Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
bakteriMycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ,
terutama paru-paru. Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya tidak
tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian. TB
diperkirakan sudah ada didunia sejak 5000 tahun sebelum masehi, namun
kemajuan dalam penemuan dan pengendalian penyakit TB baru terjadi dalam
2 abad terakhir (KEMENKES, 2015).
Pada anak, TBC secara umum dikenal dengan istilah “flek paru-paru”. TB
pada anak juga mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan orang
dewasa, baik dalam aspek diagnosis, pengobatan, pencegahan maupun pada
kasus khusus, misalnya pada anak dengan infeksi HIV. Usia anak merupakan
usisa yang sangat rawan terhadap penularan penyakit TB. Angka penularan
dan bahaya penularan yang tinggi terdapat pada golongan umur 7-14 tahun.
Tuberkulosis (TB) masih merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas pada anak di dunia, namun kurang mendapat prioritas dalam
penanggulangannya. Data surveilans dan epidemiologi TB pada anak jarang
didapat. Hal ini disebabkan berbagai faktor antara lain sulitnya diagnosis TB
anak, meningkatnya TB ekstra paru pada anak, tidak adanya standar baku
definisi kasus, dan prioritas yang kurang diberikan pada TB anak di banding
TB dewasa. Setiap tahun diperkirakan 9 juta kasus TB baru dan 2 juta di
antaranya meninggal. Dari 9 juta kasus baru TB di seluruh dunia, 1 juta adalah
anak usia <15 tahun. Dari seluruh kasus anak dengan TB, 75% didapatkan di
duapuluh dua negara dengan beban TB tinggi (high burden countries).
Dilaporkan dari berbagai negara presentase semua kasus TB pada anak
berkisar antara 3% sampai >25% (WHO, 2018).

1
Berbagai penelitian menunjukkan prevalensi TB anak tinggi, namun
umumnya tanpa konfirmasi pemeriksaan bakteri tahan asam (BTA) positif.
Salah satu indikator untuk menilai situasi TB di komunitas adalah dengan
Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI), adalah indeks epidemiologi
yang dipakai untuk evaluasi dan monitor keadaan tuberkulosis di suatu
komunitas atau negara.
Pada observasi TPP Blok XIII Sistem Respirasi, penulis melakukan
observasi mengenai “Identifikasi Penyakit Paru pada Anak di RSMP”. Hal ini
juga mengacu pada salah satu tujuan blok ini adalah mahawisa diharapkan
mampu melaksanakan tugas pengenalan profesi yang mengenalkan mahasiswa
secara dini pada kasus klinik atau komunitas di rumah sakit, di puskesmas, di
masyarakat maupun kunjungan ke rumah pasien sehingga memiliki
pemahaman yang baik pada blok ini, serta mengetahui lebih dalam tentang apa
itu penyakit TB paru pada anak, bagaimana cara mendiagnosis TB paru pada
anak, bagaimana cara pengobatan TB paru pada anak, dan bagaimana cara
pencegahan TB paru pada anak di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah tugas pengenalan profesi “Identifikasi penyakit TB paru
pada anak di RSMP “ adalah:
1. Apa saja gejala klinis dari TB paru pada anak?
2. Apa saja faktor resiko TB paru pada anak?
3. Bagaimana penatalaksanaan untuk penyakit TB paru pada anak?
4. Bagaimana cara pencegahan agar anak tidak terkena TB paru?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui gejala klinispenyakit TB paru
2. Mengetahui faktor resiko penyakit TB paru
3. Mengetahui tatalaksana yang tepat bagi penderita penyakit TB paru
4. Mengetahu cara pencegahan penyakit TB paru

2
1.4 Manfaat
1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi penyakit TB.
2 Mahasiswa mampu mengetahui manifestsi klinis penyakit TB.
3 Mahasiswa mampu mengetahui faktor resiko penyakit TB.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi


2.2.1 Anatomi Paru-Paru
Paru-paru manusia terletak pada rongga dada, bentuk dari paru-
paru adalah berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga
pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua
yaitu bagian yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan
mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus.
Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa sub-bagian,
terdapat sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary
segments. Paru-paru bagian kanan dan bagian kiri dipisahkan oleh
sebuah ruang yang disebut mediastinum (Evelyn, 2019).

Gambar 2.1 Anatomi Paru-Paru (sumber : Sasrawan. H, 2017).


Paru-paru manusia dibungkus oleh selaput tipis yang bernama
pleura. Pleura terbagi menjadi pleura viseralis dan pleura pariental.
Pleura viseralis yaitu selaput tipis yang langsung membungkus paru,
sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada rongga

4
dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang disebut cavum pleura
(Guyton, 2017).
Menurut Juarfianti (2015) sistem pernafasan manusia dapat dibagi
ke dalam sistem pernafasan bagian atas dan pernafasan bagian bawah.
a. Pernafasan bagian atas meliputi hidung, rongga hidung, sinus
paranasal, dan faring.
b. Pernafasan bagian bawah meliputi laring, trakea, bronkus,
bronkiolus dan alveolus paru.
Menurut Alsagaff (2015)sistem pernapasan terbagi menjadi dari
dua proses, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan
dari atmosfer ke dalam paru, sedangkan ekspirasi adalah pergerakan
daridalam paru ke atmosfer. Agar proses ventilasi dapat berjalan lancar
dibutuhkan fungsi yang baik pada otot pernafasan dan elastisitas
jaringan paru. Otot-otot pernafasan dibagi menjadi dua yaitu :
a. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna,
sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma.
b. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis
internus.

2.2.2 Fisiologi Paru


Paru-paru dan dinding dada mempunyai struktur yang elastis.
Dalam keadaan normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru
dan dinding dada sehingga paru-paru dengan mudah bergeser pada
dinding dada karena memiliki struktur yang elastis. Tekanan yang
masuk pada ruangan antara paru-paru dan dinding dada berada di
bawah tekanan atmosfer (Guyton, 2017).
Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk pertukaran gas antara
darah dan atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk
menyediakan oksigen bagi jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida.
Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida terus berubah sesuai dengan
tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang, akan tetapi pernafasan

5
harus tetap dapat berjalan agar pasokan kandungan oksigen dan karbon
dioksida bisa normal (Jayanti, 2013).
Udara yang dihirup dan masuk ke paru-paru melalui sistem berupa
pipa yang menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di
kedua belah paru-paru utama (trachea). Pipa tersebut berakhir
digelembung-gelembung paru-paru (alveoli) yang merupakan kantong
udara terakhir dimana oksigen dan karbondioksida dipindahkan dari
tempat dimanadarah mengalir. Ada lebih dari 300 juta alveoli di dalam
paru-paru manusia dan bersifat elastis. Ruang udara tersebut dipelihara
dalam keadaan terbuka oleh bahan kimia surfaktan yang dapat
menetralkan kecenderungan alveoli untuk mengempis (Yunus, 2017).
Menurut Guyton (2017) untuk melaksanakan fungsi tersebut,
pernafasan dapat dibagi menjadi empat mekanisme dasar, yaitu :
a. Ventilasi paru yang berfungsi untuk proses masuk dan keluarnya
udara antara alveoli dan atmosfer.
b. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah.
c. Transport dari pasokan oksigen dan karbon dioksida dalam darah
dan cairan tubuh ke dan dari sel.
d. Pengaturan ventilais pada sistem pernapasan.
Pada waktu menarik nafas atau inspirasi maka otot-otot pernapasan
berkontraksi, tetapi pengeluaran udara pernafasan dalam proses yang
pasif. Ketika diafragma menutup, penarikan nafas melalui isi rongga
dada kembali memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak
hingga diafragma dan tulang dada menutup dan berada pada posisi
semula (Evelyn, 2019).
Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Selama
bernafas tenang, tekanan intrapleura kira-kira 2,5 mmHg relatif lebih
tinggi terhadap atmosfer. Pada permulaan, inspirasi menurun sampai
6mmHg dan paru-paru ditarik ke posisi yang lebih mengembang dan
tertanam dalam jalan udara sehingga menjadi sedikit negatif dan udara
mengalir ke dalam paru-paru. Pada akhir inspirasi, recoil menarik dada

6
kembali ke posisi ekspirasi dimana tekanan recoil paru-paru dan
dindingdada seimbang. Tekanan dalam jalan pernafasan seimbang
menjadi sedikit positif sehingga udara mengalir ke luar dari paru-paru
(Algasaff, 2015)
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif
akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot
interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung
diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume
toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan
tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan
antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara
mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir
menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi (Miller et al, 2011).
Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen
dari alveoli ke dalam pembuluh darah dan berlaku sebaliknya untuk
karbondioksida. Difusi dapat terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi
ke tekanan rendah. Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada difusi
gas dalam paru yaitu, faktor membran, faktor darah dan faktor sirkulasi.
Selanjutnya adalah proses transportasi, yaitu perpindahan gas dari paru
ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah
(Guyton, 2017).

2.2 Definisi Tb Paru


Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular langsung
yangdisebabkan olehkuman Mycrobacterium Tuberculosis. Tuberkulosis paru
adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura
(selaput paru). Sebagian bersarkuman tuberculosis menyerang paru tetapi juga
dapat menyerang organtubuh lainnya (Depkes, 2018).
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular granulomatosa kronik yang
telahdikenal sejak berabad-abad yang lalu dan paling sering disebabkan oleh
kumanMycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TBC menyerang

7
paru, 85% dariseluruh kasus TBC adalah TBC paru, sisanya (15%) menyerang
organ tubuh lainmulai dari kulit, tulang, organ-organ dalam seperti ginjal,
usus, otak, dan lainnya(Icksan dan Luhur, 2018). Berdasarkan hasil
pemeriksaan sputum, TBC dibagi dalam:TBC paru BTA positif: sekurangnya
2 dari 3 spesimen sputum BTA positif, TBCparu BTA negatif: dari 3
spesimen BTA negatif, foto toraks positif (Saputra, 2010).
Kuman ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga di kenal
juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Basil–basil tuberkel di dalam
jaringan tampak sebagai mikroorganisme berbentuk batang, dengan panjang
bervariasi antara 1 – 4 mikron dan diameter 0,3– 0,6 mikron. Bentuknya
sering agak melengkung dan kelihatan seperti manik –manik atau bersegmen.
Kuman tuberkulosis cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat
bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam
jaringan tubuh, kuman ini dapat dormant atau tertidur lama dalam beberapa
tahun” (Miller, 2012).

2.3 Etiologi dan Epidemiologi Tb Paru


TB paru merupakan penyakit infeksi kronik dan menular yang erat
kaitanya dengan keadaan lingkungan dan perilaku masyarakat. Tuberkulosis
adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa,
mycobacterium bovis serta Mycobacyerium avium, tetapi lebih sering
disebakan oleh Mycobacterium tuberculosa (Ikeu, 2017). Penyakit ini
ditularkan melalui udara yaitu percikan ludah, bersin dan batuk. Penyakit TB
paru biasanya menyerang paru akan tetapi dapat menyerang organ tubuh lain
(Aditama, 2012). Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbetuk
batang dan memiliki sifat kusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan.
Oleh karena itu disebut pula sebagai bakteri Tahan Asam ( BTA ) (Depkes RI,
2007). Pada tahun 1982 robert Koch mengidentifikasi basil tahan asam
Mycobacterium tuberculosis untuk pertama kali sebagai bakteri penyebab TB
1paru (Zulkifli, 2017).

8
Menurut WHO prevalens kasus TB diseluruh dunia tahun 2006 ada 14,4
juta (WHO, 2018). Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematianya
(98%) terjadi dinegara-negara berkembang. Diantara mereka 75% berada di
usia produktif. Karena penduduknya yang padat dan tingginya prevalensi,
65% dari kasus-kasus TB yang baru dan kematian yang muncul terjadi diasia
(zulkifli, 2007). TB merupakan salah satu masalah kesehatan penting di
Indonesia. Selain itu, Indonesia menduduki peringkat ke-3 negara dengan
jumlah penderita TB terbanyak di dunia setelah India dan China. Jumlah
pasien TB di Indonesia adalah sekitar 5,8 % dari total jumlah pasien TB dunia.
Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru
dengan kematian sekitar 91.000 orang. Angka prevalensi TB di Indonesia
pada tahun 2019 adalah 100 per 100.000 penduduk dan TB terjadi pada lebih
dari 70% usia produktif (Depkes RI, 2017).

2.4 Gejala Klinis Tb Paru


Gejala umum TBC pada anak :
a. Berat badan turun selama 3 bulan berturutturut tanpa sebab yang jelas dan
tidak naikdalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang
baik (failure to thrive)
b. Nafsu makan tidak ada (anorexia) dengangagal tumbuh dan berat badan
tidak naik(failure to thrive) dengan adekuat.
c. Demam lama/berulang tanpa sebab yangjelas (bukan tifus, malaria atau
infeksi salurannafas akut) dapat disertai keringat malam
d. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit biasanya multiple
paling seringdidaerah leher ketiak dan lipatan paha(inguinal)
e. Gejala –gejala dari saluran nafas misalnyabatuk lama lebih dari 30 hari
(setelah) disingkirkan sebab lain dari batuk) tandacairan didada dan nyeri
dada.
f. Gejala-gejala dari saluran cerna misalnya diare berulang yang tidak
sembuh dengan pengobatan diare benjolan (masa) di abdomen dan tanda-
tanda cairan dalam abdomen.

9
2.5 Klasifikasi Tb Paru
1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi dalam :
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan
hasil BTA positif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran
tuberkulosis aktif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan biakan positif

b. Tuberkulosis Paru BTA (-)


- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan
tuberkulosis aktif serta tidak respons dengan pemberian
antibiotik spektrum luas • Hasil pemeriksaan dahak 3 kali
menunjukkan BTA negatif dan biakan M.tuberculosis positif
- Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum
diperiksa

2. Berdasarkan Tipe Penderita


Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.
Ada beberapa tipe penderita yaitu :
a. Kasus baru Adalah penderita yang belum pernah mendapat
pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang
dari satu bulan (30 dosis harian)
b. Kasus kambuh (relaps) Adalah penderita tuberkulosis yang
sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali

10
lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau
biakan positif.
c. Kasus pindahan (Transfer In) Adalah penderita yang sedang
mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan kemudian pindah
berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut harus
membawa surat rujukan/pindah.
d. Kasus lalai berobat Adalah penderita yang sudah berobat paling
kurang 1 bulan, dan berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang
kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan
hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
e. Kasus Gagal Adalah penderita BTA positif yang masih tetap
positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu
bulan sebelum akhir pengobatan) • Adalah penderita dengan hasil
BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi BTA positif pada
akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran radiologik ulang
hasilnya perburukan.
f. Kasus kronik Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2
dengan pengawasan yang baik.
g. Kasus bekas TB • Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan
jika ada fasilitas) negatif dan gambaran radiologik paru
menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih gambaran radiologik serial
menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT
yang adekuat akan lebih mendukung • Pada kasus dengan
gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif, namun setelah
mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada
perubahan gambaran radiologi.
(Depkes RI, 2017).

11
2.6 Patofisiologi Tb Paru
Infeksi diawali karena seseorang menghirup basil Mycobacterium
tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu
berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium
tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas).
Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh
lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas).
Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan
reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan
bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan)
basil dan jaringan normal. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10
minggu setelah terpapar bakteri.Interaksi antara Mycobacterium tuberculosis
dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa
jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil
hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma
selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah
dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag
dan bakteri yang menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang
berbentuk seperti keju (necrotizing caseosa).Hal ini akan menjadi klasifikasi
dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi
nonaktif.
Setelah infeksi awaljika respons sistem imun tidak adekuat maka penyakit
akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat
infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif,
Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan
necrotizing caseosa di dalam bronkus.Tuberkel yang ulserasi selanjutnya
menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut.Paru-paru yang terinfeksi
kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia,
membentuk tuberkel, dan seterusnya.Pneumonia seluler ini dapat sembuh
dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau
berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi

12
lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami
nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas
akan memberikan respons berbeda kemudian pada akhirnya membentuk suatu
kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.

2.7 Cara Penularan Tb Paru


Penularan tuberkulosis dari seseorang penderita ditentukan oleh
banyaknya kuman yang terdapat dalam paru–paru penderita, pesebaran kuman
tersebut diudara melalui dahak berupa droplet. Penderita TB- Paru yang
mengandung banyak sekali kuman dapat terlihat langung dengan mikroskop
pada pemeriksaan dahaknya (penderita bta positif) adalah sangat menular.
Penderita TB paru BTA positif mengeluarkan kuman–kuman keudara dalam
bentuk droplet yang sangat kecil pada waktu batuk atau bersin. Droplet yang
sangat kecil ini mengering dengan cepat dan menjadi droplet yang
mengandung kuman tuberkulosis dan dapat bertahan si udara selama beberapa
jam. Droplet yang mengandung kuman ini dapat terhirup oleh orang lain. Jika
kuman tersebut sudah menetap dalam paru dari orang yang menghirupnya,
maka kuman mulai membelah diri (berkembang biak) dan terjadilah infeksi
dari satu orang ke orang lain.

13
2.8 Pengobatan Tb Paru
Alur tatalaksana pasien TB anak dapat dilihat pada skema di bawah ini.

Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup


adekuat. Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun
pemeriksaan penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter
terbaik untuk menilai keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis
yang nyata walaupun gambaran radiologik tidak menunjukkan perubahan
yang berarti, OAT tetap dihentikan.
Panduan obat TB pada anak
Pengobatan TB dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap awal/intensif (2 bulan
pertama) dan sisanya sebagai tahap lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB
adalah minimal 3 macam obat pada fase awal/intensif (2 bulan pertama)
dan dilanjutkan dengan 2 macam obat pada fase lanjutan (4 bulan,
kecuali pada TB berat). OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada
tahap intensif maupun tahap lanjutan.
Untuk menjamin ketersediaan OAT untuk setiap pasien, OAT disediakan
dalam bentuk paket. Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa
pengobatan. Paket OAT anak berisi obat untuk tahap intensif, yaitu
Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z); sedangkan untuk tahap
lanjutan, yaitu Rifampisin (R) dan Isoniasid (H).
Dosis
 INH: 5-15 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 300 mg/hari

14
 Rifampisin: 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari
 Pirazinamid: 15-30 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 2 000 mg/hari
 Etambutol: 15-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 250 mg/hari
 Streptomisin: 15–40 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 000 mg/hari
Untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang
relatif lama dengan jumlah obat yang banyak, paduan OAT disediakan dalam
bentuk Kombinasi Dosis Tetap = KDT (Fixed Dose Combination = FDC).
Tablet KDT untuk anak tersedia dalam 2 macam tablet, yaitu:
 Tablet RHZ yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin), H
(Isoniazid) dan Z (Pirazinamid) yang digunakan pada tahap intensif.
 Tablet RH yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin) dan H
(Isoniazid) yang digunakan pada tahap lanjutan.
Jumlah tablet KDT yang diberikan harus disesuaikan dengan berat badan anak
dan komposisi dari tablet KDT tersebut.
Tabel berikut ini adalah contoh dari dosis KDT yang komposisi tablet RHZ
adalah R = 75 mg, H = 50 mg, Z = 150 mg dan komposisi tablet RH adalah R
= 75 mg dan H = 50 mg,
Dosis KDT (R75/H50/Z150 dan R75/H50) pada anak
2 BULAN TIAP 4 BULAN TIAP
BERAT BADAN
HARI HARI
(KG)
RHZ (75/50/150) RH (75/50)

5-9 1 tablet 1 tablet

10-14 2 tablet 2 tablet

15-19 3 tablet 3 tablet

20-32 4 tablet 4 tablet

Keterangan:
 Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit
 Anak dengan BB ≥ 33 kg , disesuaikan dengan dosis dewasa
 Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah

15
 OAT KDT dapat diberikan dengan cara: ditelan secara utuh atau digerus
sesaat sebelum diminum.

Bila paket KDT belum tersedia, dapat digunakan paket OAT Kombipak
Anak. Dosisnya seperti pada tabel berikut ini.
Dosis OAT Kombipak-fase-awal/intensif pada anak
BB 10-20 KG
JENIS OBAT BB<10 KG BB 20-32 KG
(KOMBIPAK)

Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg

Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg

Pirazinamid 150 mg 300 mg 600 mg

Dosis OAT Kombipak-fase-lanjutan pada anak


BB 10-20 KG
JENIS OBAT BB<10 KG BB 20-32 KG
(KOMBIPAK)

Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg

Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg

Pada keadaan TB berat, baik pulmonal maupun ekstrapulmonal seperti TB


milier, meningitis TB, TB sendi dan tulang, dan lain-lain:
- Pada tahap intensif diberikan minimal 4 macam obat (INH, Rifampisin,
Pirazinamid, Etambutol atau Streptomisin).
- Pada tahap lanjutan diberikan INH dan Rifampisin selama 10 bulan.
- Untuk kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB,
TB endobronkial, meningitis TB dan peritonitis TB diberikan
kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1–2 mg/kg BB/hari, dibagi dalam
3 dosis. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2–4 minggu dengan dosis
penuh dilanjutkan tappering off dalam jangka waktu 2–6 minggu. Tujuan

16
pemberian steroid ini untuk mengurangi proses inflamasi dan mencegah
terjadi perlekatan jaringan.

2.9 Komplikasi Tb Paru


Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas :
1) Komplikasi dini
a. Pleuritis
b. Efusi pleura
c. Empiema
d. Laringitis
e. TB usus
f. Poncet”s arthropathy
2) Komplikasi lanjut
a. Obstruksi jalan nafas (sindrom obstruksi pasca TB)
b. Kerusakan parenkim berat (fibrosis paru)
c. Kor-pulmonar
d. Amiloidosis paru
e. Sindrom gagal nafas dewasa (ARDS)
f. TB milier
g. Jamur paru (aspergilosis)
h. Kavitas
(Bahar, 2014).

17
BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1 Lokasi Pelaksanaan


Tugas Pengenalan Profesi blok XIII akan dilaksanakan di Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang.

3.2 Waktu Pelaksanaan


Tugas pengenalan profesi ini dilaksanakan pada :
Tanggal : disesuaikan
Pukul : disesuaikan

3.3 Subjek Tugas Mandiri


Subjek tugas mandiri pada Tugas Pengenalan Profesi blok XIII ini adalah
pasienanak dengan Penyakit Paru (Tb Paru) di Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang.

3.4 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan pada tugas pengenalan profesi ini adalah
sebagai berikut:
1. Alat Tulis
2. Kamera
3. Ceklist

3.5 Langkah-Langkah Kerja


Langkah kerja yang dilakukan adalah :
1. Konsultasi kepada pembimbing.
2. Membuat dan mengajukan proposal Tugas Pengenalan Profesi kepada
pembimbing.
3. Melakukan bimbingan proposal dengan dosen pembimbing.

18
4. Meminta surat persetujuan izin pelaksanaan TPP yang ditandatangani
pembimbing.
5. Mendatangi Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
6. Melakukan wawancara terhadap pasienanak dengan Penyakit Paru (Tb
Paru) di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
7. Mencatat kembali hasil wawancara.
8. Membuat laporan hasil Tugas Pengenalan Profesi.
9. Membuat kesimpulan wawancara.
10. Melakukan bimbingan laporan Tugas Pengenalan Profesidengan dosen
pembimbing.

19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Nama : An. Z
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 5 tahun
Nama orang tua : Tn. Rahmadan
Pekerjaan orang tua : Swasta
Alamat : Jl. Sentosa Lorong Pribadi
Tinggi Badan : 110 cm
Berat Badan : 15 kg
Diagnosis : Tuberculosis Paru Relaps
Gejala Ada/tidak Keterangan
Batuk kronik Ada Batuk kering selama 3
minggu
Demam tidak terlalu Ada Demam selama 2 minggu
tinggi
Penurunan nafsu makan Ada
Lemas Ada
Pembesaran KGB Ada Merupakan keluhan utama
yang membuat Ina dibawa
ke dokter, ditemukan
pembesaran KGB didaerah
leher belakang telinga 1
bulan lalu.
Sesak napas Ada Ada setelah dilakukan
- wheezing - tidak ada pengobatan TB 1 bulan lalu,
serangan 1 bulan bisa
sampai 3x
Nyeri dada Tidak ada

20
Meningitis
- Demam tinggi Tidak ada
- Penurunan
kesadaran
- Kejang
Riwayat keluhan serupa Ada Sejak kecil memang sakit
sakitan, dan pernah
didiagnosis TB diusia 1
tahun.
Riwayat penyakit lain :
Tuberculosis :
- Pernah minum Ada Pernah didiagnosi TB
obat 6 bulan diumur 1 tahun, minum obat
- Teratur/tidak teratur dan tuntas.
- Tuntas/tidak
Astma Tidak ada
Diabetes militus Tidak ada
Penyakit lainnya Ada Sejak kecil memang sakit-
sakitan, dan didiagnosis
malnutrisi oleh dokter.
Riwayat penyakit keluarga Ibu menderita asthma
Keluhan yang sama pada Ada Tetanggga/teman
keluarga dan lingkungan sepermainan Ina juga
didiagnosis TB , ayah dan
ibu tidak ada keluhan serupa
Riwayat merokok Ada Ayah Ina merokok 1
bungkus sehari
Lingkungan tempat Tempat tinggal dulu di Kota
tinggal Padang, tempatnya padat
dan dipinggir jalan

21
Tempat tinggal sekarang di
palembang, rumah bedeng,
sempit dan jarang terkena
sinar matahari langsung.
Pemeriksaan penunjang Pada awal didiagnosis TB
rumah sakit diusia 1 tahun : Rontgen dan
pemeriksaan lab darah.
Didiagnosis tb 1 bulan lalu :
PA : FNAC.
Pengobatan Ada OAT : 3 macam obat
(Rifampicin, Isoniazide,
Pyrazinamide) yang sudah
dijadikan serbuk dan
vitamin (Sanvita B Syr).

4.2.Pembahasan
Dari hasil observasi yang telah kami lakukan, didapatkan 1 responden
dengan diagnosis tuberkulosis paru relaps sejak 1 bulan lalu.
Ibu An. Z menemukan adanya benjolan di leher belakang telinga An. Z,
Ibu An.Z juga mengatakan An. Z mengalami batuk selama 3 minggu dan
demam yang tidak terlalu tinggi selama 2 minggu, An. Z juga mengalami
penurunan nafsu makan dan lemas. An.Z memiliki riwayat Tuberkulosis
diusia 1 tahun namun telah melakukan pengobatan dengan mengkonsumsi
obat Tuberkulosis secara teratur dan tuntas selama 6 bulan dan dinyatakan
sembuh oleh dokter dengan melakukan 3x tes mantoux dan dinyatakan (-).
Diketahui An.Z didiagnosis Tuberkulosis pada usia 1 tahun karena
kemungkinan tertular oleh tetangga nya yang menderita Tuberkulosis. An.Z
juga didiagnosis malnutrisi diusia 6 bulan. Riwayat imunisasi An.Z lengkap.
Sebelum didiagnosis Tuberkulosis An.Z tinggal diperumahan Kota Padang,
yang padat dan dekat dengan jalan. Ibu An.Z menderita asthma dan ayah

22
An.Z merupakan perokok. Orang tua An.Z tidak mengalami keluhan yang
serupa.
Berdasarkan Indonesian Padiatric Society seorang anak dicurigai
tertular TB jika didapatkan beberapa gejala berikut :
- Demam lama >2 minggu atau demam berulang (umumnya demam tidak
terlalu tinggi
- Nafsu makan menurun, berat badan turun atau tidak naik dalam 2 bulan
berturut-turut
- Batuk menetap atau memburuk >3 minggu
- Anak tampak lesu dan tidak seaktif biasanya
- Teraba benjolan dileher (umumnya lebih dari satu)
- Kontak erat dengan penderita TB paru aktif.
An.Z didiagnosis Tuberkulosis lagi oleh dokter 1 bulan lalu diusia 5
tahun dengan ditemukannya benjolan pada bagian leher belakang telinga,
yang berdasarkan hasil pemeriksaan radiologi merupakan Limfadenitis
kronis spesifik yang disebabkan oleh TBC, dengan mikroskopik sediaan
FNAC regio colli dextra dijumpai sel ephiteloid yang tersebar satu persatu,
sel limfosid, nekrosis perkijuan, banyak rbc dan tidak dijumpai sel –sel
ganas.
An.Z telah menjalani pengobatan Tuberkulosis dengan mengkonsumsi
OAT dengan 3 macam obat yang telah dijadikan serbuk yaitu Rifampicin
500, Isoniazide 300 mg dan Pyrazinamide 450 mg serta Sanvita B SYR,
yang dikonsumsi secara bersamaan pada saat perut kosong yaitu dikonsumsi
An.Z setiap bangun tidur padi yaitu pukul 05.00, dan untuk Pyrazinamide
450 mg dikonsumsi 2 kali sehari yaitu tiap 12 jam sekali. Rifampicin,
Isoniazide dan Pyrazinamide merupakan antibiotik yang digunakan untuk
mengobati beberapa jenis bakteri patogenn termasuk diantaranya
tuberkulosis, Mycobakterium avium complex, lepra dan legionelosis
(Anonim, 2015), Rifampicin menghambat pertumbuhan bakteri dengan
menghambat sintesis protein, terutama pada tahap transkripsi (Wiley &
Sons, 2011). Isoniazide adalah prodrug yang menghambat pembentukan
23
dinding sel Mycobakterium dan Pyrazinamid merupakan prodrug yang
menghentikan pertumbuhan Mycobakterium tuberkulosis (Wiley & Sons,
2011). Pada An.Z diberi vitamin Sanvita B Syr dengan komposisi Vitamin
B kompleks, nikotinamide, dan pantothenol, yang berfungsi untuk
meningkatkan nafsu makan dan imunitas tubuh dan diberikan 1-2 kali sehari
sebanyak 1 SDT. Sejak dilakukannya pengonsumsian obat An.Z mengalami
sekak napas sebanyak 3x dalam 1 bulan.
Cara pencegahan terjadinya Tuberkulosis pada anak menurut
kementrian kesehatan Republik Indonesia :
1. Anak sangat beresiko terkena Tuberkulosis apabila terdapa kontak
pasien TB menular (pasien dewasa atau anak BTA positif)
2. Dengan mengobati setiap pasien TB BTA positif secara benar, berarti
juga mengurangi resiko terjadinya TB ada anak
3. Sistem imunitas pada anak juga mempengaruhi terjadinya infeksi atau
sakit TB pada anak
4. Vaksinasi BCG tidak dapat mencegah terjadiya penyakit TB pada anak,
tetapi dapat mencegah timbulnya penyakit TB berat pada anak.

24
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan observasi yang telah kami lakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. An.Z didiadnosis Tuberkulosis paru Relaps 1 bulan lalu dengan gejala
limfadenitis, demam, batuk, penurunan nafsu makan dan lemas.
2. Faktor risiko dari Tuberkulosis yang dialami An.Z adalah kondisi
malnutrisi dan riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis
3. Tatalaksana yang didapatkan adalah pengkonsumsian OAT dengan 3
macam obat yaitu Rifampicin, Isoniazide dan Pyrazinamide serta Sanvita
B Syr.
4. Pencegahan menurut kementrian kesehatan Republik Indonesia : hindari
kontak dengan pasien TB, obati setiap pasien TB BTA positif secara
benar, tingkatkan imunitas anak dan melakukan vaksinasi.

5.2 Saran
Saran yang dapat kami berikan untuk tugas pengenalan profesi observasi
gangguan hepar pada masyarakat selanjutnya yaitu:
1. Bagi masyarakat diharapkan untuk memperhatikan buah hati agar tidak
tertular Tuberkulosis dengan prinsip mencegah lebih baik dari pada
mengobati, melakukan pencegahan terjadinya Tuberkulosis sesuai yang
dianjurkan pemerintah. Apabila telah terjadi penularan Tuberkulosis,
segera bawa ke dokter dan lakukan pengobatan sesuai anjuran dokter.
2. Bagi instansi diharapkan apabila akan melakukan tugas pengenalan
profesi yang bersangkutan dengan Rumah Sakit tertentu agar
menjadwalkan waktu pelaksanaan TPP dengan baik agar TPP dapat
berlangsung sesuai rencana.

25
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff H, dan Mukty H.A. 2015. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :
Airlangga University Press.
Amin, Zulkifli., 2017. ”Tuberkulosis Paru” dalam Ilmu Penyakit Dalam jilid 2.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI.
Anonim, 2015. Rifampicin. The American Society of Health System Pharmacists.
Dari versi asli 1 Agustus 2015. Diakses tanggal 6 Juli 2019.
Apriliasari, 2018. Faktor yang berhubungan dengan kejadian tuberculosis pada
anak, Vol.6, No.1,(http://ejurnal3.undip.ac.id/index.php/jkm, diakses pada
10 Juni 2019).
Bahar, A., Amin, Z. 2014. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta : InternaPublishing
Crofton J., Horne N; Miller F, 2012. Tuberculosis Klinis. (Clinical Tuberculosis).
Jakarta: Wydia Medika.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Jakarta, 2017. Edisi 2.
Depkes RI., 2018. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta :
Gerdunas TB. Edisi 2 hal. 4-6.
Evelyn, CP. 2019. Anaomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia.
Guyton A.C. dan J.E. Hall. 2017. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta
: EGC.
Icksan, A., dan Luhur, R., 2018, Radiologi Toraks Tuberkulosis Paru, Sagung
Seto,Jakarta.
Nahid P, Pai M, Hopewell P. 2016. Advances in the diagnosis and treatment of
tuberculosis. Proc Am Thor Soc;3:103–110
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Riset Kesehatan Dasar. 2017. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.
26
Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Saputra, L. 2010. Intisari Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Binarupa Aksara
Publisher.
Snell, Richard S. 2016. Anatomi Klinik ed. 6. Jakarta, EGC.
Sherwood, L. 2017. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta :
EGC.
Smeltzer, Suzane C., and Bare, Brenda G., (2018). Buku Ajar Kesehatan Medical
Bedah, Volume 2, Edisi 8. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Wiley & Sons. 2011. Antibiotics and Antibiotic Resistance. Diakses tanggal 6 Juli
2019.

27
Lampiran

Gambar 1. Hasil Pemeriksaan Radiologi 2015

Gambar 2. Hasil Pemeriksaan FNAC 2019

28
Pyramizide

Rifampicin

Isoniazide
Gambar 3. Obat Anti Tuberkulosis

Gambar 4. Sanvita B Syr

29
Gambar 5. Foto bersama responden

Gambar 5. Foto Bersama Responden

30

Anda mungkin juga menyukai