Jual beli Adalah proses pemindahan hak milik/barang atau harta kepada pihak lain dengan
menggunakan uang sebagai alat tukarnya.
Menurut etimologi, jual beli adalah pertukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain).
Kata lain dari jual beli adalah al-ba’i, asy-syira’, al-mubadah, dan at-tijarah. Menurut terminologi, para
ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikannya, antara lain :
2. Menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ :Jual beli adalah “ pertukaran harta dengan harta untuk
kepemilikan.”
3. Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab Al-mugni : Jual beli adalah “ pertukaran harta dengan harta, untuk
saling menjadikan milik.” Pengertian lainnya jual beli ialah persetujuan saling mengikat antara penjual
( yakni pihak yang menyerahkan/menjual barang) danpembeli (sebagai pihak yang
membayar/membeli barang yang dijual). Pada masa Rasullallah SAW harga barang itu dibayar
dengan mata uangyang terbuat dari emas (dinar) dan mata uang yang terbuat dari
perak(dirham).
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan yang bathil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu” (QS. An-Nisa :
29).
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah : 275).
2. Sunnah
Nabi, yang mengatakan:” Suatu ketika Nabi SAW, ditanya tentang mata pencarian yang
paling baik. Beliau menjawab, ’Seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual beli
yang mabrur.” (HR. Bajjar, Hakim yang menyahihkannya dari Rifa’ah Ibn Rafi’). Maksud
mabrur dalam hadist adalah jual beli yang terhindar dari usaha tipu-menipu dan merugikan orang lain.
3. Ijma’
Ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa
manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang
lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus
diganti dengan barang lainnya yang sesuai. Mengacu kepada ayat-ayat Al Qur’an dan hadist, hukum
jual beli adalah mubah(boleh). Namun pada situasi tertentu, hukum jual beli itubisa berubah
menjadisunnah, wajib, haram, dan makruh.
Berikut ini adalah contoh bagaimana hukum jual beli bisa berubah menjadisunnah, wajib,
haram, atau makruh. Jual beli hukumnya sunnah,m i s a l n y a d a l a m j u a l b e l i b a r a n g y a n g
h u k u m m e n g g u n a k a n b a r a n g yang diperjual-belikan itu sunnah seperti minyak wangi.Jual
beli hukumnya wajib, misalnya jika ada suatu ketika para pedagang menimbun beras,
sehingga stok beras sedikit dan mengakibatkan harganya pun melambung tinggi. Maka
pemerintah boleh memaksa para pedagang beras untuk menjual beras yang
ditimbunnya dengan harga sebelum terjadi pelonjakan harga.
Menurut Islam, para pedagang beras tersebut wajib menjual beras yang ditimbun sesuai
dengan ketentuan pemerintah. Jual beli hukumnya haram, misalnya jual beli yang tidak memenuhi
rukun dan syarat yang diperbolehkan dalam islam, juga mengandung unsur penipuan. Jual beli
hukumnya makruh, apabila barang yang dijual-belikan ituhukumnya makruh seperti rokok.
1. Berakal, jual belinya orang gila atau rusak akalnya dianggap tidak sah.
2. Baligh, jual belinya anak kecil yang belum baligh dihukumi tidak sah. Akan tetapi, jika
anak itu sudah mumayyiz (mampu membedakan baik atau buruk), dibolehkan
melakukan jual beli terhadap barang-barang yang harganya murah seperti : permen,
kue, kerupuk, dll.
Ijab dan Kabul. Ulama fiqh sepakat, bahwa unsur utama dalam jual beli adalah kerelaan antara
penjual dan pembeli. Karena kerelaan itu berada dalam hati, maka harus diwujudkan melalui
ucapan ijab (dari pihak penjual) dan kabul (dari pihak pembeli).
3. Barang itu ada ditempat, atau tidak ada tapi ada ditempat lain.
5. Barang itu hendaklah diketahui oleh pihak penjual dan pembeli dengan jelas,
baik zatnya, bentuknya dan kadarnya, maupun sifat-sifatnya.
d. Nilai tukar barang yang dijual (pada zaman modern sampai sekarang ini berupa uang).
Adapun syarat-syarat bagi nilai tukar barang yang dijual itu adalah :
2. Nilai tukar barang itu dapat diserahkan pada waktu transaksi jual beli, walaupun secara
hukum, misalnya pembayaran menggunakan kartu kredit.
3. Apabila jual beli dilakukan secara barter atau Al-muqayadah (nilai tukar barang
yang dijual bukan berupa uang tetapi berupa uang).
Jual beli dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain ditinjau dari segi sah atau tidak
sah dan terlarang atau tidak terlarang.
1. Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang terpenuhi rukun-rukun dan
syarat-syaratnya.
2. Jual beli yang terlarang dan tidak sah (bathil) yaitu jual beli yang salah satu rukun atau
syaratnya tidak terpenuhi atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyariatkan
(disesuaikan dengan ajaran islam).
3. Jual beli yang sah tapi terlarang (fasid ). Jual beli ini hukumnya sah, tidak membatalkan
akad jual beli, tetapi dilarang oleh Islam karena sebab-sebab lain.
Jual beli yang dilakukan oleh anak kecil. Terlarang dikarenakan anak
kecil belum cukup dewasa untuk mengetahui perihal tentang jual beli.
Jual beli yang dilakukan oleh orang buta. Jual beli ini terlarang karena
ia tidak dapat membedakan barang yang jelek dan barang yang baik.
5. Jual beli fudhul adalah jual beli milik orang lain tanpa seizin pemiliknya.
6. Jual beli yang terhalang. Terhalang disini artinya karena bangkrut, kebodohan, atau pun
sakit.
8. Terlarang Sebab Shigat. Jual beli yang antara ijab dan kabulnya tidak ada kesesuaian
makad i p a n d a n g tidak sah. Beberapa jual beli yang termasuk
t e r l a r a n g sebab shiqat sebagai berikut :
Jual beli Mu’athah. Jual beli yang telah disepakati oleh pihak akad, berkenaan
dengan barang maupun harganya, tetapi tidak memakai ijab kabul.
Jual beli melalui surat atau melalui utusan dikarenakan kabul yang melebihi
tempat, akad tersebut dipandang tidak sah, seperti surat tidak sampai ketangan
orang yang dimaksudkan.
Jual beli dengan syarat atau tulisan. Apabila isyarat dan tulisan tidak dipahami dan
tulisannya jelek (tidak dapat dibaca), maka akad tidak sah.
Jual beli barang yang tidak ada ditempat akad. Terlarang karena tidak
memenuhi syarat in’iqad(terjadinya akad). Jual beli tidak bersesuaian antara ijab
dan kabul.
Jual beli munjiz adalah yang dikaitkan dengan suatu syarat atau ditangguhkan pada
waktu yang akan datang.
Jual beli benda yang tidak ada atau dikhwatirkan tidak ada.
Jual beli yang tidak dapat diserahkan. Contohnya jual beli burung yang ada
di udara, dan ikan yang ada didalam air tidak berdasarkan ketetapan syara’.
Jual beli gharar adalah jual beli barang yang menganung unsur menipu (gharar)..
Jual beli barang yang najis dan yang terkena najis. Contohnya : Jual beli
bangkai, babi, dll.
Jual beli barang yang tidak jelas (majhul). Terlarang dikarenakan akan
mendatangkan pertentangan di antara manusia.
Jual beli yang tidak ada ditempat akad (gaib) tidak dapat dilihat. Jual
beli sesuatu sebelum dipegangi . J u a l b e l i b u a h - b u a h a n a t a u
t u m b u h a n apabila belum terdapat buah, disepakati tidak ada akad.
Setelah ada buah, tetapi belum matang, akadnya fasid.
10. Terlarang Sebab Syara’. Jenis jual beli yang dipermasalahkan sebab syara’ nya diantaranya
adalah :
Jual beli dengan uang dari barang yag diharamkan. Contohnya jual beli
khamar, anjing, bangkai.
Jual beli barang yang sedang dibeli oleh orang laing. Jual beli hewan
ternak yang masih dikandung oleh induknya.
Islam melarang bentuk jual beli yan mengandung tindak bahaya bagi yang lain semacam jika
BBM naik, sebagian pedagang menimbun barang sehingga membuat warga sulit mencari minyak dan
hanya bisa diperoleh dengan harga yang relatif mahal. Begitu pula segala bentuk penipuan dan
pengelabuan dalam jual beli menjadikannya terlarang. Saat ini kita akan melihat bahasan sebagai
tindak lanjut dari tulisan sebelumnya mengenai bentuk jual beli yang terlarang.
Sebagai agama yang lengkap telah memberikan petunjuk lengkap tentang perdagangan,
termasuk didalamnya barang-barang yang tidak boleh diperjualbelikan. Sebagai pengusaha
muslimsudah sepantasnya kita mempelajari masalah ini agar terhindar dari perniagaan yang haram
dan tidak di ridhoi allah.
Islam adalah agama yang syamil,yang mencangkup segala permasalahan manusia, tak
terkecuali dengan jual beli. Jual beli telah disyariatkan dalam Islam dan hukumnya mubah atau boleh,
berdasarkan Al Quran, sunnah, ijma’ dan dalil aqli. Allah SWT membolehkan jual-beli agar manusia
dapat memenuhi kebutuhannya selama hidup di dunia ini.
Tentunya ini sudah jelas sekali, menjual barang yang diharamkan dalam Islam. Jika Allah
sudah mengharamkan sesuatu, maka Dia juga mengharamkan hasil penjualannya. Seperti menjual
sesuatu yang terlarang dalam agama. Rasulullah telah melarang menjual bangkai, khamr, babi,
patung dan lain sebagainya yang bertentangan dengan syariah Islam.
Begitu juga jual beli yang melanggar syar’I yaitu dengan cara menipu. Menipu barang yang
sebenarnya cacat dan tidak layak untuk dijual, tetapi sang penjual menjualnya dengan
memanipulasi seakan-akan barang tersebut sangat berharga dan berkualitas. Ini adalah haram
dan dilarang dalam agama, bagaimanapun bentuknya.
Misalnya, seorang pembeli datang kepadamu untuk mencari barang tertentu.Tapi barang
yang dia cari tidak ada padamu. Kemudian ksmu/ente dan pembeli saling sepakat untuk
melakukan akad dan menentukan harga dengan dibayar sekian, sementara itu barang belum
menjadi hak milik ente (kamu) atau si penjual. Kemudian ent pergi membeli barang dimaksud dan
menyerahkan kepada si pembeli.
Jual beli seperti ini hukumnya haram, karena si pedagang menjual sesuatu yang barangnya
tidak ada padanya, dan menjual sesuatu yang belum menjadi miliknya, Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam telah melarang cara berjual beli seperti ini. Istilah kerennya reseller.
Dalam suatu riwayat, ada seorang sahabat bernama Hakim bin Hazam Radhiyallahu 'anhu
berkata kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salalm : “Wahai, Rasulullah. Seseorang datang
kepadaku. Dia ingin membeli sesuatu dariku, sementara barang yang dicari tidak ada padaku.
Kemudian aku pergi ke pasar dan membelikan barang itu”. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda :
Yang termasuk jual-beli Hashat ini adalah jika seseorang membeli dengan menggunakan
undian atau dengan adu ketangkasan, agar mendapatkan barang yang dibeli sesuai dengan undian
yang didapat. Sebagai contoh: Seseorang berkata: “ Lemparkanlah bola ini, dan barang yang
terkena lemparan bola ini kamu beli dengan harga sekian”. Jual beli yang sering kita temui dipasar-
pasar ini tidak sah. Karena mengandung ketidakjelasan dan penipuan.
Mulamasah artinya adalah sentuhan. Maksudnya jika seseorang berkata: “Pakaian yang
sudah kamu sentuh, berarti sudah menjadi milikmu dengan harga sekian”. Atau “Barang yang
kamu buka, berarti telah menjadi milikmu dengan harga sekian”.
Jual beli yang demikian juga dilarang dan tidak sah, karena tidak ada kejelasan tentang
sifat yang harus diketahui dari calon pembeli. Dan didalamnya terdapat unsur pemaksaan.
Bentuk praktek najasy adalah sebagai berikut, seseorang yang telah ditugaskan menawar
barang mendatangi penjual lalu menawar barang tersebut dengan harga yang lebih tinggi dari
yang biasa. Hal itu dilakukannya dihadapan pembeli dengan tujuan memperdaya si pembeli.
Sementara ia sendiri tidak berniat untuk membelinya, namun tujuannya semata-mata ingin
memperdaya si pembeli dengan tawarannya tersebut. Ini termasuk bentuk penipuan.
Dan Rasullulah S.A.W. telah melarang perbuatan najasy ini seperti yang terdapat di dalam
hadist :
Tentunya masih banyak sekali contoh-contoh atau model jual beli yang dilarang dalam
agama, seperti jual-beli yang menghalangi orang untuk melakukan sholat, khususnya diwaktu
jumat setelah adzan kedua sholat jumat, juga menjual barang sebelum diterima, kemudian
makelar atau calo yang menjual barang dengan harga yang lebih tinggi dari harga sekarang. Itu
semua merupakan jual-beli yang dilarang dalam Islam.
Semoga kita semua senantiasa terjaga dalam bermuamalah dengan sesama, selalu
waspada dan berhati-hati dalam bertindak khususnya dalam berdagang. Mari kita mensuri
tauladani Nabi kita Muhammad SAW dalam berdagang, beliau selalu dipercayai dalam setiap
ucapan, dan perbuatannya
Dari Aisyah ra, ia berkata: Tatkala sejumlah ayat akhir surat al-Baqarah turun, Nabi
saw keluar (menemui para sahabat) lantas bersabda (kepada mereka), “Telah
diharamkan jual beli arak.” (Muttafaqun’alaih: Fathul Bari IV: 417 no: 2226, Muslim III:
1206 no: 1580, ‘Aunul Ma’bud IX: 380 no: 3473, dan Nasa’i VII: 308).
Dari Jabir bin Abdullah ra, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda
ketika Beliau di Mekkah pada waktu penaklukan kota Mekkah, “Sesungguhnya Allah dan
Rasul-Nya telah mengharamkan menjual arak, bangkai, babi dan patung.”Rasulullah saw
ditanya, “Bagaimana pendapatmu tentang lemak bangkai, karena itu dipergunakan
untuk mengecat perahu-perahu, meminyaki kulit-kulit dan dijadikan penerangan lampu
oleh orang-orang?” Beliau jawab, “Tidak boleh, karena haram.”Kemudian Rasulullah
saw pada waktu itu bersabda, “Allah melaknat kaum Yahudi, karena ketika Allah
mengharamkan lemak bangkai, justeru mereka mencairkannya, lalu menjualnya,
kemudian mereka makan harganya.” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari IV: 424 no: 2236,
Muslim III: 1207 no: 1581, Tirmidzi II: 281 no: 1315, ‘Aunul Ma’bud IX: 377 no: 3469, Ibnu
Majah II: 737 no: 2167 dan Nasa’i VII: 309).
3. Anjing
Dari Abu Mas’ud al-Anshari ra, bahwa Rasulullah saw melarang harga anjing, hasil
melacur, dan upah dukun. (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari IV: 426 no: 2237, Muslim III:
1198 no: 1567, ‘Aunul Ma’bud IX: 374 no: 3464, Tirmidzi II: 372 no: 1293, Ibnu Majah II:
730 no: 2159 dan Nasa’i VII: 309).
Dari Sa’id bin Abil Hasan, ia berkata : Ketika saya berada di sisi Ibnu Abbas ra
tiba-tiba datanglah kepadanya seorang laki-laki lalu bertanya kepadanya “Ya Ibnu Abbas,
dan sejatinya aku berprofesi sebagai pelukis gambar-gambar ini.” Maka Ibnu Abbas
berkata kepadanya, ‘Saya tidak akan menyampaikan kepadamu melainkan apa yang saya
dengan dari Rasulullah saw. Aku mendengar Beliau bersabda, “Barang siapa yang
melukis satu gambar, maka sesungguhnya Allah akan mengadzabnya hingga ia
meniupkan ruh padanya, padahal ia tidak mungkin selam-lamanya meniupkan ruh
padanya.” Maka laki-laki itu berubah dengan perubahan yang besar dan wajahnya
menguning. Kemudian Ibnu Abbas berkata kepadanya, “Celaka engkau! Jika engkau
membangkang dan akan tetap meneruskan profesimu ini, maka hendaklah engkau
(menggambar) pepohonan ini; dan segala sesuatu yang tidak bernyawa.” (Muttafaqun
‘alaih: Fathul Bari IV: 416 no: 2225 dan lafadz ini bagi Imam Bukhari, Muslim III: 1670
no: 2110 dan Nasa’i VIII: 215 secara ringkas).
Dari Anas bin Malik ra, dari Nabi saw, bahwa beliau melarang menjual buah-
buahan hingga nyata jadinya dan kurma hingga sempurna. Beliau ditanya, “Apa (tanda)
sempurnanya?” Jawab Beliau “Berwarna merah atau kuning.” (Shahih: Shahihul Jami’us
Shaghir no: 6928 dan Fathul Bari IV: 397 no: 2167).
Darinya (Anas bin Malik) ra, bahwa Rasulullah saw melarang menjual buah-
buahan sebelum sempurna. Kemudian Beliau ditanya, “Apa (tanda) sempurnanya?”
Beliau menjawab, “Hingga berwarna merah.”Kemudian Rasulullah saw
bersabda, “Bagaimana pendapatmu apabila Allah menghalangi buah itu untuk menjadi
sempurna, maka dengan alasan apakah seorang di antara kamu akan mengambil harta
saudaranya.” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari: IV: 398 no: 2198 dan lafadz ini milik Imam
Bukhari, Muslim III: 1190 no: 155 dan Nasa’i VII: 264).
“Dari Ibnu Umar ra, bahwa Rasulullah saw melarang menjual buah kurma
hingga nyata jadinya, dan (melarang) menjual gandum hingga berisi serta selamat
dari hama; Beliau melarang penjualnya dan pembelinya.” (Shahih: Mukhtashar
Muslim no: 917, Muslim III: 1165 no: 1535, ‘Aunul Ma’bud IX: 222 no: 3352, Tirmidzi
II: 348 no: 1245 dan Nasa’i VII: 270).
Harta mutaqawwim ialah segala sesuatu yang dapat dikuasai dengan pekerjaan dan
dibolehkan syara’ untuk memanfaatkannya. Maksud pengertian harta ghair al-
Mutaqawwim merupakan kebalikan dari harta mutaqawwim, yakni segala sesuatu yang tidak
dapat dikuasai dengan pekerjaan dan dilarang oleh syara’ untuk memanfaatkannya.
harta mitsli dan qimi sebagai sesatu yang memiliki persamaan atau kesetaraan di pasar, tidak
ada perbedaan yang pada bagian bagiannya atau kesatuannya. harta yang ada duanya atau dapat
ditukar dengan hal serupa dan sama disebut mitsli dan harta yang tidak duanya atau berbeda
secara tepat disebut qimi.
harta manqul yaitu harta yang dapat dipindahkan dan diubah dari tempat satu ketempat yang lain,
baik tetap pada bentuk dan keadaan semula ataupun berubah bentuk dan keadaannya dengan
perpindahan dan perubahan tersebut. Sedangkan harta ghair al-manqul maksudnya segala
sesuatu yang tetap (harta tetap), yang tidak mungkin dipindahkan dan diubah posisinya dari satu
tempat ketempat yang lain menurut asalnya, seperti kebun, rumah, pabrik, sawah dan lainnya.
harta ‘ain yaitu harta yang berbentuk. sedangkan, harta dayn harta yang menjadi tanggung jawab
seperti uang yang dititipkan ke orang lain.
6. Harta Nafi’i
harta mamluk yaitu harta yang statusnya memilikik kepemilikian baik individu, umum atau negara.
harta mubah yaitu hukum harta pada asalnya yaitu tidak ada yang memiliki. sedangkan,
harta mahjur yaitu harta yang tidak boleh dimilikioleh pribadi.
pembagian harta ini didasari oleh potensi harta menimbulkan kerugian atau kerusakan apabila
dibagikan. harta yang dapat dibagi yaitu harta tidak menimbulkan kerugian atau kerusakan apabila
dibagikan seperti beras. sedangkan, harta yang tidak dapat dibagi yaitu harta menimbulkan
kerugian atau kerusakan apabila dibagikan seperti benda-benda mewah.
harta pokok ialah harta yang mungkin menumbulkan harta lain atau dalam istilah ekonomi disebut
harta modal.
harta khas yaitu harta milik individu yang tidak boleh diambil manfaatnya jika tidak direstui
pemiliknya. sedangkah harta am yaitu harta milik umum yang dibebaskan dalam mengambil
manfaatnya.
Selain harta, hal penting dalam bahasan syariah islam yaitu tentang kepemilikan harta itu sendiri.
kepemilikan (al-milkiyyah) adalah istilah hukum Islam yang menandakan hubungan antara
manusia dan harta yang menjadikan harta itu secara khusus melekat padanya. Berdasarkan
definisi ini, perolehan properti oleh seorang individu, dengan cara yang sah, memberikan hak
kepadanya untuk memiliki hubungan eksklusif dengan properti itu, menggunakan atau
menanganinya selama tidak ada hambatan hukum untuk berurusan seperti itu. Pada dasarnya
menurut firman Allah SWT sesungguhnya seluruh harta atau kekayaan adalah milik Allah SWT
seperti firmannya pada Ayat alquran surat Al-maidah:20 “Dan ingatlah ketika musa berkata kepada
kaumnya: hai kaumku, ingatlah nikmat allah atasmu keika ia mengangkat nabi-nabi diantaramu,
dan dijadikannya kamu orang-orang yang merdeka, dan diberikannya kepadamu apa-apa yang
belum pernah diberikan kepada seseorangpun diantara umat umat yang lain.” Dalam Islam
kepemilikan harta dibagia atas kepemilikan pribadi atau individu, kepemilikan bersama atau
komunal/umum dan kepemilkan milik negara.
Islam mengakui kepemilikan individu asal didapatkan dan dibelanjakan dengan cara yang syar’i.
harta pribadi dalam penggunaanya tidak boleh memiliki dampak negatif terhadap pihak lain. selain
itu, individu bebas dalam pemanfaatan harta miliknya secara produktif, melindungi harta tersebut
dan memindahkannya dengan dibatasi oleh syariat yang ada. hal ini untuk mengurangi kesia-siaan
dalam kepemilikan harta.in
Selain kepemilikan pribadi Islam juga mengakui kepemilikan umum dan Negara. kepemilikan
umum meliputi mineral padat, cair dan gas yang asalnya dari dalam perut bumi. benda benda
tersebut dimasukkan ke dalam golongan milik umum karena memiliki kebermanfaatan besar bagi
masyarakat dan menyangkut hajat hidup masyarakat itu sendiri sehingga dimasukkan kedalam
golongan harta milik umum dan dikelola oleh negara. sedangkan, harta milik negara yaitu segala
bentuk penarikan yang dilakukan oleh negara secara syari kepada masyarakatnya seperti pajak,
hasil pengelolahan pertanian, perdagangan dan industri yang masuk kedalam kas negara. harta
milik negara ini kemudian dibelanjakan untuk kepentingan warganya.
Islam merupakan sistem kehidupan yang bersifat komprehensif, yang mengatur semua aspek,
baik dalam sosial, ekonomi, dan politik maupun kehidupan yang bersifat spritual.[1] Firman Allah
dalam Qs. Al-maidah ayat 3. Yang artinya “ Pada hari ini telah ku- sempurnakan untuk kamu agamu,
dan telah ku- ucapkan kepadamu nikmat-ku, dan telah ku- ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” Dalam
firman Allah SWT tersebut dijelaskan jelas menyatakan bahwa Islam adalah agama yang sempurna
dan mempunyai sistem tersendiri dalam menghadapi permasalahan kehidupan, baik yang bersifat
material maupun nonmaterial. Karena itu ekonomi sebagai satu aspek kehidupan, tentu juga sudah
diatur oleh Islam. Ini bisa dipahami, sebagai agama yang sempurna, mustahil Islam tidak dilengkapi
dengan sistem dan konsep ekonomi. Suatu sistem yang dapat digunakan sebagai panduan bagi
manusia dalam menjalankan kegiatan ekonomi. Suatu sistem yang garis besarnya sudah diatur dalam
Al-Qur’an dan As- Sunnah.
Dan harta merupakan salah satu kebutuhan primer dalam kehidupan.[2]Tidak ada manusia
yang tidak membutuhkan harta, dalam Al- Qur’an, kata mal (harta) disebutkan dalam 90 ayat lebih.
Sedangkan di dalam hadits Rasulullah, kata harta banyak sekali disebutkan tidak terhitung jumlahnya.
Allah Swt menjadikan harta benda sebagai salah satu di antara dua perhiasan kehidupan dunia. Allah
Swt. berfirman yang artinya :
“ Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia.” ( QS. Al – Kahfi [18] : 46 ).
Kata harta dalam istilah ahli fikih berarti, “segala sesuatu yang dapat dimiliki dan
dimanfaatkan sebagaimana mestinya.”
Sewa-menyewa dalam bahasa Arab diistilahkan dengan al-ijarah, yang artinya upah,
sewa, jasa atau imbalan.1 Al-ijarah merupakan salah satu bentuk kegiatan Muamalah
dalam memenuhi keperluan hidup manusia, seperti sewa menyewa, kontrak, atau
menjual jasa perhotelan dan lain-lain. Sedangkan menurut istilah para ulama' berbeda
pendapat dalam mendefinisikan Ijarah.
Menurut Ulama Hanafiyah, ijarah ialah: "Akad untuk membolehkan pemilikan manfaat
yang diketahui dan disengaja dari suatu dzat yang disewa dengan imbalan".
Nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk sebagian yang
dapat dipindahkan".
"Akad terhadap manfaat yag diketahui dan disengaja harta yang bersifat mubah dan dapat
dipertukarkan dengan imbalan tertentu".
"Akad terhadap manfaat harta benda yang bersifat mubah dalam periode waktu tertentu dengan
suatu imbalan".
Menurut Sayyid Sabiq pengertian sewa-menyewa ialah sebagai suatu jenis akad untuk
mengambil manfaat dengan jalan penggantian.6 Sedang M. Hasbi Ash Shiddieqy mengartikan
Ijarah ialah penukaran manfaat untuk masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan,
sama dengan menjual manfaat. Dalam Kitab Fathul Qarib menjelaskan bahwa : Ijarah adalah
"suatu bentuk akad atas kemanfaatan yang telah dimaklumi, disengaja, dan menerima
penyerahan, serta diperbolehkannya dengan penggantian yang jelas. Menurut A. Djazuli,
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Islam, ijarah adalah menjual manfaat yang
diketahui dengan suatu imbalan yang diketahui.
Definisi-definisi di atas dapat dirangkum bahwa yang dimaksud sewamenyewa ialah
pengambilan manfaat suatu benda. Dalam hal ini bendanya tidak berkurang sama sekali, yang
berpindah hanyalah manfaat dari suatu benda yang disewakan tersebut. Dapat pula berupa
manfaat barang seperti kendaraan, rumah, dan manfaat karya tulis seperti pemusik.
Menurut istilah hukum Islam, orang yang menyewakan disebut dengan mu'ajir. Sedangkan
orang yang menyewa disebut dengan musta'jir. Benda yang disewakan diistilahkan dengan
ma'jur dan uang sewa atau imbalan atas pemakaian manfaat barang tersebut disebut ujrah.
Pada dasarnya para fuqaha sepakat bahwa ijarah (sewa) merupakan akad yang dibolehkan oleh
syara' kecuali beberapa ulama, seperti Abu Bakar Al-Asham, Ismail bin 'Aliyah, Hasan Al-
Bashri, Al-Qasyani, Nahrawani, dan Ibnu Qisan. Mereka tidak membolehkan ijarah, karena
ijarah adalah jual beli manfaat, sedangkan manfaat pada saat dilakukanya akad tidak bisa
diserah terimakan. Setelah beberapa waktu barulah manfaat itu dapat dinikmati sedikit demi
sedikit. Sedangkan sesuatu yang tidak ada pada waktu akad tidak boleh diperjual belikan, akan
tetapi pendapat tersebut disanggah oleh Ibnu Rusyd, bahwa manfaat walaupun pada saat akad
belum ada, tetapi pada galibnya (manfaat) akan terwujud hal inilah yang menjadi perhatian
serta pertimbangan syara'.
Dasar Hukum sewa-menyewa terdapat dalam al-Qur'an:
Artinya: "Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu
apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (QS. Al Baqarah : 233)13
Landasan sunnahnya dapat dilihat pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan
Muslim dari Ibn Abbas bahwa Nabi Muhamad S. a. w.
Bersabda:
()
Mengenai disyari'atkannya ijarah, semua umat bersepakat, tak seorangpun yang membantah
kesepakatan (ijma') ini, sekalipun ada beberapa orang diantara mereka yang berbeda pendapat.
Dengan tiga dasar hukum yaitu Al-Qur'an, Hadits, dan Ijma' maka hukum diperbolehkannya
sewa menyewa sangat kuat karena ketiga dasar hukum tersebut merupakan sumber penggalian
hukum Islam yang utama. Dari beberapa dasar di atas, kiranya dapat dipahami bahwa sewa
menyewa itu diperbolehkan dalam Islam, karena pada dasarnya manusia senantiasa terbentur
pada keterbatasan dan kekurangan.
Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, ada orang kaya yang memiliki beberapa rumah yang
tidak ditempati, disisi lain ada orang yang tidak memiliki tempat dengan dibolehkan ijarah
maka orang yang tidak memiliki tempat tinggal bisa menempati rumah orang lain yang tidak
digunakan untuk beberapa waktu tertentu, dengan memberikan imbalan berupa uang sewa yang
disepakati bersama tanpa harus membeli rumah. Ulama Madzhab Hanafi berpendapat bahwa
akad ijarah itu bersifat mengikat kedua belah pihak, tetapi dapat dibatalkan secara sepihak,
apabila terdapat udzur seperti meninggal dunia atau tidak dapat bertindak secara hukum atau
gila. Jumhur ulama berpendapat bahwa akad ijarakh bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau
barang itu tidak dapat dimanfaatkan. Menurut Madzab Hanafi apabila salah seorang meninggal
dunia, maka akad ijarah menjadi batal, karena manfaat tidak dapat diwariskan kepada ahli
waris, sedangkan menurut jumhur ulama akad itu tidak menjadi batal karena manfaat menurut
mereka dapat diwariskan kepada ahli waris, manfaat juga termasuk harta.
4. Hak dan Kewajiban Pemberi Pinjaman dan Peminjam. Antara pemberi pinjaman
dan peminjam harus selalu menjaga hak dan kewajiban dalam pinjam meminjam
antara lain :
a. Hak dan Kewajiban Pemberi Pinjaman.
1) Menyerahkan atau memberikan benda yang dipinjam dengan ikhlas dan suka rela.
2) Barang yang dipinjam harus barang yang bersifat tetap dan memberikan manfaat
yang halal.
3) Tidak didasarkan atas riba. b. Hak dan Kewajiban Peminjam.
1) Harus memelihara benda pinjaman dengan rasa tanggung jawab.
2) Dapat mengembalikan barang pinjaman dengan tepat.
3) Biaya ditanggung peminjam, jika harus mengeluarkan biaya.
4) Selama barang itu ada pada peminjam, tanggung jawab berada padanya.
syari’at. Prinsip itikad baik terdapat pada semua hukum, baik hukum
ibadah atau muamalah.Maka berdasarkan hadits di bawah batalnya suatu
akad apabila terdapat niat atau itikad yang tidak baik di
dalamnya. Seperti jual beli denganmaksud riba dan menikah dengan
niat untuk menjadi penyela bagi yang cerai dengan tiga talak.
Hadits dimaksud adalah: “Sesungguhnya sahnya perbuatan tergantung niatnya.
Dan sesungguhnya perbuatan manusia tergantung niatnya.
Barangsiapa hijrahnya menuju Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya menuju
Allah dan Rasul-Nya.Dan barangsiapa hijrahnya agar mendapatkan hal
duniawi atau agar perempuan menikahinya,maka hijrahnya hanya kepada hal
tersebut. (HR. Al-Bukhari) Muhammad Rizki Romdhon dalam bukunya
Jual Beli Online Madzhab Asy-Syafi’i 2015 mengatakan, prinsip itikad baik
dalam Islam menyatakan bahwa tertanggung wajib menginformasikan kepada
penanggung mengenai suatu fakta dan hal pokok yang diketahuinya,
serta hal-hal yang berkaitan dengan risiko terhadap pertanggungan yang
dilakukan.Keterangan yang tidak benar dan informasi yang tidak
disampaikan dapat mengakibatkan batalnya perjanjian. Hal terpenting dalam
prinsip ini adalah kejujuran peserta atas objek yang dipertanggungkan.
Dalam perjanjian Islam, kejujuran dianggap sebagai hal pokok
terwujudnya rasa saling rela. Kerelaan (an taradlin) merupakan hal
yang paling esensi dalam perjanjian Islam. Sebab dalam perdagangan Islam
dinyatakan bahwa perdagangan harus dilakukan dengan penuh kesepakatan
dan kerelaan, sehingga jauh dari unsur memakan harta pihak lain
secara bathil.Rukun jual beli dalam Madzhab Asy-Syafi’i hanya mencakup 3
(tiga) hal yaitu pihak yang mengadakan akad, shigat (ijab qabul) dan
barang yang menjadi objek akad. Namun beberapa ahli fiqih madzhab
membolehkan jual beli tanpa mengucapkan shigat apabila dalam hal barang
yang tidaklahmahal dan berharga. Menurut jumhur ulama dari kalangan
sahabat dan tabi’in jual beli yang tidak dapat disaksikan langsung, jual
belinya tidak sah karena mengandung unsur penipuan yang membahayakan
salah satu pihak. Namun madzhab Asy-Syafi’i membolehkan jual beli
tersebut dengan syarat barang telah disaksikan terlebih dahulu. Ataupun hanya
memperjual belikan barang yang diketahui ciri-ciri dan sifatnya dan barang ad
dalam jaminan penjual.
Jual beliini diperbolehkan selama barang yang diperjual belikan sesuai dengan
ciri-ciri yang telah
ditentukan atau telah diketahui jenis dan sifat dan barang yang
akan dibelinya. Dengan
dan video. Jika barang tidak sesuai dengan ciri-ciri yang telah disepakati,
pembeli boleh
melakukan khiyar.
rumah yang ada atau menjual burung yang sedang terbang di angkasa.
Sesuai rukun Jual Beli yang telah disebutkan di atas, transaksi jual
beli dalam Madzhab
dalam akad jual beli. Hal ini berkesesuaian dengan peraturan Indonesia
yang menyebutkan
bahwa Jual beli terjadi karena ada rasa kerelaan antar penjual dan
pembeli. Menurut Al-Ghazali,
yang diserahkan.
dilaksanakan dalam semua transaksi jual beli, baik jual beli barang
murah ataupun bukan.
Kecuali dalam jual beli tanah dan ternak. Sebagaian ulama Madzhab Asy-
Syafi’i lainnya seperti
Ibn Suraij dan Ar-Ruyani mengkhususkan bahwa dibolehkannya jual beli
mu’athah dalam
barang yang murah, seperti sekerat roti dan lainnya. Penerimaan akad secara
tertulis lebih kuat
daripada hanya dengan isyarat, malah lebih utama karena lebih kuat dalam
menunjukan
kepada pembeli. Ada pihak ketiga yaitu kurir atau service delivery yang
menjadi perwakilan
service secara hukum boleh dilakukan. Namun dengan catatan bahwa kurir atau
delivery service
fudhuli (menjual harta milik orang lain tanpa surat kuasa atau perwakilan)
hukumnya adalah
dua kambing untuk beliau, lalu ‘Urwah menjual salah seekor kambingnya
seharga satu dinar. Dan
urusan manusia yaitu segala hal yang berkaitan dengan individunya bukan
komunitasnya.
adalah akad yang tidak mengikat, artinya seorangwakil atau orang yang
mewakilkan tidak wajib
inginkan, dan akad itu menjadi gugur dengan meninggalnya salah satu
pihak.
Tanya jawab d NU online : Saya ingin bertanya tentang hukum boleh atau tidaknya
melakukan jual beli via internet, karena saya sering melakukan itu. Saya sering membeli
barang di internet, lalu saya melakukan konfirmasi pembelian, kemudian saya
mengirimkan uang melalui transfer bank, lalu saya mengkonfirmasi pembayaran saya dan
pihak penjual mengrimkan konfirmasinya melalui e-mail.<> Menurut ustadz cara jual beli
online seperti itu dibolehkan/tidak? lalu apa landasan hukumnya ustadz? apa ada hadits
yang mengqiyaskan tentang jual beli onlien ustadz? Mohon dijawab ya ustadz pertanyaan
saya, agar saya dapat memestikan tindakan saya ini. Terimakasih. Wassalamualaikum.
(Ica Hanisah)
Wa’alaikumsalam warahmatullah.
Pertanyaan ini mirip dengan yang pernah dibahas dalam forum Bahtsul Masail Muktamar
NU ke-32 di Makasar tahun 2010. Adapun jawabannya adalah bahwasannya Hukum akad
(transaksi) jual beli melalui alat elektronik sah, apabila sebelum transaksi kedua belah
pihak sudah melihat mabi’ (barang yang diperjualbelikan) atau telah dijelaskan baik
sifat maupun jenisnya, serta memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun jual beli
lainnya dengan dasar pengambilan hukum;
4. Yang diperhitungkan dalam akad-akad adalah subtansinya, bukan bentuk lafalnya. Dan
jual beli via telpon, teleks dan telegram dan semisalnya telah menjadi alternatif utama dan
dipraktikkan.
Artinya: Rasulullah saw melarang jual beli yang didalamnya terdapat penipuan.
(HR.Muslim).
Pengertian Jual Beli / Belanja
Online
Jual beli online atau kadang familiar di sebut belanja online merupakan perdagangan yang mengikuti
perkembangan zaman, dimana hampir seluruh lapis kehidupan manusia guna memenuhi kebutuhan juga
mengalami modifikasi sedemikian rupa. Pada mulanya sistem penukaran barang hanya bisa dilakukan secara
manual (barter) dengan mengharuskan kehadiran antara penjual dan pembeli di satu tempat dengan adanya
barang disertai dengan transaksi (ijab dan qabul). Namun dengan kemudahan fasilitas dan semakin canggihnya
tekhnologi, proses jual beli yang tadinya mengharuskan cara manual bisa saja dilakukan via internet.
(Dan menurut qaul al-Azhhar, sungguh tidak sah( selain dalam masalah fuqa’-sari anggur yang dijual dalam
kemasan rapat/tidak terlihat- (jual beli barang ghaib), yakni barang yang tidak terlihat oleh dua orang yang
bertransaksi, atau salah satunya. Baik barang tersebut berstatus sebagai alat pembayar maupun sebagai barang
yang dibayari. Meskipun barang tersebut ada dalam majlis akad dan telah disebutkan kriterianya secara detail
atau sudah terkenal secara luas -mutawatir-, seperti keterangan yang akan datang. Atau terlihat di bawah
cahaya, jika cahaya tersebut menutupi warna aslinya, seperti kertas putih. Demikian menurut kajian yang kuat.
Dalam pandangan madzhab Syafi’i )sebagaimana referensi kedua(, barang yang diperjual belikan disyaratkan
dapat dilihat secara langsung oleh kedua belah pihak. Hal ini merupakan bentuk kehati-hatian agar tidak terjadi
penipuan (ghoror) dalam jual beli karena Rasulullah melarang praktek yang demikian, sebagaimana dalam
sebuah hadis dinyatakan:
ل نَهَىُ َسو ِ ه للاُ صَلَّى
ُ للا ر َ ََّسل
ِ م َعلَي ِ ال َغر َِر بَي
َ ع َعن و
Artinya: Rasulullah saw melarang jual beli yang didalamnya terdapat penipuan. (HR.Muslim).
Tetapi jika tidak sesuai maka pembeli mempunyai hak khiyar, artinya boleh meneruskan atau membatalkan jual
belinya. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi riwayat Al Daraquthni dari Abu Hurairah:
منسترئشيتالميرهفلهالخيارإذاراه
Barang siapa yang membeli sesuatu yang ia tidak melihatnya, maka ia berhak khiyar jika ia telah melihatnya”.
Transaksi online dibolehkan menurut Islam berdasarkan prinsip-prinsip yang ada dalam perdagangan menurut
Islam, khususnya dianalogikan dengan prinsip transaksi as-salam, kecuali pada barang/jasa yang tidak boleh
untuk diperdagangkan sesuai syariat Islam.
Terdapat kaidah ushul fiqh. Al ashlu fil asy-yaa’ al-ibaachah, chattaa yadullad daliilu’ alattahriim, yakni
pada dasarnya segala sesuatu itu hukumnya boleh sepanjang tidak ada dalil yang mengharamkannya. berpijak
dari landaran kaidah fiqhiyyah tersebut maka jual-beli lewat online (internet) itu diperbolehkan, dan sah,
kecuali jika secara kasuistis terjadi penyimpangan, manipulasi, penipuandan sejenisnya, maka secara kasuistis
pula hukumnya diterapkan, yaitu haram. Tetapi kasus tertentu menurut tidak dapat dijadikan menjeneralisasi
sesuatu yang secara normal positif boleh dan halal. oleh karena itu jika ada masalah terkait ketaksesuaian
barang antara yang ditawarkan dan dibayar dengan yang diterima, maka berlaku hukum transaksi pada
umumnya, bagaimana kesepakatan yang telah dijalin. inilah salah satu faktor yang dapat menjadi penyebab
batalnya transaksi jual beli dan dapat menjadi salah satu penyebab haramnya jual beli, baik online atau bukan
karena adanya manipulasi atau penipuan.