Anda di halaman 1dari 7

Limbah lumpur minyak bumi terdiri dari senyawa hidrokarbon yang merupakan polialifatik

hidrokarbon seperti alkana (n-normal, iso dan siklo) dan poliaromatik hidrokarbon (PAH)
seperti naftaeno, benzena, naftalena, benzo(a)pirena, air, unsur logam (As, Cd, Cr, Hg, Pb,
Zn, Ni, Cu) serta non hidrokarbon seperti senyawa nitrogen, sulfur, oksigen dan aspal.

Limbah tersebut, termasuk dalam kategori limbah B3 yaitu Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun karena sifat dan konsentrasinya dapat membahayakan kesehatan manusia dan
lingkungan hidup. Oleh karena itu sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu Peraturan
Pemerintah No. 85 tahun 1999 tentang pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3), tertera bahwa limbah lumpur minyak termasuk kedalam daftar limbah B3 dari sumber
spesifik dengan kode kegiatan 2320, maka pengelolaannya diperlukan penanganan secara
baik sehingga tidak mencemari lingkungan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN


2014TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN
BERACUN

TABEL 1. DAFTAR LIMBAH B3 DARI SUMBER TIDAK SPESIFIK

KODE KATEGORI
LIMBAH ZAT PENCEMAR BAHAYA

a. Pelarut Terhalogenasi :
A101a Tetrakloroetilen 1
A102a Trikloroetilen 1
A103a Metilen Klorida 1
A104a 1,1,1-trikloroetana 1
A105a 1,1,2-trikloroetana 1
A106a Karbon Tetraklorida 1
A107a 1,1,2,-trikloro-1,2,2,-trifluoroetana 1
A108a Triklorofluorometana 1
A109a Orto-diklorobenzena 1
A110a Klorobenzena 1
A111a Trikloroetana 1
A112a Fluorokarbon Terklorinasi 1

b. Pelarut yang Tidak Terhalogenasi :


A101b Ksilena 1
A102b Aseton 1
A103b Etil Asetat 1
A104b Etil Benzena 1
A105b Etil Eter 1
A106b Metil Isobutil Keton 1
A107b n-Butil Alkohol 1
A108b Sikloheksanon 1
A109b Dimetilbenzena 1
A110b Metanol 1
A111b Kresol 1
A112b Toluena 1
A113b Metil etil keton 1
A114b Karbon disulfida 1
A115b Isobutanol 1
A116b Piridina 1

1. Metode pengolahan secara kimia, fisik dan biologi


Proses pengolahan limbah B3 secara kimia atau fisik yang umumnya dilakukan
adalah stabilisasi/ solidifikasi . stabilisasi/solidifikasi adalah proses pengubahan
bentuk fisik dan sifat kimia dengan menambahkan bahan peningkat atau senyawa
pereaksi tertentu untuk memperkecil atau membatasi pelarutan, pergerakan, atau
penyebaran daya racun limbah, sebelum dibuang. Contoh bahan yang dapat
digunakan untuk proses stabilisasi/solidifikasi adalah semen, kapur (CaOH2)

Pengolahan limbah secara biologi menggunakan metode Vitoremediasi. Viktoremediasi


adalah penggunaan tumbuhan untuk mengabsorbsi dan mengakumulasi bahan-bahan beracun
dari tanah. Proses ini sangat bermanfaat dalam mengatasi pencemaran oleh limbah B3 dan
biaya yang diperlukan lebih muran dibandingkan dengan metode Kimia atau Fisik. Namun,
proses ini juga masih memiliki kelemahan. Proses Vitoremediasi merupakan proses alami
sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama untuk membersihkan limbah B3, terutama
dalam skala besar.

2. Pembuangan Limbah B3
- Landfill untuk limbah B3 (secure landfils)
limbah B3 dapat ditimbun pada landfill, namun harus pengamanan tinggi.
Pada metode pembuangan secure landfills, limbah B3 ditempatkan dalam drum atau
tong-tong, kemudian dikubur dalam landfill yang didesain khusus untuk mencegah
pencemaran limbah B3. Landffill ini harus dilengkapi peralatan moditoring yang
lengkap untuk mengontrol kondisi limbah B3 dan harus selalu dipantau. Metode ini
jika diterapkan dengan benar dapat menjadi cara penanganan limbah B3 yang efektif.
Namun, metode secure landfill merupakan metode yang memliki biaya operasi tinggi,
masih ada kemungkinan terjadi kebocoran, dan tidak memberikan solusi jangka
panjang karena limbah akan semakin menumpuk.

Syarat – syarat landfill Menurut PP No. 74 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3), yang dimaksud dengan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
didefinisikan sebagai bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya,
baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan atau merusak
lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan
hidup manusia serta mahkluk hidup lainnya.

Definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa (limbah)
suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena
sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang
baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau
membahayakan kesehatan manusia.

Sedangkan definisi menurut OSHA (Occupational Safety and Health of the United State
Government) B3 adalah bahan yang karena sifat kimia maupun kondisi fisiknya sangat
berpotensi menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia, kerusakan properti dan atau
lingkungan.

Pengelolaan Limbah B3

Pengelolaan limbah B3 bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran atau


kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan
kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai dengan fungsinya kembali. Setiap
kegiatan/usaha yang berhubungan dengan B3, baik penghasil, pengumpul, pengangkut,
pemanfaat, pengolah dan penimbun B3, harus memperhatikan aspek lingkungan dan menjaga
kualitas lingkungan tetap pada kondisi semula. Apabila terjadi pencemaran akibat tertumpah,
tercecer dan rembesan limbah B3, harus dilakukan upaya optimal agar kualitas lingkungan
kembali kepada fungsi semula.

Peraturan Terkait Pengelolaan Limbah B3 :

 Undang – Undang RI No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup : Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan
pengelolaan limbah B3 yang dihasilkan (Pasal 59 ayat 1);
 PP No. 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah B3 : Pelaku pengelola limbah
B3 (penghasil, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah dan/atau penimbun
limbah B3) wajib melakukan pengelolaan limbah B3 sesuai ketentuan yang berlaku (
Pasal 9 s/d Pasal 26 );
 PP No. 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah B3 : Setiap badan usaha yang
melakukan kegiatan pengelolaan limbah B3 wajib memiliki izin dan atau rekomendasi
pengelolaan LB3 ( Pasal 40 ayat 1 );
 Undang – Undang RI No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup : Setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun dan
denda paling sedikit satu milyar rupiah dan paling banyak tiga milyar rupiah ( Pasal
102 );
 Undang – Undang RI No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup : Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan
pengelolaan limbah B3, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan
paling lama 3 tahun dan denda paling sedikit satu milyar rupiah dan paling banyak
tiga milyar rupiah ( Pasal 103 )

Definisi Pengelola Limbah B3

Penghasil Limbah B3
adalah setiap orang yang usaha dan/atau kegiatannya menghasilkan limbah B3 atau setiap
orang yang memiliki limbah B3. Setiap Penghasil limbah B3 wajib untuk memiliki Izin
Tempat Penyimpanan Sementara Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

Pengangkut Limbah B3
adalah badan usaha yang berbadan hukum yang melakukan kegiatan pengangkutan limbah
B3. Izin yang wajib dimiliki oleh Pengangkut limbah B3 adalah Izin Pengangkutan Limbah
B3 dari Dirjen Perhubungan setelah sebelumnya mendapatkan rekomendasi dari Kementerian
Lingkungan Hidup. Izin yang dimiliki juga secara spesifik menyebutkan jenis – jenis limbah
B3 yang diperbolehkan untuk diangkut sehingga tidak semua limbah b3 dapat diangkut oleh
pengangkut limbah B3 karena harus sesuai dengan jenis limbah yang tercantum di dalam izin
pengangkutan tersebut.

Pengumpul Limbah B3
adalah badan usaha yang berbadan hukum yang melakukan kegiatan pengumpulan dengan
tujuan untuk mengumpulkan limbah B3 sebelum dikirim ke tempat pengolahan dan/atau
pemanfaatan dan/atau penimbunan limbah B3. Izin yang wajib dimiliki oleh pengumpul
limbah B3 adalah Izin pengumpulan limbah B3 yang dikeluarkan oleh Badan yang
menangani pengelolaan lingkungan Hidup. Jika ruang lingkup pengumpulan dilakukan
sebatas wilayah dalam kota, maka pengajuan permohonan Izin Pengumpulan ditujukan
kepada Badan Lingkungan Hidup Pemerintah Kota/Kabupaten. Jika ruang lingkup
pengumpulan dilakukan lintas kota namun masih dalam satu propinsi, maka pengajuan
permohonan izin pengumpulan ditujukan kepada Badan Lingkungan Hidup Propinsi
setempat. Begitu pula jika ruang lingkup pengumpulan dilakukan dalam skala nasional maka
pengajuan permohonan ditujukan kepada Kementerian Lingkungan Hidup Republik
Indonesia. Pengajuan permohonan izin pengumpulan dilakukan sesuai dengan ruang lingkup
pengumpulannya kecuali untuk pengumpulan oli bekas maka proses perizinannya harus
melalui Kementerian Lingkungan Hidup.

Pemanfaat Limbah B3
adalah badan usaha yang berbadan hukum yang melakukan kegiatan pemanfaatan limbah
B3. Pemanfaat Limbah B3 wajib memiliki izin pemanfaat limbah B3 yang dikeluarkan oleh
Kementerian Lingkungan Hidup. Pemanfaatan limbah B3 adalah suatu kegiatan penggunaan
kembali (reuse), daur ulang (recycle), dan/atau perolehan kembali (recovery) yang bertujuan
untuk mengubah limbah B3 menjadi suatu produk yang dapat digunakan, sebagai substitusi
bahan baku, bahan penolong, dan/atau bahan bakar yang harus aman bagi lingkungan dan
kesehatan manusia. Contoh pemanfaat limbah B3 adalah pabrik semen yang membutuhkan
beberapa jenis limbah B3 untuk digunakan sebagai salah satu bahan baku produksi.

Pengolah Limbah B3
adalah badan usaha yang berbadan hukum yang melakukan kegiatan pengolahan limbah B3.
Sama halnya dengan pemanfaat limbah B3, Pegolah Limbah B3 wajib memiliki Izin
Pengolahan Limbah B3 yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Pengolahan
limbah B3 adalah proses untuk mengubah karakteristik limbah B3 yang bertujuan untuk
menghilangkan dan/atau mengurangi sifat bahaya, sifat racun, komposisi, dan/atau jumlah
limbah B3, dan/atau mengoperasikan sarana pengolahan limbah B3 yang harus aman bagi
kesehatan manusia dan lingkungan hidup.

Penimbun limbah B3
adalah badan usaha yang berbadan hukum yang melakukan kegiatan penimbunan limbah B3.
Sedangkan definisi dari penimbunan limbah B3 adalah suatu kegiatan menempatkan limbah
B3 pada suatu fasilitas penimbunan dengan maksud tidak membahayakan kesehatan manusia
dan lingkungan hidup. Penimbun Limbah B3 wajib memiliki izin penimbunan limbah B3
yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Contoh perusahaan yang bergerak
dalam bidang ini adalah PPLI.

Pengolahan Limbah B3

Jenis perlakuan terhadap limbah B3 tergantung dari karakteristik dan kandungan limbah.
Perlakuan limbah B3 untuk pengolahan dapat dilakukan dengan proses sebagai berikut :

1. proses secara kimia, meliputi: redoks, elektrolisa, netralisasi, pengendapan, stabilisasi,


adsorpsi, penukaran ion dan pirolisa.
2. proses secara fisika, meliputi: pembersihan gas, pemisahan cairan dan penyisihan
komponen-komponen spesifik dengan metode kristalisasi, dialisa, osmosis balik, dll.
3. proses stabilisas/solidifikasi, dengan tujuan untuk mengurangi potensi racun dan
kandungan limbah B3 dengan cara membatasi daya larut, penyebaran, dan daya racun
sebelum limbah dibuang ke tempat penimbunan akhir.
4. proses insinerasi, dengan cara melakukan pembakaran materi limbah menggunakan
alat khusus insinerator dengan efisiensi pembakaran harus mencapai 99,99% atau
lebih. Artinya, jika suatu materi limbah B3 ingin dibakar (insinerasi) dengan berat 100
kg, maka abu sisa pembakaran tidak boleh melebihi 0,01 kg atau 10 gr.

Tidak keseluruhan proses harus dilakukan terhadap satu jenis limbah B3, tetapi proses dipilih
berdasarkan cara terbaik melakukan pengolahan sesuai dengan jenis dan materi limbah.

Hasil pengolahan limbah B3 harus memiliki tempat khusus pembuangan akhir limbah B3
yang telah diolah dan dilakukan pemantauan di area tempat pembuangan akhir tersebut
dengan jangka waktu 30 tahun setelah tempat pembuangan akhir habis masa pakainya atau
ditutup.
Perlu diketahui bahwa keseluruhan proses pengelolaan, termasuk penghasil limbah B3, harus
melaporkan aktivitasnya ke KLH dengan periode triwulan (setiap 3 bulan sekali).

Anda mungkin juga menyukai