Anda di halaman 1dari 10

BAB 3

PENGENDALIAN VEKTOR MALARIA

Tujuan Pembelajaran

Setelah selesai mempelajari bab ini, mahasiswa mampu:

1. Menjelaskan Definisi Kasus malaria


2. Menjelaskan Tujuan Pengendalian Malaria
3. Menjelaskan Tahap Pengendalian Malaria

a. Definisi
Kasus malaria Adalah penderita dengan demam atau riwayat demam
pada 48 jam terakhir (dengan atau tanpa gejala seperti mual, muntah &
diare, sakit kepala, sakit punggung, menggigil, sakit otot) dengan hasil
positif pada pemeriksaan laboratorium parasit malaria dengan
menggunakan sediaan apus darah (tebal atau tipis) atau Rapid
Diagnostic Test (WHO)

b. Tujuan Pengendalian Vektor Malaria


Untuk mengendalikan vektor dengan berbagai antara lain cara sebagai
berikut:
1. menurunkan populasi nyamuk penyebar penyakit malaria,
2. mencegah gigitan nyamuk penyebar penyakit malaria
3. mencegah nyamuk penyebar penyakit malaria menjadi infektif
(terbentuk sporozoit dalam kelenjar ludah), atau
4. mengubah lingkungan sehingga tidak cocok utk tempat berkembang
biak atau tempat istirahat vektor, sehingga mampu menurunkan tingkat
penularan malaria.

c. Prinsip Pengendalian Vektor Malaria.

15
Prinsip Pengendalian Vektor Malaria sebaiknya menggunakan
prinsip à REESAA yaitu:
• Rational:pelaksanaan pemberantasan vektor pd daerah kasus malaria
tinggi, daerah potensial KLB atau lokasi tertentu yang diprioritaskan
• Efektif :Kombinasi dua atau lebih metoda dapat dilakukankan apabila
dengann cara tersebut mampu menurunkan penularan.
• Efisien :biaya operasionalnya paling murah
• Sustainable:dpt dilaksanakan dengan berkesinambungan sp mencapai
tingkat penularan yang rendah
• Acceptable :kegiatan pemberantasan vektor harus diterima masyarakat
hingga masy.setempat mendukung & ikut berpartisipasi dlm kegiatan tsb.
• Affordable :mampu melaksanakan kegiatan pemberantasan vektor: à
pd lokasi yang mudah terjangkau, sarana transportasi relatif baik
sehingga bahan & alat serta keperluan logistik lainnya dpt dibawa ke
lokasi tsb.

Manajemen Vektor Malaria Terpadu (Integrated Vector Management)


Adalah upaya pengendalian vektor dengan menggunakan satu atau lebih
metode yang bersinergi sehingga mampu menurunkan potensi penularan
malaria.
Pengendalian ini bersifat rasional, ramah lingkungan dan berkelanjutan
Kegiatan pengendalian nyamuk malaria dapat dilakukan bersama
masyarakat setempat dan juga dengan lintas sektor, a.l : Dinas pertanian,
industri pariwisata, KimPraswil dll

d. Tahapan Kegiatan Pengendalian Vektor Malaria


adalah sebagai berikut:
A. Pengenalan wilayah (Geographical Reconnaisance)
B. Pemetaan tempat perindukan
C. Aplikasi /penerapan metoda intervensi:
1. penyemprotan rumah dengann insektisida
2. penggunaan kelambu
3. larviciding
4. penyebaran ikan pemakan larva nyamuk
5. pengelolaan lingkungan

16
D. Pelatihan SDM

1. Pengenalan Wilayah (GR = Geographical Reconnaissance)


Kegiatan yang dilakukan meliputi pemetaan langsung penduduk dan survei
tambahan untuk menentukan situasi tempat tinggal penduduk dari suatu
daerah yang dicakup oleh program pengendalian malaria, antara lain
berupa:
1. Keterangan yang perlu dikumpulkan tentang wilayah adalah:
2. Dimana suatu objek (bangunan) berada dan bagaimana cara
mencapainya
3. Keadaan jalan (dapat dilalui kendaraan roda 4 atau tidak)
4. Ukuran jarak dari suatu objek (bangunan) ke objek yang lain
5. Sifat topografi, daerah survey , misalnya:
– Daerah datar
– Daerah bergunung
– Sumber air yang digunakan penduduk sehari-hari (sungai,
danau, rawa,
sumur)
– Tempat perindukan vektor

6. Keterangan penting yang dikumpulkan tentang rumah adalah hal-hal


sebagai berikut:
- Letak rumah dan nomor urutnya
- Jumlah rumah
- Tipe rumah
o Bahan bangunan untuk dinding, langit-langit dan
atapnya
o Rumah permanen, sementara, rumah panggung
- Luas permukaan rumah yang harus disemprot
- Jumlah kandang dan ternaknya
- Letak dan jumlah masjid, gereja, pos kamling, dangau dan
bangunan-bangunan yang digunakan untuk kegiatan
malam hari

7. Keterangan yang dikumpulkan ttg penduduk:


- Nama kepala keluarga
- Jumlah anggota keluarga
- Klasifikasi penduduk menurut golongan umur
- Penghuni tetap atau penghuni sementara
- Keadaan sosial ekonomi

17
2. Pemetaan Tempat Perindukan Vektor
Kegiatan pemetaan perindukan nyamuk penting dilakukan dalam rangka
untuk mengetahui tempat perindukan vektor nyamuk malaria di setiap
wilayah desa / dusun. Kegiatan ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
- Letak tempat perindukan jentik nyamuk yang positif dan yang potensial
- Jumlah tempat perindukan
- Tipe tempat perindukan
- Luas tempat perindukan

Tipe Tempat perindukan ada dua macam yaitu:


1. Tipe permanen, misalnya:
- Rawa-rawa
- Sawah non teknis dengan aliran air gunung
- Mata air
- Kolam
2. Tipe temporer, misalnya:
- Muara sungai tertutup pasir di pantai
- Genangan air payau di pantai
- Kobakan air di dasar sungai waktu musim kemarau
- Genangan air hujan
- Sawah tadah hujan
Out put pemetaan tempat perindukan (TP)
Hasil dari pemetaan TP berupa peta / sketsa wilayah desa/dusun yang
mencamtumkan:
1. Letak TP yang ada dilengkapi dengan gambar-gambar:
– Posisi jalan, sungai dan sawah
– Letak kelompok rumah / pemukiman penduduk
– Batas wilayah desa/dusun
– Garis pantai (bila di kawasan pantai)
– Keterangan simbol/kode yang dipakai dalam peta
– Tanggal pembuatan peta
2. Hasil pemetaan harus dilampiri dengan
– Jumlah TP
– Tipe TP
– Luas TP
3. Waktu Pelaksanaan PemetaanTempat Perindukan

18
Peta Tempat Perindukan Nyamuk dibuat atau direvisi pada saat TP
potensial tersebut diperiksa/ diperkirakan dengan:
- Grafik median data klinis/kasus positif selama 3-5 tahun terakhir di
Puskesmas
setempat. Pemetaan dilakukan 1-2 bulan sebelum puncak grafik
tersebut
- Grafik median indeks curah hujan 3 tahun terakhir. Melihat kondisi
lingkungan TP di pantai antara lain terdapat ganggang / lumut di
permukaan air.
- Dalam satu wilayah desa/dusun, bila terdapat 2 tipe TP yang
potensial pada musim berbeda, harus dilakukan 2 kali pemetaan yaitu
pada musim kemarau dan musim hujan.

3. Penerapan metoda intervensi:


Terdapat berbagai metoda intervensi yang dapat dilakukan, tergantung
kondisi keadaan penduduk dan lingkungan setempat. Metoda intervensi
tersebut dapat berupa hal-hal sebagai berikut:
1. penyemprotan rumah dengan insektisida
2. penggunaan kelambu
3. Larviciding
4. penyebaran ikan pemakan larva nyamuk
5. pengelolaan lingkungan
Uraian:
1. Penyemprotan rumah dengan insektisida (racun serangga)
Penyemprotan rumah dengan effek residual / IRS (indoor residual
spraying):
Adalah suatu cara pemberantasan vektor dengan menempelkan
racun serangga tertentu dengan jumlah(dosis) tertent usecara merata
pada permukaan dinding yang disemprot.
Cara ini masih dipakai karena paling cepat dan besar manfaatnya utk
memutuskan rantai penularan.
Tujuan penyemprotan adalah untuk memutuskan penularan karena
umur nyamuk menjadi lebih pendek sehingga tidak sempat
menghasilkan sporozoit di dalam kelenjar ludahnya
Sasaran Lokasi penyemprotan sebaiknya dipilih daerah-daerah
sebagai berikut:
– Daerah desa endemis malaria tinggi, dengan cirri-ciri antara lain:

19
• Desa dengann angka positif malaria >5 per seribu
penduduk
• Adanya bayi positif malaria

– Daerah potensial KLB, dengan cirri-ciri antara lain:


• Pernah terjadi KLB 2 tahun terakhir
• Terjadi perubahan lingkungan hingga memungkinkan
adanya tmpat perindukan
• Daerah bencana
• Bercampurnya penduduk dari daerah non endemis dengan
daerah endemis
– Penanggulangan Kejadian Luar Biasa, dengan cirri-ciri antara lain:
• Daerah yang terjadi peningkatan kasus
• Adanya kematian karena malaria
Sasaran bangunan yang menjadi objek penyemprotan sebaiknya adalah
sebagai berikut:
- Semua bangunan yang pada malam hari digunakan sebagai
tempat menginap atau kegiatan lain (mesjid, gardu ronda)
- Kandang ternak besar (sapi, kerbau, domba) di sekitar rumah
tinggal
Penyemprotan rumah akan efektif bila:
– Penularan terjadi di dalam rumah (indoor biting, kejadian bayi
positif)
– Vektor resting di dinding
– Penduduk menerima penyemprotan dan tidak berada di luar
rumah malam hari
– Penyebaran rumah tidak menyulitkan operasional penyemprotan
Waktu pelaksanaan penyemprotan harus berdasarkan:
- data kasus malaria yaitu 2 bulan sebelum puncak kasus dan
- data pengamatan vektor yaitu 1 bulan sebelum puncak kepadatan
vektor

2. Penggunaan Kelambu
Penggunaan kelambu dalam program pengendalian malaria adalah
dalam rangka :
- melindungi pemakai kelambu dari gigitan &

20
- membunuh nyamuk yang hinggap pd kelambu untuk mencegah
terjadinya
penularan
Satu kelambu sebaiknya digunakan maksimal untuk 2 orang dewasa
Sasaran penggunaan dan pembagian kelambu adalah di lokasi
tertentu sebagai
berikut:
– Daerah atau desa endemis tinggi malaria
– Desa terpencil (remote)
– Desa / dusun terjadi kLB
– Di daerah yang penyemprotan rumah tidak efektif
Sasaran penduduk yang merupakan terget penggunaan dan
pembagian kelambu
Adalah sebagai berikut:
• Ibu hamil
• Bayi dan anak balita
• Keluarga miskin
Agar Program Penggunaan Kelambu ini efektif perlu dipertimbangkan hal –hal
berikut:
• Masyarakat mau menerima pemakaian kelambu
• Dari hasil pengamatan entomologi menunjukan adanya kebiasaan
menggigit & istirahat di dalam rumah (endofilik dan endofagik)
• Daerah tsb memiliki angka malaria tahun terakhir masih tetap tinggi
• Pelaksanaan penyemprotan rumah tidak mungkin dilakukan karena
transportasi yang sulit / daerah sulit dijangkau
• Konstruksi rumah yang tidak cukup melindungi penghuninya dari gigitan
nyamuk
• Kebiasaan tidur masyarakat lebih malam
• Kegiatan awal sebelum kelambu dibagikan:
Sebelum kelambu dipakai, terlebih dahulu hrs dilakukan sensus untuk
mengetahui jumlah kepala keluarga serta anggota keluarga sasaran, agar
dapat menghitung jumlah kebutuhan kelambu yag akan dibagikan.
3. Larviciding
• Larviciding adalah aplikasi larvisida pd tempat perindukan potensial
vektor guna membunuh / memberantas larva nyamuk dengann

21
menggunakan bahan kimia seperti Diflubenzuron (Andalin / Dimilin) atau
agen biologis Bacillus thuringiensis H-14 (Bti H-14).
• Diflubenzuron adalah suatu zat penghambat pembentukan chitin. Apabila
larva nyamuk terkena dosis yang cukup, maka larva akan mati pada
waktu menjadi pupa atau dapat menetas menjadi nyamuk tidak normal
yang tidak dapat terbang.
• Bacillus thuringiensis H-14 ( Bti H-14) adalah sejenis bakteri yang
sporanya bersifat racun / toksin terhadap larva nyamuk. Larva nyamuk
akan mati apabila memakan / menelan toksin ini. Jadi racunnya
merupakan racun perut, karena itu tidak berpengaruh terhadap larva
instar IV akhir dan pupa yang istirahat makan
• Waktu Aplikasi Larvaciding ditentukan tergantung kondisi sebagai berikut:
a. Lagun yang terbentuk dari muara sungai yang tertutup pasir, waktu
aplikasinya adalah: - Awal kemarau sampai awal musim hujan atau
- Sejak menutup sampai terbuka kembali karena banjir diwaktu hujan
• Genangan air asin di pantai yang terbentuk oleh air laut pasang, waktu
aplikasi adalah
- Sejak awal hingga akhir musim hujan atau
- Sejak air mulai menjadi payau
Sesuai dengan jenis larvasida yang dipakai, interval aplikasi dihitung menurut
minggu atau bulan, sedangkan jumlah aplikasi tergantung pada lamanya
genangan air potensial menjadi tempat perindukan.

4. Penebaran Ikan Pemakan Larva Nyamuk


Penebaran Ikan Pemakan Larva Nyamuk adalah suatu upaya memanfaatkan
ikan sebagai musuh alami larva nyamuk, yang ditebarkan pada tempat
perindukan potensial nyamuk dengan tujuan pengendalian populasi larva
nyamuk ,sehingga dapat mengurangi penularan
Kriteria penebaran ikan pemakan larva nyamuk, adalah sebagai berikut:
a. Daerah Sasaran penebaran ikan pemakan larva nyamuk yaitu:
• Desa dengan tempat perindukan potensial yang memenuhi kriteria
prioritas masalah dan prioritas program
• Desa reseptif yang sudah rendah penularannya karena dilakukan
penyemprotan rumah / pemolesan kelambu / larviciding (untuk
maintenance)

22
b. Tempat/lokasi penebaran ikan pemakan larva nyamuk yaitu:
- Mata air - Saluran air di persawahan bertingkat
- Anak sungai - Bendungan untuk sawah / pengairan
- Rawa-rawa daerah pedalaman - Rawa daerah pantai dengan air payau
c. Waktu penebaran
Pada akhir musim hujan atau awal musim kemarau atau selama musim
kemarau pada saat luas tempat perindukan minimum

5. Pengelolaan Lingkungan
Pengelolaan lingkungan dalam pengendalian malaria menyangkut berbagai
tindakan anti
larva meliputi:
a. Modifikasi lingkungan, terdiri dari kegiatan sebagai berikut:
1. Penimbunan daerah genangan air
2. Pengeringan daerah yang digenangi air
b. Manipulasi Lingkungan, terdiri dari kegiatan sebagai berikut:
1. Pembuatan saluran penghubung
2. Pengaturan pengairan dan penanaman / pencegahan penebangan pohon
bakau di tempat perindukan nyamuk

e. Pelatihan Tenaga Pengendalian Vektor


• Sebelum pelatihan dimulai perlu diketahui tugas dari masing-masing
tenaga pengendalian vektor di tempat kerjanya nanti, dengan demikian
materi pelatihan dapat disesuaikan dengan kebutuhan peserta latih.
• Contoh uraian tugas masing- masing tenaga pengendalian vektor malaria
biasanya adalah sebagai berikut:
a. Kepala Regu
b. Penyemprot rumah
c. Kepala regu penyemprotan lagun
d. Penyemprot lagun

23
24

Anda mungkin juga menyukai