataupun oleh
pejabatyang diberi kewenangan.

Penyalahgunaan wewenang adalah penggunaan wewenang oleh Badan


dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam mengambil keputusan dan/atau tindakan
dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan dengan melampaui
wewenang, mencampuradukkan wewenang, dan/atau bertindak sewenang-
wenang.

Faktor-faktor penyalahgunaan wewenang adalah :

g) Kurangnya pengawasan dan hukuman yang tidak sebanding


h) Padangan yang salah terhadap kekuasaan dan wewenang
i) Tuntutan daerah atau kebijakan publik
j) Kebijakan Publik Hanya Dilihat Sebagai Suatu Kesalahan Prosedural
k) Tuntutan Ekonomi
l) Moral dan Mental yang Lemah

Beberapa masalah utama penyalahgunaan wewenang pemerintahan daerah dalam


perizinan di Indonesia antara lain:

1. Waktu pengurusan izin relatif lama, karena proses yang berbelit-belit dan
menyangkut banyak lembaga teknis.
2. Biaya yang relatif tinggi karena proses yang panjang dan tidak transparan
sehingga terbuka peluang untuk terjadinya pungutan liar.
3. Tidak ada kejelasan baik biaya maupun waktu penyelesaian. Hal ini yang
kadang kala dalam menjalankan Otonomi Daerah tidak pernah berhasil,
karena adanya pelaku birokrasi yang tidak mengutamakan kualitas dalam
pelayanan publik, terlebih khusus untuk pemberian izin mendirikan usaha.

32
4. Pemberian izin yang tidak sesuai dengan wewenang. Izin yang menjadi
wewenang pemerintah daerah provinsi diberikan oleh pemerintah daerah
kabupaten. Dan izin yang diberikan melanggar aturan hukum yang telah
dibuat sehingga merugikan masryarakat setempat.

Dari beberapa masalah diatas contoh kasus yang terjadi di Indonesia yaitu
kasus suap Meikarta yang terjadi di Bekasi oleh Bupati Bekasi serta kasus suap
mantan Bupati Mojokerto dalam pembangunan tower di Mojokerto.

Cara mengatasi penyalahgunaan wewenang dalam perizinan yaitu pertama


dengan pembatasan wewenang, kedua pencegahan sejak dini dengan memberikan
pendidikan anti korupsi dan ketiga dengan meningkatkan pengawasan.

33

Anda mungkin juga menyukai