Disusun oleh :
Reysaharif Yuansafikri
1102015197
Pembimbing :
dr. Maula Nuruddin Gaharu, Sp.S
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. R
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 33 tahun
Status pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : Jl. Olahraga
Tanggal masuk RS : 10 April 2019
Tanggal pemeriksaan : 16 April 2019
Ruang perawatan : Nuri 2
II. Anamnesis
Secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 16 April 2019 di
ruang Nuri 2
Keluhan utama:
Pasien datang dengan keluhan kepala berputar sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan tambahan:
Mual
2
RS POLRI. Saat masuk rumah sakit pasien tidak mau membuka matanya.
Menurut pasien, pasien tidak membuka matanya karena pasien merasa
takut akan merasa kepalanya berputar lagi. Pasien merasa kepalanya
goyang berputar. Pasien juga merasa keluhan terjadi selama beberapa
menit, dan hilang timbul. Menurut pasien keluhannya timbul saat duduk
dan berdiri, dan pasien merasa lebih nyaman jika berbaring dan menutup
matanya dibandingkan dengan duduk dan berdiri. Pasien juga merasa
kepalanya berputar saat berganti posisi tidur dari arah kiri ke kanan. Mual
(+), muntah (-), telinga berdenging (-), kejang (-), penurunan kesadaran
(-), kelemahan sesisi tubuh (-), bicara pelo (-), mulut mengot (-). Pasien
juga merasa terganggu dalam melakukan aktivitas.
Pasien mengaku pernah merasakan penyakit seperti ini 1 tahun yang lalu
dikarenakan darah rendah, yaitu 80/70 mmHg lalu pergi klinik, sudah
sembuh dan baru kali ini berulang. Namun, pasien juga mengakui bahwa
penyakitnya terasa berbeda dibanding sebelumnya. Tidak ada riwayat
demam, keluar cairan dari telinga, riwayat perasaan penuh di telinga,
yang disertai dengan penurunan fungsi pendengaran. Pasien menyangkal
ada nyeri pada kepalanya, dan menyangkal ada riwayat trauma kepala.
Pasien juga menyangkal ada penggunaan obat saat kepalanya berputar.
3
Riwayat Kebiasaan
• Alkohol : disangkal
• Narkoba : disangkal
• Merokok : disangkal
III. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 16 April 2019
Kesadaran umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
Tanda-tanda vital :
• Tekanan darah : 120/80 mmHg
• Nadi : 70 x/menit
• Pernafasan : 20 x/menit
• Suhu : 37,4 oC
Status Generalis
Kepala
• Normocephal, rambut hitam dan tidak beruban, distribusi merata,
tidak mudah dicabut.
Mata
• Pupil bulat isokhor, konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/- ,
RCL +/+ , RCTL +/+
Hidung
• Bentuk normal, tidak ada deviasi, tidak ada sekret
Mulut
• Bibir mukosa lembab, bibir tidak pecah-pecah, faring tidak
hiperemis.
Telinga
• Bentuk simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada serumen, tidak
hiperemis, tidak terdapat cairan yang keluar.
Leher
4
• Pembesaran KGB (-), letak trakea ditengah, tidak terdapat massa.
Thoraks (Cor)
• Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
• Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V
• Perkusi : batas jantung dalam batas normal
• Auskultasi : bunyi jantung I/II regular, murmur (-), gallop (-)
Thoraks (Pulmo)
• Inspeksi : Simetris pada keadaan statis dan dinamis
• Palpasi : nyeri tekan (-)
• Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
• Auskultasi : vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen
• Inspeksi : perut datar, sikatrik (-), pembesaran massa (-)
• Auskultasi : bising usus (+) normal
• Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen
• Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-)
Ekstremitas
• Akral hangat, sianosis (-), edema (-) pada kedua tungkai, CRT <
2 detik
Status Neurologis
GCS:
E4 M6 V5 (Saat Pemeriksaan)
Tanda Rangsang Meningeal:
Kanan Kiri
Kaku kuduk - -
Kernig sign - -
Laseque sign - -
Brudzinki I - -
5
Brudzinki II - -
Brudzinki III - -
Brudzinki IV - -
Saraf Kranial
Kanan Kiri
N I (OLFAKTORIUS) Normal Normal
N II (OPTIKUS)
Visus Normal Normal
Lapang pandang Normal Normal
Warna Normal Normal
Refleks cahaya langsung (+) (+)
Funduskopi Tidak filakukan Tidak dilakukan
N.III, IV, VI (OCULOMOTORIUS, TROCHLEARIS, ABDUCENS)
M. Obliqus inferior Normal Normal
M. Obliqus superior Normal Normal
M. Rectus inferior Normal Normal
M. Rectus superior Normal Normal
M. Rectus medial Normal Normal
M. Rectus lateralis Normal Normal
Refleks cahaya tidak (+) (+)
langsung
N.V (TRIGEMINUS)
Sensorik
V1 Normal Normal
V2 Normal Normal
V3 Normal Normal
Motorik
Mengigit Normal Normal
Membuka rahang Normal Normal
6
N.VII (FACIALIS)
Sensorik (pengecapan Tidak dilakukan
2/3 anterior lidah)
Motorik
Mengerutkan dahi Simetris
Mengangkat alis Simetris
Menggembungkan pipi Simetris
Mencucu Simetris
Meringis Simetris
N.VIII (VESTIBULOCOCHLEAR)
Gesekan jari Normal Normal
Detik jam Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes berbisik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Garpu tala
Rinne Tidak dilakukan
Weber Tidak dilakukan
Schwabach Tidak dilakukan
Dix-Hallpike (+) kearah kanan
Nistagmus (+) (+)
Laten (+) (+)
Fatig (+) (+)
Habituasi (+) (+)
Post-pointing (-) (-)
Romberg (-)
N IX (GLOSSOPHARYNGEAL)
Refleks menelan Normal
Pengecapan 1/3 posterior Tidak dilakukan
lidah
N X (VAGUS)
Reflex muntah Tidak dilakukan
7
Letak uvula Tidak deviasi
N XI (ACCESSORY)
Mengangkat bahu Baik Baik
Memalingkan kepala Baik Baik
N.XII (HYPOGLOSSUS)
Deviasi lidah Tidak ada deviasi
Atrofi lidah -
Atrikulasi Jelas
Pemeriksaan Motorik
Kanan Kiri
Kekuatan
Ekstremitas atas 5555 5555
Ekstremitas bawah 5555 5555
Tonus
Ekstermitas atas Normotonus Normotonus
Ekstremitas bawah Normotonus Normotonus
Klonus
Patella - -
Achiles - -
Refleks Fisiologis
Biceps ++ ++
Triceps ++ ++
Patella ++ ++
Achilles ++ ++
Refleks Patologis
Hoffmann - -
Tromner - -
Babinski - -
Chaddock - -
Schaefer - -
8
Gordon - -
Oppenheim - -
Pemeriksaan Sensorik
Kanan Kiri
Raba halus
Ekstremitas atas Normal Normal
Ekstremitas bawah Normal Normal
Nyeri
Ekstremitas atas Normal Normal
Ekstremitas bawah Normal Normal
Suhu
Ekstremitas atas Tidak dilakukan
Ekstremitas bawah Tidak dilakukan
Getar
Ekstremitas atas Tidak dilakukan
Ekstremitas bawah Tidak dilakukan
Proprioseptif
Ekstremitas atas Normal Normal
Ekstremitas bawah Normal Normal
Otonom
BAB Normal
BAK Normal
Hidrosis (berkeringat) Normal
Koordinasi
9
Disdiadokokinesis Normal
Tes jari- hidung Normal
Resume
Seorang perempuan usia 33 tahun datang ke ID RS POLRI dengan keluhan
kepala berputar sebelum masuk rumah sakit dengan gejala tambahan berupa mual.
Sebelum masuk rumah sakit, saat pasien bangun tidur dan duduk diranjang pasien
merasa kepala berputar, yang terjadi hilang timbul dan timbul saat pasien duduk,
berdiri, atau pindah posisi tidur dari kiri ke kanan dan merasa nyaman saat tidur dan
menutup mata. Mual (+), muntah (-), telinga berdenging (-), gangguan pendengaran
(-), keluar cairan dari telinga (-), kejang (-), penurunan kesadaran (-),kelemahan
sesisi tubuh (-), bicara pelo (-), mulut mengot (-), riwayat keluar cairan dari telinga
(-), riwayat mendengar suara berdenging (-), perasaan penuh ditelinga (-),
penurunan fungsi pendengaran (-)
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit ringan dengan
GCS E4M6V5, Tekanan darah pasien 120/80 mmHg, frekuensi pernafasan
20x/menit, denyut nadi 70x/menit dan suhu tubuh 37,4℃. Status generalis pada
batas normal. Pada pemeriksaan dix hallpike pasien (+) saat mengarah kekanan
dengan arah horizontal, latensi (+), fatig (+), habituasi (+) Pada pemeriksaan
motorik ekstremitas atas 5555 | 5555, ekstremitas bawah 5555 | 5555.
Diagnosis Kerja:
Diagnosis klinik : Kepala pusing berputar, mual
Diagnosis topis : Labirin dan N. Vestibularis
Diagnosis etiologis : BPPV
Diagnosis Banding:
Penyakit Meniere
Neuritis Vestibularis
Saran:
• Medikamentosa :
10
o Betahistine 16 mg 3 kali sehari
• Non-medikamentosa:
o Manuver Epley
o Latihan Brand-Daroff
Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad sanationam : bonam
Ad functionam : bonam
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Telinga
12
Struktur Ampulla dan Crista ampullaris
13
kurang lebih 2 mm. Seperti gel-sel sensoris di Crista ampullaris, sel sensoris di
organ Macula juga mengeluarkan stereosilia apikal yang menjulur ke suatu
membran Statolith. Membran ini terdiri atas lapisan gelatinosa yang menyerupai
Cupula, tetapi lapisan ini memiliki kristal kalsium karbonat (statolith) yang
tertanam pada permukaannya. Karena berat jenisnya tinggi, statelith tersebut
menghasilkan traksi pada lapisan gelatin sebagai respons terhadap akselerasi linear
sehingga memicu pergeseran silia ke depan dan belakang. Sel-sel sensoris
kemudian terdepolarisasi atau terhiperpolarisasi tergantung pada arah gerakan silia
tersebut.1
14
impuls) meningkat (kanan). Ketika stereosilia tertekuk menjauhi kinosllia, sel-sel
tersebut terhiperpolarisasi dan laju pengeluaran impuls menurun (kiri). Mekanisme
ini mengatur pengeluaran neurotransmitter glutamat pada ujung basal sel sensoris
Dengan demikian, juga mengatur aktivasi serabut-serabut saraf aferen (depolarisasi
rnemicu pelepasan glutamat dan hiperpolarisasi menghambatnya). Dengan cara ini,
otak menerima informasi mengenai besar serta arah pergerakan dan perubahan
posisi.1
15
pada Gambar 5. bahwa sel sensoris pada bidang sensoris Utriculus dan Sacculus
menunjukkan susunan yang berlawanan arah.1
Gambar 5. sel sensoris pada bidang sensoris Utriculus dan Sacculus menunjukkan
susunan yang berlawanan arah.1
Hubungan Canalis semisirkularis kontralateral terhadap rotasi kepala
16
Gambar 6. Hubungan Canalis semisirkularis kontralateral terhadap rotasi kepala 1
Vertigo
Definisi Vertigo
Vertigo adalah persepsi yang salah dari gerakan seseorang atau lingkungan
sekitarnya. Persepsi bisa berupa:
17
Etiologi
Vertigo vestibuler
1. Perifer
Beningn paroxysmal positional vertigo (BPPV), Meniere’s disesase, neuritis
vestibularis, oklusi arteri labirin, labirinthis, obat ototoksik, autoimun, tumor
N VIII, microvascular compression, perilymph fistule.
2. Sentral
Migrain, CVD, tumor, epilepsy, demielinisasi, degenerasi.
Vertigo nonvestibular
Klasifikasi
18
19
Patofisiologi
Berdasarkan lokasi lesi, vertigo dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Vertigo perifer, dengan lokasi lesi pada telinga dalam dan nervus
vestibularis.
2. Vertigo sentral, dengan letak lesi pada batang otak, serebelum, dan
serebrum.
Jaras yang berperan pada refleks vestibulookular (vestibuloocular reflex/
VOR) memegang peranan penting pada vertigo sentral. Jaras ini dimulai dari
labirin, kemudian menuju ke nukleus vestibularis, nukleus N III, IV, VI, pusat
integrasi di pons dan mesensefalon (nukleus interstitial Cajal dan rostral interstitial
medial longitudinal fasciculus/riMLF), serta serebelum.3
Pusat integrasi di pons dan serebelum berperan pada gerakan mata
horizontal, sedangkan pusat integrasi di mesensefalon berperan pada gerakan mata
vertikal. Impuls dari batang otak akan diteruskan melalui dua jaras, yakni jaras
asendens dan jaras desendens, Jaras asendens ialah jaras yang menuju korteks
parieto-temporal melalui talamus posterolateral, sedangkan jaras desendens menuju
ke medula spinalis meIalu traktus vestibulospinal lateral dan medial. Jaras
desendens mengatur postur tubuh. Lesi pada jaras-jaras tersebut akan menyebabkan
vertigo sentral. Oleh karena itu, pemeriksaan VOR memegang peranan penting
untuk membedakan lesi sentral dan perifer.3
Pada komponen perifer terdiri dari kanalis semisirkularis (posterior,
horizontal, anterior) dan organ otolit (sakulus dan utrikulus) bilateral. Kanalis
semisirkularis mendeteksi gerakan berputar, sedangkan utrikulus dan sakulus
berespons terhadap akselerasi linear dan gravitasi. Organ vestibular berada dalam
aktivitas tonik simetris, bila tereksitasi akan menstimulasi sistem vestibular sentral.3
Pada keadaan normal, sistem saraf memberikan respons terhadap setiap
perbedaan aktivitas dari kedua kompleks nukleus vestibular. Dalam keadaan statis
(tidak ada pergerakan kepala), aktivitas neural pada kedua nukleus vestibular
simetris. Bila kepala digerakkan, terjadi aktivitas asimetris pada nukleus vestibular,
yang diinterpretasikan oleh sistem saraf pusat sebagai gerakan kepala. Adanya
20
proses patologis juga akan diinterpretasikan sebagai aktivitas asimetris oleh sistem
saraf pusat.3
Benign Paroxysmal Positional Vertigo
BPPV terjadi Saat otokonia, saat kalsium karbonat yang terbentuk di makula
utrikulus terlepas dan masuk ke dalam kanalis semisirkularis. Hal ini menyebabkan
sensasi berputar ketika terjadi perubahan posisi kepala. Lokasi tersering BPPV ialah
pada kanalis semisirkularis posterior, yaitu kanal yang paling dipengaruhi oleh
perbedaan gravitasi. Lepasnya otokonia juga cukup sering terjadi pada kanalis
semisirkularis horizontal, namun keluhan umumnya akan spontan membaik
dibandingkan dengan kanalis semisirkularis posterior. BPPV jarang terjadi pada
kanalis semisirkularis anterior, dapat disebabkan karena posisi kanal yang paling
atas, sehingga otokonia jarang masuk ke dalamnya. 4
Neuritis Vestibular
Neuritis vestibular merupakan kondisi inflamasi pada nervus vestibularis yang
kemungkinan disebabkan oleh virus. Biasanya diawali gejala prodromal infeksi
menyerupai viral-like illness. Riwayat infeksi saluran napas ditemukan sebanyak
23-100% mendahului gejala neuritis vestibular. 4
Gambaran klinis neuritis vestibular merupakan gejala keterlibatan nervus
vestibularis cabang superior, yaitu kanalis semisirkularis horizontal, anterior, serta
utrikulus. Hal ini disebabkan oleh karena cabang superior dari nervus vestibularis
melewati celah yang lebih panjang dan sempit pada os petrosum dibandingkan
cabang inferior, sehingga lebih rentan mengalami edema dan kompresi. Bila
disertai dengan gangguan pendengaran telinga, lesi telinga dalam seperti labirintitis,
infark labirin, dan fistula perilimfe harus dipertimbankan. 4
Penyakit Méniére
Penyakit Méniére merupakan penyakit multifaktorial yang menyebabkan
kelainan di telinga dalam dan bermanifestasi sebagai Sindrom vertigo episodik
disertai dengan gangguan pendengaran yang fluktuatif. Terdapat beberapa pendapat
mengenai patofisiologi penyakit Méniére, namun yang paling banyak dikenal ialah
teori hidrops endolimfatik. 4
21
Cairan endolimfatik diproduksi di koklea dan kanalis semisirkular, dan
diabsorbsi di kantong endolimfatik (endolymphatic sac). Terjadinya hidrops
endolimfatik diperkirakan akibat peningkatan volume endolimfe atau gangguan
mekanisme absorpsi. Salah satu pencetus gangguan ini ialah infeksi atau inflamasi
pada kantung endolimfatik sehingga menyebabkan gangguan absorbsi cairan
endolimfatik. Hipotesis lain menyebutkan adanya korelasi dengan kondisi
metabolik, hormon, alergi, genetik, atau stres. Hingga saat ini belum ditemukan
etiologi pasti terjadinya hidrops endolimfatik pada penyakit Méniére. Teori ini
masih dalam perdebatan, karena tidak semua pasien dengan gejala penyakit
Méniére memilki hidrops, dan pada studi autopsi didapatkan bahwa individu
dengan hidrops tidak semua simtomatik.3
Manifestasi klinis
Pada Tabel 2. Dapat dilihat perbedaan klinis Vertigo perifer dan sentral
22
membungkuk, dan posisi kepala menengadah dalam waktu yang cukup lama.
Geiala klinis BPPV umumnya sangat khas, sehingga seringkali diagnosis dapat
ditegakkan melalui anamnesis, bahkan sekaligus dapat mengidentifikasi sisi telinga
yang terkena. Respons positif pada manuver Dix-Hallpike merupakan standar
penegakan diagnosis klinis BPPV dengan cara sebagai berikut:
1. Pasien duduk di atas tempat tidur
2. Kepala dirotasikan 45° ke satu Sisi
3. Secara cepat baringkan pasien dengan kepala menggantung pada tepi tempat
tidur dengan sudut 20° di bawah garis horizontal
4. Perhatikan adanya nistagmus
Pada pemeriksaan Dix-Hallpike, saat terjadi pergerakan otokonia pada
kanalis semisirkularis posterior (kanalolitiasis), endolimfe bergerak menjauhi
kupula dan merangsang kanal posterior. Hal ini menimbulkan upward-beating
nystagmus dan nistagmus torsional. Nistagmus timbul setelah periode latensi (2-5
detik) dan menghilang dalam 1 menit (biasanya 30 detik), Dengan pengulangan
manuver, nistagmus akan berkurang (fatig). Bila otokonia melekat pada kupula
(kupulolitiasis), cetusan nistagmus serupa seperti nistagmus pada kanalolitiasis
tapi memiliki durasi yang lebih panjang.3
Vertigo paroxysmal akut hanya berlangsung beberapa detik hingga
beberapa menit; episode cenderung memuncak di pagi hari dan mereda sepanjang
hari. Mual dan muntah dapat terjadi, tetapi gangguan pendengaran dan tinitus
tidak.4
Benign Paroxysmal Positional Vertigo
Kanalis Semisirkularis Horizontal
Diagnosis BPPV pada kanalis semisirkularis horizontal dilakukan dengan
head-roll test atau log-roll test, di mana pasien berbaring, kepala diputar 90° ke
arah kiri kemudian kanan. Nistagmus horizontal akan timbul saat kepala diputar ke
kedua arah. Bila nistagmus menuju ke bawah disebut nistagmus geotropik, bila
menuju ke atas disebut nistagmus ageotropik. Hal ini akan mempengaruhi pilihan
terapi reposisi kanal yang sesuai.3
Neuritis Vestibular dan Labirintis
23
Pasien dengan neuritis vestibular umumnya mengeluh vertigo yang timbul
mendadak, berlangsung beberapa hari, disertai gejala otonom, tanpa gejala koklear
(gangguan pendengaran). Keluhan vertigo akan membaik secara bertahap dalam
hitungan hari hingga minggu, walaupun demikian gangguan keseimbangan dapat
bettahan selama beberapa bulan setelah gejala akut vertigo menghilang. Gejala
klinis neuritis vestibular akut meliputi:
• Vertigo vestibular (rotatoar) persisten dengan osilopsia
• Nistagmus horizontal spontan, makin nyata saat melirik ke sisi telinga yang
sehat
• Gangguan gait dan kecenderungan jatuh ke sisi telinga yang sakit
• Mual dan muntah
• Adanya gangguan fungsi kanalis semisirkularis horizontal dapat dilakukan
dengan head-impulse test
Labirintitis merupakan proses inflamasi yang melibatkan organ vestibular
dan koklea, dapat terjadi unilateral atau bilateral. Berbeda dengan neuritis
vestibular dimana pada labirintitis didapatkan adanya gangguan pendengaran.
Serupa dengan neuritis vestibular, penyakit ini juga didahului dengan proses
infeksi virus, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri.3
Penyakit Méniére
Penyakit Méniére ditandai dengan trias gejala, yaitu vertigo, tinitus, dan
gangguan pendengaran. Adanya keluhan serangan berulang dari vertigo vestibular
perifer disertai dengan gejala aural/koklea (penurunan pendengaran. tinitus. atau
rasa penuh) merupakan dasar penegakkan diagnosis klinis penyakit Méniere. Pada
awalnya, keluhan ini dapat sembuh sendiri (self-limiting symptoms). Bentuk
atipitkal penyakit Méniére yang lain dapat berupa serangan berulang dari gangguan
pendengaran fluktuatif (hidrops koklea) atau vertigo (hidrops vestibular). 3
Gejala klinis penyakit Méniére dibagi ke dalam dua tahap, yaitu: (I) tahap
fluktuasi. yaitu gangguan pendengaran masih mengalami perbaikan setelah
serangan, lalu diikuti dengan (2) tahap neural, yakni gangguan pendengaran bersifat
menetap dan makin memberat. Pasien pada tahap fluktuasi umumnya masih
24
berespons dengan obat-obatan medikamentosa, sedangkan pada tahap neural
membutuhkan terapi yang lebih invasif.3
Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis sangat penting dan harus fokus pada sifat gejala, durasi, dan
faktor pemicu atau meringankan. Mintalah pasien untuk menggambarkan gejalanya
dengan menggunakan kata-kata selain “pusing.” Alasan untuk menggunakan kata-
kata lain adalah bahwa pasien dapat menggunakan pusing secara tidak spesifik
untuk menggambarkan vertigo, ketidakstabilan, kelemahan umum, sinkop,
presinkop, atau jatuh.5
Perjalanan waktu vertigo sangat penting, vertigo episodik yang berlangsung
berhari-hari dengan mual dan tidak ada gejala telinga atau SSP lainnya biasanya
disebabkan oleh neuritis vestibular, terutama setelah penyakit virus. Vertigo secara
berputar, mendadak, yang berlangsung selama beberapa detik dan dikaitkan dengan
perubahan posisi kepala atau tubuh dan dapat disertai mual dan muntah mungkin
disebabkan oleh bening paroxysmal positional vertigo (BPPV).2,5
Vertigo yang berlangsung berjam-jam mungkin disebabkan oleh penyakit
Ménière. Vertigo onset mendadak yang berlangsung selama beberapa menit dapat
disebabkan oleh migrain atau otak atau penyakit pembuluh darah, terutama jika
terdapat faktor risiko serebrovaskular.5
Pemeriksaan fisik
Pada BPPV yang idiopatik tidak ditemukan kelainan, sedangkan pada yang
simtomatik dapat ditemukan kelainan neurologi fokal atau kelainan sistemik.2
Tes Dix Hallpike
Dengan hasil normal, tidak timbul vertigo dan nistagmus dengan mata
terbuka. Kadang-kadang dengan mata tertutup bisa terekam dengan
elektronistagmografi adanya beberapa detik nistagmus.2
Dengan hasil abnormal, timbulnya nistagmus posisional pada BPPV
mempunyai 4 ciri yaitu: ada masa laten, lamanya kurang dari 30 detik, dan disertai
vertigo yang makin berkurang setiap maneuver dilakukan.2
Pada Tabel 3. Dapat dilihat kriteria diagnostik untuk vertigo vestibular dan BPPV
25
Vertigo vestibular (salah satu kriteria ini harus ada)
1. Vertigo rotational spontan
2. Vertigo posisional
3. Recurrent dizziness dengan mual, dan osilopsia atau imbalans
Beningn paroxysmal positional vertigo (1-4 harus ada)
1. Vertigo vestibuler rekuren
2. Durasi serangan dibawah 1 menit
3. Gejala dipicu perubahan posisi kepala berikut:
• Dari duduk ke telentang
• Miring ke kanan atau kiri saat telentang
• Atau minimal 2 manuver berikut:
o Merebahkan kepala
o Dari telentang lalu duduk
o Membungkuk ke depan
4. Tidak disebabkan karena penyakit lain
Tabel 3. kriteria diagnostik untuk vertigo vestibular dan BPPV 2
Pemeriksaan Penunjang
26
batang otak, cerebellum, dan periventrikular white matter, dan kompleks nervus
VIII.6
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari vertigo dapat dilihat pada tabel 4.
Vertigo dengan tuli Vertigo tanpa tuli Vertigo dengan tanda
intrakranial
Meniere disease Vestibular neuritis
Tumo Cerebellopontine
Labyrinthitis Benign Positionsl
angle
Labyrinthine trauma Vertigo
Vertebrobailar
Acoustic trauma Acute vestibular
insufficiency dan
Acute cochlea-vestibular Dysfunction
thromboemblism
dysfunction Medication induced
Tumor otak
Syphilis (rare) vertigo
Migraine
Vervical sponsylosis
Multiple sclerosis
Following flexion
Aura epileptic attack
extension injury
Tabel 4. Diagnosis banding vertigo 2
Pada tabel 5. Dapat dilihat diagnosis banding BPPV
Gangguan otologi Gangguan neurologis Keadaan lain
Penyakit Meniere Migraine associated Gangguan cemas atau
Neuritis vestibularis dizziness panik
Labirintis Insufisiensi Vertigo servikogenik
Superior canal vertebrobasiler Efek samping obat
dehiscence syndrome Penyakit demielinisasi Hipotensi postural
Vertigo pasca trauma Lesi SSP
Tabel 5. Diagnosis banding BPPV 2
27
• Infark/perdarahan/tumor/
intoksikasi pada paramedian
pontomedullary atau
pontomesencephalic
tabel 6. Diagnosis banding vertigo vestibuler sentral berdasarkan durasi vertigo.2
Tatalaksana
Tata laksana pada vertigo meliputi terapi kausal, terapi simtomatik, dan
terapi rehabilitatif. Khusus untuk penyakit Méniére, terdapat beberapa rekomendasi
tatalaksana pada saat serangan, tatalaksana pencegahan, hingga terapi
pembedahan.3
Tatalaksana Medikamentosa
Pemberian obat-obatan simtomatik untuk mengobati gejala dizziness, mual,
dan muntah pada vertigo meliputi golongan antikolinergik, antihistamin, dan
benzodiazepin.
Obat-obatan antivertigo hanya diindikasikan untuk:
• Gejala vertigo vestibular perifer atau sentral akut (maksimal 3 hari)
• Profilaksis mual dan muntah dalam tindakan liberatory maneuver BPPV
• Profilaksis mabuk penalanan
• Sebagai terapi pada vertigo posisional sentral dengan mual
Obat-obatan tersebut tidak direkomendasikan untuk pemberian jangka panjang
akan mengganggu mekanisme kompensasi sentral pada gangguan vestibular
perifer, bahkan dapat menyebabkan adiksi obat 3
Berdasarkan studi, betahistin dapat menurunkan frekuensi dan keparahan
serangan pada penyakit Méniere. Dosis awal yang dapat digunakan ialah 16 mg 3
kali sehari, dititrasi bertahap hingga dosis 72-144mg/hari. Diuretik juga dapat
ditambahkan sebagai tata laksana Méniére, dengan hipotesis untuk mengurangi
hidrops endolimfatik. Steroid, baik per oral atau intratimpani juga dikatakan dapat
mengendalikan gejala vertigo pada penyakit Méniére. Modalitas farmakologik
terakhir yang dapat dikerjakan ialah ablasi telinga dalam dengan aminoglikosida
intratimpani. Pengobatan ini dikerjakan dengan tujuan untuk menciptakan
kerusakan permanen pada organ vestibular sehingga dapat mengakhiri serangan
pada penyakit Méniére. Streptomisin merupakan Obat pilihan karena sifat ototoksik
28
yang dimiliki. Studi menunjukkan pascapemberian terapi ini. sebanyak 71% pasien
mengalami bebas serangan, namun efek samping berupa gangguan pendengaran
memberat dan gangguan keseimbangan akibat hilangnya kompensasi fungsi
vestibular unilateral yang dapat muncul pascapengobatan ini masih menjadi
perdebatan.3
Pada vertigo sentral tatalaksana dapat meliputi:
1. Terapi kausal: sesuai dengan etiologi.
2. Terapi simtomatik: betahistin, flunarizin, cinarizin.
3. Vestibular rehabilitation therapy (VRT)
Terapi medikamentosa yang dapat dilakukan pada nistagmus sentral adalah:
1. Upbeat nystagmus
a. Baklofen: 5-10 mg, 3x sehari
b. 4-aminopiridin: 10 mg, 3x sehari
2. Downbeat nystagmus
a. 4-aminopiridin 10 mg, 3x sehari
b. 3,4 diaminopiridin 10-20 mg, 3x sehari
c. Baklofen 5-10 mg, 3x sehari
d. Klonazepam 0,5 mg, 3x sehari
e. Gabapentin 300 mg, 3x sehari
Tatalaksana Nonmedikamentosa
1. Terapi reposisi kanalit
Manuver Epley merupakan tindakan yang efektif untuk pasien dengan BPPV
kanalis semisirkularis posterior. Keberhasilan terapi ini dilaporkan 80% pada
satu kali terapi, dan 92% pada pengulangan. Cochrane sytematic review
menyebutkan bahwa manuver Epley aman untuk dikerjakan dan memperbaiki
gejala hingga menyebabkan konversi manuver Dix-Hallpike dari positif ke
negatif.3
Manuver Epley dilakukan untuk mengembalikan otokonia dari kanalis
semisirkularis posterior kembali ke utrikulus untuk kemudian akan diresorpsi
kembali. Setiap posisi dipertahankan selama minimal 30 detik.
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
29
1. Manuver Dix-Hallpike
2. Bila positif, pertahankan 30 detik
3. Putar kepala 90 derajat ke arah berlawanan, pertahankan 30 detik
4. Putar kepala 90 derajat ke arah bawah (wajah menghadap ke lantai),
pertahankan 30 detik
5. Pasien kembali ke posisi duduk
Manuver Semont juga dapat digunakan sebagai terapi reposisi kanalit pada
BPPV kanal sirkular posterior. Manuver ini dikerjakan dengan cara:
1. Pasien duduk di tepi tempat tidur.
2. Memutar kepala pasien sebanyak 45° ke Sisi telinga yang sehat.
3. Tubuh pasien diputar 90° ke Sisi telinga yang sakit, tetap berbaring selama
1 menit.
4. Secara cepat diikuti posisi tubuh 180° ke sisi telinga yang sehat, dan tetap
berbaring selama 1 menit.
Manuver ini memiliki kelebihan dapat dikerjakan pada pasien yang lehernya
sulit diekstensikan. Pada saat melakukan terapi reposisi kanalit, pasien perlu
mendapat penjelasan bahwa tindakan ini dapat disertai dengan munculnya
keluhan mual, muntah, dan vertigo.3
Pasien juga dapat mengeluhkan gangguan keseimbangan serta dizziness yang
dipengaruhi posisi kepala selama beberapa hari setelah manuver dilakukan.
Komplikasi lain dari manuver ini adalah konversi BPPV dari kanalis
semisirkularis posterior ke kanal horizontal. Hal ini dapat di tata laksana dengan
manuver BPPV kanalis semisirkularis horizontal.3
2. Terapi reposisi kanalit pada BPPV kanalis semisirkularis horizontal
Manuver yang dilakukan pada kasus BPPV pada kanalis semisirkularis
horizontal dengan nistagmus geotropik adalah rotasi barbecue (manuver
Lempert). Manuver ini dikerjakan dengan rotasi kepala 90° derajat ke arah
telinga yang sakit Ialu ke arah telinga yang sehat. Gerakan İni akan
menyebabkan debris otokonia bermigrasi dan keluar dari kanalis semisirkularis
horizontal, lalu masuk ke utrikulus.3
3. Latihan mandiri di rumah
30
Latihan Brandt-Daroff dapat dikerjakan sendiri oleh pasien apabila gejala tidak
membaik dengan manuver Epley. Langkah-langkah latihan ini ialah:
1. Latihan dilakukan dengan kedua mata terbuka.
2. Pasien duduk tegak di tepi tempat tidur, dengan kedua kaki tergantung.
3. Kepala diarahkan 45° ke kiri, lalu baringkan tubuh dengan cepat ke arah
kanan, pertahankan posisi selama 30 detik.3
Prognosis
Prognosis vertigo vestibular perifer pada umumnya baik dan dapat sembuh
spontan, melalui perbaikan fungsi vestibular perifer sebab adanya kompensasi
sentral. 3
31
PEMBAHASAN
Pada pasien ditemukan gejala penyakit yang onset datangnya secara tiba-
tiba, dengan keluhan kepala berputar, yang timbul karena perubahan posisi
terutama saat menggerakan kepala ke kanan, ini sesuai dengan gejala vertigo
vestibuler, yaitu sensasi kepala berputar, timbul secara tiba-tiba, disertai mual, tidak
ada gangguan pendengaran dan timbul saat perubahan posisi dan pergerakan
kepala, dan gejala dari pasien sesuai dengan diagnosis pada BPPV yaitu vertigo
timbul berulang dan dipicu oleh perubahan posisi.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Schunke, et. al. 2016. Prometheus: Kepala, leher dan neuroanatomi: Edisi 3.
EGC. Jakarta.
2. Thursina, C, Dewati, E. 2017. Pedoman Tata Laksana Vertigo: Edisi 2.
Kelompok Studi Neurootologi dan Neurooftamologi Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia.
3. Aninditha, T. Wiratman, W. 2017. Buku Ajar Neurologi: Buku 1, Edisi 2. Hal.
267-284. Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta.
4. Lustig, RL. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Last full review/revision
October 2018. Available from:
https://www.merckmanuals.com/professional/ear,-nose,-and-throat-
disorders/inner-ear-disorders/benign-paroxysmal-positional-
vertigo?query=vertigo#v944708
5. Samy, MH. Dizziness, Vertigo, and Imbalance Clinical Presentation. Last
updated march 2017. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/2149881-clinical
6. Antunes MB. CNS Causes of Vertigo workup. WebMD LLC. Last updated 20
April 2018. Avaliable from: http://emedicine.medscape.com/article/884048-
overview#a0104.
33