Anda di halaman 1dari 9

Bab 4 Limbah B3 Kilang Minyak

4.1 Identifikasi Limbah B3 Kilang Minyak

Limbah lumpur minyak bumi terdiri dari senyawa hidrokarbon yang merupakan polialifatik
hidrokarbon seperti alkana (n-normal, iso dan siklo) dan poliaromatik hidrokarbon (PAH)
seperti naftaeno, benzena, naftalena, benzo(a)pirena, air, unsur logam (As, Cd, Cr, Hg, Pb,
Zn, Ni, Cu) serta non hidrokarbon seperti senyawa nitrogen, sulfur, oksigen dan aspal.
Limbah tersebut termasuk dalam kategori limbah B3 yaitu Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun karena sifat dan konsentrasinya dapat membahayakan kesehatan manusia dan
lingkungan hidup. Oleh karena itu sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu Peraturan
Pemerintah No. 85 tahun 1999 tentang pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3), tertera bahwa limbah lumpur minyak termasuk kedalam daftar limbah B3 dari sumber
spesifik dengan kode kegiatan 2320, maka pengelolaannya diperlukan penanganan secara
baik sehingga tidak mencemari lingkungan.

Hal inilah yang dibahas dalam makalah ini yaitu bagaimana mengolah limbah minyak bumi
baik melalui pendekatan secara biologis atau dikenal dengan istilah bioremediasi, melalui
pendekatan secara kimiawi maupun dengan cara lain yang bermanfaat dalam menangani
masalah pencemaran akibat limbah minyak bumi.

4.2 Regulasi pengelolaan limbah b3

Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 :

- Pasal 1 Angka 11 :

Pengelolaan Limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi : pengurangan,


penyimpanan,pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan/atau
penimbunan.

- Pasal 5 Ayat (1) :


Dalam hal terdapat limbah di luar daftar limbah B3 sebagaimana tercantum dalam
lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah yang
terindikasi memiliki karakteristik limbah B3, Menteri wajib melakukan uji
karakteristik untuk mengidentifikasi limbah.

- Pasal 9 ayat (2) :

Berdasarkan hasil rapat koordinasi, Menteri menetapkan limbah sebagai limbah B3


kategori 1 atau kategori 2.

- Pasal 191 :

Limbah B3 dari sumber spesifik dapat dikecualikan dari pengelolaan limbah B3


berdasarkan PP ini.

4.3 Pengolahan limbah B3

Limbah industri minyak bumi (Oil sludge) yang berupa cairan dan padatan merupakan
limbah bahan beracun dan berbahaya (B3). Detoksifikasi dan degradasi limbah tersebut dapat
dilakukan secara biologis yang aman dan ramah lingkungan dengan menggunakan 3 jenis
bakteri dan tumbuhan yang dikenal dengan Fitoremediasi. Penggunaan eceng gondok untuk
limbah cair dan sengon bermikoriza untuk pengolahan dan penurunan zat organik dalam
limbah padat dapat menunjang pengelelolaan limbah secara terpadu dan berkelanjutan.

Fitoremediasi adalah pemanfaatan tumbuhan, mikroorganisme untuk meminimalisasi dan


mendetoksifkasi polutan, karena tanaman mempunyai kemampuan menyerap logam dan
mineral yang tinggi atau sebagai fitoakumulator dan fitochelator. Konsep pemanfaatan
tumbuhan dan mikroorganisme untuk meremediasi tanah yang terkontaminasi polutan adalah
pengembangan terbaru dalam teknik pengolahan limbah. Fitoremediasi dapat diaplikasikan
pada limbah organik maupun anorganik dalam bentuk padat, cair, dan gas.

Mekanisme tumbuhan dalam menghadapi toksikan:

1. Penghindaran (escape) fenologis. Apabila pengaruh yang terjadi pada tanaman


musiman, tanaman dapat menyelesaikan siklus hidupnya pada musim yang cocok.
2. Ekslusi. Tanaman dapat mengenal ion yang bersifat toksik dan mencegah penyerapan
sehingga tidak mengalami keracunan.
3. Penanggulangan (ameliorasi). Tanaman mengabsorpsi ion tersebut, tetapi berusaha
untuk meminimumkan pengaruhnya. Jenisnya meliputi pembentukkan kelat
(chelation), pengenceran, lokalisasi atau bahkan ekskresi.
4. Toleransi. Tanaman dapat mengembangkan sistem metabolit yang dapat berfungsi
pada konsentrasi toksik tertentu dengan bantuan enzim.

Tanaman meremediasi polutan organik melalui tiga cara, yaitu menyerap secara langsung
bahan kontaminan, mengakumulasi metabolisme non fitotoksik ke sel-sel tanaman, dan
melepaskan eksudat dan enzim yang dapat menstimulasi aktivitas mikroba, serta menyerap
mineral pada daerah rizosfer. Tanaman juga dapat menguapkan sejumlah uap air. Penguapan
ini dapat mengakibatkan migrasi bahan kimia

Standar pelaksanaan Pengolahan Limbah B3 dengan cara termal

- emisi udara;
- efisiensi pembakaran dengan nilai paling sedikit mencapai 99,99% (sembilan
puluh sembilan koma sembilan puluh sembilan per seratus); dan
- efisiensi penghancuran dan penghilangan senyawa Principle Organic Hazardous
Constituents (POHCs) dengan nilai paling sedikit mencapai 99,99% (sembilan
puluh sembilan koma sembilan puluh sembilan per seratus).

4.4 Pengurangan limbah B3

Diatur dalam Pasal 10 s.d. Pasal 11 PP Nomor 101 Tahun 2015


Pengurangan Limbah B3 dilakukan melalui :
- Substitusi bahan;
- Modifikasi proses; dan/atau
- Penggunaan teknologi ramah lingkungan.
- Pelaporan kepada Menteri 1 x dalam 6 bulan

4.5 Penyimpanan limbah b3

Diatur dalam Pasal 12 s.d. Pasal 30 PP Nomor 101 Tahun 2015


- Penyimpanan Limbah B3 WAJIB dilakukan oleh setiap orang
yang menghasilkan limbah B3.

- DILARANG melakukan pencampuran limbah B3


yang disimpannya.

- Penyimpanan Limbah B3 WAJIB dilengkapi dengan IZIN


pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan penyimpanan Limbah
B3.

- Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan penyimpanan

- Limbah B3 diterbitkan oleh bupati/walikota

4.6 Fasilitas tempat penyimpanan B3

Gambar 4.1 CONTOH SISTEM SIRKULASI UDARA DALAM RUANG BANGUNAN


PENYIMPANAN LIMBAH B3
4.7 Pengemasan Limbah B3 dilakukan dengan menggunakan kemasan yang:

- terbuat dari bahan yang dapat mengemas Limbah B3 sesuai


dengan karakteristik Limbah B3 yang akan disimpan;

- mampu mengungkung Limbah B3 untuk tetap berada dalam kemasan;

- memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya tumpahan saat


dilakukan penyimpanan, pemindahan atau pengangkutan; dan

- berada dalam kondisi baik, tidak bocor, tidak berkarat, atau tidak rusak.
- Kemasan Limbah B3 wajib dilekati Label Limbah B3 dan Simbol Limbah
B3.
- Label Limbah B3 paling sedikit meliputi keterangan mengenai:

1. Nama Limbah B3

2. identitas Penghasil Limbah B

3. tanggal dihasilkannya Limbah B3; dan

4. tanggal Pengemasan

5. Limbah B3.
Gambar 4.2 Contoh pemberian label pada tangki penyimpanan limbah B3
Gambar 4.3 SIMBOL LIMBAH B3 SESUAI PERMEN LH 14/2013

TENTANG SIMBOL DAN LABEL LIMBAH B3

Gambar 4.4 Contoh pemberian simbol pada tempat penyimpanan limbah B3 yang
menyimpan lebih dari 1 karakteristik limbah B3
Gambar 4.5 Contoh pola penyimpanan kemasan drum di atas palet dengan jarak minimum
antar blok

Catatan:

• Jumlah 50 (lima puluh) kilogram per hari merupakan jumlah kumulatif dari 1 (satu) atau
lebih nama limbah B3
• Jika melebihi jangka waktu penyimpanan, lakukan pemanfaatan dan/atau pengolahan
dan/atau penimbunan dan/atau menyerahkan kepada pengumpul dan/atau pemanfaat
dan/atau pengolah dan/atau penimbun limbah B3.

Fasilitas tambahan yang wajib dimiliki dalam melakukan kegiatan pengumpulan limbah B3:

- Laboratorium
- Fasilitas Pencucian
- Fasilitas Bongkar – Muat
- Kolam Penampungan Darurat

Anda mungkin juga menyukai