Anda di halaman 1dari 18

Referat

MENOPAUSE

Penyaji :

Fhadila Dwi Amanda, S.Ked.

Perseptor:

dr. Fonda Octarianingsih Shariff, Sp. OG

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN

KOTA BANDAR LAMPUNG

2019
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Referat :

MENOPAUSE

Penyaji, Perseptor,

Fhadila Dwi Amanda, S.Ked dr. Fonda Octarianingsih Shariff, Sp.OG

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN

KOTA BANDAR LAMPUNG

2019

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Pada usia 40 sampai 50 tahun, siklus seksual biasanya menjadi tidak teratur, dan

ovulasi sering tidak terjadi. Sesudah beberapa bulan sampai beberapa tahun, siklus

terhenti sama sekali. Periode ketika siklus terhenti dan hormon-hormon kelamin wanita

menghilang dengan cepat sampai hampir tidak ada disebut sebagai menopause. [1]

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa 75% wanita yang mengalami menopause

merasakan menopause sebagai masalah atau gangguan, sedangkan 25% lainnya tidak

mempermasalahkannya. Sebagian wanita menopause mengalami gejala-gejala

menopause yang cukup parah sehingga dapat mempengaruhi aktivitas mereka sehari-

hari yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup mereka. [7]

Penyebab menopause adalah "matinya" (burningout) ovarium. Sepanjang

kehidupan seksual seorang wanita, kira-kira 400 folikel primordial tumbuh menjadi

folikel matang dan berovulasi, dan beratus-ratus dari ribuan ovum berdegenerasi. Pada

usia sekitar 45 tahun, hanya tinggal beberapa folikel primordial yang akan dirangsang

oleh FSH dan LH, produksi estrogen dari ovarium berkurang sewaktu jumlah folikel

primordial mencapai nol. [1]

Berdasarkan data wanita Indonesia yang memasuki masa menopause semakin

meningkat tiap tahunnya. Sensus penduduk tahun 2000 jumlah perempuan berusia

diatas 50 tahun baru mencapai 15,5 juta jiwa atau 7,6 % dari total penduduk, sedangkan

tahun 2020 jumlahnya diperkirakan meningkat menjadi 30,0 juta jiwa atau 11,5 % dari

total penduduk. [6]

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Menopause

2.1.1 Definisi

Menopause adalah berhentinya siklus perdarahan uterus yang

teratur. Menopause biasanya terjadi antara usia 45-52 tahun.[2]

Menopause menurut WHO didefinisikan sebagai berhentinya

siklus menstruasi untuk selamanya bagi wanita yang sebelumnya

mengalami menstruasi sebagai akibat dari hilangnya aktivitas folikel

ovarium. Menopause diartikan sebagai tidak dijumpainya menstruasi

selama 12 bulan berturut-turut dimana ovarium secara progresif telah

gagal dalam memproduksi estrogen.[3]

2.1.2 Epidemiologi

Menopause alami biasa terjadi pada usia 45-55 tahun. Pada

negara-negara Industri, rata-rata wanita mengalami menopause yaitu

pada usia 51 tahun. Terdapat sedikit variasi usia pada beberapa negara

namun biasanya tidak jauh dari 51 tahun. [3]

2.1.3 Etiologi

Penyebab menopause adalah “matinya” (burning out)

ovarium.Sepanjang kehidupanseks seorang wanita, kira-kira 400 folikel

primordial tumbuh menjadi folikel matang dan berovulasi, dan ratusan

4
ribu ovum berdegenerasi. Pada usia sekitar 45 tahun, hanya

tinggalsedikit folikel primordial yang harus dirangsang oleh FSH dan

LH. Produksi esterogen dariovarium menurun saat jumlah folikel

primordial mendekati nol. Ketika produksi esterogenturun dibawah nilai

kritis, esterogen tidak dapat lagi menghambat produksi gonadotropin

FSH dan LH. Sebaliknya, gonadotropin FSH dan LH (terutama FSH)

diproduksi sesudah menopause dalam jumlah besar dan kontinu, tetapi

ketika folikel primordial yang tersisa menjadi atretik, produksi esterogen

oleh ovarium benar-benar turun menjadi nol.[2]

2.1.4 Klasifikasi

1. Menopause Dini

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan menopause

dini/prematur yaitu:herediter, gangguan gizi yang cukup berat,

penyakit menahun, dan penyakit/keadaan yang merusak kedua

ovarium termasuk pengangkatan saat operasi. Tidak diperlukan

terapi kecuali konseling.[4]

2. Menopause Terlambat

Bila masih mendapat haid di atas usia 52 tahun, maka

penelusuran lanjut diperlukan. Kemungkinan penyebab bisa

berupa konstitusional, fibromioma uteri, dan tumor yang

menghasilkan estrogen. Pada perempuan dengan karsinoma

5
endometrium, sering dijumpai adanya menopause hingga

senium.[4]

2.1.5 Patofisiologi

Pada wanita menopause hilangnya fungsi ovarium secara

bertahap akan menurunkan kemampuannya dalam menjawab

rangsangan hormon-hormon hipofisis untuk menghasilkan

hormon steroid. Saat dilahirkan wanita mempunyai kurang lebih

750.000 folikel primordial. Dengan meningkatnya usia, jumlah

folikel tersebut akan semakin berkurang. Pada usia 40-44 tahun

rata-rata jumlah folikel primordial menurun sampai 8300 buah,

yang disebabkan oleh adanya proses ovulasi pada setiap siklus

juga karena adanya apoptosis yaitu proses folikel primordial yang

mati dan terhenti pertumbuhannya. Proses tersebut terjadi terus-

menerus selama kehidupan seorang wanita, hingga pada usia

sekitar 50 tahun fungsi ovarium menjadi sangat menurun.

Apabila jumlah folikel mencapai jumlah yang kritis, maka akan

terjadi gangguan sistem pengaturan hormon yang terjadinya

insufisiensi korpus luteum, siklus haid anovulatorik dan pada

akhirnya terjadi oligomenore.[2]

Perubahan-perunahan dalam sistem vaskularisasi ovarium

sebagai akibat proses penuaan dan terjadinya sklerosis pada

sistem pembuluh darah ovarium diperkirakan sebagai penyebab

6
gangguan vaskularisasi ovarium. Terjadinya proses penuaan dan

penurunan fungsi ovarium menyebabkan ovarium tidak mampu

menjawab rangsangan hipofisis untuk menghasilkan hormon

steroid memproduksi estradiol, kelenjar hipofise berusaha

merangsang ovarium untuk menghasilkan estrogen, sehingga

terjadi peningkatan produksi FSH. Terdapat peningkatan 10-20

kali lipat pada kadar FSH dan 3 kali lipat pada kadar LH, yang

mencapai kadar maksimal 1-3 tahun setelah menopause.

Peningkatan kadar FSH dan LH saat ini dalam kehidupan adalah

bukti dari terjadinya kegagalan ovarium. Meskipun perubahan

ini mulai terjadi 3 tahun sebelum menopause, penurunan produksi

estrogen oleh ovarium baru tampak sekitar 6 bulan sebelum

menopause. Pada pasca menopause kadar LH dan FSH

meningkat, FSH biasanya akan lebih tinggi dari LH sehingga

rasio FSH/LH menjadi lebih besar dari satu. Hal ini disebabkan

oleh hilangnya mekanisme umpan balik negatif dari steroid

ovarium dan inhibin terhadap pelepasan gonadotropin.[2]

2.1.6 Gejala

Gejala-gejala yang sering dijumpai berhubungan dengan

penurunan folikel ovarium, dan kemudian kehilangan estrogen

pascamenopause adalah sebagai berikut.[5]

7
1. Gangguan pola haid

Termasuk anovulasi dan penurunan fertilitas, penurunan

keluarnya darah atau justru hipermenore, frekuensi haid yang tak

teratur dan kemudian diakhiri dengan amenore; Instabilitas

vasomotor (hot flushes dan berkeringat). Kondisi- kondisi atrofi:

atrofi epitel vagina, pembentukan karunkula-karunkula uretra,

dispareuni dan pruritus karena atrofi vulva, introitus dan vagina

atrofi, atrofi kulit secara umum, gangguan berkemih seperti

urgensi, uretritis dan sistitis tanpa-bakteri. Masalah-masalah

kesehatan akibat penurunan estrogen jangka panjang,

konsekuensi dari osteoporosis.[5]

2. Hot flushes

Beberapa derajat dan berkeringat, dipandang sebagai ciri

khas klimakterium yang dialami oleh sebagian besar perempuan

pascamenopause, berupa dimulainya kulit kepala, leher, dan dada

kemerahan secara mendadak disertai perasaan panas yang hebat

dan kadang-kadang diakhiri dengan berkeringat banyak.

Lamanya bervariasi dari beberapa detik hingga beberapa menit

bahkan satu jam walaupun jarang. Frekuensinya dapat jarang,

sehingga berulang setiap beberapa menit. Lebih sering dan berat

di malam hari (menyebabkan sering terbangun dari tidur) atau

saat saat stres. Di cuaca dingin lebih larang, lebih ringan dan

lamanya lebih pendek dibandingkan di lingkungan yang lebih

8
hangat. Perempuan pramenopause menderita hot-flushes kurang

lebih 15 – 25% dan frekuensinya lebih tinggi pada pramenopause

yang menderita sindroma prahaid. Segera setelah menopause

frekuensi meniadi 50% dan setelah 4 tahun pascamenopause akan

menjadi 20%. Angka kejadian ini bervariasi setiap bangsa

ataupun ras.[5]

3. Atrofi Genitourinaria

Menyebabkan berbagai gejala yang mempengaruhi

kualitas hidup. Uretritis dengan disuria, inkontinensia urgensi,

dan meningkatnya frekuensi berkemih merupakan gejala lanjutan

dari penipisan mukosa uretra dan kandung kemih. Karena

kehabisan estrogen, vagina kehilangan kolagen, jaringan adipose,

dan kemampuan untuk mempertahankan air. Ketika dinding

vagina mengerut, rugae akan mendatar dan lenyap. Relaksasi

vagina dengan sistokel, rektokel, prolapsus uteri, dan distrofi

vulva bukan konsekuensi dari penurunan estrogen. Penurunan

pada kandungan kolagen kulit, elastisitas, dan ketebalan kulit

yang terjadi oleh karena penuaan adalah akibat kekurangan

estrogen.[5]

4. Gangguan psikiatrik

Pendapat bahwa menopause memiliki efek yang

merugikan pada kesehatan jiwa tidak didukung dalam

kepustakaan psikiatrik. Pada awal pascamenopause sering

9
dijumpai kelelahan, gugup, nyeri kepala, insomnia, depresi,

iritabilitas, nyeri sendi dan otot, pusing berputar, dan berdebar-

debar. Namun, tampaknya hal-hal tersebut tak memiliki

hubungan kausal dengan estrogen. Pada usia ini baik laki-laki

maupun perempuan yang mengalami keluhan adalah akibat dari

peristiwa peristiwa kehidupan sebelumnya.[5]

Stabilitas emosional selama perimenopause dapat

diganggu oleh pola tidur yang buruk, hot flushes sendiri

berdampak buruk pada kualitas tidur. Perimenopause bukanlah

penyebab depresi, tetapi emosi yang labil dapat membaik dengan

pemberian hormon. Penyebab gangguan mood perimenopause,

paling sering karena depresi yang memang sudah ada

sebelumnya, walaupun ada populasi perempuan yang mood-nya

sensitif terhadap perubahan perubahan hormonal.[5]

5. Kognisi dan penyakit Alzheimer

Efek yang menguntungkan dari estrogen pada kognisi

khususnya pada memori verbal. Akan tetapi, pada perempuan

sehat efeknya tidak mengesankan, nilai klinisnya kecil.

Perempuan tiga kali lebih banyak yang menderita Alzheimer

dibanding laki-laki. Estrogen mampu melindungi fungsi sistem

saraf pusat melalui berbagai mekanisme. Estrogen melindungi

terhadap sitotoksisitas neuron yang diinduksi oleh oksidasi,

menurunkan konsentrasi komponen amiloid P serum

10
(glikoprotein pada pengerutan neurofibriler penderita Alzheimer),

meningkatkan pertumbuhan sinaps dan neuron khususnya

densitas spina dendritik, melindungi terhadap toksisitas

serebrovaskuler yang dipicu oleh peptida-peptida amiloid,

memicu pembentukan sinaps serta pertumbuhan dan ketahanan

hidup neuron.[5]

6. Osteoporosis

Tulang adalah organ yang sangat aktif, mempunyai proses

berkelanjutan yang disebut remodeling tulang, yang melibatkan

resorpsi (aktivitas osteoklastik) dan formasi (aktivitas

osteoblastik) yang konstan. Osteoblas ataupun osteoklas berasal

dari progenitor-progenitor sumsum tulang, osteoblas dari sel-sel

induk mesenkimal, dan osteoklas dari turunan sel darah putih

hematopoietik. Sitokin terlibat dalam proses perkembangan ini,

sebuah proses yang diregulasi oleh steroid-steroid seks. Penuaan

dan hilangnya estrogen, keduanya menyebabkan aktivitas

osteoklastik berlebihan. Penurunan asupan dan/atau absorpsi

kalsium menurunkan kadar kalsium terionisasi dalam serum. Hal

ini menstimulasi sekresi hormon paratiroid (PTH) untuk

memobilisasi kalsium dari tulang melalui stimulasi langsung pada

aktivitas osteoklastik. Peningkatan PTH juga menstimulasi

produksi vitamin D untuk meningkatkan absorpsi kalsium usus.

11
Defisiensi estrogen berhubungan dengan responsivitas tulang

yang lebih besar terhadap PTH. Kadar PTH berapa pun, lebih

banyak kalsium yang diambil dari tulang, meningkatkan kalsium

serum, yang pada gilirannya menurunkan PTH dan menurunkan

vitamin D serta absorpsi kalsium oleh usus.[5]

Osteoporosis adalah masalah tulang yang paling

menonjol, berkurangnya massa tulang dengan rasio mineral

terhadap matriks yang normal, menyebabkan peningkatan

kejadian fraktur, dan kejadiannya 4 kali lebih banyak pada

perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Banyak faktor yang

berpengaruh terhadap osteoporosis antara lain: [5]

A. Faktor patofisiologik: umur, ras, kekurangan estrogen, berat

badan, dan berbagai penyakit.

B. Faktor lingkungan:

1) Diet: rendah kalsium, rendah vitamin D, kelebihan kafein

tetapi rendah kalsium, kelebihan alkohol.

2) Obat-obatan: heparin, antikonvulsan, tiroksin, kortikosteroid.

3) Gaya hidup: merokok, kurang bergerak. Kerangka tulang

terdiri dari dua macam. Tulang kortikal (tulang rangka perifer)

bertanggung jawab pada 80% dari seluruh tulang, sedangkan

tulang trabekuler (tulang rangka aksial): kolumna vertebralis,

panggul, femur proksimal (membentuk suatu struktur sarang

12
tawon yang dipenuhi oleh sumsum tulang dan lemak, sehingga

mengakibatkan luas permukaan yang lebih besar tiap kesatuan). [5]

Risiko fraktur akibat osteoporosis akan tergantung pada

massa tulang saat menopause dan kecepatan hilangnya tulang

pascamenopause. Setelah menopause kehilangan massa tulang

trabekuler serta kehilangan massa tulang total 1–1,5% per tahun.

Percepatan kehilangan ini berlangsung menumn selama 5 tahun,

tetapi tetap berlanjut sesuai dengan penuaan. Seiama 20 tahun

pertama setelah menopause reduksi tulang trabekuler 50%dan

reduksi tulang kortikal 30%.[5]

Tanda dan gejala osteoporosis pascamenopause meliputi

nyeri punggung, penurunan tinggi badan dan mobilitas, fraktur

pada korpus vertebra, humerus, femur atas, lengan atas sebelah

distal, dan iga. Nyeri punggung adalah geiala klinis mayor dari

fraktur fraktur kompresi vertebra, nyeri pada fraktur bersifat akut,

dan kemudian mereda setelah 2 - 3 bulan. Namun, berlanjut

sebagai nyeri punggung kronis, karena meningkatnya lordosis

lumbal. Nyeri mereda dalam waktu 6 bulan, kecuali bila ada

fraktur multipel yang menyebabkan nyeri permanen.[5]

2.1.7 Diagnosis

Diagnosis menopause dapat ditegakkan bila kadar FSH

lebih dari 30 IU/ml. Kadar estradiol pada wanita pascamenopause

13
lebih rendah dibandingkan dengan wanita usia reproduksi pada

setiap fase dari siklus haidnya. Pada wanita pascsamenopause

estradiol dan estron berasal dari konversi androgen adrenal di

hati, ginjal, otak, kelenjar adrenal, dan jaringan adipose. Proses

aromatisasi yang terjadi di perifer berhubungan dengan berat

badan wanita. Wanita yang gemuk mempunyai kadar estrogen

yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita kurus karena

meningkatnya aromatisasi perifer. Kadar estradiol sirkulasi

setelah menopause adalah sekitar 10-20 pg / mL, yang sebagian

besar berasal dari konversi perifer dari estrone.[5]

2.1.8 Penatalaksanaan

Simtomatik

Setiap pengobatan selama tahun-tahun perimenopause dan

pascamenopause harus dilakukan secara individual. Terapi

penggantian estrogen (ERT) menurunkan insidens fraktur

osteoporotik, mencegah atau memulihkan atrofi genital dan

perubahan dinding uretra, menghilangkan hot flushes, dan

mungkin dapat mengurangi insidens penyakit aterosklerotik

koroner. Terapi penggantian estrogen diketahui dapat

meningkatkan densitas mineral tulang perempuan tua yang lemah

(Villareal,2001). ERT merupakan kontraindikasi mutlak bagi

perempuan dengan riwayat tumor payudara, uterus, atau ginjal

14
yang bergantung pada estrogen; perdarahan genital yang tidak

diketahui sebabnya; trombosis vena profunda; gangguan

pembuluh darah otak; atau penyakit hati.[2]

Estrogen merupakan kontraindikasi relatif pada

perempuan dengan hipertensi, diabetes melitus, kolesistitis dan

kolelitiasis, pankreatitis, penyakit jantung kongestif, pernah

endometriosis, atau retinopati. Estrogen dan suatu progestin, yang

diketahui sebagai terapi pengganti hormon (HRT) diberikan

secara siklik guna meniru siklus endometrium dan mencegah

hiperplasia endometrium. Beberapa rejimen yang berbeda dapat

dipergunakan. Perdarahan uterus (periode menstruasi) akan

terjadi pada sekitar 50% perempuan pada terapi penggantian.

Estrogen secara tunggal dapat diberikan terus-menerus pada

perempuan yang telah menjalani histerektomi/salpingo-

ooforektomi, meskipun beberapa dokter tetap memberikan terapi

siklik dengan estrogen dan progestin pada perempuan-perempuan

ini.[2]

Anamnesis yang teliti dan pemeriksaan fisik yang

lengkap, termasuk mamograin, harus dilakukan sebelum

memberikan resep ERT. Pemeriksaan sediaan apus Papanicolaou

(Pap smear) dari serviks (atau pangkal vagina pada perempuan

yang telah menjalan histerektomi) secara berkala, mamogram

setiap tahun, dan biopsi endometrium setiap l-2 tahun atau jika

15
ada perdarahan, harus dilakukan untuk memantau dan

menyingkirkan setiap perubahan keganasan pada serviks,

payudara atau endometrium, Rekomendasi dan petunjuk

penggunaan ERT dan HRT adalah melalui pemeriksaan dan

perbaikan yang dilakukan sebagai harapan terbaru uji klinis

secara acak yang akan menjawab berbagai pertanyaan tentang

keselamatan dan kemanjuran penggunaan ERT dan HRT dan

pencegahan penyakit jantung koroner. The American Heart

Association akhir-akhir ini (Mosca et al, 2007) mengeluarkan

petunjuk anjuran bahwa perempuan seharusnya tidak memulai

ERT dan HRT sebagai pencegahan sekunder penyakit

kardiovaskular. Juga dianjurkan bahwa tidak terdapat data yang

cukup untuk merekomendasikan pemberian HRT saja sebagai

pencegahan primer untuk penyakit kardiovaskular.[2]

16
BAB III

KESIMPULAN

Menopause merupakan salah satu fase kehidupan normal seorang wanita.

Pada masa menopause, reproduksi seorang wanita berhenti dan terjadi sejumlah

perubahan fisiologis. Perubahan fisiologis ini memang tidak mematikan namun

dapat mengganggu kualitas hidup sehari-hari. Menopause sendiri adalah masa

berhentinya haid yang permanen akibat dari hilangnya aktivitas folikuler

ovarium dan terjadi sesudah 12 bulan berturut-turut tidak mendapat haid dan

tidak ada penyebab patologis atau fisiologis lain yang nyata. Menopause alami

biasa terjadi pada usia 45-55 tahun dengan rata-rata usia wanita mengalami

menopause yaitu usia 51 tahun.

Pada wanita yang mengalami menopause, biasa terjadi perubahan-

perubahan fisiologis seperti perubahan pola haid, hot flushes, atrofi

genitourinaria , gangguan psikiatrik, kognisi dan penyakit Alzheimer,

osteoporosis. Untuk mendiagnosis menopause dapat dilakukan uji laboratorium

seperti pengukuran FSH dan estradiol.

Terapi yang dapat diberikan untuk wanita menopause yaitu Terapi Sulih

Hormon namun pemberian terapi ini bukan bertujuan untuk memperlambat

menopause melainkan untuk mencegah dan mengurangi keluhan ataupun

penyakit akibat kekurangan estrogen.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton AC, Hall JE. Endokrinologi dan reproduksi dalam Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran Edisi 11.Penterjemah: dr. M. Djauhari Widjajakusumah. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2010. Hal 1076.

2. Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson. Gangguan Sistem Reproduksi

Perempuan dalam Buku Patofisiologi Edisi 6. Penterjemah: Kath Leen

Branson Hillegas. Jakarta: Penerbit.EGC. 2006.

3. Professor E. Barrett-Connor, Professor H. Burger, et al. Research on the

Menopause in the 1990s. WHO Scientific Group. Juni 1996.

4. Noerpramana, N.P. Perempuan Dalam Berbagai Masa Kehidupan dalam Ilmu

Kandungan Edisi ke-3. Jakarta:. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Juli

2011.

5. Loho, M.F. Gangguan dalam masa menopause dan senium dalam Buku Ilmu

Kandungan Edisi Ketiga. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Juli 2011.

6. Rosyada, M.A., dkk. 2016. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Usia

Menopause (Studi di Puskesmas Bangetayu Tahun 2015). Vol. 4.No.1.JKM.

7. Asbar, A. 2018. Hidup Berkualitas (Studi Kasus Pada Perempuan

Menopouse).Vol 17. No.1. Jurnal Perempuan

18

Anda mungkin juga menyukai