2. Batasan-batasan Lansia
Menurut World Health Organization (WHO), lanjut usia dibedakan
menjadi 4 kelompok, yaitu: usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun,
lanjut usia (elderly) 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75–90 tahun, dan
usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
c. Sistem Pendengaran
Gangguan pada pendengaran, membrane timpani mengalami atrofi,
terjadi pengumpulan dan pengerasan serumen karena peningkatan
keratin, pendengaran menurun pada lanjut usia yang mengalami
ketegangan jiwa atau stress.
d. Sistem Penglihatan
Timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respons terhadap
sinar, kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis), lensa lebih keruh
dapat menyebabkan katarak, hilangnya daya akomodasi, menurunnya
lapang pandang, sulit untuk melihat dalam keadaan gelap, dan sulit
untuk membedakan warna biru dengan hijau pada skala pemeriksaan.
e. Sistem Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung
memompa darah menurun 1% setiap tahun setelah berumur 20 tahun
sehingga menyebabkan menurunnya kontraksi dan volume, kehilangan
elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meningkat.
h. Sistem Gastrointestinal
Kehilangan gigi, sehingga menyebkan gizi buruk, indera pengecap
menurun krena adanya iritasi selaput lendir dan atropi indera pengecap
sampai 80 %, kemudian hilangnya sensitifitas saraf pengecap untuk
rasa manis dan asin.
i. Sistem Genitourinaria
Ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi sehingga aliran darah ke
ginjal menurun sampai 50 %, GFR menurun sampai 50 %. Nilai
ambang ginjal terhadap glukosa menjadi meningkat. Vesika urinaria,
otot-ototnya menjadi melemah, kapasitasnya menurun sampai 200 cc
sehingga vesika urinaria sulit diturunkan pada pria lansia yang akan
berakibat retensia urine. Pembesaran prostat, 75 % doalami oleh pria
diatas 55 tahun. Pada vulva terjadi atropi sedang vagina terjadi selaput
lendir kering, elastisitas jaringan menurun, sekresi berkurang dan
menjadi alkali.
j. Sistem Endokrin
Pada sistem endokrin hampir semua produksi hormon menurun,
sedangkan fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah, aktifitas
tiroid menurun sehingga menurunkan basal metabolisme rate (BMR).
Porduksi sel kelamin menurun seperti: progesteron, estrogen dan
testosteron.
k. Sistem Integumen
Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kepala
dan rambut menipis serta berwarna kelabu, menurunnya respon
terhadap trauma, rambut dalam hidung dan telinga menebal,
berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi.
l. Sistem Muskuloskeletal
Tulang kehilangan kepadatannya dan semakin rapuh menjadi kifosis,
persendian membesar, tinggi badan menjadi berkurang yang disebut
discus vertebralis menipis, tendon mengkerut dan atropi serabut otot,
sehingga lansia menjadi lamban bergerak otot kram dan menjadi
tremor.
4. Tipe Lansia
Di zaman sekarang (zaman pembangunan),banyak ditemukan bermacam-
macam tipe usia lanjut. Yang menonjol antara lain:
a. Tipe arif bijaksana, Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman,
menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,
sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri, Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang
dengan kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman
pergaulan, serta memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas, Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin,
menentang proses penuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan,
kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman
yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut,
sulit dilayani dan pengkritik.
d. Tipe pasrah, Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib
baik, mempunyai konsep habis (“habis gelap datang terang”),
mengikuti kegiatan beribadat, ringan kaki, pekerjaan apa saja
dilakukan.
e. Tipe bingung, Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian,
mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh
(Nugroho, 2008).
5. Tugas Perkembangan Lansia
Menurut Erickson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan
diri terhadap tugas perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses
tumbuh kembang pada tahap sebelumnya. Adapun tugas perkembangan
lansia adalah sebagai berikut :
a. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.
b. Mempersiapkan diri untuk pensiun.
c. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.
d. Mempersiapkan kehidupan baru.
e. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat secara
santai.
f. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan
(Maryam, 2008).
B. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Asam urat merupakan sebutan orang awan untuk rematik pirai (gout
artritis). Penyakit ini merupakan gangguan metabolik karena asam urat
(uric acid) menumpuk dalam jaringan tubuh, yang kemudian dibuang
melalui urin. Pada kondisi gout, terdapat timbunan atau defosit kristal
asam urat didalam persendian (Wijayakusuma, 2006).
Selain itu asam urat merupakan hasil metabolisme normal dari pencernaan
protein (terutama dari daging, hati, ginjal, dan beberapa jenis sayuran
seperti kacang dan buncis) atau dari penguraian senyawa purin yang
seharusnya akan dibuang melalui ginjal, feses, atau keringan (Sustrani,
2004).
Secara umum asam urat adalah sisa metabolisme zat purin yang berasal
dari makanan yang kita konsumsi. Purin sendiri adalah zat yang terdapat
dalam setiap bahan makanan yang berasal dari tubuh makhluk hidup.
Dengan kata lain, dalam tubuh makhluk hidup terdapat zat purin ini, lalu
karena kita memakan makhluk hidup tersebut, maka zat purin tersebut
berpindah ke dalam tubuh kita. Berbagai sayuran dan buah-buahan juga
terdapat purin. Purin juga dihasilkan dari hasil perusakan sel-sel tubuh
yang terjadi secara normal atau karena penyakit tertentu (Hidayat, 2007).
Kadar normal asam urat darah dalam rata-rata adalah antara 3 – 7 mg/dl,
dengan perbedaan untuk pria 2,1 – 8,5 mg/dl dan wanita 2,0 – 6,6 mg/dl.
Untuk mereka yang berusia lanjut kadar tersebut lebih tinggi. Gangguan
asam urat terjadi bila kadar tersebut mencapai lebih dari 12 mg/dl
(Sustrani, Alam, Hadibroto, 2007).
3. Patifisiologi
Menurut Corwin (2009) Banyak faktor yang berperan dalam mekanisme
serangan gout. Salah satunya yang telah diketahui peranannya adalah
kosentrasi asam urat dalam darah. Mekanisme serangan gout akut
berlangsung melalui beberapa fase secara berurutan.
a. Presipitasi kristal monosodium urat.
Presipitasi monosodium urat dapat terjadi di jaringan bila kosentrasi
dalam plasma lebih dari 9 mg/dl. Presipitasi ini terjadi di rawan,
sonovium, jaringan para- artikuler misalnya bursa, tendon, dan
selaputnya. Kristal urat yang bermuatan negatif akan dibungkus
(coate) oleh berbagai macam protein. Pembungkusan dengan IgG akan
merangsang netrofil untuk berespon terhadap pembentukan kristal.
b. Respon leukosit polimorfonukuler (PMN)
Pembentukan kristal menghasilkan faktor kemotaksis yang
menimbulkan respon leukosit PMN dan selanjutnya akan terjadi
fagositosis kristal oleh leukosit.
c. Fagositosis
Kristal difagositosis olah leukosit membentuk fagolisosom dan
akhirnya membram vakuala disekeliling kristal bersatu dan membram
leukositik lisosom.
d. Kerusakan lisosom
Terjadi kerusakn lisosom, sesudah selaput protein dirusak, terjadi
ikatan hidrogen antara permukan kristal membram lisosom, peristiwa
ini menyebabkan robekan membram dan pelepasan enzim-enzim dan
oksidase radikal kedalam sitoplasma.
e. Kerusakan sel
Setelah terjadi kerusakan sel, enzim-enzim lisosom dilepaskan
kedalam cairan sinovial, yang menyebabkan kenaikan intensitas
inflamasi dan kerusakan jaringan.
4. Manifestasi Klinik
Menurut Mansjoer Arif, (2001) Gout berkembang dalam 4 tahap :
a. Tahap Asimptomatik :
Pada tahap ini kadar asam urat dalam darah meningkat, tidak
menimbulkan gejala.
b. Tahap Akut :
Serangan akut pertama datang tiba-tiba dan cepat memuncak,
umumnya terjadi pada tengah malam atau menjelang pagi. Serangan
ini berupa rasa nyeri yang hebat pada sendi yang terkena, mencapai
puncaknya dalam waktu 24 jam dan perlahan-lahan akan sembuh
spontan dan menghilang dengan sendirinya dalam waktu 14 hari.
c. Tahap Interkritikal :
Pada tahap ini penderita dapat kembali bergerak normal serta
melakukan berbagai aktivitas olahraga tanpa merasa sakit sama sekali.
Kalau rasa nyeri pada serangan pertama itu hilang bukan berarti
penyakit sembuh total, biasanya beberapa tahun kemudian akan ada
serangan kedua. Namun ada juga serangan yang terjadi hanya sekali
sepanjang hidup, semua ini tergantung bagaimana sipenderita
mengatasinya.
d. Tahap Kronik :
Tahap ini akan terjadi bila penyakit diabaikan sehingga menjadi akut.
Frekuensi serangan akan meningkat 4-5 kali setahun tanpa disertai
masa bebas serangan. Masa sakit menjadi lebih panjang bahkan
kadang rasa nyerinya berlangsung terus-menerus disertai bengkak dan
kaku pada sendi yang sakit.
5. Test Diagnostik
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar asam urat yang tinggi
dalam darah (> 6mg/dl). Kadar asam urat normal dalam serum pada pria 8
mg/dl dan pada wanita 7 mg/dl. Pemeriksaan kadar asam urat ini akan
lebih tepatlagi bila dilakukan dengan cara enzimatik. Kadang-kadang
didapatkan leukositosis ringan dengan LED meninggi sedikit. Kadar asam
urat dalam urin juga sering tinggi (500 mg/dl/24 jam).
Disamping ini pemeriksaan tersebut,pemeriksaan cairan tofi juga penting
untuk menegakkan diagnosis. Cairan tofi adalah cairan berwarna putih
seperti susu dan kental sekali sehingga sukar diaspirasi. Diagnosis dapat
dipastikan bila ditemukan gambarankristal asam urat (berbentuk lidi) pada
sediaan mikroskopik. Pemeriksaan diagnostic dapat berupa :
a. Asam urat meningkat
b. Sel darah putih dan sedimentasi eritrosit meningkat (selama fase akut)
c. Pada aspirasi sendi ditemukan aam urat
d. Pemeriksaan urin
e. Rontgen
6. Komplikasi
a. Nodulus reumatoid ekstrasinovialdapat terbentuk pada katup jantung
atau pada paru, mata, atau limpa. Funngsi pernapasan dan jantung
dapat terganggu. Glukoma dapat terjadi apabila nodulus yang
menyumbat aliran keluar cairan okular terbentuk pada mata.
b. Vasulitis (inflamasi sistem vaskuler) dapat menyebabkan trombosist
dan infark. Penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup
sehari-hari, depresi dan stres keluarga dapat menyertai eksaserbasi
penyakit.
7. Penatalaksanaan
a. Perawatan
Perawatan yang dapat dilakukan berupa tindakan darurat sewaktu terjadi
serangan, pengobatan dokter, dan perawatan sendiri setelah memperoleh
diagnosa. Bila terjadi serangan gout secara tiba-tiba maka tindakan darurat
yang bisa dilakukan adalah (Sustrani, Alam, Hadibroto, 2007 ) ;
1) Istirahatkan sendi agar lekas sembuh, beri kompres dingin beberapa
jam sekali selama 15 sampai 20 menit pada sendi yang nyeri untuk
mengurangi nyeri .
2) Minum obat penahan sakit (analgesik biasa), untuk menghilangkan
rasa nyeri.
3) Minum banyak air (lebih dari 3,5 liter atau 8 sampai 10 gelas sehari)
untuk membantu mengeluarkan asam urat dari tubuh melalui urin.
4) Bila terjadi komplikasi kelumpuhan pada penderita berusia sangat
lanjut, perlu dilakukan perawatan khusus untuk melatih agar dapat
bergerak mandiri.
b. Pencegahan
Belum ditemukan cara yang efektif, tapi usaha pencegahan asam urat
pada umumnya adalah menghindari segala sesuatu yang dapat menjadi
pencetus serangan misalnya; latihan fisik berlebihan stres, dan
makanan yang mengandung purin berlebihan seperti daging, jerohan
(ginjal, hati), bahkan ikan asin. Meskipun serangan berulang dapat
dicegah dengan pemberian obat, tetapi mengurangi konsumsi makanan
berlemak dan alkohol dapat memperkecil kemungkinan terjadi
serangan gout.
Mengenali jenis makanan yang kadar purinnya amat tinggi, sedang dan
rendah. Dengan demikian dapat mengontrol asupan semaksimal
mungkin. Adapun jenis bahan makanan yang dapat dikenali adalah
(Yenrina, 2008 ) ;
1) Kadar tinggi (150-180 mg/100 g) :Jerohan (hati,ginjal,jantung,
limpa, paru, otak) dan sari pati daging.
2) Kadar sedang (50-150 mg/ 100 g) :Daging sapi, udang, kepiting,
cumi, kerang, kacang-kacangan, asparagus dan jamur.
3) Kadar rendah (dibawah 50 mg/100 g ) : Gula telur dan susu
Mengimbangi konsumsi makanan tersebut dengan minum air yang
banyak untuk membantu memperlancar pembuangan asam urat oleh
tubuh, selain itu bila tergolong gemuk sebaiknya mengurangi berat
badan dengan melakukan olah raga yang juga bermanfaat untuk
mencegah kerusakan sendi.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut/kronis behubungan dengan peradangan sendi, penimbunan
kristal pada membran sinovial, tulang rawan/ kerusakan integritas
jaringan sekunder tehadap gout
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan rentang
gerak, kelemahan otot, nyeri pada gerakan, dan kekakuan pada sendi
c. Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan bentuk kaki dan
terbentuknya tofus.
3. Intervensi
No. Tujuan &
Intervensi Rasional
DX kriteria hasil
1. Setelah dilakukan Kaji dan observasi lokasi, Untuk mengetahui respon
tindakan kep. intensitas, dan tipe nyeri. subjektif pasien dalam
No. Tujuan &
Intervensi Rasional
DX kriteria hasil
Selama 3x24 jam melaporkan nerinya dan
nyeri skala nyeri
berkurang/hilang
KH: Bantu pasien dalam Untuk mengetahui faktor
1. Pasien tampak mengidentifikasi faktor pencetus nyeri
rileks pencetus
2. Pasien
melaporkan Jelaskan dan bantu pasien Untuk mengetahui
penurunan nyeri terkait dengan tindakan keefektifan dalam
3. Nyeri berkurang pereda nyeri non mengurangi nyeri
Skala nyeri farmakologi
menjadi 0-1
ü Ajarkan teknik relaksasi Akan melancarkan
terkait ketegangan otot peredaran darah sehingga
rangka yang dapat kebutuhan oksigen
mengurangi intensitas nyeri terpenuhi dan mengurangi
nyeri
Kolaborasi dengan tim medis Menurunkan kadar asam
untuk pemberian obat urat serum dan mengurangi
analgetik dan allopurinol. nyeri pasien.
2. Setelah dilakukan Kaji mobilitas yg ada dan Mengethui tingkat
tindakan observasi adanya peningaan kemampuan pasien dalam
keperawatan selama kerusakan melakukan aktivitas
3x24 jam psien
mampu Gerakan aktif memberi
melaksanakan Anjurkan pasien melakuka masaa, tonus dan kekuatan
aktivitas fisik latihan gerak aktif pada otot, serta memperbaiki fugi
sesuai dengan ektremitas yang tdk sakit jantung dan pernafasan
kemampuannya.
KH: Untuk mempertahankan
1. Pasien tidak sendi sesuai kemampuanya.
mengalami Bantu pasien melakukan
kontraktur sendi latihan dan perawatan diri Kemampuan mobilisasi
2. Kekuatan otot ekstremitas dapat
bertambah ditingkatkandengan latihan
3. Pasien dapat Kolaborasi dengn ahli fisik.
melakukan fisioterapi untuk latihan fisik
aktivitas tanpa pasien
bantuan
3. Setelah dilakukan Kaji perubahan persepsi dan Menentukan bantuan
tindakan berhubunganya dg derajat individual dlm menyusun
keperawatan selama ketidkmampuan rencana perawatan atau
3x24 jam pemilihan intervensi
diharapkan citra
diri pasien Ingatkan kembali realita Membantu pasien bahwa
meningkat bahwa masih dapat perawat menerima kedua
No. Tujuan &
Intervensi Rasional
DX kriteria hasil
KH: menggunakan sisi yang sakit bagian dari seluruh tubuh
1. Pasien mampu dan belajar mengontrol sisi
menyatakan yang sehat
penerimaan diri
terhadap situasi Bantu dan anjurkan Membantu meningkatkan
2. Pasien perawatan yang baik dan perasaan harga
menunjukkan memperbaiki kebiasaan diri&mengontrolnya
penerimaan
penampilan Dukung perilaku/usaha Pasien dapat beradaptasi
3. Mengenali peningkatan minat partisipasi terhadap
perubahan dlm aktivitas rehabilitasi perubahan&memahami
aktual pada peran individu dimasa
fungsi tubuh. mendatang
4. Implementasi
Implementasi adalah fase ketikan perawata menerapkan/ melaksanakan
rencana tindakan yang telah ditentukan dengan tujuan kebutuhan pasien
terpenuhi secara optimal (Nursalam, 2008).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai
atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki
pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi
keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang
dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada
kriteria hasil. Pada tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan
yang dilakukan dengan mengevaluasi selama proses perawatan berlangsung
atau menilai dari respon klien disebut evaluasi proses, dan kegiatan melakukan
evaluasi dengan target tujuan yang diharapkan disebut sebagai evaluasi hasil
(Hidayat, A.A.A, 2008).