Anda di halaman 1dari 133

PERAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH

DALAM MENGEMBANGKAN BUDAYA


MEMBACA AL-QUR’AN
(Studi Kasus di MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung Lumajang)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat


Memperoleh Gelar Magister dalam Program
Studi Manajemen Pendidikan Islam

Oleh

Narsim
NIM: 2015.XV.79.1343

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM ( IAI )
AL-KHOZINY
BUDURAN SIDOARJO
2017
PERSETUJUAN

Tesis Narsim ini telah disetujui


pada tanggal 12 Oktober 2017

Oleh
Pembimbing

DR. H. Zakariyah, M.Pd.I

ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI

Tesis Narsim ini telah diuji


pada tanggal 22 Oktober 2017

Tim Penguji :

1. DR. K. H. Asep Saifuddin Chalim, M.Ag (Ketua) .....................................

2. Drs. H. M. Fathoni, M.Pd.I (Sekretaris) .....................................

3. Prof. DR. H. Sa‟dun Akbar, M.Pd (Penguji) .....................................

4. DR. H. Zakariyah, M.Pd.I (Penguji) .....................................

Sidoarjo, 22 Oktober 2017

Direktur,

DR. H. Zakariyah, M.Pd.I


NIP. 196802112003121002

iii
PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini saya :

Nama : Narsim

NIM : 2015.XV.79.1343

NIRM : 016.02.04.0698

Program : Magister (S-2)

Dengan sungguh-sungguh menyatakan bahwa TESIS ini secara keseluruhan


adalah hasil penelitian atau karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang
dirujuk sumbernya.

Sidoarjo, 02 Oktober 2017


Saya yang menyatakan

Narsim

iv
KESEDIAAN PERBAIKAN

Yang bertanda tangan di bawah ini saya :


Nama : Narsim
NIM : 2015.XV.79.1343
NIRM : 016.02.04.0698
Program : Magister (S-2)
Tanggal Ujian : 22 Oktober 2017

Menyatakan bahwa Tesis dengan judul: Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah


Dalam Mengembangkan Budaya Membaca Al-Qur‟an (Studi Kasus Di MI. Nurul
Islam Tunjung Randuagung Lumajang). Telah diperbaiki sesuai dengan saran dan
masukan dari Tim Penguji Institut Agama Islam Al Khoziny Buduran Sidoarjo.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya.

Sidoarjo, 24 Oktober 2017

Menyetujui, Pembuat Pernyataan


Pembimbing

DR. H. Zakariyah, M.Pd.I Narsim

Mengetahui,
Direktur Pascasarjana
IAI Al Khoziny Buduran Sidoarjo

DR. H. Zakariyah, M.Pd.I


NIP. 196802112003121002

v
KATA PENGANTAR

   

Syukur Alhamdulillah, penulis ucapkan atas limpahan rahmat dan


bimbingan Allah SWT, tesis sederhana yang berjudul: Peran Kepemimpinan
Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya Membaca Al-Qur‟an (Studi
Kasus di MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung), dapat terselesaikan dengan baik,
semoga ada guna dan manfaatnya.
Shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah SAW,
keluarga dan para shahabatnya, serta umatnya yang setia dan senantiasa
menegakkan agama Allah.
Banyak pihak yang membantu dalam menyelesaikan tesis ini, untuk itu
penulis sampaikan banyak terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya
dengan ucapan Jazakumullahu Ahsanal Jaza‟ khususnya kepada:
1. Bapak DR. K.H. Asep Saifuddin Chalim, M.Ag, selaku Rektor Institut Agama
Islam Al Khoziny Buduran Sidoarjo;
2. Bapak DR. H. Zakariyah, M.Pd. I selaku Direktur Pascasarjana Institut
Agama Islam Al Khoziny Buduran Sidoarjo dan sekaligus Dosen
Pembimbing, yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam
menyusun tesis ini;
3. Para Dosen dan Staf Administrasi pada Program Pascasarjana Institut Agama
Islam Al Khoziny Buduran Sidoarjo;
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih banyak kekurangannya,
untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan dari para pembaca yang
selanjutnya dapat dipergunakan untuk perbaikan ke arah yang lebih baik, sehingga
akan lebih bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Sidoarjo, 02 Oktober 2017


Hormat Saya,

Narsim

vi
ABSTRAK

Narsim/2015.XV.79.1343/S2. 2017. Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam


Mengembangkan Budaya Membaca Al-Qur‟an (Studi Kasus Di MI. Nurul
Islam Tunjung Randuagung Lumajang. Tesis. Konsentrasi Manajemen
Pendidikan Islam, Program Pascasarjana Institut Agama Islam Al Khoziny
Buduran Sidoarjo. Pembimbing: DR. H. Zakariyah, M.Pd.I

Kunci : peran kepemimpinan kepala sekolah, budaya membaca Al-Qur‟an.

Peran Kepemimpinan adalah kedudukan seseorang yang mampu untuk


menginspirasikan orang guna menciptakan suatu komitmen total yang diinginkan
dan sukarela terhadap pencapaian tujuan organisasi atau melebihi tujuan
organisasi tersebut. Kepala Sekolah adalah seorang tenaga fungsional guru yang
diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah. Budaya membaca Al-Qur‟an berarti
menciptakan suasana atau iklim kehidupan untuk selalu membaca dan mencintai
Al-Qur‟an oleh para warga sekolah.
Fokus penelitian ini adalah: (a) Peran kepemimpinan kepala sekolah dalam
mengembangkan budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung
Randuagung Lumajang?, (b) Budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam
Tunjung Randuagung Lumajang?.
Penelitian ini mengunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif,
yaitu peneliti hanya mendeskripsikan, menganalisis fenomena, peristiwa dan
aktivitas yang dilakukan berkaitan dengan peran kepemimpinan kepala sekolah
dalam mengembang-kan budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung
Randuagung Lumajang.
Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan yang merupakan jawaban
dari fokus penelitian yaitu: (a) peran kepemimpinan kepala sekolah dalam
mengembangkan budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung
Randuagung Lumajang, kepala MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung Lumajang
dalam memgembangkan budaya membaca Al-Qur‟an di sekolahnya berperan
sebagai: (1) edukator (pendidik), (2) manajer, (3) administrator, (4) supervisor,
(5) leader (pemimpin), (6) innovator, (7) motivator, dan peneliti temukan adalah,
(8) berperan sebagai fasilitator. (b) budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul
Islam Tunjung Randuagung Lumajang, bahwa budaya membaca Al-Qur‟an di MI.
Nurul Islam Tunjung Randuagung Lumajang dilaksanakan dalam bentuk ngaji
jama‟ dan kegiatan ekstrakurikuler berupa tilawah Al-Qur‟an dan kegiatan
tersebut dapat melibatkan seluruh warga sekolah terutama guru dan siswa,
sehingga dapat memberikan hasil yang cukup membanggakan bagi sekolah.
Dengan dikembangkan budaya membaca Al-Qur‟an dengan sendirinya
pembudayaan tersebut akan membawa kegunaan agar siswa dapat membaca
Al-Qur‟an dengan baik dan benar, mencintai Al-Qur‟an sebagai kitab sucinya, dan
dapat mengamalkan ajaranajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari serta untuk
melindungi dan membentengi masyarakat sekolah utamanya para siswa dari
pengaruh buruk lingkungan di luar sekolah.

vii
PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi Arab-Indonesia Program Pasca Sarjana IAI Al Khoziny Buduran


Sidoarjo adalah sebagai berikut:
Arab Indonesia Arab Indonesia
‫ا‬ „ ‫ط‬ t
‫ة‬ B ‫ظ‬ z
‫ت‬ T ‫ع‬ „
‫ث‬ Th ‫ؽ‬ gh
‫ج‬ J ‫ف‬ f
‫ح‬ H ‫ق‬ q
‫خ‬ Kh ‫ك‬ k
‫د‬ D ‫ل‬ l
‫ر‬ Dh ‫و‬ m
‫س‬ R ٌ n
‫ص‬ Z ٔ w
‫ط‬ S ِ h
‫ش‬ Sh ‫ء‬ „
‫ص‬ S ٘ y
‫ض‬ D

Untuk menunjukkan bunyi panjang (maad), maka caranya dengan menuliskan


coretan horizontal (marcon) di atas huruf, seperti a, i, dan u ( ‫ا‬, ٘ dan ٔ ). Bunyi
hidup dobel (dipthong) Arab ditransliterasikan dengan menggabung dua huruf
''ay'' dan ''aw'' seperti layyinah, lawwamah. Kata yang berakhiran ta‟ marbuthah
dan berfungsi sebagai sifah (modifier) atau mudaf ilayh ditransliterasikan dengan
''ah'', sedangkan yang berfungsi sebagai mudaf ditransliterasikan dengan ''at''.

viii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI .............................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN .......................................... iv
HALAMAN KESEDIAAN PERBAIKAN ............................................ v
KATA PENGANTAR .......................................................................... vi
ABSTRAK ........................................................................................... vii
PEDOMAN TRANSLITERASI............................................................. viii
DAFTAR ISI ........................................................................................ ix
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................ 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ................................ 10
C. Fokus Penelitian ......................................................... 10
D. Tujuan Penelitian ........................................................ 11
E. Kegunaan Penelitian ................................................... 11
F. Definisi Istilah ............................................................ 12
G. Sistematika Pembahasan.............................................. 13
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teoritis............................................................. 14
1. Kepemimpinan Kepala Sekolah .............................. 14
a. Pengertian Kepemimpinanan Kepala Sekolah ..... 14
b. Syarat-syarat Kepemimpinan .............................. 20
c. Strategi Kepala Sekolah ...................................... 21
d. Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah ................ 25
2. Budaya Membaca Al-Qur‟an .................................. 37
a. Pengertian Budaya .............................................. 37
b. Budaya Membaca Al-Qur‟an .............................. 39
B. Penelitian Terdahulu ................................................... 44
C. Kerangka Pemikiran ................................................... 45
BAB III : METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian ........................................................ 48
B. Kehadiran Peneliti di Lapangan .................................. 49
C. Pendekatan dan Jenis Penelitian .................................. 50
D. Data dan Sumber Data ................................................ 52
E. Teknik Pengumpulan Data .......................................... 53
F. Teknik Analisis Data ................................................... 57
G. Pengecekan Keabsahan Data ...................................... 61

ix
BAB IV : PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ........................................ 63
B. Paparan Data .............................................................. 65
C. Temuan Penelitian ...................................................... 97
BAB V : PEMBAHASAN
A. Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah ........................ 101
B. Budaya Membaca Al-Qur‟an ...................................... 107
BAB VI : PENUTUP
A. Simpulan .................................................................... 114
B. Implikasi Teoritis ....................................................... 116
C. Keterbatasan ................................................................ 117
D. Rekomendasi .............................................................. 117
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 120
LAMPIRAN

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah kunci utama terbentuknya Sumber Daya Manusia

(SDM) yang kompeten dalam membangun bangsa. Pendidikan mempunyai

peran yang sangat urgen untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan

kehidupan suatu bangsa. Pendidikan juga menjadi tolak ukur memajukan

suatu bangsa dan menjadi cermin kepribadian masyarakat.

Sebagaimana dikatakan bahwasannya pendidikan adalah usaha mening

katkan diri dalam segala aspeknya, mencakup kegiatan yang melibatkan guru

maupun yang tidak melibatkan guru (pendidik), mencakup pendidikan formal

maupun informal, segi yang dibina pendidikan adalah seluruh aspek kepriba

dian. Dengan pendidikan diharapkan dapat menghasil- kan manusia yang

berkualitas dan bertanggungjawab serta mampu mengan tisipasi masa depan.1

Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup

dan kehidupan manusia. Pendidikan sebagai salah satu kebutuhan, fungsi

sosial, pencerahan, bimbingan, sarana pertumbuhan yang mempersiapkan dan

membuka kan serta membentuk disiplin hidup. Hal demikian membawa

pengertian bahwa bagaimanapun sederhananya suatu komunitas manusia, ia

memerlukan pendidikan. Dalam pengertian umum, kehidupan dari komunitas

1
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Surabaya: Abditama, 1997), 6.
2

tersebut akan ditentukan oleh aktivitas pendidikan di dalamnya. Sebab

pendidikan secara alami merupakan kebutuhan hidup manusia. 2

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 ayat 1 dikemukakan

bahwa:

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana


belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengem
bangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keteram
pilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. 3

Pendidikan memiliki nilai yang sangat strategis dan urgen dalam

menentukan masa depan bangsa dan menempati posisi utama dalam

membentuk watak suatu bangsa. Pendidikan juga berupaya menjamin

keberlangsungan hidup bangsa karena lewat pendidikanlah akan diwariskan

nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh bangsa tersebut.4

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah pendidikan agama seperti

apa yang akan diberikan kepada peserta didik mengingat begitu banyak

persoalan agama yang harus disampaikan kepada peserta didik, sedangkan

jam pelajaran yang disediakan dalam satu minggu hanya dua jam pelajaran.

Perlulah diperhatikan pengertian pendidikan agama yang dalam hal ini adalah

pendidikan agama Islam.

“Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam


menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati

2
Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam, Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian
Muslim, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), 8-9.
3
Republik Indonesia, Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,
(Jakarta: Kloang Klede Putra Timur, 2003), 1.
4
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: Prenada
Media Group, 2007), 9.
3

hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan


ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Qur‟an dan
Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan
pengalaman. Dibarengi tuntutan untuk menghormati penganut agama lain
dalam masyarakat hingga terwujudnya kesatuan dan persatuan bangsa”.5

Dapat kita sadari bahwa pendidikan agama sebagai salah satu kegiatan

untuk membangun pondasi keimanan dan ketakwaan yang kokoh, ternyata

belum berperan secara maksimal. Kurang berhasilnya pendidikan agama

di sekolah secara khusus dan di masyarakat pada umumnya adalah adanya

pemahaman agama yang tidak dibarengi dengan perilaku nyata yang mencer-

minkan nilai-nilai agama. Dan hal lain yang juga menjadi penyebabnya adalah

kurang efektifnya pembelajaran pendidikan agama seperti yang selama ini

terjadi.

Sudah selayaknya para pendidik atau guru untuk mengaca diri dan

menyimak berbagai kritikan yang disampaikan kepada guru pendidikan

agama Islam (PAI). Mochtar Buchori dalam Muhaimin mengungkapkan

bahwa pendidikan agama masih gagal disebabkan karena prakktek pendidikan

nya hanya memperhatikan aspek kognitif semata dan mengabaikan aspek

afektif dan akibatnya terjadi kesenjangan antara pengetahuan agama dan

pengamalannya. Sehingga tidak mampu membentuk pribadi-pribadi bermoral,

padahal inti dari pendidikan agama adalah pendidikan moral. 6

Pada kenyataannya, kegiatan keagamaan dan upaya penanaman nilai

moral atau akhlak yang terpuji kepada siswa itu adalah semata-mata tanggung

5
Depdiknas, Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Pendidikan Agama Islam SMA dan MA,
(Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas, 2003), 7.
6
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan
Perguruan Tinggi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), 23.
4

jawab guru agama, sehingga kegiatan pendidikan keagamaan itu dimonopoli

oleh guru agama saja. Dengan demikian seharusnya guru-guru agama itu

bekerjasama dengan guru-guru bidang studi lain dalam kegiatan sehari-hari.

Kerjasama guru agama dengan guru-guru lainnya sudah selayaknya dikem-

bangkan dalam lingkungan sekolah supaya sama-sama memiliki

tanggungjawab terhadap perilaku peserta didik. Pendidikan agama tidak boleh

berjalan sendiri tetapi harus berjalan bersama dengan program-program

pendidikan yang lain.

Fenomena-fenomena di atas menjadi tantangan tersendiri bagi pendi

dikan agama Islam di sekolah pada umumnya dan di madrasah khususnya.

Sebagaimana dinyatakan dalam Keputusan Menteri Agama Republik

Indonesia Nomor 165 Tahun 2014 Tentang Pedoman Kurikulum Madrasah

2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab.

“Kurikulum 2013 dimaksudkan untuk mengembangkan potensi peserta


didik menuju kemampuan dalam berpikir reflektif bagi penyelesaian
masalah sosial di masyarakat. Adapun tujuannya adalah mempersiapkan
manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan
warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta
mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
bernegara.”7

Pengembangan budaya agama di sekolah mempunyai landasan kokoh

baik secara normative religius maupun kostitusional, sehingga tidak ada

alasan bagi sekolah untuk mengelak dari upaya tersebut.8

Oleh karenanya, penyelenggaraan pendidikan agama yang dikejawan

tahkan dengan mengembangkan budaya agama diberbagai lembaga pendi


7
Lampiran Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor: 165 Tahun 2014, 1.
8
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran: Upaya Reaktualisasi Pendidikan
Islam, (Malang: LKP2I, 2009), 305.
5

dikan, patut untuk dilaksanakan. Karena dengan tertanamnya nilai-nilai

agama pada diri siswa maka akan memperkokoh keimanannya, dan aplikasi

nilai-nilai keislaman tersebut dapat tercipta dari lingkungan di sekolahnya.

Untuk itu pengembangan budaya agama sangat penting dan akan mempenga

ruhi sikap, sifat, dan tindakan siswa secara tidak langsung.

Salah satu faktor yang berperan penting dalam pengembangan budaya

agama adalah peran aktif komunitas sekolah, guru, karyawan, siswa dan

kepala sekolah. Akan tetapi sebagai pimpinan sekolah, kepala sekolah

mempunyai andil dan peranan yang cukup besar karena ditangan kepala

sekolah kebijakan-kebijakan tersebut dibuat untuk kemudian dilaksanakan

oleh segenap warga sekolah.

Sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Bersifat

kompleks karena sekolah sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbagai

dimensi yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sedang

sifat unik, menunjukkan bahwa sekolah sebagai organisasi memiliki ciri-ciri

tertentu yang tidak dimiliki oleh organisasi-organisasi lain. Ciri-ciri yang

menempatkan sekolah memiliki karakter tersendiri, dimana terjadi proses

belajar mengajar, tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan umat

manusia.

Karena sifatnya yang kompleks dan unik tersebutlah, sekolah sebagai

organisasi memiliki tingkat koordinasi yang tinggi. Keberhasilan sekolah

adalah keberhasilan kepala sekolah.

Liphan James H., et.al dalam Wahjosumidjo mengatakan:


6

Studi keberhasilan kepala sekolah menunjukkan bahwa kepala sekolah


adalah seseorang yang menen-tukan titik pusat dan irama suatu sekolah.
Bahkan lebih jauh studi tersebut menyim-pulkan bahwa “keberhasilan
sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah”. Beberapa di antara kepala
sekolah dilukiskan sebagai orang yang memiliki harapan tinggi bagi para
staf dan para siswa, kepala sekolah adalah mereka yang banyak
mengetahui tugas-tugas mereka dan mereka yang menentukan irama bagi
sekolah mereka. 9

Berdasarkan rumusan hasil studi di atas menunjukkan betapa penting

peranan kepala sekolah dalam menggerakkan kehidupan sekolah mencapai

tujuan. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam rumusan tersebut yaitu

sebagai berikut:

1. Kepala sekolah berperan sebagai kekuatan sentral yang menjadi kekuatan

penggerak kehidupan sekolah;

2. Kepala sekolah harus memahami tugas dan fungsi mereka demi

keberhasilan sekolah, serta memiliki kepedulian kepada staf dan siswa.

Sesuai dengan ciri-ciri sekolah sebagai organisasi yang bersifat

kompleks dan unik, tugas dan fungsi kepala sekolah seharusnya dilihat dari

berbagai sudut pandang. Dari sudut tertentu kepala sekolah dapat dipandang

sebagai pejabat formal, sedang dari sudut lainnya seorang kepala sekolah

dapat berperan sebagai: (1) manajer, (2) pemimpin, (3) pendidik,

(4) supervisor, (5) administrator, (6) innovator, dan (6) motivator.

Kepala sekolah sebagai orang yang bertanggungjawab terhadap

pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di lembaga pendidikan, harus

memiliki kesiapan dan kemampuan untuk membangkitkan semangat kerja

9
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah; Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), 82.
7

personal. Seorang pemimpin juga harus mampu menciptaan iklim dan suasana

yang kondusif, aman, nyaman, tentram, menyenangkan, dan penuh semangat

dalam bekerja bagi pekerja dan pelajar. Sehingga pelaksanaan kegiatan

belajar mengajar dapat berjalan tertib dan lancar dalam mencapai tujuan yang

diharapkan. Untuk itulah setiap kepala sekolah hendaknya memiliki peran

kepemimpinan yang kuat dalam arti mampu mempengaruhi, membimbing,

mengkoordinir, dan menggerakkan orang lain yang ada hubungannya dengan

pengembangan ilmu pendidikan serta pengajaran supaya aktivitas-aktivitas

yang dijalankan dapat lebih efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan

pendidikan dan pengajaran.10

Menjadi tugas dan tanggungjawab bersama, terutama kepala sekolah

agar dapat membangun kultur sekolah yang kondusif untuk pengembangan

budaya agama di sekolah. Salah satu upaya yang dapat dijadikan alternatif

pendukung akan keberhasilan pendidikan agama khususnya di sekolah umum

adalah upaya mengembangkan budaya agama sebagai pembudayaan nilai-

nilai keislaman di sekolah umum.

Peran kepemimpinan dalam mengembangkan budaya agama sangat

penting. Karena lembaga yang dikelola oleh pemimpin yang memiliki

komitmen keislaman yang kuat dan berwawasan luas akan berjalan dengan

tertib dan dinamis sesuai dengan kemajuan zaman. Selain itu, kepala sekolah

hendaknya mengerti kedudukan sekolah di masyarakat, mengenal badan-

badan dan lembaga mayarakat yang menunjang pendidikan, mengenal

10
Hendyat Soetopo, et.al., Pengantar Operasional Administrasi Pendidikan, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1982), 271.
8

perubahan sosial, ekonomi, politik masyarakat yang kesemuanya harus

dibarengi dengan Iman dan Taqwa (IMTAQ) dan Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi (IPTEK).

Oleh karena itu, peran lembaga pendidikan sebagai penanam nilai-nilai

luhur keagamaan dan kebangsaan itu perlu mengayomi dan mengupayakan

metode yang lebih efektif untuk keberhasilan pendidikan agama di Negara ini.

Salah satu sekolah yang sudah mengembangkannya adalah MI. Nurul Islam

Tunjung Randuagung Lumajang, sekolah tersebut mampu mengembangkan

budaya agama dengan baik di lingkungan sekolahnya, terutama mentradisikan

kegiatan membaca Al-Qur‟an selama 7-10 menit sebelum jam pertama

dimulai. Di samping itu juga kegiatan membaca Al-Qur‟an berupa yasinan

bersama yang dilaksanakan setiap hari jum‟at pada jam pertama dan diikuti

oleh seluruh siswa dan guru serta karyawan.

Kegiatan membaca Al-Qur‟an juga dimasukan dalam kegiatan

ekstrakurikuler, yaitu dikhususkan bagi siswa-siswa yang mempunyai

kemampuan khusus, bakat dan minat. Kegiatannya berupa seni baca

Al-Qur‟an (tilawah dan tartil Al-Qur‟an).

Selain tersebut di atas budaya agama di MI. Nurul Islam Tunjung

Randuagung Lumajang yang sementara ini peneliti amati adalah para warga

sekolah selalu mencerminkan nilai-nilai Islam. Hal ini dapat terlihat dari

seluruh warga sekolah yang perempuan baik guru, staf administrasi, dan

siswanya selalu berbusana muslimah (berjilbab).


9

Kegiatan yang menggambarkan budaya agama tersebut berjalan secara

kontinyu dan di samping itu masih banyak kegiatan-kegiatan religius lain

yang bersifat temporal, seperti pesantren kilat Ramadhan, peringatan hari-hari

besar Islam, lomba baca Al-Qur‟an (MTQ antar kelas), dan seni islami.

Budaya agama yang tergambar di MI. Nurul Islam Tunjung

Randuagung Lumajang tersebut dapat berjalan dan membudaya di lingkungan

sekolah itu merupakan gagasan seorang kepala sekolah yang didukung penuh

oleh guru-guru, siswa dan segenap warga sekolah. Gagasan kepala sekolah

tersebut disampaikan kepada guru pendidikan agama dan mereka merespon

dengan mengatur dan memprogramkan kegiatan-kegiatan keagamaan tersebut

secara terjadual. Tetapi guru pendidikan agama merasa perlu melibatkan

guru-guru bidang studi lain untuk membentuk semacam komitmen bersama

guna memperlancar pengembangan budaya membaca Al-Qur‟an di sekolah.

Dalam pengamatan peneliti bahwa kepala MI. Nurul Islam Tunjung

Randuagung Lumajang memiliki kemampuan intelektual, kematangan emosi

dan kesadaran beragama yang tinggi. Di samping itu kepala sekolah

MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung Lumajang juga adalah seorang ustadz,

khotib, dan juga sebagai dewan hakam dalam kegiatan MTQ/STQ sehingga

kepala sekolah tersebut menjadi teladan yang mampu memobilisasi dan

mendorong warga sekolah untuk memiliki kesadaran beragama yang

dibudayakan di lingkungan sekolah. Salah satu kegiatannya adalah mengem-

bangkan budaya membaca Al-Qur‟an bagi siswa di MI. Nurul Islam Tunjung

Randuagung Lumajang.
10

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

1. Identifikasi Masalah

a. Peran kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan budaya

membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung

Lumajang;

b. Budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung

Randuagung Lumajang.

2. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah pada tesis ini adalah peran

kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan budaya membaca

Al-Qur‟an (Studi Kasus Di MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung

Lumajang).

C. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana peran kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan

budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung

Lumajang?

2. Bagaimana budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung

Randuagung Lumajang?
11

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan peran kepemimpinan kepala sekolah dalan mengem-

bangkan budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung

Randuagung Lumajang.

2. Mendeskripsikan budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam

Tunjung Randuagung Lumajang.

E. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Menambah khazanah (kekayaan) pengetahuan dalam dunia

pendidikan khususnya mengenai peran kepemimpinan kepala sekolah

dalam mengembangkan budaya membaca Al-Qur‟an.

2. Secara Praktis

a. Bagi penulis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sebuah

rujukan yang dianggap lebih konkrit apabila nantinya penulis

berkecimpung dalam dunia pendidikan, khususnya dalam hal

mengembangkan budaya membaca Al-Qur‟an.

b. Bagi sekolah, dapat menjadi bahan masukan, khususnya dalam

upaya-upaya kepala sekolah dalam mengembangkan budaya

membaca Al-Qur‟an.
12

F. Definisi Istilah

Untuk memperjelas konsep dan menghindari adanya perbedaan

pemahaman istilah-istilah dalam penelitian ini, maka perlu adanya definisi

istilah sebagai berikut:

1. Peran kepemimpinan kepala sekolah adalah kemampuan untuk

menginspirasikan orang guna menciptakan suatu komitmen total yang

diinginkan dan sukarela terhadap pencapaian tujuan organisasi atau

melebihi tujuan organisasi tersebut.

2. Budaya membaca Al-Qur‟an berarti menciptakan suasana atau iklim

kehidupan untuk selalu membaca dan mencintai Al-Qur‟an. Dalam

konteks sekolah berarti pengembangan suasana atau iklim gemar

membaca Al-Qur‟an yang dampaknya adalah berkembangnya kegemaran

dan kecintaan terhadap Al-Qur‟an sebagai pandangan hidup yang

bernapaskan atau dijiwai oleh ajaran Islam yang diwujudkan oleh para

warga sekolah.

G. Sistematika Pembahasan

Pembahasan di dalam penelitian ini akan disusun menjadi 6 (enam)

bab, dengan perincian sebagai berikut:

Bab satu pendahuluan, yang terdiri dari: (1) latar belakang,

(2) identifikasi dan batasan masalah, (3) fokus penelitian, (4) tujuan

penelitian, (5) kegunaan penelitian, (6) definisi istilah, (7) sistematika

pembahasan.
13

Bab dua kajian pustaka, yang terdiri dari: (1) kajian teoritis,

(2), penelitian terdahulu, (3) kerangka pemikiran.

Bab tiga metode penelitian, yang terdiri dari: (1) lokasi penelitian,

(2) kehadiran peneliti di lapangan, (3) pendekatan dan jenis penelitian,

(4) data dan sumber data, (5) teknik pengumpulan data, (6) teknik analisis

data, (7) pengecekan keabsahan data.

Bab empat paparan data dan temuan penelitian

Bab lima pembahasan.

Bab enam penutup, yang terdiri dari: (1) kesimpulan, (2) implikasi

teoritis, (3) keterbatasan penelitian, (4) rekomendasi.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teoritis

1. Kepemimpinan Kepala Sekolah

a. Pengertian Kepemimpinanan Kepala Sekolah

Perilaku kepemimpinan kepala sekolah menunjuk pada gaya

dan strategi seorang kepala sekolah melaksanakan tugas kepemim-

pinan kepala sekolah. Kepemimpinan merupakan suatu hal yang

sangat penting dalam manajemen berbasis sekolah. Sebagai

pemimpin di sekolah, kepala sekolah harus mampu menggerakkan

seluruh sumber daya manusia untuk dapat bekerja secara maksimal

agar dapat mencapai tujuan sekolah secara efisien.

Dalam bahasa inggris kepemimpinan sering disebut leader

dari akar kata to lead dan kegiatannya disebut kepemimpinan atau

leadership. Dalam kata kerja to lead tersebut terkandung dalam

beberapa makna yang saling berhubungan erat yaitu, bergerak lebih

cepat, berjalan ke depan, mengambil langkah petama, berbuat paling

dulu, mempelopori, mengarahkan pikiran atau pendapat orang lain,

membimbing, menuntun menggerakkan orang lain lebih awal,

berjalan lebih depan, mengambil langkah pertama, berbuat paling

dulu, mempelopori suatu tindakan, mengarahkan pikiran atau


16

pendapat, menuntun dan menggerakkan orang lain melalui

pengaruhnya. 11

Sedangkan menurut istilah kepemimpinan adalah proses

mempengaruhi aktivitas individu atau group untuk mencapai tujuan-

tujuan tertentu dalam situasi yang telah ditetapkan. Dalam mempe-

ngaruhi aktifitasnya individu pemimpin menggunakan kekuasaan,

kewenangan, pengaruh, sifat dan karakteristik, dan tujuannya adalah

meningkatkan produktivitas dan moral kelompok.12

Dalam Islam istilah kepemimpinan sering diidentikan dengan

istilah khilafah dan orangnya disebut kholifah dan Ulil Amri yang

orangnya disebut Amir (pemegang kekuasaan).13

Kemudian istilah kepemimipinan juga disinggung oleh Nabi

Muhammad SAW dalam sabdanya:

‫اع َٔ ُكهُّ ُك ْى‬


ٍ ‫َقُٕ ُل ُكهُّ ُك ْى َس‬ٚ ‫ ِّ َٔ َسهَّ َى‬ْٛ َ‫َّللاُ َػه‬
َّ َّٗ‫صه‬ َ ‫َّللا‬ ِ َّ ‫ُٕل‬
َ ‫ْت َسس‬ ُ ‫َقُٕ ُل َس ًِؼ‬ٚ ‫َّللا بٍَْ ُػ ًَ َش‬ِ َّ ‫أَ ٌَّ َػ ْب َذ‬
ٍَْ ‫ أَ ْْ ِه ِّ َْٔ َُٕ َي ْسئُٕ ٌل ػ‬ٙ‫اع ِف‬ ٍ ‫َّ ِت ِّ َٔان َّش ُج ُم َس‬ٛ‫اع َٔ َي ْسئُٕ ٌل ػ ٍَْ َس ِػ‬ ِ ْ ِّ ‫َّ ِت‬ٛ‫َي ْسئُٕ ٌل ػ ٍَْ َس ِػ‬
ٍ ‫اْل َيب ُو َس‬
)ٖ‫َّتِ ِّ (سٔاِ انبخبس‬ٛ‫َس ِػ‬

Artinya: Bahwa 'Abdullah bin 'Umar berkata, "Aku mendengar


Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Setiap
kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai
pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah
pemimpin yang akan diminta pertanggung jawaban atas
rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dan akan dimintai
pertanggung jawaban atas keluarganya. (HR. Buhkori
Muslim). 14

11
Imam Suprayogo, Revormulasi Visi Pendidikan Islam, (Malang: STAIN Press, 1999), 161.
12
Suprayogo, Revormulasi Visi Pendidikan Islam,161.
13
Suprayogo, Revormulasi Visi Pendidikan Islam,162.
14
Imam Nawawi, Terjemah Riyadhus Shalihin Jilid 1, Cet. IV, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999),
603-604.
17

Dengan demikian kepemimpinan kepala sekolah akan

memberikan dampak positif bagi sekolah yang dipimpinnya karena

kepala sekolah tersebut bekerja sesuai dengan bidang keahliannya.

Seorang kepala sekolah hendaknya terus meningkatkan ilmu dan

hubungan interpersonalnya, yakni dalam hal bekerja sama.

Menurut Yukl, kepemimpinan organisasi yang efektif

memiliki kategori-kategori sebagai berikut: (1) merencanakan dan

mengorganisasi, (2) pemecahan masalah, (3) menjelaskan peran dan

sasaran, (4) memberi informasi, (5) memantau, (6) memotivasi dan

memberi inspirasi, (7) berkonsultasi, (8) mendelegasikan,

(9) memberi dukungan, (10) mengembangkan dan membimbing.15

Hal ini Nampak jelas bahwa kompetensi pimpinan sangat

mempengaruhi terhadap pengembangan organisasi yang di dalamnya

juga pengembangan SDM dan dukungan masyarakat.

Sedangkan Dirawat mendeskripsikan kepemimpinan adalah

kemampuan dan kesiapan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat

mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan,

dan kalau perlu memaksa orang lain agar ia menerima pengaruh

untuk selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membantu pencapaian

sesuatu maksud dan tujuan. 16

Dari beberapa definisi di atas tampak beberapa hal penting

yaitu:
15
Yukl Gary, Kepemimpinan dalam Organisasi Leadership in Organizations 3e, Alih Bahasa:
Jusuf Udaya, (Jakarta: Prenhallindo, 1998), 58.
16
Dirawat dkk, Pengantar Kepemimpinan Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), 23.
18

1). Kepemimpinan dilihat sebagai serangkaian proses atau


tindakan;
2). Adanya tujuan yang hendak dicapai bersama;
3). Fungsi kepemimpinan itu adalah untuk mempengaruhi,
mengge rakkan orang lain dalam kegiatan atau usaha
bersama;
4). Kegiatan atau proses memimpin untuk antar beberapa
pemberian contoh atau bimbingan kegiatan atau usaha yang
terorganisasi;
5). Kegiatan tersebut berlangsung dalam organisasi formal;
6). Kepemimpinan juga diterjemahkan ke dalam istilah: sifat-sifat
prilaku pribadi, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola
interaksi, hubungan kerja sama antar kedudukan dari suatu
jabatan administrasi. 17

Berbagai pengertian tentang arti kepemimpinan di atas dapat

diambil pengertian secara keseluruhan yaitu bahwa pemimpin adalah

pribadi yang memiliki kecakapan khusus atau superioritas tertentu,

sehingga dia memiliki kewibawaan dan kekuasaan untuk menggerak

kan orang lain, serta dia harus berpengetahuan yang luas, dan bervisi

jauh ke depan serta memenuhi syarat-syarat tertentu dan mampu

mempengaruhi kegiatan-kegiatan anggota dari kelompok.

Sedangkan kepala sekolah dapat didefinisikan sebagai seorang

tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu

sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar atau tempat

dimana terjadi interaksi antara guru yang member pelajaran dan

murid yang menerima pelajaran. 18

Adapun istilah kepala sekolah berasal dari dua kata kepala dan

sekolah. Kepala dapat diartikan ketua atau pemimpin. Sedangkan

17
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah tinjauan teoritik dan permasalahan, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2002), 17.
18
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan Permasalahan, 83.
19

sekolah diartikan sebuah lembaga yang di dalamnya terdapat aktivitas

belajar mengajar. Sekolah juga merupakan lingkungan hidup sesudah

rumah, di mana anak tinggal beberapa jam, tempat tinggal anak yang

pada umumnya pada masa perkembangan, dan lembaga pendidikan

dan tempat yang berfungsi mempersiapkan anak untuk menghadapi

hidup.19

Dengan demikian kepala sekolah adalah seorang tenaga

profesional atau guru yang diberikan tugas untuk memimpin suatu

sekolah dimana sekolah menjadi tempat interaksi antara guru yang

memberi pelajaran, siswa yang menerima pelajaran, orang tua sebagai

harapan, pengguna lulusan sebagai penerima kepuasan dan

masyarakat umum sebagai kebanggaan.20

Apabila pengertian kepemimpinan dipadukan dengan

pengertian kepala sekolah, maka akan muncul pengertian sebagai

berikut:

Kepemimpinan kepala sekolah sebagai satu kemampuan dan


proses mempengaruhi, mengkoordinir, dan menggerakkan orang
lain yang ada hubungan dengan pengembangan ilmu pendidikan
dan pelaksanaan pendidikan dan pengajaran, agar kegiatan-
kegiatan yang dijalankan dapat lebih efisien dan efektif di dalam
pencapaian tujuan-tujuan pendidikan dan pengajaran. 21

Dari pengertian kepemimpinan kepala sekolah di atas,

diketahui terdapat beberapa unsur pokok, di antaranya:

19
Veithzal Rivai, Memimpin Dalam Abad ke-21, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), 253.
20
Ibrahim Bafadhal, Supervisi Pengajaran: Teori dan Aplikasi Dalam Membina Profesional Guru,
(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1992), 62.
21
Hendyat Soetopo dan Wasty Soemanto, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan, (Jakarta:
Bina Aksara, 1984), 4.
20

1). Tujuan kepemimpinan;

2). Individu yang mempengaruhi kelompok, organisasi, lembaga

yang dipimpin;

3). Individu-individu yang dipengaruhi, dikoordinasi, digerakkan

(yang dipimpin);

4). Proses interaksi antara pemimpin dan yang dipimpin dalam

rangka mempengaruhi, mengkoordinasikan dan menggerakkan;

5). Situasi berlangsungnya kepemimpinan.

b. Syarat-syarat Kepemimpinan

Sebagai pemimpin yang baik dan sukses, seorang pemimpin

dituntut untuk memiliki persyaratan sehat jasmani dan rohani,

memiliki moralitas yang baik, memilki rasa sosial ekonomi yang

layak. Sedangkan persyaratan kepribadian dari seorang pemimpin

yang baik adalah sebagai berikut: (1) rendah hati dan sederhana,

(2) bersifat suka menolong, (3) sabar dan memiliki kestabilan emosi,

(4) percaya diri, (5) jujur, adil dan dapat dipercaya, (6) memiliki

keahlian dan jabatan.22

Selain itu kepala sekolah sebagai pemimpin sebuah lembaga

pendidikan harus memiliki beberapa sikap penting, antara lain:

1). Memberikan kesempatan kepada anggota untuk berpartisipasi


dalam proses perubahan guna merefleksikan dan
mengembang kan pemahaman personal tentang sifat dan
implikasi perubahan terhadap diri mereka;

22
Abdul Aziz Wahab, Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan (Telaah Terhadap
Organisasi Dan Pengelolaan Organisasi Pendidikan), (Bandung: Alfabeta, 2008), 136.
21

2). Mendorong mereka yang terlibat dalam implementasi


perbaikan untuk membentuk kelompok-kelompok sosisal dan
membangun tradisi saling mendukung selama proses
perubahan;
3). Membuka peluang feedback positif bagi semua pihak yang
terlibat dalam perubahan;
4). Harus sensitif terhadap autcomes proses pengembangan dan
menciptakan kondisi yang kondusif bagi feedback yang
dibutuhkan, kemudian menindak lanjuti dengan melibatkan
beberapa pihak dalam mendiskusikan ide-ide prakteknya. 23
c. Strategi Kepala Sekolah

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, strategi artinya

“siasat perang”, dan “ilmu siasat perang”, arti lainnya adalah

“rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran

khusus”. 24

Menurut Tafsir, strategi yang dapat dilakukan oleh para

praktisi pendidikan untuk membentuk budaya agama di sekolah,

di antaranya melalui: (1) memberikan contoh (teladan), (2) membiasa

kan hal-hal yang baik, (3) menegakan disiplin, (4) memberikan

motivasi dan dorongan, (5) memberikan hadiah terutama psikologis,

(6) menghukum (mungkin dalam rangka kedisiplinan), (7) pembuda-

yaan agama yang berpengaruh bagi pertumbuhan anak. 25

23
Tony Bush dan Marianne Coleman, Manajemen Strategis Kepemimpinan Pendidikan,
(Yogyakarta: Ircisod, 2008), 80-81.
24
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2005), 860.
25
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004),
112.
22

Sebagaimana dikemukakan oleh Hickman dan Silva dalam

Purwanto bahwa terdapat tiga langkah untuk mewujudkan budaya,

yaitu: Commitment, competence dan consistency. 26

Strategi pengembangan budaya agama dalam komunitas

sekolah meminjam teori Koentjoroningrat tentang wujud wujud

kebudayaan meniscayakan adanya upaya pengembangan dalam tiga

tataran, yaitu tataran nilai yang dianut, tataran praktik keseharian, dan

tataran simbol-simbol budaya.

Pada tataran nilai yang dianut, perlu dirumuskan secara

bersama nilai-nilai agama yang disepakati dan perlu dikembangkan

di sekolah, untuk selanjutnya dibangun komitmen dan loyalitas

bersama di antara semua warga sekolah terhadap nilai-nilai yang

disepakati. Nilai-nilai tersebut adalah yang bersifat vertikal dan

horizontal. Yang vertikal berwujud hubungan manusia atau warga

sekolah dengan Allah (hablun min Allah), dan yang horizontal

(hablun min al-naas), dan hubungan mereka dengan lingkungan alam

sekitarnya.

Dalam tataran praktik keseharian, nilai-nilai keagamaan yang

telah disepakati tersebut diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku

keseharian oleh semua warga sekolah. Proses pengembangan tersebut

dapat dilakukan melaui tiga tahap, yaitu:

26
Hickman dan Silva dalam Purwanto, Budaya Perusahaan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1984),
67.
23

Pertama, sosialisasi nilai-nilai agama yang disepakati sebagai


sikap dan perilaku ideal yang ingin dicapai pada masa mendatang
di sekolah. Kedua, penetapan action plan mingguan atau bulanan
sebagai tahapan dan langkah sistematis yang akan dilakukan oleh
semua pihak di sekolah dalam mewujudkan nilai-nilai agama yang
telah disepakati tersebut. Ketiga, pemberian penghargaan terhadap
prestasi warga sekolah, seperti guru, tenaga kependidikan,
dan/atau peserta didik sebagai usaha pembiasaan (habit
Formation) yang menjunjung sikap dan perilaku yang komitmen
dan loyal terhadap ajaran dan nilai-nilai agama yang disepakati.
Penghargaan tidak selalu berarti materi (ekonomik), melainkan
juga dalam arti sosial, kultural, psikologik, ataupun lainnya. 27

Dalam tataran simbol-simbol budaya, pengembangan yang

perlu dilakukan adalah mengganti simbol-simbol budaya yang kurang

sejalan dengan ajaran dan nilai-nilai agama dengan simbol yang

agamis. Perubahan simbol dapat dilakukan dengan mengubah model

berpakaian dengan prinsip menutup aurat, pemasangan hasil karya

peserta didik, foto-foto, dan motto yang mengandung pesan-pesan

nilai-nilai keagamaan, dan lain-lain. 28

Adapun strategi untuk membudayakan nilai-nilai agama

di sekolah dapat dilakukan melalui:

1). Power Strategy, yakni strategi pembudayaan agama di sekolah

dengan cara menggunakan kekuasaan atau melalui people‟s

power, dalam hal ini peran kepala sekolah dengan segala

kekuasaannya sangat dominan dalam melakukan perubahan;

27
Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam: Dari Paradigma Pengembangan, Manajemen
Kelemba gaan, Kurikulum Hingga Strategi Pembelajaran, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2009), 326.
28
Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam: Dari Paradigma Pengembangan, Manajemen
Kelembagaan, Kurikulum Hingga Strategi Pembelajaran, 326.
24

2). Persuasive Strategy, yakni strategi yang dijalankan lewat

pembentukan opini dan pandangan masyarakat atau warga

sekolah;

3). Normative re-educative, norma adalah aturan yang berlaku

di masyarakat. Norma kemasyarakatan lewat education.

Normative digandengkan dengan re-educative (pendidikan ulang)

untuk menanam kan dan mengganti paradigma berfikir

masyarakat sekolah yang lama dengan yang baru.

Pada strategi pertama tersebut dikembangkan melalui

pendekatan perintah dan larangan atau reward and punishment.

Sedangkan pada strategi kedua dan ketiga tersebut dikembangkan

melalui pembiasaan, keteladanan, dan pendekatan persuasif atau

mengajak kepada warganya dengan cara yang halus, dengan

memberikan alasan dan prospek baik yang bisa meyakinkan mereka.

Sifat kegiatannya bisa berupa proaksi, yakni membuat aksi yang

inisiatif sendiri, jenis dan arah ditentukn sendiri, tetapi membaca

munculnya aksi-aksi agar dapat ikut memberi warna dan arah pada

perkembangan. Bisa pula berupa antisipasi, yakni tindakan aktif

menciptakan situasi dan kondisi ideal agar tercapai tujuan idealnya. 29

Pengembangan budaya agama dalam komunitas sekolah

memilki landasan yang kokoh baik secara normative religius maupun

konstitusional, sehingga tidak ada alasan bagi sekolah untuk

29
Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam: Dari Paradigma Pengembangan, Manajemen
Kelembagaan, Kurikulum Hingga Strategi Pembelajaran, 328.
25

mengelak dari upaya tersebut, apalagi disaat bangsa dilanda krisis

multidimensional yang intinya terletak pada krisis akhlak/moral.

Karena itu, perlu dikembangkan berbagai strategi yang kondusif dan

kontekstual dalam pengembangannya, dengan tetap mempertim-

bangkan secara cermat terhadap dimensi-dimensi pluralitas dan

multicultural yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia, serta

mengantisipasi berbagai hal yang mungkin terjadi sebagai akibat dari

upaya pengembangan budaya agama dalam komunitas sekolah. 30

d. Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah

Kepala sekolah dalam rangka mengembangkan budaya agama,

hendaknya memiliki kematangan spiritual. Bagi pemimpin yang

memiliki kematangan spiritual, dunia merupakan perjalanan

menanam benih kebaikan yang kelak akan dipanen di akhirat,

mempunyai orientasi kasih sayangnya pada manusia dan makhluk

lainnya. Bagi mereka kehadiran orang lain merupakan berkah Illahi

yanga harus dijaga dan ditingkatkan. Bukan hanya hubungan sosial,

tetapi lebih jauh lagi menjadi hubungan yang terikat pada hubungan

emosional spiritual yang berlimpahkan kasih sayang, saling menghor-

mati. Kehadiran orang lain merupakan eksistensi dirinya, tanpa

kehadiran orang lain mereka tidak mempunyai potensial untuk

mengembangkan cinta kasihnya pada sesama. 31

30
Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam: Dari Paradigma Pengembangan, Manajemen
Kelembagaan, Kurikulum Hingga Strategi Pembelajaran, 329.
31
Toto Asmara, Spiritual Centered Leadership: Kepemimpinan Berbasis Spiritual, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2006), 6.
26

Seorang kepala sekolah selaku pemimpin disebuah lembaga

pendidikan yang bersifat kompleks memerlukan beberapa hal:

1). Kemampuan memimpin (competency);


2). Kompetensi administrative dan pengawasan;
3). Pemahaman kepada tugas dan fungsi kepala sekolah;
4). Pemahaman terhadap peran sekolah yang bersifat multi
function;
5). Tugas pokok kepala sekolah dalam rangka pembinaan
program pengajaran, SDM, kesiswaan, dana, sarana
prasarana, serta hubungan sekolah dan masyarakat.32

Dalam konteks pendidikan di sekolah berarti pengembangan

suasana atau iklim kehidupan keagamaan yang dampaknya adalah

berkembanganya suatu pandangan hidup yang bernapaskan atau

dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai agama, yang diwujudkan dalam

sikap hidup serta keterampilan hidup oleh para warga sekolah dalam

kehidupan mereka sehari-hari.

Dalam konteks pendidikan agama ada yang bersifat vertikal

dan horizontal. Yang vertikal berwujud hubungan manusia atau

warga sekolah dengan Allah (hablun min Allah), misalnya shalat,

do‟a, puasa, membaca Al-Qur‟an dan lain sebagainya. Sedangkan

yang horizontal berwujud hubungan antar manusia atau antar warga

sekolah (hablun min al-naas), dan hubungan mereka dengan

lingkungan sekitarnya.33

Pengembangan budaya agama yang bersifat vertikal dapat

diwujudkan dalam bentuk kegiatan shalat berjama‟ah, puasa senin

32
Ibrahim Bafadhal, Manajemen Mutu Sekolah Dasar dari Sentralisasi Menuju Desentralisasi,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2003), 11.
33
Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam; Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidikan,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), 106-107.
27

kamis, do‟a bersama ketika adakan dan atau telah meraih sukses

tertentu menegakkan komitmen dan loyalitas terhadap moral face di

sekolah, dan lain-lain. Pengembangan budaya agama yang bersifat

horizontal lebih mendudukkan sekolah sebagai institusi sosial, yang

jika dilihat dari struktur hubungan antar manusianya dapat

diklasifikasikan ke dalam tiga hubungan yaitu: (1) hubungan atasan

bawahan, (2) hubungan professional, (3) hubungan sederajat atau

suka rela. 34

Hubungan atasan bawahan mengandaikan perlunya kepatuhan

dan loyalitas para tenaga kependidikan/guru terhadap atasannya,

misalnya terhadap kepala sekolah, dan para wakilnya, atau peserta

didik terhadap guru dan pimpinannya, terutama dalam kebijakan-

kebijakan yang telah menjadi keputusan bersama atau sesuai dengan

aturan yang berlaku. Karena itu, bilamana terjadi pelanggaran

terhadap aturan yang telah disepakati bersama, maka harus diberi

tindakan yang tegas selaras dengan tingkat pelanggarannya.

Hubungan professional mengandaikan perlunya pengem-

bangan hubungan yang rasional, kritis dinamis antar sesama guru atau

antara guru dan pimpinannya dan atau peserta didik dengan guru dan

pimpinannya untuk saling berdiskusi, asah dan asuh, tukas menukar

informasi, saling berkeinginan untuk maju serta meningkatkan

kualitas sekolah, profesionalisme guru, dan kualitas layanan terhadap

34
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum, Sekolah Umum, Madrasah dan Perguruan Tinggi,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), 61-62.
28

peserta didik lebih banyak berorientasi pada pengembangan

akademis, yakni pengembangan pendidikan dan pengajaran, bimbi-

ngan dan pelatihan. Sedangkan hubungan sederajat atau sukarela

merupakan hubungan manusiawi antar teman sejawat, untuk saling

membantu, mendoakan, mengingatkan, dan melengkapi antara satu

dengan lainnya.

Untuk menghindari tumpang tindih dalam penerapan ketiga

hubungan tersebut, maka hubungan atasan dan bawahan, professional,

dan hubungan sederajat tersebut perlu dikembangkan di sekolah

secara cermat dan proporsional dengan dilandasi oleh kode etik

tertentu yang dibangun dari ajaran dan nilai-nilai agama Islam. Hal

ini diperlukan karena pendidikan pada dasarnya merupakan upaya

normative untuk membantu orang/pihak lain berkembang ke norma

yang lebih baik. Jika hubungan atasan bawahan bisa membawa

kepada sifat kemapanan, doktriner dan otoriter, demikian pula jika

hubungan sederajat bisa membawa kepada hubungan yang serba

bebas dan permisif, maka tujuan ideal pendidikan agama Islam justru

gagal.

Sedangkan pengembangan budaya agama yang menyangkut

hubungan mereka dengan lingkungan atau alam sekitarnya dapat

diwujudkan dalam bentuk membangun suasana atau iklim yang

komitmen dalam menjaga dan memelihara berbagai fasilitas atau

sarana dan prasarana yang dimiliki oleh sekolah, serta menjaga dan
29

memelihara kelestarian, kebersihan dan keindahan lingkungan hidup

sekolah, sehingga tanggung jawab dalam masalah tersebut bukan

hanya terbatas atau diserahkan kepada para petugas cleaning service,

tetapi juga menjadi tanggung jawab seluruh warga sekolah.

Oleh karena itu sekolah sebagai organisasi yang bersifat

komplek dan unik, maka peranan kepala sekolah harus dilihat dari

berbagai sudut pandang. Dinas Pendidikan telah menetapkan bahwa

kepala sekolah harus mampu melaksanakan pekerjaannya sebagai

edukator; manajer; administrator; dan supervisor (EMAS). Dalam

perkembangan selanjutnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan

perkembangan zaman, kepala sekolah juga harus mampu berperan

sebagai leader, innovator, dan motivator di sekolahnya. Dengan

demikian dalam paradigma baru manajemen pendidikan, kepala

sekolah sedikitnya harus mampu berfungsi sebagai educator,

manajer, administrator, supervisor, leader, innovator, motivator

(EMASLIM).35

1). Kepala Sekolah Sebagai Educator (Pendidik)

Peranan kepala sekolah sebagai pendidik adalah berat, hal

ini dikarenakan selain diharuskan mampu memnanamkan,

memajukan serta meningkatkan empat macam nilai, yaitu:

mental, moral, fisik, artistik. Dalam hal ini kepala sekolah juga

mempunyai fungsi dalam hal menjalankan proses kepemimpinan

35
E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), 98.
30

nya yakni mendorong, mempengaruhi, serta mengarahkan

tingkah laku kelompoknya, sebagai bagian integratif dari tugas

dan tanggungjawabnya, maka inisiatif dan kreatifitas diperlukan

sekali, sehingga akan tercipta proses belajar mengajar yang

efektif dan efisien.36

Sebagai educator, kepala sekolah harus senantiasa

berupaya meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan

oleh para guru. Dalam hal ini faktor pengalaman akan sangat

mempengaruhi profesionalisme kepala sekolah, terutama dalam

memndukung terbentuknya pemahaman tenaga kependidikan

terhadap pelaksanaan tugasnya.

Upaya-upaya yang dapat dilakukan kepala sekolah dalam

meningkatkan kinerjanya sebagai educator, khususnya dalam

peningkatan kinerja tenaga kependidikan dan prestasi belajar

peserta didik dapat dideskripsikan sebagai berikut.

Pertama; mengikutsertakan guru-guru dalam penataran-

penataran, untuk menambah wawasan para guru. Kepala sekolah

juga harus memberikan kesempatan kepada guru-guru untuk

meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dengan belajar

ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Kedua; kepala sekolah harus berusaha menggerakan tim

evaluasi hasil belajar peserta didik untuk lebih giat bekerja,


36
Sugeng Pambudi Khaimi, Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mempersiapkan
Sumber Daya Manusia (Studi Kasus di SMA Widya Gama Malang), (Malang: Tesis UIN Malang,
2005).
31

kemudian hasilnya diumumkan secara terbuka dan diperlihatkan

di papan pengumuman. Hal ini bermanfaat untuk memotivasi

para peserta didik agar lebih giat belajar meningkatkan

prestasinya.

Ketiga; menggunakan waktu belajar secara efektif

di sekolah, dengan cara mendorong para guru untuk memulai dan

mengakhiri pembeljaran sesuai waktu yang telah ditentukan, serta

memanfaatkannya secara efektif dan efisien untuk kepentingan

pembelajaran.

2). Kepala Sekolah Sebagai Manajer

Keberadaan manajer pada suatu organisasi amat

diperlukan, hal ini disebabkan organisasi sebagai alat dalam

mencapai tujuan yang didalamnya terjadi perkembangan dari

berbagai macam pengetahuan, dan sebagai usaha dalam

mengembangkan budaya agama (budaya membaca Al-Qur‟an).

Dengan demikian diperlukan manajer yang dapat atau mampu

untuk merencanakan (planing), mengorganisasikan (organizing),

memimpin serta mengendalikan organisasi sehingga dapat

mencapai tujuan.

Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai

manajer, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk

memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerja sama atau

kooperatif, memberi kesempatan kepada tenaga kependidikan


32

untuk meningkatkan profesinya, dan mendorong keterlibatan

seluruh tenaga dalam berbagai kegiatan yang menunjang program

sekolah.

Pertama memberdayakan tenaga kependidikan melalui

kerja sama atau kooperatif yang dimaksudkan bahwa dalam

peningkatan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolah,

kepala sekolah harus harus mementingkan kerja sama dengan

tenaga kependidikan dan pihak lain yang terkait dalam

melaksanakan setiap kegiatan. Sebagai manajer kepala sekolah

harus mau dan mampu memdayagunakan seluruh sumber daya

sekolah dalam rangka mewujudkan visi, misi dan mencapai

tujuan.

Kedua memberi kesempatan kepada tenaga kependidikan

untuk meningkatkan profesinya, sebagai manajer kepala sekolah

harus meningkatkan profesi secara persuasif dan dari hati ke hati.

Ketiga mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependi-

dikan, dimaksudkan bahwa kepala sekolah harus berusaha untuk

mendorong keterlibatan semua tenaga kependidikan dalam setiap

kegiatan di sekolah (partisipatif). Dalam hal ini kepala sekolah

bisa berpedoman pada asas tujuan, asas keunggulan, asas

mufakat, asas kesatuan, asas persatuan, asas empirisme, asas

keakraban, dan asas integritas.


33

3). Kepala Sekolah Sebagai Administrator

Kepala sekolah sebagai administrator memiliki hubungan

yang sangat erat dengan berbagai aktivitas pengelolaan adminis

trasi yang bersifat pencatatan, penyususnan dan pendokumenan

seluruh program sekolah. Secara spesifik, kepala sekolah harus

memiliki kemampuan untuk mengelola kurikulum, mengelola

administrasi peserta didik, mengelola administarsi personalia,

mengelola administarsi sarana dan prasarana, mengelola

administarsi kearsipan, dan mengelola administarsi keuangan.

Kegiatan tersebut perlu dilakukan secara efektif dan efisien agar

dapat menunjang produktivitas sekolah.

4). Kepala Sekolah Sebagai Supervisor

Kegiatan utama pendidikan di sekolah dalam rangka

mewujud kan tujuannya adalah kegiatan pembelajaran, sehingga

seluruh aktivitas organisasi sekolah bermuara pada pencapaian

efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Oleh karena itu, salah satu

tugas kepala sekolah adalah sebagai supervisor, yaitu mensuper

visi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kependidikan.

Keberhasilan kepala sekolah sebagai supervisor antara lain

dapat ditunjukkan oleh: (a) meningkatnya kesadaran tenaga

kependi-dikan (guru) untuk meningkatkan kinerjanya, dan

(b) meningkatnya keterampilan tenaga kependidikan (guru)

dalam melaksanakan tugasnya.


34

5). Kepala Sekolah Sebagai Leader (Pemimpin)

Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin harus mampu:

(a) mendorong timbulnya kemauan yang kuat dengan penuh

semangat dan percaya diri para staf (guru dan karyawan) dalam

melaksanakan tugas masing-masing, (b) memberikan bimbingan

serta pengarahan kepada para staf (guru dan karyawan) dari

kemajuan dan memberikan inspirasi sekolah dalam mencapai

tujuan.

Kemampuan yang harus diwujudkan kepala sekolah

sebagai leader dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan

terhadap tenaga kependidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan

mengambil keputusan, dan kemampuan berkomunikasi

Dalam implementasinya, kepala sekolah sebagai leader

dapat dianalisis dari tiga sifat kepemimpinan, yakni demokratis,

otoriter, laissez-faire. Ketiga sifat tersebut sering dimiliki secara

bersamaan oleh seorang leader, sehingga dalam melaksanakan

kepemimpinannya, sifat-sifat tersebut muncul secara situasional.

Oleh karena itu kepala sekolah sebagai leader mungkin bersifat

demokratis, otoriter, dan mungkin bersifat laissez-faire.37

Dengan dimilikinya ketiga sifat tersebut oleh seorang

kepala sekolah sebagai leader, maka dalam menjalankan roda

kepemimpina-nya di sekolah, kepala sekolah dapat menggunakan

37
Ngalim Purwanto, Kepemimpinan yang Efektif, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
1992), 48.
35

strategi yang tepat, sesuai dengan tingkat kematangan para tenaga

kependidikan, dan kombinasi yang tepat anatara perilaku tugas

dan perilaku hubungan. Strategi tersebut dapat dilaksanakan

dalam gaya mendikte, menjual, melibatkan, dan mendelegasikan.

6). Kepala Sekolah Sebagai Innovator

Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai

innovator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat

untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan,

mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan,

memberikan teladan kepada seluruh tenaga kependidikan di

sekolah, dan mengembangkan model-model pembelajaran yang

inovatif.

Kepala sekolah sebagai innovator akan tercermin dari

cara-cara ia melakukan pekerjaan secara konstruktif, kreatif,

delegatif, integratif, rasional, dan objektif, pragmatis dan

keteladanan, disiplin, adaptable, dan fleksibel.

Kepala sekolah sebagai innovator harus mampu mencari,

menemukan, dan melaksanakan berbagai pembaharuan disekolah.

7). Kepala Sekolah Sebagai Motivator

Sebagai motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi

yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga

kependidikan dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya.

Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan lingkungan


36

fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan

secara efektif, dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui

pengembangan Pusat Sumber Belajar (PSB).38

Adapun untuk mewujudkan pengembangan budaya agama

di sekolah dapat dilakukan melalui pendekatan pembiasaan,

keteladanan dan pendekatan persuasif atau mengajak kepada

warganya dengan cara yang halus, dengan memberikan alasan

dan prospek baik yang bisa meyakinkan mereka. Sikap

kegiatannya bisa berupa aksi positif dan reaksi positif. Bisa juga

berupa proaksi, yakni membuat aksi atas inisiatif sendiri, jenis

dan arah ditentukan sendiri, tetapi membaca munculnya aksi-aksi

agar dapat ikut memberi warna dan arah pada perkembangan.

Bisa pula berupa antisipasi, yakni tindakan aktif menciptakan

situasi dan kondisi ideal agar tercapai tujuan idealnya. 39

Dengan demikian, hal tersebut penting untuk ditanamkan

kepada seluruh warga sekolah melalui pengembangan budaya

agama. Untuk pengembangan budaya agama tersebut, menuntut

kemampuan seorang kepala sekolah untuk mengelola dan

menciptakan iklim atau suasana yang baik dalam komunitas

sekolah. Hal tersebut dimaksudkan agar semua komponen yang

ada di sekolah dapat memerankan diri secara bersama untuk

mencapai sasaran dan tujuan sekolah.


38
Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, 107-120.
39
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum, Sekolah Umum, Madrasah dan Perguruan Tinggi, 63-
64.
37

2. Budaya Membaca Al-Qur’an

a. Pengertian Budaya

Kata kebudayaan berasal dari kata budh dalam bahasa

Sansekerta yang berarti akal, kemudian menjadi kata budhi (tunggal)

atau budhayah (majemuk), sehingga kebudayaan diartikan sebagai

hasil pemikiran atau akal manusia. Ada pendapat yang mengatakan

bahwa kebudayaan berasal dari kata budi dan daya. Budi adalah akal

yang merupakan unsur rohani dalam kebudayaan, sedangkan daya

berarti perbuatan atau ikhtiar sebagai unsur jasmani, sehingga

kebudayaan diartikan sebagai hasil dari akal dan ikhtiar manusia. 40

Sementara itu ada sarjana lain yang mengupas kata budaya sebagai

suatu perkembangan dari kata majemuk budi-daya, yang berarti daya

dari budi. Karena itu mereka membedakan budaya dari kebudayaan.

Demikianlah budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa

dan rasa. Sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan

rasa itu.41

Dalam bahasa Inggris, budaya berasal dari kata culture dan

dalam bahasa Belanda diistilahkan dengan cultuur. Adapun dari

bahasa Latin berasal dari kata colera yang berarti mengolah,

mengerjakan, menyuburkan, mengembangkan tanah (bertani). 42

Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti culture, yaitu segala

40
Supartono, Ilmu Budaya Dasar, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), 30.
41
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), 181.
42
Elly M. Setiadi, et. al., Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Prenada Media, 2007), 27.
38

daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam.

Berikut pengertian budaya dari beberapa ahli:

1). Menurut E.B. Tylor menyatakan budaya adalah suatu

keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan,

kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan

yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai

anggota masyarakat.43

2). R. Linton menyatakan kebudayaan dapat dipandang sebagai

konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku

yang dipelajari, dimana unsur pembentuknya didukung dan

diteruskan oleh anggota masyarakat lainnya. 44

3). Menurut ilmu Antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan

sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka

kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan

belajar.45

4). Sultan Takdir Alisyahbana mengatakan kebudayaan adalah

manifestasi dari cara berfikir. 46

Definisi-definisi di atas kelihatannya berbeda-beda, namun

semuanya berprinsip sama yaitu mengakui adanya ciptaan manusia,

meliputi perilaku dan hasil kelakuan manusia, yang diatur oleh tata

43
Sujarwa, Manusia dan Fenomena Budaya Menuju Perspektif Moralitas Agama, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1999), 8.
44
Sujarwa, Manusia dan Fenomena Budaya Menuju Perspektif Moralitas Agama, 8.
45
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, 180.
46
Sujarwa, Manusia dan Fenomena Budaya Menuju Perspektif Moralitas Agama, 9.
39

kelakuan dan diperoleh dengan belajar yang semuanya tersusun

dalam kehidupan masyarakat.

Secara antropologis setiap kebudayaan atau sistem sosial

adalah baik bagi masyarakatnya, selama kebudayaan atau sistem

tertentu dapat menunjang kelangsungan hidup masyarakat yang

bersangkutan. Karenanya sistem masyarakat yang satu dengan yang

lainnya tidak dapat dipertanyakan manakah yang lebih baik.

Kebudayaan merupakan penjelmaan manusia dalam menghadapi

waktu, kesinambungan dan perubahan yakni sejarah. Dengan

demikian, dalam kondisi sosial budaya yang berbeda maka akan

berlainan pula bentuk manifestasinya. Kesimpu lannya bahwa

kebudayaan itu adalah hasil buah budi manusia untuk mencapai

kesempurnaan hidup.

b. Budaya Membaca Al-Qur’an

Istilah budaya mula-mula datang dari disiplin ilmu

Antropologi Sosial. Apa yang tercakup dalam definisi budaya

sangatlah luas. Istilah budaya dapat diartikan sebagai totalitas pola

perilaku, kesenian, kepercayaan, kelembagaan, dan semua produk

lain dari karya dan pemikiran manusia yang mencirikan kondisi suatu

masyarakat atau penduduk yang ditransmisikan bersama.

Dalam kaitannya dengan agama, budaya adalah wujud nilai-

nilai keagamaan yang diserap oleh pribadi-pribadi (internalisasi),

dimasyarakatkan dalam sistem pergaulan hidup bersama (sosialisasi),


40

dan dikembangkan dalam pranata-pranata tradisi (institusionalisasi).

Dengan begitu dalam kaitannya dengan agama, maka budaya adalah

“penentu” nilai baik-buruk serta benar-salah dalam masyarakat secara

umum.

Dalam pengertian itu, budaya adalah hasil akumulasi

pengalaman dan pengalaman suatu nilai dalam masyarakat, dalam

kurun waktu yang panjang, sehingga budaya selalu ada bersama

tradisi dan terkait dengan tradisi. Karena “tradisi” adalah sesuatu

yang terjadi berulang-ulang (dalam bahasa arab disebut „adatun,

“adat” artinya, sesuatu yang terjadi secara berulang-ulang), maka

budayapun merupakan hasil pengulang yang lumintu, lestari, dan

konsisten.47

Tradisi adalah keseluruhan benda material dan gagasan yang

berasal dari masa lalu namun benar-benar masih ada kini, belum

dihancurkan, dirusak, dibuang, atau dilupakan. Di sini tradisi hanya

berarti warisan, apa yang benar-benar tersisa dari masa lalu. 48

Dalam pengertian yang lebih sempit tradisi hanya berarti

bagian-bagian warisan sosial khusus yang memenuhi syarat saja

yakni yang tetap bertahan hidup di masa kini, yang masih kuat

ikatannya dengan kehidupan masa kini. Yang penting dalam

memahami tradisi adalah sikap atau orientasi pikiran tentang benda

47
Budhy Munawar Rachman, Ensiklopedi Nurcholish Madjid Pemikiran Islam di Kanvas
Peradaban, (Jakarta: Mizan, 2006), 366.
48
Piotr Sztompka, The Sociology of Social Change. Terjemahan Indonesia oleh Alimandan,
Sosiologi Perubahan Sosial, (Jakarta: Prenada, 2007), 69.
41

material atau gagasan yang berasal dari masa lalu yang dipungut

orang di masa kini.

Demikian juga halnya tradisi membaca dan menghafal Al-

Qur‟an yang terjadi di kalangan umat Islam. Al-Qur‟an adalah

petunjuk-Nya yang bila dipelajari akan membantu kita menemukan

nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman bagi penyelesaian berbagai

problem hidup.49

Tradisi menghafal Al-Qur‟an ini dapat dikatakan merupakan

kuasa Allah untuk mejamin dan menjaga kelestarian Al-Qur‟an. Hal

ini sesuai dengan Firman Allah dalam dalam surat Al-Hijr ayat 09:

)٩( ٌَُٕ‫إََِّب ََحْ ٍُ ََ َّض ْنَُب ان ِّز ْك َش َٔإََِّب نَُّ نَ َحبفِظ‬

Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur‟an, dan


sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.”50

Uraian ini menegaskan bahwa firman Allah yang terhimpun

dalam Al-Qur‟an terpelihara dengan murni sejak dahulu sampai kini

tanpa ada perubahan kalimat, titik dan baris, sekalipun sudah

menjalani masa lebih 14 abad lamanya.

Al-Qur‟an merupakan Firman Allah SWT yang ditunjukan

untuk kita semua, oleh karenanya kita harus memperlakukannya

sesantun mungkin, karena perintah pertama yang diterima Nabi

Muhammad SAW adalah untuk membaca Al-Qur‟an. Firman Allah

dalam Al-Qur‟an surat Al-Alaq ayat 1 :

49
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an, (Bandung: Mizan, 2001), 13.
50
Mujamma‟ Al Malik Fahd Li Thiba‟at Al Mush-haf Asy-Syarif, Al-Qur‟an dan Terjemahnya,
(Madinah: Percetaan Raja Fahad, 2007), 391.
42

     

Artinya: “Bacalah Dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang telah


menciptakan.”51

Setelah turun surat Al-Muzammil beliau diperintahkan untuk

membaca Al-Qur‟an dengan cara tertentu dan akhirnya kemudian

menjadi kebiasaan umat Islam dalam membaca Al-Qur‟an.

Untuk memelihara kesucian Al-Qur‟an dari segala macam

kesalahan dan kekeliruan yang diperbuat oleh umat manusia, maka

oleh Nabi Muhammad SAW memberi ketentuan dan contoh, bahwa

orang yang hendak pandai membacanya supaya ahli tentang

membacanya, sebagai contoh Nabi Muhammad SAW sendiri belajar

membaca Al-Qur‟an kepada Malaikat Jibril, sekalipun pribadi beliau

dari bangsa Arab Quraisy dan yang menerima wahyu Al-Qur‟an.

Berdasarkan hadits Riwayat Al-Thabrani bahwa kewajiban

orang tua atas anaknya adalah mengajarkan baca Al-Qur‟an dan

jangan membiarkan anak-anaknya sampai tidak kenal atau tidak

membaca Al-Qur‟an.

Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari juga

dijelaskan:

ٌَ‫ُش ُكى َيٍ تَؼهٌ َى انقُشا‬ٛ َ‫ ِّ َٔ َسهٌ َى خ‬َٛ‫َّللاُ َػه‬


ٌ َٗ‫صه‬ ِ ٌ ‫بل َسسُٕ ُل‬
ٌ ‫َّللا‬ ٌ َٗ ‫ض‬
َ َ‫ ق‬: ‫َّللاُ ػَُُّ قَب َل‬ ِ ‫ػٍَ ُػثًَبٌَ َس‬
ِ ‫َٔ َػهٌ ًََّ ( َس َٔاُِ ا ْنب‬
)٘‫ُخَبس‬

51
Mujamma‟ Al Malik Fahd Li Thiba‟at Al Mush-haf Asy-Syarif, Al-Qur‟an dan Terjemahnya,
1.079.
43

Artinya: Dari Utsman ra. Rasulullah SAW bersabda, “sebaik-baiknya


kamu adalah orang yang belajar Al-Qur‟an dan
mengajarkannya. (HR. Bukhari).52

Al-Qur‟an adalah Kitab Suci yang diturunkan Allah SWT

kepada Nabi Muhammad SAW sebagai salah satu yang tak ada

taranya bagi alam semesta. Setiap mukmin yakin bahwa membaca

Al-Qur‟an sudah termasuk amal yang sangat mulia dan mendapat

pahala. Al-Qur‟an adalah sebaik-baik bacaan bagi orang mukmin,

baik dikala senang, dikala susah, dikala gembira maupun dikala sedih.

Bahkan membaca Al-Qur‟an itu bukan saja menjadi amal dan ibadah

tetapi menjadi obat dan penawar bagi orang yang gelisah jiwanya. 53

Dalam hadits Riwayat Muslim dijelaskan bahwa Allah

mengankat derajat suatu kaum dan akan merendahkan kaum lainnya

karena Al-Qur‟an. Rasulullah SAW bersabda :


‫ه‬
ِ ‫َشْ فَ ُغ ِبَٓ َز ا ْن ِكتَب‬ٚ ‫َّللا‬
‫ة‬ ِ ّ ‫ قَ َم َسسُْٕ ُل ه‬:‫َّللاُ َػ ُُّْ قَ َم‬
َ ّ ٌّ َ‫ ا‬: ‫َّ َٔ َسهَّ َى‬ْٛ َ‫َّللا َػه‬ ّ ‫ ه‬َٙ ‫ض‬ ِ ‫ػ ٍَْ ُػ ًَ َش ْب ٍِ ا ْن َخطَّب‬
ِ ‫ة َس‬
)‫ٍَْ (سٔاِ يسهى‬ٚ‫آخَش‬ ِ ِّ ‫ض ُغ ِب‬ َ َٚ َٔ ً ‫أ ْق َٕايب‬
Artinya: “Dari Sayyidina Umar bin Khattab Radhiyallahu „anhu,
Baginda Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam bersabda,
“Sesungguh- nya Allah Subhaanahu wata‟ala mengangkat
derajat beberapa kaum dengan Al-Qur‟an ini dan
merendahkann yang lain dengannya pula.” (H.R. Muslim). 54

Al-Qur‟an merupakan petunjuk ke jalan yang benar,

sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Baqarah ayat 1-2 :

           

52
Al-Bukhori, Matni Masykul Al-Bukhori, Juz. VI, 192.
53
Zainal Abidin S, Seluk Beluk Al-Qur‟an, ( Jakarta: Rineka Cipta, 1992), 152.
54
Shahih Muslim, Kitab Sholat al-Musafirin, 817.
44

Artinya: “Alif laam miin. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan
padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”. 55

Untuk mengetahui petunjuk tersebut adalah dengan membaca.

Dengan membaca manusia akan mampu berfikir. Dan sebaik-baik

pemikiran adalah yang bersandarkan Al-Qur‟anul karim. Mengingat

realitas seperti itu, sangat dimaklumi sekiranya Allah SWT memberi

kan keutamaan-keutamaan bagi para pembaca Al-Qur‟an ini.

B. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai Peran kepemimpinan kepala sekolah dalam

mengem-bangkan budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung

Randuagung Lumajang, berdasarkan eksplorasi peneliti, terdapat beberapa

hasil penelitian yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini, antara lain:

1. Penelitian pertama dari Hasanah, tesisnya berjudul “Kepemimpinan

Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya Agama di Komunitas

Sekolah: Studi Kasus di SMK Telkom Sandhy Putra Malang.” Penelitian

ini mengkaji tentang kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembang-

kan budaya agama di sekolah kejuruan.56

55
Mujamma‟ Al Malik Fahd Li Thiba‟at Al Mush-haf Asy-Syarif, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 8.
56
Siti Muawanatul Hasanah, Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya
Agama di Komunitas Sekolah: Studi Kasus di SMK Sandhy Putra Malang, (Malang: Tesis UIN
Malang tidak Diterbitkan, 2009).
45

2. Penelitian kedua dari Isti‟ah, tesisnya berjudul “Peran Kepemimpinan

Perempuan dalam Pengembangan Pesantren (Studi di Pondok Pesantren

Bahrul Ulum Madiredo Pujon Malang)”. 57

3. Penelitian ketiga dari Suhaimi, dengan tesis berjudul “Kepemimpinan

Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan: Studi Kasus

di SMA Muhammadiyah Mataram”. 58

Berbeda dengan ketiga penelitian di atas, penelitian ini menitik

beratkan penelitian pada peran kepemimpinan kepala sekolah dalam

pengembangan budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung

Randuagung Lumajang. Lembaga pendidikan dasar swasta di bawah naungan

Kementerian Agama Kabupaten Lumajang tersebut memiliki program

unggulan dalam bidang agama yang tidak dimiliki dan didapatkan di sekolah

lainnya yaitu program membudayakan baca Al-Qur‟an.

C. Kerangka Pemikiran

Menurut Fullam yang dikutip oleh Mulyadi, menemukan bahwa kepala

sekolah merupakan agen bagi perbaikan sekolah. Penelitian Rutterford

menyebutkan bahwa kepala sekolah yang efektif memiliki visi yang jelas, dan

mampu menerjemahkannya menjadi sasaran sekolah yang berkembang

57
Isti‟ah, Peran Kepemimpinan Perempuan dalam Pengembangan Pesantren: Studi di Pondok
Pesantren Bahrul Ulum Madiredo Pujon Malang, (Malang: Tesis UIN Malang tidak
Diterbitkan, 2007).
58
Suhaimi, Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan: Studi Kasus di
SMA Muhammadiyah Mataram, (Malang: Tesis UIN Malang tidak Diterbitkan, 2004).
46

menjadi harapan besar di masa depan yang dipahami, dihayati dan diwujud

kan oleh seluruh warga sekolah. 59

Bertolak dari hasil-hasil penelitian tersebut dapat dipahami bahwa

sukses atau tidaknya sekolah dalam mencapai prestasi tertentu banyak

dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan/manajemen kepala sekolah. Secara

keseluruhan perbaikan sistem sekolah ini akan dapat terlaksana jika kepala

sekolah sebagai pemimpin menyadari fungsinya sebagai pemimpin dan

manajer menyadari fungsi dan tanggungjawabnya. Sehingga kerangka

berpikir dalam penelitian ini sebagai berikut:

Bagan 1.
Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya
Membaca Al-Qur’an

59
Mulyadi, Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Budaya Mutu, (Malang: UIN
Maliki Press, 2010), 6.
47

Maksud dari bagan di atas adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini dimulai dari menganalisis peran kepemipinan kepala

sekolah dalam mengembangkan budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul

Islam Tunjung;

2. Setelah itu, peneliti mendeskripsikan budaya membaca Al-Qur‟an

di MI. Nurul Islam Tunjung;

3. Setelah itu, peneliti menafsirkan dan menarik kesimpulan peran

kepemipinan kepala sekolah dalam mengembangkan budaya membaca

Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di MI. Nurul Islam Tunjung yang terletak

di Dusun Krajan I Desa Tunjung Kecamatan Randuagung Kabupaten

Lumajang. Peneliti tertarik melakukan penelitian di sekolah tersebut karena

tiga alasan, alasan pertama: karena sekolah ini merupakan salah satu sekolah

favorit yang berada di wilayah kecamatan Randuagung. Meskipun

di Kecamatan Randuagung tersebut telah ada sekolah dengan jenjang yang

sama. Alasan kedua: terlihat adanya budaya agama yang tercipta dalam

lingkungan sekolah tersebut, seperti kewajiban memakai jilbab bagi siswa

perempuan setiap hari baik ketika mengikuti kegiatan belajar mengajar

maupun ketika menghadiri kegiatan lain di sekolah, peringatan hari-hari besar

Islam, kegiatan ngaji jama‟/baca Al-Qur‟an setiap hari sebelum jam pertama

dan kegiatan ekstrakurikuler agama. Alasan ketiga: Kepala Sekolah MI. Nurul

Islam Tunjung Randuagung Lumajang merupakan figure kepemimpinan yang

visioner dan cepat tanggap terhadap segala permasalahan, memiliki

kemampuan memimpin (kompetensi), baik kompetensi kepribadian, sosial,

tekhnik manajerial, administratif dan pengawasan. Hal lain yang lebih

menarik lagi bahwa Kepala Sekolah memiliki semangat untuk menciptakan

budaya agama terutama dalam budaya membaca Al-Qur‟an bagi kalangan

siswa di MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung Lumajang.


49

Dari beberapa alasan tersebut di atas, peneliti tertarik mengadakan

penelitian di MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung Lumajang yang terkait

dengan budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung

Lumajang dan peran kepemimpinan Kepala Sekolah dalam mengembangkan

budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung

Lumajang.

B. Kehadiran Penelitian

Penelitian kualitatif merupakan pendekatan yang menekankan pada

hasil pengamatan peneliti, sehingga manusia sebagai instrumen penelitian

menjadi suatu keaharusan. Bahkan dalam penelitian kualitatif, posisi peneliti

menjadi instrumen kunci (the key instrument).

Untuk dapat memahami makna dan penafsiran terhadap fenomena dan

simbol-simbol interaksi di sekolah maka dibutuhkan keterlibatan dan

penghayatan langsung peneliti terhadap obyek penelitian di lapangan. Ini

merupakan alasan lain kenapa peneliti harus hadir menjadi instrument kunci

penelitian ini. Kehadiran peneliti adalah salah satu unsur penting dalam

peneltian. Peneliti merupakan perencana, pelaksana pengumpul data, dan pada

akhirnya menjadi pelapor penelitiannya. 60

Kehadiran peneliti dalam penelitian kualitatif berkaitan erat dengan

sifat unik dari realitas sosial dunia tingkah laku manusia itu sendiri.

Keunikannya bersuber dari hakikat manusia sebagai mahluk psikis, sosial, dan

60
Lexy J. Meloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008),
164.
50

budaya yang mengaitkan makna dan interpretasi dalam bersikap dan

bertingkah laku, makna dan interpretasi itu sendiri dipengaruhi oleh

lingkungan sosial dan budaya.61

Kehadiran peneliti dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih

dalam tentang Peran kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan

budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung

Lumajang. Kehadiran peneliti sangat diperlukan sebagai instrumen utama

karena peneliti bertindak langsung sebagai perencana, mengumpulkan data,

menganalisis data, dan sebagai pelapor hasil dari penelitian. Kehadiran

peneliti tersebut telah diketahui oleh kepala sekolah dan semua civitas

akademik yang berada di sekolah tersebut.

C. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Desain penelitian dalam penelitian tesis ini adalah penelitian lapangan

dengan menggunakan pendekatan kualitatif (qualitative research), terhadap

perilaku kepemimpinan kepala sekolah dalam dalam mengembangkan budaya

Membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung Lumajang.

Data-data yang berupa kata-kata tertulis atau lisan atau perilaku yang dapat

diamati melalui wawancara, observasi dan dokumentasi, maka peneliti

manganalisa dengan cara metode kualitatif.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk

memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian

61
Sanapiah Faisal, Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar dan Aplikasi, (Malang: IKIP Malang,
1990), 2.
51

misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik,

dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu

konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode

alamiah. 62 Sehingga dalam konteks ini peneliti memahami proses tersebut

dengan menggunakan sudut pandang persepsi emik yang menurut Moleong

adalah suatu pendekatan yang berusaha memahami suatu fenomena yang

berangkat dari dalam (internal). 63

Sasaran studi ini adalah perilaku atau tindakan-tindakan, kebijakan-

kebijakan yang dipergunakan oleh kepala sekolah dalam mengembangkan

budaya Membaca Al-Qur‟an. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pendekatan

penelitian kualitatif yang sesuai dengan studi ini adalah fenomenologic

naturalistic.64

Penelitian fenomenologi menurut Moleong bermakna memahami

peristiwa dalam kaitannya dengan orang dalam situasi tertentu. Penelitian ini

memahami fenomena-fenomena yang terjadi yaitu pertama program

pengembangan budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung

Randuagung Lumajang, kedua adalah peran kepemimpinan kepala sekolah

dalam mengembangkan budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam

Tunjung Randuagung Lumajang.

62
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 6.
63
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 48.
64
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 50.
52

D. Data dan Sumber Data

Data merupakan hal sangat esensial untuk mengungkap suatu

permasalahan, dan data juga diperlukan untuk menjawab masalah penelitian

atau mengisi hipotesis yang dirumuskan. Menurut cara memperolehnya, data

dapat dikelompokan menjadi dua macam, yaitu data primer dan data

sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan, diolah dan disajikan

oleh peneliti dari sumber pertama.65

Dalam hal ini, data primer adalah data yang diperoleh dan

dikumpulkan secara langsung dari informan melalui pengamatan, catatan

lapangan dan interview. Sedangkan data sekunder adalah data yang

dikumpulkan, diolah dan disajikan oleh pihak lain yang biasanya disajikan

dalam bentuk publikasi dan jurnal. Dalam hal ini, data sekunder adalah data

yang sudah diolah dalam bentuk naskah tertulis atau dokumen. 66

Sumber data penelitian ini adalah manusia dan non manusia. Data dari

manusia diperoleh dari orang yang mengetahui tentang permasalahan sesuai

dengan fokus penelitian, seperti kepala sekolah, dan guru. Informan kunci

(key informant) secara spesifik dalam penelitian ini adalah:

1. Kepala MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung Lumajang selaku pihak

yang bertanggung jawab terhadap pengembangan budaya membaca Al-

Qur‟an;

2. Informan yang dipilih berdasarkan purposive sampling (guru-guru

sebanyak 2-3 orang);


65
Hadari Nawawi dan Mini Martini, Penelitian Terapan, (Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 1994), 73.
66
Nawawi dan Martini, Penelitian Terapan, 73.
53

3. Siswa, yaitu untuk memperoleh data tentang tanggapan/persepsi,

keterlibatan mereka dalam kegiatan membaca Al-Qur‟an.

Purposive sampling merupakan teknik sampling yang satuan

samplingnya dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu dengan tujuan untuk

memperoleh satuan sampling yang memiliki karakteristik atau kriteria yang

dikehendaki dalam pengambilan sampel. Dalam hal ini sampel yang diambil

dengan maksud dan tujuan yang diinginkan peneliti atau sesuatu diambil

sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu

tersebut memiliki atau mengetahui informasi yang diperlukan bagi peneliti.

Selain data-data di atas dalam penelitian ini, peneliti juga mengambil

data dari literatur-literatur yang telah ada, yang akan membantu peneliti dalam

menyelesaikan penelitian ini, seperti buku ilmiah, resensi, jurnal-jurnal

pendidikan, koran, artikel dan sebagainya yang berkaitan dengan perilaku

kepemimpinan kepala sekolah dalam pengembangan budaya membaca

Al-Qur‟an.

E. Teknik Pengumpulan Data

Kegiatan pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini

menggunakan tiga cara yaitu: observasi, wawancara dan dokumentasi.

1. Observasi

Observasi dilakukan sebagai awal dalam upaya peneliti melakukan

pendekatan-pendekatan kepada obyek yang diharapkan nantinya akan

terungkap data-data secara mendetail dan valid.


54

Observasi atau pengamatan adalah metode pengumpulan data

dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang

berlangsung. Kegiatan tersebut dapat berkenaan dengan bagaimana

kepemimpinan kepala sekolah dalam pengembangan budaya membaca

Al-Qur‟an yang ada di MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung

Lumajang.67 Observasi yang akan dilakukan oleh peneliti bersifat non

partisipasif (non participatory observation), pengamat tidak ikut serta

dalam kegiatan, hanya berperan mengamati kegiatan yang sedang

berlangsung dan mengambil data yang diperlukan untuk kelengkapan

data.

Observasi merupakan metode utama dalam penelitian sosial

terutama penelitian kualitatif. Observasi merupakan metode pengumpulan

data yang paling alamiyah dan paling banyak digunakan tidak hanya

didunia keilmuan, tetapi juga dalam berbagai aktivitas kehidupan. 68

Secara umum observasi berati pengamatan, penglihatan. Sedangkan

secara khusus dalam dunia pendidikan observasi adalah mengamati dan

mendengar dalam rangka memahami, mencari jawaban, mencari bukti

terhadap fenomena sosial keagamaan. 69

Dalam hal ini peneliti akan secara langsung berperan aktif

mengumpulkan data langsung dengan datang ke lokasi penelitian dan

bersinanggungan langsung dengan informan.

67
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2007), 220.
68
Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2003), 167.
69
Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, 168.
55

2. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara

(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang

memberikan jawaban atas pertanyaan itu.70

Metode wawancara atau metode interview dipergunakan seseorang

untuk mendapatkan keterangan secara lisan dan langsung bertatap muka

dengan informan, hal itu dilakukan agar peneliti dapat memperoleh data

yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.

Peneliti akan mewawancara 6 informan yang meliputi:

a. Kepala sekolah, yaitu untuk memperoleh data tentang pelaksanaan

budaya membaca Al-Qur‟an dan perannya selaku kepala sekolah

dalam mengembangkan budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul

Islam Tunjung Randuagung Lumajang;

b. Pembina IMTAQ, yaitu untuk memperoleh data tentang pelaksanaan

kegiatan membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung

Randuagung Lumajang, baik yang menyangkut jadwal kegiatannya,

para pengajarnya, dan metode yang digunakannya dan juga peran

kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan budaya

membaca Al-Qur‟an tersebut;

c. Wakasek sarana prasarana, yaitu untuk memperoleh data tentang

fasilitas yang tersedia untuk menunjang kegiatan budaya membaca

70
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 186.
56

Al-Qur‟an yang berlangsung di MI. Nurul Islam Tunjung

Randuagung Lumajang, maupun data-data lain yang peneliti

butuhkan;

d. Wakasek Kesiswaan, yaitu untuk memperoleh data tentang

perkembangan siswa yang mengikuti kegiatan membaca Al-Qur‟an

tersebut maupun data-data lain yang dibutuhkan sesuai dengan fokus

penelitian ini;

e. Wakasek Humas, wakasek Kurikulum, dewan guru, tata usaha, yaitu

untuk memperoleh data tentang keterlibatan mereka dalam kegiatan

membaca Al-Qur‟an yang berlangsung di MI. Nurul Islam Tunjung

Randuagung Lumajang, peran kepala sekolah dalam mengembangkan

budaya membaca Al-Qur‟an tersebut maupun data-data lain yang

dibutuhkan;

f. Siswa, yaitu untuk memperoleh data tentang tanggapan/persepsi,

keterlibatan mereka dalam kegiatan membaca Al-Qur‟an yang

dilaksanakan oleh pihak sekolah di MI. Nurul Islam Tunjung

Randuagung Lumajang.

3. Dokumentasi

Dokumentasi digunakan untuk mengadakan pencatatan secara

cermat berdasarkan catatan dan dokumentasi tertulis yang ada. Dokumen

adalah sesuatu yang tertulis atau tercetak dan dapat dipakai sebagai bukti

keterangan.
57

Dokumentasi merupakan suatu tehnik pengumpulan data dengan

menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen yang terkait, baik

dokumen tertulis, gambar maupun elektronik yang ada di MI. Nurul Islam

Tunjung Randuagung Lumajang dengan memilah-milah data yang sesuai

dengan penelitiannya. 71

Menurut Suharsimi Arikunto, bahwa metode documenter adalah

mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan,

transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notula rapat, legger,

agenda, dan sebagainya. 72

F. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses mencari dan mengatur secara sitematis

transkrip wawancara, hasil observasi, dokumentasi dan catatan lapangan serta

bahan-bahan lain yang dipahami oleh peneliti. Kegiatan analisis data

dilakukan dengan menelaah data, menata data, membagi menjadi satuan-

satuan yang dapat dikelola, mensintesis, mencari pola, menemukan apa yang

bermakna dan apa yang diteliti dan dilaporkan secara sistematis.

Data itu sendiri terdiri dari deskripsi-deskripsi yang rinci mengenai

situasi, peristiwa, orang, interaksi, dan perilaku. Dengan kata lain data

merupakan deskripsi dari pernyataan-pernyataan seseorang tentang perspektif

pengalaman suatu hal, sikap, keyakinan, dan pikirannya serta petikan-petikan

isi dokumen yang berkaitan dengan suatu program.


71
Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, 86.
72
Suharsmi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta,
2006), 158.
58

Analisis data dilakukan selama pengumpulan data di lapangan setelah

semua data terkumpul. 73 dengan teknik analisis model interaktif yang

dikembangkan oleh Miles and Huberman. Dalam Model Miles and Hubermen

Analisis data berlangsung secara simultan yang dilakukan bersamaan dengan

proses pengumpulan data dengan alur tahapan: pengumpulan data (data

collection), reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan

kesimpulan atau verifikasi (conclution drawing & verifying). Teknik analisis

data model interaktif tersebut dapat dibagankan sebgai berikut:

Gambar 3.1 : Teknik Analisis Data Model Interaktif 74

Penelitian menggunakan model analisis interaktif yang mencakup tiga

komponen yang saling berkaitan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan

penarikan kesimpulan. Sedangkan konseptualisasi, kategorisasi, dan deskripsi

dikembangkan atas dasar kejadian (incidence) yang diperoleh ketika

di lapangan. Karenanya antara kegiatan pengumpulan data dan analisis data

73
Sudarsono, Beberapa Pendekatan dalam Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1992), 326.
74
Miles and Huberman, Qualitatif Data Analysis, (California: Sage Publication Inc, 1988), 21-23.
59

menjadi satu kesatuan yang tidak mungkin dipisahkan, keduanya berlangsung

simultan, dan serempak. Proses analisis data di sini terbagi menjadi tiga

komponen, antara lain sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,

menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan

mengorganisasikan data sedemkian rupa sehingga diperoleh kesimpulan

akhir dan diverivikasi. Reduksi data juga diartikan sebagai proses

pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, dan trasformasi

data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi

data berlangsung terus menerus selama penelitian berlangsung, bahkan

sebelum data benar-benar terkumpul, sudah mengantisipasi adanya

reduksi data sudah tampak sewaktu memutuskan kerangka konseptual,

wilayah penelitian, permasalahan penelitian, dan penentuan metode

pengumpulan data.

Selama pengumpulan data berlangsung sudah ada tahapan reduksi,

selanjutnya membuat ringkasan, mengkode, menelusuri tema, dan

menulis memo. Proses ini berlanjut sampai proses pengumpulan data

di lapangan berakhir, bahkan pada saat pembuatan laporan sehingga

tersusun secara lengkap. Data yang telah diperoleh disederhanakan dan

diseleksi relevansinya dengan masalah penelitian, sedangkan data yang

tidak diperlukan dibuang.


60

2. Penyajian Data

Sebagaimana dijelaskan oleh Miles dan Huberman dalam Lexi J.

Moleong bahwa penyajian data dimaksudkan untuk menemukan pola-

pola yang bermakna serta memberikan kemungkinan adanya penarikan

kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data dalam penelitian

ini juga dimaksudkan untuk menemukan suatu makna dari data-data yang

sudah diperoleh, kemudian disusun secara sistematis dari bentuk

informasi yang kompleks menjadi sederhana namun selektif. 75

3. Verifikasi (Menarik Kesimpulan)

Kegiatan analisis data pada tahap terakhir adalah menarik

kesimpulan dan verifikasi. Analisis yang dilakukan selama pengumpulan

data dan sesudah pengumpulan data digunakan utuk menarik kesimpulan

sehingga menemukan pola tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi. Sejak

pengumpulan data peneliti berusaha mencari makna atau arti dari simbol-

simbol, mencari keteraturan pola, penjelasan-penjelasan, dan alur sebab

akibat yang terjadi. Dari kegiatan ini dibuat kesimpulan-kesimpulan yang

sifatnya masih terbuka, kemudian menuju ke yang spesifik/rinci.

Kesimpulan akhirnya diharapkan dapat diperoleh setelah pengumplan

data selesai.

75
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 188.
61

G. Pengecekan Keabsahan Data

Pengecekan keabsahan data sanngat perlu dilakukan agar data yang

dihasilkan dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Pengecekan keabsahan data merupakan suatu langkah untuk mengurangi

kesalahan dalam proses perolehan data penelitian yang tentunya akan

berimbas terhadap hasil akhir dari suatu penelitian.

Dalam proses pengecekan keabsahan data pada penelitian ini harus

melalui beberapa teknik pengujian data. Adapun tenik pengecekkan

keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Perpanjangan Keikutsertaan

Dalam penelitian kualitatif, peneliti terjun ke lapangan dan ikut

serta dalam kegiatan-kegiatan subyek penelitian. Keikutsertaan tersebut

tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, akan tetapi memerlukan

waktu yang lebih lama dari sekedar untuk melihat dan mengetahui subyek

penelitian. Dengan perpanjangan keikutsertaan ini berarti peneliti tinggal

di lapangan penelitian sampai data yang dikumpulkan penuh. 76

Perpanjangan keikutsertaan peneliti dapat menguji kebenaran

informasi yang diperoleh secara distorsi baik berasal dari penelti sendiri

maupun dari kepala sekolah. Distorsi tersebut memungkinkan tidak

disengaja. Perpanjangan keikutsertaan ini dapat membangun kepercayaan

kepala sekolah kepada peneliti, sehingga antara penelti dan informan

kunci (kepala sekolah) pada akhirnya tercipta hubungan yang baik

76
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 327.
62

sehingga memudahkan kepala sekolah untuk mengungkapkan sesuatu

secara lugas dan terbuka.

2. Ketekunan Pengamatan

Ketekunan pengamatan dimaksudkan untuk menentukan data dan

informasi yang relevan dengan persoalan yang sedang dicari oleh peneliti,

kemudian peneliti memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.

3. Triangulasi

Triangulasi dilakukan dengan cara membandingkan dan mengecek

balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari informan

yang satu ke informan lainnya. Misalnya dari guru yang satu ke guru yang

lainnya, dari kepala sekolah ke wakil kepala sekolah, dan lain sebagainya.

Dalam pengecekan keabsahan data penelitian ini, peneliti juga

menggunakan triangulasi, yakni teknik pemeriksaan data memanfaatkan

sesuatu yang lain di luar data tersebut bagi keperluan pengecekan atau

sebagai bahan pembanding terhadap data tersebut. Untuk pengecekan data

melalui pembandingan terhadap data dari sumber lainnya. 77

77
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 330.
BAB IV

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

Dalam uraian tentang deskripsi lokasi penelitian ini akan dibahas

tentang sejarah singkat MI. Nurul Islam Tunjung, visi, misi, tujuan dan

sasaran sekolah.

1. Sejarah Singkat MI. Nurul Islam Tunjung

MI. Nurul Islam Tunjung berdiri pada Tanggal 5 Bulan Juni Tahun

1971 berdasarkan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor:

5273 Tahun 2016, dengan Nomor Statistik Madrasah (NSM):

111235080057. Seperti halnya sekolah-sekolah lainnya tentunya masih

banyak hal-hal yang perlu dibenahi dan dikembangkan untuk

meningkatkan kualitasnya baik dari segi mutu maupun dari segi fisiknya.

Menurut Kyai Irsad pada awalnya Madrasah Ibtidaiyah ini

bertempat di Masjid yang berlokasi di selatannya gedung MI sekarang ini.

Bertempat di masjid karena belum memiliki gedung sendiri. 78

Pertama kali didirikan, Madrasah Ibtidaiyah Nurul Islam ini hanya

memiliki tiga kelas yang terdiri dari kelas 1, 2, dan 3, masing-masing

kelas rata-rata terdiri dari 15 orang siswa. Gurunya pun hanya beberapa

orang saja yaitu Kyai Irsad yang dibantu oleh beberapa orang guru lain.

78
Kyai Irsad, Wawancara, Tunjung, 12 April 2017.
64

2. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran sekolah

a. Visi Sekolah:

“Terwujudnya sekolah yang unggul dalam prestasi

berdasarkan Iman dan Taqwa”.

b. Misi Sekolah:

Bertolak dari visi sekolah di atas, maka misi yang diemban

adalah:

1). Menumbuhkan sikap keimanan dan ketaqwaan kepada Allah

SWT melalui kegiatan peribadatan dan keagamaan bagi seluruh

warga sekolah;

2). Mendorong, membimbing dan membantu setiap siswa untuk

berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki

dalam belajar, bersikap, dan berlatih;

3). Menumbuhkan semangat keimanan, kepribadian terpuji serta

keunggulan dalam berkarya secara intensif kepada seluruh warga

sekolah;

4). Menumbuhkan sikap disiplin bagi seluruh warga sekolah sebagai

cerminan sikap beriman dan berakhlakul karimah, serta terampil

dalam segala kegiatan pendidikan.

Indikator dari Visi di atas adalah:

1). Semua komponen sekolah di dalam bertindak selalu didasari rasa

iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2). Unggul dalam perolehan nilai UAMBN dan US/M;


65

3). Unggul dalam kegiatan keagamaan, sopan santun dan budi

pekerti luhur serta berdisiplin tinggi;

4). Unggul dalam kedisiplinan;

5). Unggul dan terampil dalam kegiatan olah raga dan kesenian.

c. Tujuan

Sebagai wujud nyata partisipasi aktif MI. Nurul Islam Tunjung

dalam meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan melaksanakan

kegiatan belajar mengajar yang efektif dan efisien.

Menawarkan program-program sekolah yang potensial dalam

upaya pembinaan peserta didik untuk mendapatkan perhatian dan

bantuan baik moril maupun materil dari pihak-pihak terkait.

d. Sasaran

Sasaran yang ingin dicapai melalui program ini adalah:

1). Memacu guru dan siswa untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran sehingga pada tahun 2018 rata-rata nilai US/M

mencapai 65,00;

2). Mengupayakan pembangunan Musholla sehingga siswa dan guru

dapat sholat berjamaah dan juga sebagai sentral kegiatan

keagamaan di MI. Nurul Islam Tunjung.

B. Paparan Data

Dalam paparan data ini, akan dipaparkan secara berurut berdasarkan

fokus penelitian, yaitu: (1) peran kepemimpinan kepala sekolah dalam


66

mengem-bangkan budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung

Randuagung Lumajang, (2) budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam

Tunjung Randuagung Lumajang.

1. Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan

Budaya Membaca Al-Qur’an di MI. Nurul Islam Tunjung

Randuagung Lumajang

Upaya sekolah mencapai tujuan organisasi sangat diperlukan oleh

kepala sekolah yang handal dan mempunyai banyak inovasi dalam rangka

mengembangkan tenaga pendidikan seperti halnya MI. Nurul Islam

Tunjung. Tidak semua kepala sekolah memiliki kemampuan dalam

mengelola dan memimpin guru, staf, dan siswa pada sebuah sekolah yang

boleh dikatakan masih sangat terpencil, apalagi sekolah tersebut telah

mengembangkan budaya membaca Al-Qur‟an. Budaya membaca

Al-Qur‟an yang dilaksanakan di MI. Nurul Islam Tunjung tersebut sudah

berjalan selama 2 tahun. Seorang kepala sekolah akan berhasil dan

dipandang mampu mengelola kegiatan membaca Al-Qur‟an dengan cara

meningkatkan perannya dalam rangka mengembangkan budaya membaca

Al-Qur‟an di sekolah tersebut untuk mendorong visi menjadi aksi.

Berdasarkan hasil pengamatan peran serta dan wawancara

mendalam peneliti dengan kepala sekolah, waka kurikulum, guru dan

siswa menunjukkan bahwa kepala MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung

Lumajang dalam mengembangkan budaya membaca Al-Qur‟an

di sekolahnya terdapat beberapa peran, yaitu:


67

a. Berperan Sebagai Edukator (Pendidik)

Dalam melakukan perannya sebagai edukator kepala MI.

Nurul Islam Tunjung memiliki strategi yang tepat untuk

meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolahnya.

Beliau mengatakan :

Saya mencoba menciptakan iklim sekolah yang kondusif,


memberikan nasehat kepada seluruh warga sekolah, memberikan
bimbingan kepada guru, karyawan dan juga para siswa. Saya juga
memberikan dorongan kepada para tenaga kependidikan yang ada
di sekolah saya untuk melaksanakan kegiatan pembudayaan
bacaan Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung, dan Alhamdulillah
kegiatan tersebut dapat berjalan dengan baik sesuai dengan jadwal
dan pembagian tugas yang telah ditetapkan bersama dan kegiatan
tersebut mendapatkan perhatian dan antusias yang tinggi dari
seluruh warga sekolah.79

Berdasarkan keterangan tersebut menunjukkan bahwa kepala

sekolah di MI. Nurul Islam Tunjung dalam melakukan perannya

sebagai edukator selalu mencoba menciptakan iklim sekolah yang

kondusif, selalu memberikan nasehat kepada guru, karyawan dan juga

para siswa juga memberikan bimbingan dan dorongan untuk

melaksanakan kegiatan atau program pengembangan budaya

membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung

Lumajang.

Keterangan lain yang peneliti dapatkan dari wakil kepala

sekolah bagian kurikulum, Ibu Faizah Tulwidah, S.Pd.I mengatakan:

Dalam mengembangkan budaya membaca Al-Qur‟an di sekolah


kami tidak lepas dari bimbingan dan arahan yang diberikan oleh
kepala sekolah kami, beliau sering memberikan bimbingan kepada

79
Mustofa, Wawancara, Tunjung, 12 April 2017.
68

para guru, tata usaha terutama sekali kepada para siswa. Untuk
menambah wawasan para guru kepala sekolah mengadakan
pelatihan-pelatihan dan penataran-penataran untuk tingkat
sekolah, terutama yang berhubungan dengan pembinaan tentang
pengajaran Al-Qur‟an ataupun metode Iqra‟.80

Keterangan di atas menunjukkan bahwa kepala MI. Nurul

Islam Tunjung selaku pimpinan selalu memberikan bimbingan

kepada para guru dan semua warga sekolah, untuk menambah

wawasan para guru, maupun karyawan, mereka diikutsertakan

dalam kegiatan diklat tentang pengajaran Al-Qur‟an maupun

penataran metode Iqra‟ di tingkat sekolah.

Selain itu keterangan lain yang peneliti dapatkan dari Ibu

Supriyatin, S.Pd selaku wakil kepala sekolah bidang kesiswaan,

mengatakan:

Kepala sekolah selalu memperhatikan dan ikut mengontrol


kegiatan bacaan Al-Qur‟an di masing-masing kelas, beliau selalu
mengingatkan kepada kami untuk selalu menggunakan waktu
belajar membaca Al-Qur‟an di kelas secara efektif, karena
kegiatan membaca Al-Qur‟an dilaksanakan pada 7-10 menit
sebelum jam pertama dimulai, beliau selalu mengingatkan para
guru untuk memulai dan mengakhiri pembelajaran baca Al-
Qur‟an sesuai waktu yang ditentukan dan memanfaatkan waktu
tersebut secara efektif dan efisien, jangan sampai mengganggu
dan makan waktu/molor samapai melebihi waktu untuk jam
pelajaran pertama.81

Dalam kegiatan membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam

Tunjung, kepala sekolah selalu memperhatikan dan mengontrol

kegiatan tersebut dimasing-masing kelas, beliau selalu mengingatkan

para guru untuk memulai dan mengakhiri pembelajaran baca

80
Faizah Tulwidah, Wawancara, Tunjung, 12 April 2017.
81
Supriyatin, Wawancara, Tunjung, 12 April 2017.
69

Al-Qur‟an sesuai dengan waktu yang ditentukan dan memanfaatkan

waktu tersebut secara efektif dan efisien, agar jangan sampai

mengganggu dan melebihi waktu untuk jam pelajaran pertama.

Sementara itu, menurut Ibu Riza Umami, S.Pd.I guru Pembina

tilawah dan tartil Al-Qur‟an pada kegiatan ekstrakurikuler

mengatakan:

Kepala sekolah kami juga ikut mengajarkan dan membimbing


kegiatan tilawah dan tartil Al-Qur‟an yang dilaksanakan pada
kegiatan ekstrakurikuler dua kali seminggu pada sore hari. Beliau
sangat mahir dalam melagukan ayat-ayat Al-Qur‟an dan sayapun
banyak belajar dari beliau. Di Kecamatan Randuagung beliau
adalah seorang ustadz juga sebagai dewan hakam apabila ada
kegiatan MTQ maupun STQ yang dilaksanakan di Kecamatan
Randuagung.82

Berdasarkan pengamatan langsung peneliti di MI. Nurul Islam

Tunjung bahwa kepala sekolah dalam menjalankan perannya sebagai

edukator/pendidik selalu memberikan bimbingan dan arahan kepada

para guru, karyawan, dan terutama sekali kepada para siswa. Dalam

membudayakan kegiatan membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam

Tunjung kepala sekolah selalu memberikan arahan dan bimbingannya

kepada seluruh warga sekolah dan seluruh warga sekolah melaksana

kan kegiatan membaca Al-Qur‟an dengan penuh antusias dan

perhatian yang tinggi. 83

Selain itu kepala sekolah juga melibatkan para guru dalam

kegiatan penataran dan pelatihan yang berkaitan dengan metode

82
Supriyatin, Wawancara, Tunjung, 12 April 2017.
83
Observasi, Tunjung, 10 April 2017.
70

pengajaran Al-Qur‟an yang diadakan di tingkat sekolah, sehingga

dengan pelatihan dan pendidikan tersebut dapat menambah wawasan

para guru dalam pengajaran membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam

Tunjung, dan ini sangat dirasakan langsung oleh para guru di sekolah

tersebut.

Sebagai edukator, kepala MI. Nurul Islam Tunjung selalu

memperhatikan dan mengontrol kegiatan pengajaran membaca

Al-Qur‟an yang dilaksanakan di masing-masing kelas dan selalu

mengingatkan kepada guru-gurunya untuk memperhatikan waktu

belajar membaca Al-Qur‟an di kelas secara efektif, karena kegiatan

membaca Al-Qur‟an dilaksanakan pada 7-10 menit sebelum jam

pertama dimulai, beliau selalu mengingatkan para guru untuk

memulai dan mengakhiri pembelajaran baca Al-Qur‟an sesuai dengan

waktu yang ditentukan dan memanfaatkan waktu tersebut secara

efektif dan efisien, jangan sampai mengganggu dan sampai melebihi

waktu untuk jam pelajaran pertama.

Berdasarkan observasi langsung peneliti di lapangan bahwa

kepala MI. Nurul Islam Tunjung ikut mengajarkan dan memberikan

bimbingan khusus pada kegiatan ekstrakurikuler pada sore hari bagi

siswa-siswa yang memiliki potensi pada bidang tilawah dan tartil

Al-Qur‟an. 84

84
Observasi, Tunjung, 10 April 2017.
71

Berdasarkan keterangan di atas bahwa kepala MI. Nurul Islam

Tunjung Randuagung Lumajang menunjukkan perannya dalam

mengem-bangkan budaya membaca Al-Qur‟an di sekolah tersebut,

yaitu berperan sebagai edukator atau pendidik.

b. Peran Kepala Sekolah Sebagai Manajer

Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai

manajer, kepala MI. Nurul Islam Tunjung memiliki strategi yang

tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerja sama

atau kooperatif, dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga dalam

berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah, yaitu

di antaranya program mengembangkan budaya membaca Al-Qur‟an

di sekolah.

Kepala MI. Nurul Islam Tunjung, berkaitan dengan perannya

sebagai manajer dalam mengembangkan budaya membaca Al-Qur‟an

di sekolahnya, beliau meberikan komentar sebagai berikut:

Program mengembangkan budaya membaca Al-Qur‟an yang


dilaksana-kan di MI. Nurul Islam Tunjung tersebut oleh dilakukan
melalui beberapa proses, mulai dari merencanakan, mengorgani
sasikan, melaksanakan, memimpin, mengendalikan, menggerakan
dan menda-yagunakan sumber-sumber yang ada terutama para
guru, karyawan dan juga siswa dalam rangka mencapai tujuan
yang diharapkan. Pada awalnya saya merencanakan untuk
mengadakan kegiatan membaca Al-Qur‟an di sekolah saya ketika
saya baru diangkat menjadi kepala sekolah di MI. Nurul Islam
Tunjung pada bulan Pebruari 2015 lalu, dimana kegiatan ini saya
lihat belum dilaksanakan oleh kepala sekolah sebelumnya dan
rencana tersebut mendapat sambutan yang baik dari seluruh warga
sekolah, pengurus Komite sekolah maupun masyarakat, kemudian
untuk memperlancar dan terorganisir kegiatan tersebut akhirnya
melalui SK Kepala sekolah 011/SK/MI. NI/VII/2016 saya
menetapkan beberapa personil yang diambil dari guru-guru yang
72

berkompeten dan memiliki potensi khusus untuk membina


kegiatan tersebut, dan alhamdulillah kegiatan pengajaran
membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung dapat berjalan
dengan baik sampai sekarang sesuai dengan yang diharapkan dan
direncanakan. 85

Berdasarkan keterangan kepala sekolah tersebut menunjukkan

adanya perencanaan yang matang dari kepala sekolah untuk

mengembangkan budaya membaca Al-Qur‟an di sekolahnya.

Rencana tersebut mendapat sambutan yang baik dari para guru,

komite sekolah, karyawan maupun masyarakat sehingga kegiatan

membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung dapat terwujud

dengan dikeluarkan SK Kepala Sekolah Nomor: 011/SK/MI.

NI/VII/2016 Tentang Pembagian tugas pembinaan baca Al-Qur‟an

MI. Nurul Islam Tunjung Semester Genap Tahun Pelajaran

2016/2017. Dalam SK tersebut kepala sekolah menetapkan dan

mengangkat guru-guru yang memiliki potensi khusus sebagai

pembina kegiatan tersebut dan para guru pembina tersebut ditatar

khusus dalam hal metode pengajaran Al-Qur‟an.

Menurut keterangan yang diberikan oleh Kyai Irsad selaku

Ketua Komite Madrasah, mengatakan:

Bahwa dalam peningkatan profesionalisme tenaga kependidikan


di sekolah, kepala MI. Nurul Islam Tunjung terus melakukan kerja
sama dengan tenaga kependidikan dan pihak lain yang terkait
dalam melaksanakan setiap kegiatan. Sebagai manajer kepala
sekolah kami berusaha untuk terus memdayagunakan seluruh
sumber daya sekolah dalam rangka mewujudkan visi, misi dan
mencapai tujuan sekolah dalam kaitannya dengan pengembangan
budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung, kepala

85
Mustofa, Wawancara, Tunjung, 12 April 2017.
73

sekolah kami juga tetap dan berusaha terus untuk mengoptimalkan


sumber daya yang ada di sekolah kami dan terus berusaha
menggerakkan guru-guru, tata usaha dan siswa dalam
melaksanakan kegiatan dan program tersebut.86

Hal senada seperti yang diungkapkan oleh Ibu Maisaroh, S.Pd:

Kepala sekolah kami di MI. Nurul Islam Tunjung ini terus


berusaha untuk mendorong keterlibatan semua warga sekolah
terutama para guru, siswa dan tata usaha untuk ikut berpartisipasi
dalam setiap kegiatan di sekolah, terutama yang menjadi kegiatan
unggulan beliau saat ini yaitu kegiatan membudayakan baca
Al-Qur‟an di sekolah yang sudah berjalan hampir 2 tahun ini. 87

Dari beberapa keterangan dan uraian di atas dapat peneliti

jelaskan bahwa kepala MI. Nurul Islam Tunjung memiliki peran

sebagai manajer dalam mengembangakan budaya membaca

Al-Qur‟an di sekolahnya, hal tersebut dibuktikan dengan adanya

indikasi bahwa kepala MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung

Lumajang dalam melaksanakan kegiatan tersebut melalui proses

manajerial, yaitu mulai dari merencanakan, mengorganisasikan,

melaksanakan, memimpin, mengendalikan, dan menggerakan serta

mendayagunakan sumber dan tenaga yang ada.

Selain itu, dalam peningkatan profesionalisme tenaga

kependidikan di sekolah, kepala MI. Nurul Islam Tunjung terus

melakukan kerja sama dengan tenaga kependidikan dan pihak lain

yang terkait dalam melaksanakan setiap kegiatan. Sebagai manajer

kepala MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung Lumajang terus

berusaha untuk memdayagunakan seluruh sumber daya sekolah

86
Kyai Irsad, Wawancara, Tunjung, 12 April 2017.
87
Maisaroh, Wawancara, Tunjung, 12 April 2017.
74

dalam rangka mewujudkan visi, misi dan mencapai tujuan sekolah

dalam kaitannya dengan pengembangan budaya membaca Al-Qur‟an

di MI. Nurul Islam Tunjung, kepala MI. Nurul Islam Tunjung

Randuagung Lumajang juga tetap dan berusaha terus untuk

mengoptimalkan sumber daya yang ada di MI. Nurul Islam Tunjung

Randuagung Lumajang dan terus berusaha menggerakkan guru-guru,

tata usaha dan siswa dalam melaksanakan kegiatan dan program

unggulannya yaitu mengembangkan budaya membaca Al-Qur‟an.

c. Peran Kepala Sekolah Sebagai Administrator

Dalam melakukan perannya sebagai administrator kepala MI.

Nurul Islam Tunjung khususnya dalam mengembangkan budaya

membaca Al-Qur‟an melakukan pencatatan, penyususnan dan

pendokumenan seluruh program kegiatan tersebut. Berikut penuturan

beliau yang berhasil peneliti kutip dari hasil wawancara dengan

beliau di ruang kerjanya:

Secara spesifik, saya memasukan ngaji jama‟/pengajaran baca


Al-Qur‟an sebagai bentuk kegiatan yang harus terus dibudayakan,
dan kegiatan tersebut wajib diikuti oleh seluruh siswa, dan untuk
mengelola kegiatan tersebut agar dapat berjalan dengan baik saya
mengangkat beberapa dewan guru sebagai pembina dan
mengkoordinir jalannya kegiatan tersebut, tentunya saya
mengangkat guru-guru yang berkompeten berdasarkan SK
pembagian tugas yang saya keluarkan, disamping itu kami
mengusahakan pengadaan buku-buku iqra‟ dan sejumlah
Al-Qur‟an karena saya lihat masih banyak dari para siswa yang
belum memiliki Iqra‟ dan Al-Qur‟an.88

88
Mustofa, Wawancara, Tunjung, 12 April 2017.
75

Berdasarkan SK pembagian tugas yang dikeluarkan oleh

kepala MI. Nurul Islam Tunjung Nomor: 011/SK/MI. NI/VII/2016

bahwa guru-guru yang disebut namanya dalam lampiran SK

pembagian tugas tersebut merupakan bagian dari tugas tambahan

yang diberikan kepada mereka dan itu artinya akan membutuhkan

dana tambahan untuk kegiatan tersebut dan honor tambahan bagi

pembina kegiatan tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut,

berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh bendahara rutin MI.

Nurul Islam Tunjung Bapak Muslim Pribadi, S.Pd.I dalam hubungan-

nya dengan pengelolaan keuangan, mengatakan:

Kepala sekolah kami sudah mengalokasikan dana khusus untuk


kegiatan pengajaran Al-Qur‟an, baik untuk pembelian iqra‟ dan
Al-Qur‟an, untuk honor para tenaga dan pembinanya maupun
untuk biaya lainnya yang dibutuhkan dalam kegiatan tersebut,
selaku bendahara dan sebagai bawahan beliau saya harus
mengindahkan perintah atasan saya bahkan saya merasa senang
karena dana ini untuk kegiatan keagamaan, dana yang kami
gunakan untuk kegiatan ini adalah berasal dari dana pendidikan
gratis bantuan dari pemerintah pusat dan Kabupaten Lumajang,
untuk pembelian sarana berupa Iqra‟ dan Al-Qur‟an maupun
kebutuhan lainnya uangnya saya serahkan kepada wakasek
sarana.89

Sementara itu, berdasarkan penuturan dari wakil kepala

sekolah bidang sarana dan prasarana yaitu Bapak Prayit, S.Pd

membenarkan apa yang dikatakan oleh bendahara tersebut. Beliau

mengatakan:

Apa yang dikatakan oleh bendahara (Bapak Muslim Pribadi) itu


memang benar, saya selaku wakasek sarana dan prasarana
ditugaskan oleh kepala sekolah untuk membeli barang-barang dan

89
Muslim Pribadi, Wawancara, Tunjung, 12 April 2017.
76

seluruh keperluan sekolah, termasuk juga untuk membeli


kebutuhan kegiatan pengajaran membaca Al-Qur‟an, baik berupa
buku Iqra‟, Al-Qur‟an dan yang lainnya, akhir tahun 2016 lalu.90

Berdasarkan penuturan dan keterangan yang di sampaikan

oleh beberapa informan di atas menunjukkan bahwa kepala MI. Nurul

Islam Tunjung menjalankan perannya sebagai administrator dalam

kaitannya dengan pengelolaan keuangan yang digunakan untuk

insentif/honor bagi tenaga pengajar dan pembina kegiatan

pengajaran Al-Qur‟an. Selain itu juga kepala MI. Nurul Islam

Tunjung mengalokasikan dana khusus untuk pengadaan kitab suci

Al-Qur‟an dan buku-buku Iqra‟ untuk keperluan mengajaran

membaca Al-Qur‟an. Hal ini juga dibuktikan dengan dokumen

penggunaan anggaran dana gratis utnuk kegiatan keagamaan. 91

Pengelolaan sarana kelas juga sangat diperhatikan oleh kepala

MI. Nurul Islam Tunjung, terhitung akhir tahun 2016 lalu sudah dapat

melakukan pengecatan seluruh ruang kelas. 92

d. Peran Kepala Sekolah Sebagai Supervisor

Dalam melaksanakan perannya sebagai supervisor, kepala

MI. Nurul Islam Tunjung mewujudkannya dalam bentuk menyusun

dan melaksanakan program supervise pendidikan. Khusus yang

berkaitan dengan pengembangan budaya membaca Al-Qur‟an kepala

MI. Nurul Islam Tunjung melakukan beberapa hal, di antaranya

90
Prayit, Wawancara, Tunjung, 12 April 2017.
91
Dokumentasi, Tunjung, 12 April 2017.
92
Dokumentasi, Tunjung, 12 April 2017.
77

seperti yang beliau sampaikan kepada peneliti di ruang kerjanya,

beliau mengatakan:

Sebagai supervisor, banyak hal yang saya lakukan untuk


meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah kami. Dalam
kaitannya dengan pengembangan budaya membaca Al-Qur‟an di
sekolah saya melakukan diskusi kelompok dengan para guru
pembina, dengan para wakasek maupun karyawan untuk
membicarakan tentang penyususnan program dan rencana
kegiatan yang dilakukan dalam pembelajaran baca Al-Qur‟an
tersebut, kemudian pada saat pelaksanaan kegiatan tersebut saya
melakukan kunjungan ke masing-masing kelas untuk mengontrol
dan menilai sejauh mana kemajuan dan perkembangan
pelaksanaan kegiatan tersebut, apakah sudah sesuai dengan yang
direncanakan dalam program yang telah disusun ataukah masih
ada yang kurang, dan kalau masih ada yang kurang, maka saya
akan mengadakan pembicaraan secara individual terhadap guru
tersebut dan bahkan kalau masih banyak yang masih kurang
memahami cara mengajaran Al-Qur‟an dari para guru, saya
langsung mengadakan simulasi pembelajaran atau pelatihan
khusus tentang metode pengajaran Al-Qur‟an untuk seluruh guru
dan karyawan di sekolah.93

Dari keterangan tersebut nampak jelas bahwa kepala

MI. Nurul Islam Tunjung melaksanakan perannya sebagai supervisor

dalam rangka pengembangan budaya membaca Al-Qur‟an di MI.

Nurul Islam Tunjung, diantaranya yang dilakukan beliau selaku

supervisor adalah melakukan diskusi kelompok dengan segala

komponen yang ada di sekolah tentang penyususnan program rencana

kegiatan pengembangan budaya membaca Al-Qur‟an di sekolah

tersebut, melakukan kunjungan kelas untuk mengontrol dan

melakukan supervisi terhadap kegiatan yang dilakukan oleh guru-

guru di masing-masing kelas baik pada kegiatan baca Al-Qur‟an/

93
Mustofa, Wawancara, Tunjung, 12 April 2017.
78

ngaji jama‟ maupun kegiatan belajar mengajar (KBM). Selain itu

kepala MI. Nurul Islam Tunjung melaksanakan simulasi pembela

jaran dan pembicaraan individu sebagai bentuk tanggung jawab

beliau dalam meberikan masukan dan perbaikan guna menambah

wawasan dan pengetahuan para guru tentang metode pengajaran

Al-Qur‟an.

Hal ini diperkuat oleh Ibu Faizah Tulwidah, S.Pd.I selaku

wakasek kurikulum yang mengatakan:

Pada saat kepala sekolah merencanakan kegiatan baca


Qur‟an/Ngaji Jama‟ dilaksanakan di sekolah, awalnya beliau
mengajak saya dan beberapa wakil kepala sekolah lainnya,
pengurus komite sekolah serta pembina IMTAQ untuk membahas
dan mendiskusikan program kegiatan pengajaran baca Qur‟an
bagi para siswa MI. Nurul Islam Tunjung yang beliau rencanakan,
setelah kami diskusikan dalam kelompok yang diwakili oleh
kepala sekolah, wakasek, komite sekolah dan pembina IMTAQ
dan semuanya sepakat dengan program tersebut, selanjutnya
program tersebut kami agendakan dalam rapat khusus dengan
seluruh guru dan karyawan, dan akhirnya program kegiatan
pengajaran membaca Al-Qur‟an bagi para siswa mendapat
sambutan yang antusias dari para guru dan karyawan. 94

Hal lainnya seperti yang diungkapkan oleh Bapak Said

Sahroni, S.Pd.I guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang

mengajar pada jam pertama, mengatakan:

Pada saat saya memandu kegiatan pengajaran membaca


Al-Qur‟an di kelas 4, kepala sekolah datang melakukan kunjungan
kelas, mengontrol dan melakukan supervisi seperti halnya beliau
melakukan supervisi saat kami mengajar bidang studi kami
masing-masing. Setelah selesai pelajaran membaca Al-Qur‟an dan
pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang saya ampu dan saya
keluar dari kelas, saya dipanggil ke ruangan kepala sekolah dan
kepala sekolah memberikan arahan dan masukan kepada saya, dan

94
Faizah Tulwidah, Wawancara, Tunjung, 12 April 2017.
79

pada saat yang lain bersama dengan teman-teman lainnya kami


diberikan pengajaran khusus tentang metode pengajaran
Al-Qur‟an. Sejak itu alhamdulillah saya sudah dapat membaca
Al-Qur‟an dengan lancar.95

Kegiatan utama pendidikan di sekolah dalam rangka

mewujudkan tujuannya adalah kegiatan pembelajaran, sehingga

seluruh aktivitas organisasi sekolah bermuara pada pencapaian

efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Oleh karena itu, salah satu

tugas kepala sekolah adalah sebagai supervisor, yaitu mensupervisi

pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kependidikan. Hal ini seperti

yang dilakukan oleh kepala MI. Nurul Islam Tunjung sebagai

supervisor dalam mengembangkan budaya membaca Al-Qur‟an

di MI. Nurul Islam Tunjung.

e. Peran Kepala Sekolah Sebagai Leader (Pemimpin)

Peran kepala sekolah sebagai leader (pemimpin) harus mampu

memberikan petunjuk dan pengawasan, membuka komunikasi dua

arah, dan mendelegasikan tugas, seperti yang peneliti amati terhadap

kepala MI. Nurul Islam Tunjung, pada saat peneliti mengamati

pelaksanaan kegiatan pengajaran Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam

Tunjung.

Pada saat kepala MI. Nurul Islam Tunjung melakukan tugas dinas
di luar sekolah, beliau mendelegasikan tugas-tugasnya kepada
salah seorang guru, pada waktu itu adalah Ibu Siti Fatimah, pada
saat kegiatan pengajaran membaca Al-Qur‟an di kelas Ibu Siti
Fatimah melakukan kunjungan dan kontrol ke masing-masing
kelas.96

95
Said Sahroni, Wawancara, Tunjung, 12 April 2017.
96
Observasi, Tunjung, 10 April 2017.
80

Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa kepala MI. Nurul

Islam Tunjung selalu mendelegasikan tugas-tugasnya kepada wakil

kepala sekolah bilamana kepala sekolah mempunyai tugas dinas

di luar sekolah, seperti halnya yang didelegasikan kepada salah

seorang guru yaitu Ibu Siti Fatima untuk melaksanakan tugas

kepemimpinan di sekolah selama kepala sekolah tidak berada

di sekolah.

Hal senada juga seperti yang diungkapkan oleh Ibu

Suhairiyah, S.Pd.I guru mata pelajaran Aqidah Akhlaq, mengatakan:

Sebagai seorang pemimpin, kepala sekolah kami selalu


menunjukkan kepribadian yang patut kami jadikan sebagai contoh
dan teladan, beliau orangnya jujur, bertanggung jawab, berani
mengambil resiko dan keputusan, berjiwa besar, memiliki jiwa
yang stabil, kepala sekolah kami juga sangat memahami kondisi
kami sebagai guru dan juga karyawan, beliau juga sangat
memahami kondisi dan karakteristik para siswa, beliau sangat
menghargai kekurangan kami terutama kekurangan kami dalam
membaca Al-Qur‟an ketika diadakan kegiatan yasinan bersama
pada hari jum‟at pagi. 97

Berdasarkan keterangan yang disampaikan di atas menunjuk

kan bahwa kepala sekolah memiliki kompetensi kepribadian,

bertanggungjawab dan sangat memahami kondisi dan karakteristik

para siswa dan bahkan guru.

Sementara itu berdasarkan komentar yang disampaikan oleh

salah seorang karyawan, Ibu Khomsatun, S.Pd.I senada dengan hal

tersebut di atas mengatakan:

97
Suhairiyah, Wawancara, Tunjung, 12 April 2017.
81

Bapak kepala sekolah kami sangat mengerti kondisi dan


kemampuan kami, tetapi sebgai pemimpin beliau tetap
memberikan masukan dan arahan untuk kami, tetapi sebagai
pemimpin juga beliau tidak merasa paling pintar, buktinya beliau
sangat menghargai dan selalu menerima masukan dan kritikan
dari kami dalam hal-hal tertentu yang berhubungan dengan
kepemimpinan beliau. Begitupun halnya terhadap cara
pengucapan kami dalam melafadzkan dan membaca ayat
Al-Qur‟an beliau sangat menghargai tetapi tetap menuntun kami
bagaimana cara membaca yang benar.98

Ungkapan tersebut menggambarkan kepribadian kepala

sekolah yang sangat mengerti dan memahami kondisi dan

kemampuan para guru, dimana beliau tetap menunjukkan sifat

menghargai dan tidak merasa paling pintar terhadap guru yang masih

kurang pemahaman terhadap bacaan Al-Qur‟an.

Sedangkan menurut guru lainnya yaitu Ibu Maisaroh, S.Pd,

berbeda dengan apa yang dikatakan oleh Ibu Suhairiyah, S.Pd.I dan

Ibu Khomsatun, S.Pd.I, beliau mengatakan:

Terkadang juga kepala sekolah kami bersikap otoriter dalam


membuat suatu kebijakan, tetapi otoriter beliau masih dalam
batas-batas yang wajar menurut saya, yaitu dalam situasi dan
kondisi tertentu yang mengharuskan bapak kepala sekolah bersifat
otoriter misalnya ketika memasukan pelajaran membaca
Al-Qur‟an sebagai mulok ngaji jama‟, padahal ada 2 atau 3 orang
guru yang tidak sependapat dengan program tersebut, meskipun
pada akhirnya mereka setuju dan melaksanakan program unggulan
sekolah tersebut. Tetapi dengan kekuasaannya kepala sekolah
memutuskan untuk memasukan program ngaji jama‟ sebagai
mulok di sekolah. 99

Ungkapan lainnya yang disampaikan oleh Intan Qomariyah

siswi kelas VI mengatakan:

98
Khomsatun, Wawancara, Tunjung, 12 April 2017.
99
Maisaroh, Wawancara, Tunjung, 12 April 2017.
82

Saya merasa sangat senang mengikuti kegiatan baca Al-Qur‟an


di sekolah, apalagi kalau kepala sekolah yang langsung
mengajarkannya, saya sangat senang soalnya beliau orangnya
sangat sabar menghadapi kami meskipun kami masih belum
banyak yang lancar bacaannya, apalagi kalau kami belum bisa
menghafal ayat-ayat Al-Qur‟an yang ditugaskan kepada kami
untuk menghafalnya, beliau sangat memahami dan mengerti
keadan dan kondisi kami, walaupun saya tidak bisa menghafal
beliau tidak memarahi dan menghukum saya, tetapi beliau
menasehati agar saya rajin belajar di rumah, jangan terlalu banyak
main, supaya nanti saya bisa konsentrasi menghafal ayat-ayat
Al-Qur‟an yang ditugaskan oleh guru pembina IMTAQ. 100

Berdasarkan keterangan tersebut dan observasi peran serta

peneliti di atas menggambarkan bahwa Kepala MI. Nurul Islam

Tunjung dalam menjalankan perannya sebagai leader atau pemimpin

berkaitan dengan pengembangan budaya membaca Al-Qur‟an

di MI. Nurul Islam Tunjung menunjukkan bahwa sebagai leader

beliau memiliki karakter khusus yang mencakup kepribadian,

keahlian dasar, pengalaman dan pengetahuan profesional, pengeta-

huan administrasi dan pengawasan, pengetahuan terhadap tenaga

pendidik, visi dan misi sekolah, kemampuan komunikasi dengan

semua warga sekolah, memahami kondisi dan karakteristi para siswa,

beliau juga adalah kepala sekolah yang dapat menerima masukan,

saran dan kritikan dari berbagai pihak untuk meningkatkan kepemim-

pinannya.

Sebagai seorang pemimpin kepala MI. Nurul Islam Tunjung

juga mampu mendorong timbulnya kemauan yang kuat dengan penuh

semangat dan percaya diri para staf (guru dan karyawan) dalam

100
Intan Qomariyah, Wawancara, Tunjung, 12 April 2017.
83

melaksanakan tugas masing-masing, memberikan bimbingan serta

pengarahan kepada para staf (guru dan karyawan) dari kemajuan dan

memberikan inspirasi sekolah dalam mencapai tujuan.

f. Peran Kepala Sekolah sebagai Innovator

Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai

innovator, kepala MI. Nurul Islam Tunjung memiliki strategi yang

tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan,

mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan

teladan kepada seluruh tenaga kependidikan di sekolah, dan

mengembangkan model-model pembelajaran yang inovatif, seperti

halnya memasukkan program pengembangan budaya membaca

Al-Qur‟an di sekolah sebagai program unggulan yang belum tentu

ditemukan di sekolah lainnya. Hal ini seperti yang beliau ungkapkan

dari wawancara dengan peneliti di ruang kerjanya, mengatakan:

Mengembangkan budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam


Tunjung apalagi menjadikannya sebagai kegiatan yang wajib
diikuti oleh seluruh siswa merupakan suatu kegiatan baru di
sekolah kami bahkan mungkin juga tidak ditemukan di sekolah
lainnya di Kecamatan Randuagung, apalagi setelah program
unggulan ini sudah terlaksana saya akan tetap dan terus
mengembangkannya dan terus mencari model-model
pembelajaran yang inovatif agar semua warga sekolah
di MI. Nurul Islam Tunjung ini bebas dari buta membaca
Al-Qur‟an, dan demi ini semua saya siap tampil untuk memajukan
dan bekerja keras demi terlaksananya program unggulan sekolah
kami, Amin. 101

101
Mustofa, Wawancara, Tunjung, 12 April 2017.
84

Hal senada juga diperkuat oleh Bapak Prayit, S.Pd.I selaku

guru Pembina IMTAQ dan wakil kepala sekolah bidang sarana dan

prasarana menuturkan:

Kepala sekolah kami bisa saya katakan sebagai innovator


di sekolah ini atas keberhasilan dan kesuksesannya menemukan
dan melaksanakan berbagai pembaharuan di sekolah ini, gagasan
baru beliau tersebut adalah berhasil mengembangkan budaya
membaca Al-Qur‟an dan menjadikannya sebagai mulok atau yang
kami kenal dengan istilah Ngaji Jama‟, dan juga melaksanakan
kegiatan ekstrakurikuler tilawah dan tartil. Saya sebagai guru
agama merasa senang karena merasa terbantu dengan adanya
program dan kegiatan ini, sehingga memudahkan bagi saya dalam
membina mental dan juga akhlak anak didik kami. Selain itu juga
saya merasa sangat ringan menyampaikan materi-materi yang
berhubungan dengan aspek Al-Qur‟an dan juga mengajarkan
bahasa arab karena rata-rata siswa sudah pandai membaca
Al-Qur‟an. 102

Dengan demikian dari keterangan di atas menunjukkan bahwa

kepala MI. Nurul Islam Tunjung berperan sebagai innovator yaitu

dengan memasukkan dan mengembangkan budaya membaca

Al-Qur‟an sebagai Ngaji Jama‟ di sekolahnya.

g. Peran Kepala Sekolah sebagai Motivator

Sebagai motivator, kepala MI. Nurul Islam Tunjung memiliki

strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para guru dan

karyawan dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya.

Berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh Said Sahroni,

S.Pd.I, terkait dengan peran beliau sebagai motivator dalam

mengembang- kan budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam

Tunjung, beliau mengatakan:

102
Prayit, Wawancara, Tunjung, 12 April 2017.
85

Sebagai kepala sekolah, saya terus memberikan motivasi kepada


seluruh guru dan karyawan maupun siswa untuk ikut membantu
saya dalam melaksanakan program unggulan sekolah dalam
bidang keagamaan yaitu program mengembangkan budaya
membaca Al-Qur‟an yang alhamdulillah sampai saat ini masih
tetap berjalan dengan lancar. Karena bagi saya dengan
memberikan motivasi kepada seluruh warga sekolah akan dapat
menggerakan faktor-faktor lain kearah efektifitas kerja, bahkan
motivasi sering disamakan dengan mesin dan mobil yang
berfungsi sebagai penggerak dan pengaruh. Oleh karena itu dalam
hal ini saya menerapkan sistem penghargaan kepada guru-guru
khususnya guru pembina kegiatan pengajaran Al-Qur‟an dengan
memberikan hadiah atau menaikan insentifnya dan memenuhi
kebutuhan mereka. Di samping itu penghargaan lain yang saya
berikan kepada guru pembina kegiatan pengajaran Al-Qur‟an
yaitu mengadakan kegiatan pelatihan di tingkat sekolah, dan Isya-
Allah secara bertahap tapi pasti, meskipun belum terwujud tapi
akan saya terapkan yaitu memberikan penghargaan kepada
mereka untuk meningkatkan kualitas mereka dengan mengutus
mereka untuk mengikuti kegiatan diklat di tingkat kabupaten
maupun propinsi. 103

Untuk memperkuat apa yang disampaikan oleh kepala sekolah

tersebut berdasarkan pengamatan peran serta yang dilakukan peneliti

pada saat pertemuan yang diadakan oleh sekolah saat kepala sekolah

melakukan evaluasi terhadap perkembangan kegiatan ataupun

program pengajaran Al-Qur‟an, sebagai berikut:

Dalam rapat evaluasi tersebut, acara dimulai dengan pembacaan


ayat Al-Qur‟an dan dilanjutkan dengan pengarahan oleh bapak
kepala sekolah yang diantara isinya beliau menyampaikan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh guru yang
ada dalam ruang rapat tersebut atas dukungan dan kerja sama
yang baik dari seluruh guru sehingga program unggulan sekolah
yaitu budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung
dapat berjalan sesuai dengan jadwal dan tujuan yang diharapkan,
walaupun masih terdapat kekuarangan disana sini, di akhir
pengarahannya beliau menyampaikan lagi ucapan terima kasih

103
Said Sahroni, Wawancara, Tunjung, 12 April 2017.
86

dan penghargaan yang tiada terhingga kepada seluruh guru dan


karyawan. 104

Keterangan lain yang disampaikan oleh salah seorang guru,

Ibu Maisaroh, S.Pd mengatakan:

Kepala sekolah kami terkadang memberikan penghargaan kepada


kami, atas kesuksesan kami apabila ada siswa kami yang berhasil
mendapat juara olimpiade atau lomba tingkat kecamatan atau
kabupaten, penghargaan itu berupa materi atau hadiah uang dan
juga penghargaan berupa pujian dan motivasi, tetapi kepala
sekolah jarang memberikan hukuman atau celaan kepada guru
atau siswa bila melakukan kesalahan, itu yang saya ketahui
selama saya mengajar disini. 105

Dalam melaksanakan perannya sebagai motivator dalam

kegiatan pengembangan budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul

Islam Tunjung menurut hasil wawancara tersebut menunjukkan

bahwa kepala sekolah terkadang memberikan penghargaan kepada

para guru atas keberhasilan para siswa dalam mengikuti kegiatan

perlombaan di tingkat Kecamatan maupun Kabupaten, penghargaan

yang diberikan tersebut dapat berupa materi mapun non materi,

demikian juga sebaliknya memberikan ganjaran atau peringatan serta

teguran kepada yang berbuat salah baik kesalahan itu dilakukan guru

maupun dilakukan oleh siswa.

104
Mustofa, Wawancara, Tunjung, 12 April 2017.
105
Maisaroh, Wawancara, Tunjung, 12 April 2017.
87

2. Budaya Membaca Al-Qur’an di MI. Nurul Islam Tunjung

Randuagung Lumajang

Budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung sudah

dilaksanakan sejak Tahun Pelajaran 2015/2016 sejak diberlakukannya

Kurikulum 2013 mata pelajaran PAI dan Bahasa Arab untuk lembaga di

bawah naungan Kementerian Agama, sehingga di MI. Nurul Islam

Tunjung budaya membaca Al-Qur‟an berlangsung sampai sekarang,

kegiatan membaca Al-Qur‟an mendapat perhatian yang lebih.

Secara umum bentuk budaya agama yang dikembangkan di MI.

Nurul Islam Tunjung berdasarkan keterangan dari kepala sekolah adalah:

(a) Kegiatan IMTAQ yang dilaksanakan setiap hari jum‟at yang terdiri
dari: Jum‟at Beriman (ceramah agama dan yasinan), Jum‟at Bersih
(gotong royong membersihkan lingkungan sekolah, (b) Ngaji Jama‟,
yaitu mempelajari bacaan Al-Qur‟an dengan baik dan benar, kegiatan
ini dilaksanakan 7-10 menit sebelum jam pertama dimulai dan
langsung dipandu oleh guru yang mengajar pada jam pertama,
(c) Kegiatan pengembangan diri melalui kegiatan ekstrakurikuler
tilawah dan tartil Al-Qur‟an yang dilaksanakan pada sore hari 2 kali
seminggu. 106

Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat diperoleh data bahwa

budaya membaca Al-Qur‟an yang dikembangkan di MI. Nurul Islam

Tunjung dilaksanakan dalam bentuk Ngaji Jama‟ yaitu membaca

Al-Qur‟an di masing-masing kelas sebelum dimulai jam pertama antara 7-

10 menit dan langsung dipandu dan dikoordinir oleh guru yang mengajar

pada jama pertama tetapi tetap dikontrol oleh kepala sekolah maupun

106
Mustofa, Wawancara, Tunjung, 12 April 2017.
88

guru pembina imtaq. Pada setiap kegiatan Jum‟at Beriman diadakan

yasinan bersama seluruh guru, siswa dan karyawan di halaman sekolah.

Kegiatan lainnya yang dilaksanakan adalah kegiatan ekstrakuri

kuler berupa pembinaan dan pelatihan tilawah atau seni baca Al-Qur‟an

dan juga tartil Al-Qur‟an yang dilaksanakan pada sore hari dua kali

seminggu yang diikuti oleh siswa yang memiliki potensi, bakat, dan

kemampuan khusus. Kegiatan ini dipandu oleh bapak kepala sekolah

langsung dan salah seorang guru pendidikan agama Islam.

Lebih lanjut kepala sekolah mengatakan bahwa tujuan dilaksana

kan kegiatan ini adalah:

(a) Semua siswa kami dapat membaca Al-Qur‟an dengan baik dan
benar, (b) menanamkan ajaran kepada para siswa tentang pentingnya
membaca Al-Qur‟an dan selalu mencintai Al-Qur‟an sebagai kitab
sucinya, (c) para siswa dapat mengamalkan ajaran-ajaran yang
terdapat dalam isi kandungan Al-Qur‟an, (d) kegiatan membaca
Al-Qur‟an ini mudah- mudahan menjadi budaya yang terus
dilaksanakan di sekolah kami, meskipun suatu saat saya tidak lagi
menjadi kepala sekolah di sekolah ini. Dan lain sebagainya. 107
Keterangan kepala sekolah tersebut menunjukkan bahwa kegiatan

dalam mengembangkan budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam

Tunjung memiliki tujuan yang sangat mulia, antara lain:

a. Diharapkan dengan adanya program pengajaran Al-Qur‟an di sekolah

semua siswa sekolah tersebut dapat membaca Al-Qur‟an dengan baik

dan benar;

107
Mustofa, Wawancara, Tunjung, 12 April 2017.
89

b. Diharapkan dapat tertanam pada diri siswa tentang pentingnya

membaca dan mencintai Al-Qur‟an sebagai kitab suci umat Islam

siswa;

c. Diharapkan dapat mengamalkan ajaran-ajaran agama dalam

kehidupan sehari-hari sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur‟an;

d. Sangat diharapkan kegiatan Ngaji Jama/membaca Al-Qur‟an di MI.

Nurul Islam Tunjung dapat membudaya sampai di masa-masa yang

akan datang sehingga dapat membentengi siswa dari pengaruh buruk

di luar sekolah.

Sementara dari hasil observasi peneliti dilapangan menunjukkan

bahwa:

Kegiatan pengajaran membaca Al-Qur‟an yang berlangsung di MI.


Nurul Islam Tunjung dilaksanakan dalam bentuk Ngaji Jama‟, dimana
para siswa hadir di sekolah pada jam 07.00 pagi dan langsung menuju
kelasnya masing-masing dan mempersiapkan kitab suci Al-Qur‟an
dan juga buku iqra‟ bagi yang belum lancar bacaan Al-Qur‟an, mereka
membaca secara bersama-sama dibimbing dan dipandu oleh guru yang
mengajar pada jam pertama, sementara itu peneliti juga mengamati
bahwa terkadang sesekali kepala sekolah sambil mengontrol kegiatan
tersebut di masing-masing kelas. Kegiatan tersebut berlangsung
selama 7-10 menit, sampai tiba jam pertama pada jam 07.15, pada jam
07.15 gurunya melanjutkan dengan mata pelajarannya masing-
masing. 108

Berdasarkan keterangan yang peneliti peroleh dari guru pembina

kegiatan IMTAQ di MI. Nurul Islam Tunjung bahwa kegiatan membaca

Al-Qur‟an yang dilaksanakan tersebut sudah berjalan sejak kepala sekolah

yang sekarang menjadi pimpinan di sekolah tersebut. Budaya membaca

Al-Qur‟an yang dikembangkan di MI. Nurul Islam Tunjung berjalan

108
Observasi, Tunjung, 10 April 2017.
90

dengan baik dan terjadwal sesuai dengan SK pembagian tugas yang telah

ditetapkan oleh Kepala Sekolah. Kegiatan membaca Al-Qur‟an di MI.

Nurul Islam Tunjung melibatkan semua guru yang ada terutama guru-

guru yang mempunyai potensi dan kemampuan yang lebih dalam

membaca Al-Qur‟an.

Keterangan lain yang peneliti peroleh dari Ibu Faizah Tulwidah,

S.Pd.I, selaku wakil kepala sekolah bidang kurikulum mengatakan:

Di sekolah kami kegiatan mengembangkan budaya membaca


Al-Qur‟an sudah berlangsung selama satu tahun lebih, kegiatannya
banyak sekali dan sudah terjadwal dan terkoordinir dengan baik.
Bahkan kepala sekolah sendiri sudah menetapkan SK pembagian
tugasnya. Kegiatannya melibatkan semua guru dan siswa yang ada
dan dilaksanakan dikelas masing-masing dan langsung dikoordinir
oleh guru yang mengajar pada jam pertama, pengajar kegiatan pada
pembinaan tilawah maupun Ngaji Jama‟ juga dari guru yang ada yang
memiliki potensi dan berkompeten dalam bidang tersebut dan kita
tidak/belum membutuhkan tenaga dari luar sekolah kami, karena kami
menggangap guru-guru yang ada di sekolah kami masih bisa
diandalkan. 109

Kegiatan mengembangkan budaya membaca Al-Qur‟an di MI.

Nurul Islam Tunjung melibatkan semua guru dan seluruh warga sekolah.

Kegiatan tersebut sudah terjadwal dan terkoordinir dengan baik yang

dikuatkan dengan ditetapkannya SK pembagian tugas oleh kepala

sekolah, sehingga dengan adanya SK pembagian tersebut membawa

konsekwensi bahwa dalam melaksanakan kegiatan tersebut sekolah tidak

membutuhkan tenaga lain dari luar sekolah untuk membantu menjadi

tenaga pengajar.

109
Faizah Tulwidah, Wawancara, Tunjung, 12 April 2017.
91

Dalam mengembangkan pengajaran membaca Al-Qur‟an tidak

terlepas dari metode yang digunakan, karena sebagus apapun program dan

sebaik apapun materi yang akan dikembangkan tanpa memperhatikan

metode yang digunakan, maka hasilnya akan kurang baik bahkan tidak

akan berhasil. Karena penggunaan metode yang tepat sangat menentukan

keberhasilan dari suatu program yang akan dikembangkan dan materi

yang akan disampaikan. Demikian pula halnya yang dilakukan di MI.

Nurul Islam Tunjung terkait dengan metode yang digunakan dalam

mengembangkan pengajaran membaca Al-Qur‟an.

Pembina IMTAQ MI. Nurul Islam Tunjung mengatakan terkait

dengan metode yang digunakan dalam menerapkan pengajaran membaca

Al-Qur‟an di sekolah tersebut:

Metode yang digunakan dalam mengembangkan membelajaran


Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung adalah dengan menggunakan
berbagai macam metode sesuai dengan kondisi dan kemampuan siswa
atau yang dikenal dengan istilah Metode Jama‟iyah artinya
menggunakan metode-metode yang telah ada, kemudian mengguna
kannya disesuaikan dengan kebutuhan karena setiap metode memiliki
kelebihan dan kelemahan. Karena itu yang lebih tepat adalah
menggunakan berbagai metode yang ada tanpa harus terpaku pada
satu metode saja. 110

Berdasarkan keterangan di atas bahwa metode yang digunakan

oleh para guru dalam mengembangakan pembelajaran Al-Qur‟an kepada

siswa di MI. Nurul Islam Tunjung menggunakan bermacam-macam

metode dengan melihat kondisi dan kemampuan siswa ata menggunakan

metode campuran, terkadang menggunakan metode tradisional

110
Prayit, Wawancara, Tunjung, 12 April 2017.
92

(al-Bagdadi), metode Iqra‟ ataupun metode lainnya yang cocok dengan

kondisi siswa. Metode tersebut dikenal dengan istilah Metode Jama‟iyah

artinya menggunakan metode yang telah ada, kemudian menggunakannya

disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan siswa karena setiap

metode memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Berbeda dengan apa yang dikatakan oleh Ibu Riza Umami, S.Pd.I

selaku guru mulok/guru ngaji jama‟ yang mengatakan:

Bahwa metode yang digunakan dalam menerapkan pengajaran


membaca Al-Qur‟an di sekolah kami adalah metode iqro‟ yaitu
khususnya bagi siswa-siswa kami yang belum lancar dan masih buta
sama sekali baca Al-Qur‟an, tetapi bagi siswa yang sudah lancar
bacaannya atau sudah mengenal huruf hijaiyyah mereka langsung
tadarus bersama-sama di kelasnya masing-masing dan di pimpin oleh
guru masing-masing yang ada di kelas pada jam pertama.111

Senada dengan apa yang dikatakan oleh Ibu Riza Umami, S.Pd.I

di atas, Ibu Siti Fatimah, S.Pd.I selaku guru pembina ekstrakurikuler

mengatakan bahwa:

Metode Iqro‟ adalah metode yang kami gunakan sebagai langkah awal
untuk mengajarkan membaca Al-Qur‟an kepada anak-anak kami
di sekolah, dan ini yang paling efektif saat ini yang kami rasakan dan
sudah banyak yang berhasil dan bisa membaca Al-Qur‟an yang
tadinya banyak siswa kami yang belum lancar dan tidak bisa sama
sekali mengaji/membaca Al-Qur‟an, dan siswa kami yang sudah
lancar membaca Al-Qur‟an tersebut bertadarus bersama-sama
dikelasnya masing-masing.112

Berdasarkan uraian beberapa guru pengajar di atas dan

pengamatan langsung peneliti di lapangan bahwa metode yang digunakan

dalam pengajaran membaca Al-Qur‟an bagi siswa yang belum bisa

111
Riza Umami, Wawancara, Tunjung, 12 April 2017.
112
Siti Fatimah, Wawancara, Tunjung, 12 April 2017.
93

mengaji atau belum bisa membaca Al-Qur‟an adalah menggunakan

buku/metode Iqra‟. Sedangkan bagi siswa yang sudah lancar membaca

Al-Qur‟an, mereka bersama-sama mendemonstrasikan bacaan Al-Qur‟an/

tadarus di kelasnya masing-masing dan langsung dipandu oleh guru yang

mengajar pada jam pertama. Selain itu berdasarkan pengamatan peneliti

bahwa para siswa sudah ada yang membawa Al-Qur‟an dari rumahnya

masing-masing, di samping ada juga yang mengguna-kan Al-Qur‟an yang

ada di sekolah.113

Sepanjang pengamatan peneliti di lapangan bahwa pengajaran

membaca Al-Qur‟an yang berlangsung di MI. Nurul Islam Tunjung tidak

melibatkan orang lain di luar sekolah untuk menjadi tenaga pengajarnya

baik pada kegiatan baca Al-Qur‟an/Ngaji Jama‟ maupun pada kegiatan

ekstrakurikuler yang dilaksanakan pada sore hari untuk pembinaan

tilawah dan tartil Al-Qur‟an bagi siswa yang berpotensi. Tenaga pengajar

yang dipakai adalah semuanya berasal dari guru yang ada di MI. Nurul

Islam Tunjung baik untuk kegiatan membaca Al-Qur‟an setiap hari pada

jam pertama, Ngaji Jama‟ maupun pembinaan tilawah dan tartil pada

kegiatan ekstra kurikuler sore hari 2 kali seminggu, dan semuanya sudah

terjadwal dan terkoordinir dengan baik.

Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa MI. Nurul Islam

Tunjung dalam mengembangkan budaya membaca Al-Qur‟an di sekolah

tidak melibatkan orang lain di luar sekolah, karena guru-guru yang ada

113
Observasi, Tunjung, 10 April 2017.
94

di sekolah tersebut banyak yang mampu dan berkompeten dalam

membina para siswanya untuk mengajarkan bacaan Al-Qur‟an. Hal

tersebut juga seperti yang peneliti amati di lokasi penelitian bahwa yang

mengajar para siswa adalah para gurunya sendiri dan tidak ditemukan

oleh peneliti orang lain di luar sekolah yang menjadi tenaga pengajarnya,

para guru sudah mempunyai pembagian tugas yang jelas yang diberikan

berdasarkan SK yang dikeluarkan oleh kepala sekolah.

Adapun nama guru pembina dan jenis kegiatan pembinaan baca

Al-Qur‟an yang peneliti kutip pada lampiran 5 SK MI. Nurul Islam

Tunjung Nomor: 011/SK/MI. NI/VII/2016 Tentang Pembagian tugas

pembinaan membaca Al-Qur‟an MI. Nurul Islam Tunjung Semester

Genap Tahun Pelajaran 2016/2017 adalah:

Tabel 4.1 : Pembagian Tugas Kegiatan Pembinaan Baca Al-Qur‟an MI.

Nurul Islam Tunjung Semester Genap Tahun Pelajaran 2016/2017114

No Nama Membina Kegiatan Keterangan


IMTAQ tiap Jum‟at Ngaji
1 Prayit, S.Pd.I
Jama‟/ membaca Al-Qur‟an
Faizah Tulwidah, Ngaji Jama‟/membaca Al-
2
S.Pd.I Qur‟an
Ngaji Jama‟/membaca Al-
3 Riza Umami, S.Pd.I
Qur‟an
Muslim Pribadi, Ngaji Jama‟/membaca Al-
4
S.Pd.I Qur‟an
Kegiatan
5 Siti Fatimah, S.Pd.I Tilawah dan tartil sore
ekstrakurikuler
Kegiatan
6 Mustofa, S.Pd.I Tilawah dan tartil sore
ekstrakurikuler

114
Dokumentasi, Tunjung, 12 April 2017.
95

Berdasarkan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa terdapat

membagian tugas dan tanggung jawab yang jelas dalam kegiatan

pembinaan dan mengembangkan budaya membaca Al-Qur‟an di MI.

Nurul Islam Tunjung. Tabel tersebut dikutip dari SK Kepala MI. Nurul

Islam Tunjung Nomor: 011/SK/MI. NI/VII/2016 Tentang Pembagian

tugas pembinaan baca Al-Qur‟an MI. Nurul Islam Tunjung Semester

Genap Tahun Pelajaran 2016/2017.

Dalam SK tersebut menunjukkan bahwa di dalam mengembang

kan budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung tidak hanya

dibebankan kepada guru PAI saja, bahkan guru-guru umum yang

memiliki potensi dan kemampuan ikut dilibatkan dalam kegiatan tersebut.

Terdapat beberapa kegiatan yang dilaksanakan dalam SK tersebut yaitu

kegiatan IMTAQ setiap hari jum‟at yang di koordinir oleh Bapak Prayit,

S.Pd.I, kegiatan Mulok membaca Al-Qur‟an yang dibina oleh Ibu Faizah

Tulwidah, S.Pd.I, Muslim Pribadi, S.Pd.I, dan Riza Umami, S.Pd.I, serta

kegiatan ekstrakurikuler pada sore hari dengan kegiatannya tilawah dan

tartil Qur‟an yang dibina oleh kepala sekolah (Mustofa, S.Pd.I) dan Siti

Fatimah, S.Pd.I.

Pelaksanaan kegiatan pengajaran membaca Al-Qur‟an di MI.

Nurul Islam Tunjung telah banyak membawa perubahan dan pengaruh

positif bagi para siswa terutama bagi siswa yang sebelumnya tidak bisa

membaca Al-Qur‟an ataupun yang belum lancar membaca Al-Qur‟an.


96

Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Intan Qomariyah siswi kelas

VI:

Sejak saya mengikuti kegiatan membaca Al-Qur‟an beberapa waktu


lalu, saya merasakan adanya perubahan pada diri saya tentang bacaan
saya, tadinya saya kurang lancar dan belum begitu menguasai makhraj
dan tajwid, tetapi setelah mengikuti terus kegiatan yang diprogramkan
oleh sekolah saya merasakan bacaan saya sudah lancar, dan itu telah
dites oleh guru pembina kegiatan mulok bacaan Al-Qur‟an di sekolah
kami. 115

Hal senada juga seperti yang ungkapkan oleh Dimas Ghufron

Mahfudi siswa kelas V mengatakan:

Saya senang mengikuti kegiatan Ngaji Jama‟/baca Qur‟an yang


dilaksanakan di sekolah, karena kegiatan ini sangat bermanfaat bagi
kami untuk menambah wawasan dan pengetahuan kami, terutama
saya pribadi, jadi saya sangat bersemangat sekali untuk terus
mengikuti kegiatan membaca Al-Qur‟an, apalagi guru-guru kami yang
ada di MI. Nurul Islam Tunjung tidak kalah pintarnya dengan guru di
sekolah lain, malah disini lebih lengkap ada guru yang pintar seni
melagukan Al-Qur‟an (tilawah).116

Lukman Hakim Al Habsi siswa kelas VI juga menceritakan

pengalaman- nya selama mengikuti bimbingan tilawah pada sore hari

mengatakan:

Alhamdulillah, saya merasakan banyak sekali pengetahuan dan


perkem-bangan ilmu yang saya dapat pada kegiatan tilawah pada sore
hari yang dibimbing oleh Bapak Mustofa (kepala sekolah) dan juga
guru lainnya. Pada AKSIOMA Tingkat Kecamatan bidang MTQ saya
dapat juara 1 tilawah, dan saya senang bisa mewakili Kecamatan
Randuagung untuk mengikuti AKSIOMA bidang MTQ Tingkat
Kabupaten Lumajang di Kecamatan Yosowilangun. Dan saya sangat
bersyukur kepada Allah karena semua itu berkat bimbingan dan
latihan yang terus diberikan oleh guru-guru pembina kami di MI.
Nurul Islam Tunjung, terutama sekali oleh Bapak Mustofa (kepala
sekolah).117

115
Intan Qomariyah, Wawancara, Tunjung, 14 April 2017.
116
Dimas Ghufron Mahfudi, Wawancara, Tunjung, 14 April 2017.
117
Lukman Hakim Al Habsi, Wawancara, Tunjung, 14 April 2017.
97

Berdasarkan beberapa penjelasan dari para siswa MI. Nurul Islam

Tunjung di atas nampak jelas bahwa kegiatan pengembangan budaya

membaca Al-Qur‟an yang dilaksanakan di sekolah tersebut telah banyak

membawa hasil yang positif yang dirasakan oleh para siswa, baik berupa

kegiatan baca Al-Qur‟an/Ngaji Jama‟ maupun kegiatan ekstrakurikeler

yang dilaksanakan pada sore hari berupa kegiatan tilawah dan tartil Al-

Qur‟an. Banyak di antara para siswa di MI. Nurul Islam Tunjung yang

sudah dapat membaca Al-Qur‟an dengan baik dan benar, dimana

sebelumnya mereka tidak/belum mengenal dan belum lancar membaca

Al-Qur‟an.

C. Temuan Penelitian

Berdasarkan paparan data pada, dapat peneliti kemukakan beberapa

temuan penelitian sebagai berikut:

1. Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Budaya


Membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung Lumajang
a. Sebagai Educator (Pendidik) Memberikan dorongan kepada para
tenaga kependidikan
Mengikutsertakan para guru dalam
pelatihan-pelatihan dan penataran-
penataran
Memperhatikan dan ikut mengontrol
kegiatan bacaan Al-Qur‟an di masing-
masing kelas
Mengingatkan para guru untuk
memulai dan mengakhiri pembelajaran
baca Al-Qur‟an sesuai waktu yang
ditentukan
Ikut mengajarkan dan memberikan
bimbingan khusus pada kegiatan
ekstrakuri kuler
Memiliki tipe pemimpin yang
kharismatik dengan pendekatan
situasional, dan gaya instruktif
98

b. Sebagai Manajer Merencanakan, mengorganisasikan,


melaksanakan, memimpin, Mengen
dalikan, dan menggerakan serta
mendayagunakan sumber dan tenaga
yang ada
Memiliki tipe demokratik, meskipun
ada yang terkesan otoriter tapi dalam
batas yang wajar sesuai dengan kondisi
Gaya kepemimpinan delegatif dan
jenis kepempimpinan transaksional
c. Sebagai Administrator Pengelolaan keuangan yang digunakan
untuk insentif/honor bagi tenaga
pengajar dan pembina kegiatan
pengajaran Al-Qur‟an.
Mengalokasikan dana khusus untuk
pengadaan kitab suci Al-Qur‟an dan
buku-buku Iqra‟ untuk keperluan
mengajaran membaca Al-Qur‟an
Administrasi kurikulum dan adminis
trasi kearsipan terlihat masih belum
dikelola dengan rapi dan masih
terkesan kurang baik
d. Sebagai Supervisor Melakukan diskusi kelompok tentang
penyusunan program pengembangan
budaya membaca Al-Qur‟an di sekolah
tersebut
Melakukan kunjungan kelas untuk
mengontrol dan melakukan supervisi
terhadap kegiatan membaca
Al-Qur‟an/ngaji jama‟ maupun
kegiatan belajar mengajar (KBM)
Menunjukkan gaya kepemimpinan
partisipatif
e. Sebagai Leader (Pemimpin) Memberikan petunjuk dan pengawa
san, membuka komunikasi dua arah,
dan mende legasikan tugas
Memiliki gaya kepemimpinan delega
tif dan tipe kepemimpinan demokratis
f. Sebagai Innovator Memasukkan dan mengembangkan
budaya membaca Al-Qur‟an sebagai
ngaji jama‟ di sekolahnya
Memiliki tipe kepemimpinan visioner
g. Sebagai Motivator Memberikan motivasi kepada para
guru dan karyawan dalam melakukan
berbagai tugas dan fungsinya
Menerapkan teori kepemimpinan
transaksional dengan gaya kepemim
pinan instruktif
h. Sebagai Fasilitator Menjadi tutor dan nara sumber
langsung dalam memberikan materi
99

pengajaran atau metode pengajaran


membaca Al-Qur‟an
Apabila terdapat kelas yang gurunya
tidak hadir, kepala sekolah menggan
tikan mengajar Al-Qur‟an di kelas
tersebut
Mengajar tilawah Al-Qur‟an pada
kegiatan ekstrakurikuler yang dilak
sanakan pada sore hari
2. Budaya Membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung
Lumajang
Secara Umum
a. Kegiatan IMTAQ Dilaksanakan setiap hari jum‟at yang
terdiri dari: Jum‟at Beriman (ceramah
agama dan yasinan), Jum‟at Bersih
(gotong royong membersihkan lingku
ngan sekolah
b. Ngaji Jama‟ Mempelajari bacaan Al-Qur‟an dengan
baik dan benar, kegiatan ini dilaksana
kan 7-10 menit sebelum jam pertama
dimulai dan langsung dipandu oleh
guru yang mengajar pada jam pertama
c. Pengembangan Diri Kegiatan ekstrakurikuler tilawah dan
tartil Al-Qur‟an yang dilaksanakan
pada sore hari 2 kali seminggu
Secara Khusus
a. Bentuk Kegiatan Masih terlihat adanya siswa yang
terlambat datang dan bahkan ada yang
datang setelah selesai dilaksanakan
jam membaca Al-Qur‟an
Adanya guru yang datang tidak tepat
waktu bahkan molor sampai 20 menit
sehingga tidak sempat mengajarkan
membaca Al-Qur‟an di kelas tersebut
Kegiatan ekstrakurikuler yang dilak
sanakan pada sore hari, kegiatannya
berupa pelajaran tilawah dan tartil
(seni baca Al-Qur‟an), kegiatan ini
tidak diwajibkan kepada semua siswa
tetapi dikhususkan kepada siswa-siswa
yang memiliki bakat dan potensi dalam
seni baca Al-Qur‟an maupun kemam
puan lainnya yang dipersiapkan khusus
untuk mengikuti kegiatan MTQ/STQ
tingkat pelajar, kecamatan maupun
kabupaten
b. Tenaga Pengajar Melibatkan dewan guru, sesuai dengan
SK pembagian tugas yang telah
ditetapkan
100

c. Metode Pengajaran Metode Iqro‟, dikhususkan bagi para


siswa yang belum bisa baca dan belum
lancar bacaan Al-Qur‟annya
Tadarrus bersama
Hafalan ayat-ayat pendek
Dalam pelajaran tilawah masih
mempelajari tiga macam lagu yaitu
lagu bayati, lagu saba‟, dan lagu
nahwan
d. Implikasi Pelaksanaan Kegiatan Dapat membaca Al-Qur‟an dengan
baik dan benar
Dapat tertanam pada diri siswa tentang
pentingnya membaca dan mencintai
Al-Qur‟an sebagai kitab suci umat
Islam
Dapat mengamalkan ajaran-ajaran
agama dalam kehidupan sehari-hari
sebagaimana yang terdapat dalam
Al-Qur‟an
Dapat membudaya sampai di masa-
masa yang akan datang sehingga dapat
memben tengi siswa dari pengaruh
buruk di luar sekolah
BAB V

PEMBAHASAN

A. Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya

Membaca Al-Qur’an di MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung

Lumajang

1. Peran Kepala Sekolah sebagai Edukator (Pendidik)

Berdasarkan temuan pada bab paparan dan temuan penelitian dapat

diambil suatu kesimpulan bahwa kepala sekolah: (a) Memberikan

dorongan kepada para tenaga kependidikan, (b) mengikutsertakan para

guru dalam pelatihan-pelatihan dan penataran-penataran, (c) memperhati-

kan dan ikut mengontrol kegiatan bacaan Al-Qur‟an di masing-masing

kelas, (d) mengingatkan para guru untuk memulai dan mengakhiri

pembelajaran baca Al-Qur‟an sesuai waktu yang ditentukan, (e) ikut

mengajarkan dan memberikan bimbingan khusus pada kegiatan ekstrakuri

kuler, (f) memiliki tipe pemimpin yang kharismatik dengan pendekatan

situasional, dan gaya instruktif.

Menurut E. Mulyasa bahwa upaya-upaya yang dapat dilakukan

kepala sekolah dalam meningkatkan kinerjanya sebagai edukator,118

khususnya dalam peningkatan kinerja tenaga kependidikan dan prestasi

belajar peserta didik. Kepemimpinan kharismatik adalah suatu

kemampuan untuk menggerakan orang lain dengan mendayagunakan

118
Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, 98.
102

dalam kelebihan atau keistimewaan dalam sifat kepribadian yang dimiliki

oleh seorang pemimpin. 119

2. Peran Kepala Sekolah Sebagai Manajer

Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer,

kepala MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung Lumajang melakukan hal

sebagai berikut: (a) merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan,

memimpin, mengendalikan, dan menggerakan serta mendayagunakan

sumber dan tenaga yang ada, (b) memiliki tipe demokratik, meskipun ada

yang terkesan otoriter tapi dalam batas yang wajar sesuai dengan kondisi,

(c) gaya kepemimpinanya delegatif dan jenis kepempimpinan transak

sional.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Aan Komariah dan Cepi

Triatna, bahwa: merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan,

memimpin, mengendalikan, dan menggerakan serta mendayagunakan

sumber dan tenaga yang ada serta memiliki tipe demokratik, meskipun

ada yang terkesan otoriter tapi dalam batas yang wajar sesuai dengan

kondisi, gaya kepemimpinan delegatif dan jenis kepempimpinan

transaksional. 120

Sedangkan kepemimpinan Gaya Delegatif yaitu dimana pemimpin

melimpahkan keputusan dan pelaksanaan tugas kepada bawahannya.

119
Hadari Nawawi, Kepemimpinan yang Efektif, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
2004), 103.
120
Aan Komariah dan Cepi Triatna, Visionary Leadership; Menuju Sekolah Efektif, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2006), 75.
103

Penerapannya bagi bawahan yang memiliki kemampuan dan kemauan

tinggi. 121

3. Peran Kepala Sekolah Sebagai Administrator

Berdasarkan temuan bahwa peran kepala sekolah sebagai

administrator antara lain kepala sekolah harus memiliki kemampuan

untuk mengelola kurikulum, mengelola administrasi peserta didik,

mengelola administarsi personalia, mengelol administarsi sarana dan

prasarana, mengelola administarsi kearsipan, dan mengelola administarsi

keuangan. Kegiatan tersebut perlu dilakukan secara efektif dan efisien

agar dapat menunjang produktivitas sekolah.

Hal tersebut dapat dilihat bahwa kepala sekolah memiliki peran

administrator dan sesuai dengan teori peran kepala sekolah sebagai

administrator memiliki dua tugas utama yaitu pertama, pengendali

struktur organisasi dimana mengendalikan bagaimana cara pelaporan,

dengan siapa tugas tersebut harus dikerjakan dan dengan siapa

berinteraksi dalam mengerjakan tugas tersebut. Kedua, melaksanakan

administrasi substantifyang mencakup administrasi kurikulum, kesiswaan,

personalia, keuangan, sarana, hubungan dengan masyarakat, dan


122
administrasi umum.

121
Purwanto, Kepemimpinan yang Efektif, 48.
122
Nurkholis, Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model, dan Aplikasi, (Jakarta: Grasindo,
2003), 120.
104

4. Peran Kepala Sekolah Sebagai Supervisor

Sebagai supervisor, kepala MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung

Lumajang dalam rangka pengembangan budaya membaca Al-Qur‟an

di antaranya adalah: (a) melakukan diskusi kelompok dengan segala

komponen yang ada di sekolah tentang penyususnan program rencana

kegiatan pengembangan budaya membaca Al-Qur‟an di sekolah tersebut,

(b) melakukan kunjungan kelas untuk mengontrol dan melakukan

supervisi terhadap kegiatan yang dilakukan oleh guru-guru dimasing-

masing kelas baik pada kegiatan membaca Al-Qur‟an/ngaji jama‟ maupun

kegiatan belajar mengajar (KBM), (c) melaksanakan simulasi

pembelajaran dan pembicaraan individu sebagai bentuk tanggung jawab

beliau dalam meberikan masukan dan perbaikan guna menambah

wawasan dan pengetahuan para guru tentang metode pengajaran

Al-Qur‟an.

Dalam menjalankan perannya sebagai supervisor tersebut kepala

sekolah menunjukkan gaya kepemimpinan Partisipatif yaitu dimana

pemimpin memberikan kesempatan untuk menyampaikan ide-ide sebagai

dasar pengambilan keputusan. Penerapannya pada bawahan yang

memiliki kemampuan rendah, namun kemauan kerja tinggi. 123

123
Stan Kossen, Aspek Manusiawi dalam Organisasi (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1993), 189-194.
105

5. Peran Kepala Sekolah Sebagai Leader (Pemimpin)

Dalam menjalankan peran sebagai leader kepala MI. Nurul Islam

Tunjung Randuagung Lumajang menunjukkan gaya kepemimpinan

delegatif yaitu dimana pemimpin melimpahkan keputusan dan

pelaksanaan tugas kepada bawahannya. Penerapannya bagi bawahan yang

memiliki kemampuan dan kemauan tinggi. Dan juga memiliki tipe

kepemimpinan demokratis yaitu sebuah model kepemimpinan yang mana

pemimpinnya berusaha menyinkronkan antara kepentingan dan tujuan

organisasi dengan kepentinagn dan tujuan orang yang dipimpinannya.

Pemimpin model ini biasanya lebih mengutamakan kerjasama. Ia lebih

terbuka, mau dikritik dan menerima pendapat dari orang lain. 124

6. Peran Kepala Sekolah Sebagai Innovator

Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai innovator,

kepala MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung Lumajang memiliki strategi

yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan,

mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan

teladan kepada seluruh tenaga kependidikan di sekolah, dan

mengembangkan model-model pembelajaran yang inovatif, seperti halnya

memasukkan program pengem-bangan budaya membaca Al-Qur‟an di

sekolah sebagai program unggulan yang belum tentu ditemukan

di sekolah lainnya.

124
Muhaimin, Pengembnagan Kurikulum, Sekolah Umum, Madrasah dan Perguruan Tinggi, 61-
62.
106

Sebagai pemimpin pendidikan yang profesional, kepala sekolah

dituntut untuk selalu mengadakan perubahan. Mereka harus memiliki

semangat yang berkesinambungan untuk mencari terobosan-terobosan

baru demi menghasilkan suatu perubahan yang bersifat pengembangan

dan penyempurnaan, dari kondisi yang memprihatinkan menjadi kondisi

yang dinamis, baik dari segi fisik maupun akademik, seperti perubahan

semangat keilmuan, atmosfer belajar, dan peningkatan strategi

pembelajaran. Di samping itu, kepala sekolah harus berusaha keras

menggerakan para bawahannya untuk berubah, setidaknya mendukung

perubahan yang dirintis kepala sekolah secara proaktif, dinamis, bahkan

progresif. Sistem kerja para bawahan harus dirangsang supaya meningkat,

disiplin mereka harus dibangkitkan, sikap kerjasama mereka harus

dibudayakan, dan suasana harmonis di antara mereka perlu diciptakan. 125

7. Peran Kepala Sekolah Sebagai Motivator

Sebagai motivator, kepala MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung

Lumajang memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi

kepada para guru dan karyawan dalam melakukan berbagai tugas dan

fungsinya.

Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan lingkungan

fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara

125
Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam: Strategi Baru Pengelolaan Lembaga
Pendidikan Islam, (Malang: Erlangga, 2007), 289-290.
107

efektif, dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui pengembangan

Pusat Sumber Belajar (PSB).126

Temuan terakhir peneliti dalam kaitannya dengan peran

kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan budaya membaca

Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung Lumajang adalah

berperan sebagai fasilitator.

Sebagai fasilitator dalam mengembangkan budaya membaca

Al-Qur‟an di sekolah, kepala MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung

Lumajang sering menfasilitasi kegiatan di sekolah dan menyediakan

fasilitas untuk kegiatan tersebut, beliau juga menjadi tutor dan nara

sumber langsung dalam memberikan materi pengajaran atau metode

pengajaran membaca Al-Qur‟an di tingkat sekolah, mengajar tilawah

Al-Qur‟an pada kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan pada sore

hari.

B. Budaya Membaca Al-Qur’an di MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung

Lumajang

Budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung

Lumajang dikembangkan dalam bentuk:

1. Ngaji Jama‟, yaitu mempelajari bacaan Al-Qur‟an dengan baik dan benar,

kegiatan ini dilaksanakan 7-10 menit sebelum jam pertama dimulai dan

126
Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, 107-120.
108

langsung dipandu oleh guru yang mengajar pada jam pertama dan

kegiatan yasinan bersama pada setiap hari jum‟at pagi;

2. Kegiatan ekstrakurikuler tilawah dan tartil Al-Qur‟an yang dilaksanakan

pada sore hari 2 kali seminggu.

Kegiatan pengembangan budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul

Islam Tunjung Randuagung Lumajang dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Bentuk Kegiatan

Kegiatan pengajaran membaca Al-Qur‟an yang berlangsung di MI.

Nurul Islam Tunjung Randuagung Lumajang dilaksanakan dalam bentuk

Ngaji Jama‟, dimana para siswa hadir di sekolah pada jam 07.00 pagi dan

langsung menuju kelasnya masing-masing dan mempersiapkan kitab suci

Al-Qur‟an dan juga buku iqra‟ bagi yang belum lancar bacaan Al-Qur‟an,

mereka membaca secara bersama-sama dibimbing dan dipandu oleh guru

yang mengajar pada jam pertama, kegiatan pengajaran Al-Qur‟an di MI.

Nurul Islam Tunjung Randuagung Lumajang dilaksnakan juga dalam

bentuk kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan pada sore hari,

kegiatannya berupa pelajaran tilawah dan tartil (seni baca Al-Qur‟an),

kegiatan ini tidak diwajibkan kepada semua siswa tetapi dikhususkan

kepada siswa-siswa yang memiliki bakat dan potensi dalam seni baca

Al-Qur‟an maupun kemampuan lainnya yang dipersiapkan khusus untuk

mengikuti kegiatan MTQ/STQ tingkat pelajar, kecamatan maupun

kabupaten.
109

2. Tenaga Pengajar

Kegiatan membaca Al-Qur‟an yang dilaksanakan di MI. Nurul

Islam Tunjung Randuagung Lumajang sudah berjalan sejak kepala

sekolah yang sekarang menjadi pimpinan di sekolah tersebut. Budaya

membaca Al-Qur‟an yang dikembangkan di MI. Nurul Islam Tunjung

Randuagung Lumajang berjalan dengan baik dan terjadwal sesuai dengan

SK pembagian tugas yang telah ditetapkan oleh Kepala Sekolah. Kegiatan

membaca Al-Qur‟an di tersebut melibatkan semua guru yang ada

terutama guru yang mengajar pada jam pertama langsung memberikan

pengajaran di kelas masing-masing, tenaga lainnya untuk pembinaan

tilawah dan tartil serta kegiatan keagamaan lainnya ditunjuk dari guru-

guru yang mempunyai potensi dan kemampuan yang lebih dalam

membaca Al-Qur‟an. Karena memiliki banyak guru yang berpotensi dan

kompeten itulah sehingga kepala sekolah tidak melibatkan dan mencari

tenaga dari luar sekolah untuk membantu program pengajaran Al-Qur‟an

tersebut.

Oleh karena itu terdapat pembagian tugas yang jelas tentang

pelaksanaan program pengajaran Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung

Randuagung Lumajang. Pembagian tugas tersebut ditetapkan oleh kepala

sekolah melalui SK Pembagian tugas kegiatan pembinaan membaca

Al-Qur‟an.
110

3. Metode Pengajaran

Metode yang digunakan dalam pengajaran baca Al-Qur‟an di MI.

Nurul Islam Tunjung Randuagung Lumajang adalah metode Iqra‟.

Metode ini dikhususkan bagi para siswa yang belum bisa baca dan belum

lancar bacaan Al-Qur‟annya, meskipun dari temuan peneliti masih

terdapat guru yang belum mengetahui penerapan metode Iqra‟, yaitu

peneliti masih melihat adanya guru yang mengajarnya dengan cara

menuntun siswa untuk menirukan bacaan gurunya, padahal menuntun

siswa dalam membaca sangat dihindari dalam metode Iqra‟. Sedangkan

bagi siswa yang sudah lancar bacaannya mereka melakukan tadarus

bersama dalam kelas dipandu dan dibimbing oleh guru yang mengajar

pada jam pertama, selain itu bagi siswa yang sudah lancar bacaannya

diberikan tugas untuk menghafal beberapa ayat-ayat pendek dan ayat-ayat

pilihan dan menyetor hafalannya pada minggu berikutnya.

Sedangkan pada kegiatan ekstrakurikuler tilawah dan tartil

Al-Qur‟an metode dan sistem yang digunakan adalah sistem campuran

antara klasikal dan privat, privat yang dimaksud adalah metode dimana

guru yang mengajar melagukan ayat Al-Qur‟an kemudian para siswa

mengikuti dan menirukan suara guru sesuai dengan irama lagu yang

diajarkan secara bersama-sama. Sedangkan metode privat maksudnya

adalah metode dimana para siswa melagukan dan mempraktikkan ayat-

ayat yang telah dicontohkan dan diajarkan oleh guru secara perorangan

atau satu persatu. Berdasarkan temuan peneliti bahwa irama lagu yang
111

diajarkan dalam pelajaran tilawah di MI. Nurul Islam Tunjung

Randuagung Lumajang masih mempelajari tiga macam lagu yaitu lagu

bayati, lagu saba‟, dan lagu nahwan, sementara empat lagu lainnya belum

diajarkan karena tiga lagu tersebut belum dikuasai semua oleh beberapa

siswa.

Hal ini sesuai dengan yang katakan M. Samsul Ulum, bahwa:

metode belajar Al-Qur‟an yang mengarah kepada pemahaman tersebut

perlu diberikan apresiasi secara positif, walaupun dilapangan masih

banyak kendala yang dihadapi, termasuk kendala keterbatasan sumber

daya manusia terutama dalam pengajaran makna dan masih memerlukan

inovasi-inovasi lain dalam pengajaran makna tersebut. Setidaknya ini

merupakan langkah yang baik dalam pengembangan kajian Al-Qur‟an,

lebih lanjut karena itu, perlu disosialisasikan kepada masyarakat agar

mereka bersemangat untuk mepelajari Al-Qur‟an yang mengarah kepada

pemahaman. 127

4. Implikasi Pelaksanaan Kegiatan

Al-Qur‟an adalah Kitab Suci yang diturunkan Allah SWT kepada

Nabi Muhammad SAW sebagai salah satu yang tak ada taranya bagi alam

semesta. Setiap mukmin yakin bahwa membaca Al-Qur‟an sudah

termasuk amal yang sangat mulia dan akan mendapat pahala. Al-Qur‟an

adalah sebaik-baik bacaan bagi orang mukmin, baik dikala senang, dikala

127
M. Samsul Ulum, Menangkap Cahaya Al-Qur‟an, (Malang, UIN-Malang Press, 2007), 71-74.
112

susah, dikala gembira maupun dikala sedih. Bahkan membaca Al-Qur‟an

itu bukan saja menjadi amal dan ibadah tetapi menjadi obat dan penawar

bagi orang yang gelisah jiwanya.128

Implikasi dari pelaksanaan kegiatan pengajaran membaca

Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung Lumajang telah

banyak membawa perubahan dan pengaruh positif bagi para siswa

terutama bagi siswa yang sebelumnya tidak bisa membaca Al-Qur‟an

ataupun yang belum lancar membaca Al-Qur‟an. Mereka merasakan

adanya ketenangan batin dan juga merasa senang karena sudah dapat

membaca Al-Qur‟an. Terlihat juga tidak adanya perkelahian antar intern

siswa maupun dengan siswa dari sekolah lainnya. Kegiatan

pengembangan budaya membaca Al-Qur‟an yang dilaksanakan di sekolah

tersebut telah banyak membawa hasil yang positif yang dirasakan oleh

para siswa, baik berupa kegiatan baca Al-Qur‟an/ngaji jamak, yasinan

bersama maupun kegiatan ekstrakurikeler yang dilaksanakan pada sore

hari berupa kegiatan tilawah dan tartil Al-Qur‟an. Banyak diantara para

siswa di MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung Lumajang yang sudah

dapat membaca Al-Qur‟an dengan baik dan benar, dimana sebelumnya

mereka tidak/belum mengenal dan belum lancar membaca Al-Qur‟an.

Karena secara antropologis setiap kebudayaan atau sistem sosial

adalah baik bagi masyarakatnya, selama kebudayaan atau sistem tertentu

dapat menunjang kelangsungan hidup masyarakat yang bersangkutan.

128
Zainal Abidin, Seluk Beluk Al-Qur‟an, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), 152.
113

Para ahli antropologi juga memandang agama sebagai sistem

keyakinan yang dapat menjadi bagian dan inti dari sistem-sistem nilai

yang ada dalam kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan, dan

menjadi penggerak serta pengontrol bagi anggota masyarakat untuk tetap

berjalan sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran agamanya. 129

Pandangan yang hampir sama juga disampaikan oleh sosiolog Durkheim

yang mengartikan agama sebagai suatu sistem kepercayaan yang suci

(sacred) yang mempersatukan para pemeluknya menjadi satu komunitas

moral yang tunggal. 130

129
Ishomuddin, Pengantar Sosologi Agama, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), 50.
130
Ishomuddin, Pengantar Sosologi Agama, 51.
BAB VI

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan fokus penelitian yaitu: (1) peran kepemimpinan kepala

sekolah dalam mengembangkan budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul

Islam Tunjung Randuagung Lumajang, (2) budaya membaca Al-Qur‟an

di MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung Lumajang, maka berdasarkan

paparan data, dan analisis temuan penelitian dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan

Budaya Membaca Al-Qur’an di MI. Nurul Islam Tunjung

Randuagung Lumajang

Kepala MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung Lumajang dalam

mengembangkan budaya membaca Al-Qur‟an di sekolahnya terdapat

beberapa peran, yaitu: (a) kepala sekolah berperan sebagai edukator

(pendidik), (b) kepala sekolah berperan sebagai manajer, (c) kepala

sekolah berperan sebagai administrator, (d) kepala sekolah berperan

sebagai supervisor, (e) kepala sekolah berperan sebagai leader

(pemimpin), (f) kepala sekolah berperan sebagai innovator, (g) kepala

sekolah berperan sebagai motivator, (h) kepala sekolah berperan sebagai

fasilitator.
115

Dalam menjalankan peran-peran tersebut kepala MI. Nurul Islam

Tunjung Randuagung Lumajang terlihat menunjukkan gaya kepemim

pinan yang beragam sesuai dengan kondisi yang diperankannya. Tipe

kepemimpinannya adalah tipe kharismatik, tipe demokratis, dan

terkadang memiliki tipe kepemimpinan otokratik dalam batas yang wajar

sesuai dengan kondisi dan keadaan.

2. Budaya Membaca Al-Qur’an di MI. Nurul Islam Tunjung

Randuagung Lumajang

Budaya membaca Al-Qur‟an yang berlangsung di MI. Nurul Islam

Tunjung Randuagung Lumajang dilaksanakan dalam bentuk Ngaji Jama‟,

juga dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan pada sore

hari, kegiatannya berupa pelajaran tilawah dan tartil (seni baca

Al-Qur‟an). Tenaga Pengajarnya berasal dari guru yang ada di sekolah

tersebut terutama guru yang mengajar pada jam pertama. Metode yang

digunakan dalam pengajaran baca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung

Randuagung Lumajang adalah metode Iqra‟ dan tadarus bersama.

Sedangkan pada kegiatan ekstrakurikuler tilawah dan tartil Al-Qur‟an

metode dan sistem yang digunakan adalah sistem campuran antara

klasikal dan privat. Implikasi dari pelaksanaan kegiatan pengajaran

membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung Lumajang

telah banyak membawa perubahan dan pengaruh positif bagi para siswa

terutama bagi siswa yang sebelumnya tidak bisa membaca Al-Qur‟an


116

ataupun yang belum lancar membaca Al-Qur‟an, dengan diterapkannya

pengajaran Al-Qur‟an tersebut para siswa sudah dapat membaca

Al-Qur‟an dengan baik dan benar. Budaya membaca Al-Qur‟an di MI.

Nurul Islam Tunjung Randuagung Lumajang berjalan dengan baik dan

lancar walaupun masih ada kekurangannya namun kegiatan tersebut dapat

melibatkan seluruh warga sekolah terutama guru dan siswa sehingga

dapat memberikan hasil yang cukup membanggakan bagi sekolah

tersebut. Dengan dikembangkan budaya membaca Al-Qur‟an dengan

sendirinya pembudayaan tersebut akan membawa kegunaan agar siswa

dapat membaca Al-Qur‟an dengan baik dan benar, mencintai Al-Qur‟an

sebagai kitab sucinya, dan dapat mengamalkan ajaran-ajaran Islam dalam

kehidupan sehari-hari serta untuk melindungi dan membentengi

masyarakat sekolah utamanya para siswa dari pengaruh buruk lingkungan

di luar sekolah.

B. Implikasi Teoritis

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dikemukakan implikasi

secara teoritis sebagai berikut:

1. Peran kepala MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung Lumajang dalam

mengembangkan budaya membaca Al-Qur‟an, antara lain berperan

sebagai: (a) edukator (pendidik), (b) manajer, (c) administrator,

(d) supervisor, (e) leader (pemimpin), (f) innovator, g) motivator,

(h) fasilitator.
117

2. Budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung

Lumajang dilaksanakan dalam bentuk, antara lai: (a) Ngaji Jama‟,

(b) kegiatan ekstrakurikuler, (b) Tenaga Pengajarnya gurunya sendiri,

(c) metode yang digunakan adalah metode Iqra‟ dan tadarus bersama,

(d) metode dan sistem yang digunakan dalam ekstrakurikuler tilawah dan

tartil Al-Qur‟an adalah sistem campuran antara klasikal dan privat.

C. Keterbatasan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif dan menggunakan data

primer yang diperoleh melalui wawancara mendalam. Keterbatasan pada

penelitian ini meliputi subyektifitas yang ada pada peneliti. Penelitian ini

sangat tergantung kepada interpretasi peneliti tentang makna yang tersirat

dalam wawancara sehingga kecenderungan untuk biasa masih tetap ada.

Untuk mengurangi bias maka dilakukan proses triangulasi, yaitu triangulasi

sumber dan metode. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara cross check

data dengan fakta dari informan yang berbeda dan dari hasil penelitian

lainnya. Sedangkan triangulasi metode dilakukan dengan cara menggunakan

beberapa metode dalam pengumpulan data, yaitu metode wawancara

mendalam dan observasi.

D. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian mengenai peran kepemimpinan kepala

sekolah dalam mengembangkan budaya membaca Al-Qur‟an di MI. Nurul


118

Islam Tunjung Randuagung Lumajang di atas, maka dapat peneliti

rekomendasikan beberapa hal sebagai berikut:

1. Bagi kepala sekolah dan semua guru dan karyawan MI. Nurul Islam

Tunjung Randuagung Lumajang

a. Mempertahankan budaya membaca Al-Qur‟an yang telah

berkembang dengan baik di lingkungan sekolah;

b. Kepala sekolah dapat meningkatkan perannya dalam mengembang

kan budaya membaca Al-Qur‟an di lingkungan sekolah;

c. Meningkatkan terus budaya membaca Al-Qur‟an di lingkungan

sekolah dan juga budaya keislaman lainnya sehingga dapat

membentuk warga sekolah yang handal dan terdepan dalam khazanah

keilmuan keislaman.

2. Bagi penyelenggara pendidikan di MI dan yang sederajat di Kecamartan

Randuagung

a. Menjadikan MI. Nurul Islam Tunjung Randuagung Lumajang sebagai

contoh dalam mengembangkan budaya membaca Al-Qur‟an

di sekolah bagi sekolah yang belum mengembangkan budaya

tersebut;

b. Mengaplikasikan isi dari pada kurikulum 2013 mata pelajaran

Al-Qur‟an Hadits yaitu KI 1 (komptensi religi) dengan cara

memberikan kewajiban membaca Al-Qur‟an bagi para siswa

di sekolah, baik ketika mulai masuk di sekolah.


119

3. Bagi Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lumajang

a. Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lumajang hendaknya

memberikan perhatian yang besar terhadap pengembangan budaya

membaca Al-Qur‟an di sekolah, sehingga setiap sekolah dapat

mengembangkan budaya membaca Al-Qur‟an khususnya dan budaya

agama umumnya dengan baik;

b. Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lumajang hendaknya

meningkat-kan partisipasi keterlibatan dengan memberikan kontribusi

dan dukungan baik secara moril maupun materil terhadap sekolah

dalam mengembangkan budaya membaca Al-Qur‟an.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat melakukan penelitian lebih lanjut tentang budaya membaca

Al-Qur‟an di sekolah agar mampu mengungkap dan menemukan lebih

dalam lagi mengenai fokus tersebut, sehingga jika masih ada aspek-aspek

maupun hal-hal lain yang belum tercakup dan belum terungkap oleh

peneliti dalam penelitian ini dapat diungkap dan disempurnakan oleh

peneliti selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Yatimin. Pengantar Studi Etika. Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada, 2006.

Abidin, Zainal. Seluk Beluk Al-Qur‟an. Jakarta: Rineka Cipta, 1992.

Alim, Muhammad. Pendidikan Agama Islam, Upaya Pembentukan Pemikiran dan


Kepribadian Muslim. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.

Arikunto, Suharsmi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta, 2006.

Asmara, Toto. Spiritual Centered Leadership: Kepemimpinan Berbasis Spiritual.


Jakarta: Gema Insani Press, 2006.

Bafadhal, Ibrahim. Supervisi Pengajaran: Teori dan Aplikasi Dalam Membina


Profesional Guru. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1992.

Bafadhal, Ibrahim. Manajemen Mutu Sekolah Dasar dari Sentralisasi Menuju


Desentralisasi. Jakarta: Bumi Aksara, 2003.

Bukhori, Al. Matni Masykul Al-Bukhori. Juz. VI

Bush, Tony dan Coleman, Marianne. Manajemen Strategis Kepemimpinan


Pendidikan. Yogyakarta: Ircisod, 2008.

Daulay, Putra Haidar. Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan di Indonesia.


Jakarta: Prenada Media Group, 2007.

Depdiknas. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Pendidikan Agama Islam SMA


dan MA. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas, 2003.

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai


Pustaka, 2005.

Dkk, Dirawat. Pengantar Kepemimpinan Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional,


1983.

Faisal, Sanapiah. Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar dan Aplikasi. Malang: IKIP


Malang, 1990.

Gary, Yukl. Kepemimpinan Dalam Organisasi Leadership in Organizations 3e.


Alih Bahasa: Jusuf Udaya. Jakarta: Prenhallindo, 1998.
121

Goetsch, David L. dan Davis, Stanley B.. Manajemen Mutu Total. alih bahasa:
Benyamin Molan. Jakarta: PT. Prenhalindo, 2002.

Hasanah, Siti Muawanatul. Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam


Mengembangkan Budaya Agama di Komunitas Sekolah: Studi Kasus di
SMK Sandhy Putra Malang. Malang: Tesis UIN Malang tidak Diterbitkan,
2009.

Ishomuddin. Pengantar Sosologi Agama. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002.

Isti‟ah. Peran Kepemimpinan Perempuan dalam Pengembangan Pesantren: Studi


di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Madiredo Pujon Malang. Malang:
Tesis UIN Malang tidak Diterbitkan, 2007.

Khaimi, Sugeng Pambudi. Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam


Mempersiapkan Sumber Daya Manusia (Studi Kasus di SMA Widya Gama
Malang). Malang: Tesis UIN Malang, 2005.

Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002.

Komariah, Aan dan Triatna, Cepi. Visionary Leadership; Menuju Sekolah Efektif.
Jakarta: Bumi Aksara, 2006.

Kossen, Stan. Aspek Manusiawi dalam Organisasi. Jakarta: Penerbit Erlangga,


1993.

Lampiran Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor: 165 Tahun


2014.

Meloeng, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cet. XXV. Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya, 2008.

Miles and Huberman. Qualitatif Data Analysis. California: Sage Publication Inc,
1988.

Muhaimin. Pengembangan Kurikulum, Sekolah Umum, Madrasah dan Perguruan


Tinggi. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.

________. Nuansa Baru Pendidikan Islam; Mengurai Benang Kusut Dunia


Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.

________. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,


Madrasah dan Perguruan Tinggi. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009.

________. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran: Upaya Reaktualisasi


Pendidikan Islam. Malang: LKP2I, 2009.
122

________. Rekonstruksi Pendidikan Islam: Dari Paradigma Pengembangan,


Manajemen Kelemba gaan, Kurikulum Hingga Strategi Pembelajaran.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009.

Mujamma‟ Al Malik Fahd Li Thiba‟at Al Mush-haf Asy-Syarif, Al-Qur‟an dan


Terjemahnya. Madinah: Percetaan Raja Fahad, 2007.

Mulyasa, E. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya,


2009.

Mulyadi. Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Budaya Mutu.


Malang: UIN Maliki Press, 2010.

Muslim, Shahih. Kitab Sholat al-Musafirin.

Nawawi, Hadari dan Martini, Mini. Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 1994.

Nawawi, Hadari. Kepemimpinan yang Efektif. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press, 2004.

Nawawi, Imam. Terjemah Riyadhus Shalihin Jilid 1. Cet. IV. Jakarta: Pustaka
Amani, 1999.

Nurkholis. Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model, dan Aplikasi. Jakarta:


Grasindo, 2003.

Purwanto. Budaya Perusahaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1984.

Purwanto, Ngalim. Kepemimpinan yang Efektif.Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press, 1992.

Qomar, Mujamil. Manajemen Pendidikan Islam: Strategi Baru Pengelolaan


Lembaga Pendidikan Islam. Malang: Erlangga, 2007.

Rachman, Budhy Munawar. Ensiklopedi Nurcholish Madjid Pemikiran Islam di


Kanvas Peradaban. Jakarta: Mizan, 2006.

Republik Indonesia. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem


Pendidikan Nasional. Jakarta: Kloang Klede Putra Timur, 2003.

Rivai, Veithzal. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: Raja Grafindo


Persada, 2003.

________. Memimpin Dalam Abad ke-21. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2004.
123

Rohani, M. Ahmad. Pedoman Penyelenggaraan Administrasi Pendidikan


Di Sekolah. Jakarta: Bina Aksara, 1991.

Samudera Ulumil Qur‟an. (Terjemah Kitab Al-itqan Fii Ulumil Qur‟an) Karya
Imam Jalaludin As Suyuthi. PT.Bina ilmu.

Said, M. Mas‟ud. Kepemimpinan Pengembangan Organisasi Team Building dan


Perilaku Inovatif. Malang, UIN-Malang Press, 2007.

Soetopo, Hendyat. et.al.. Pengantar Operasional Administrasi Pendidikan.


Surabaya: Usaha Nasional, 1982.

________, dan Soemanto, Wasty. Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan.


Jakarta: Bina Aksara, 1984.

Setiadi, Elly M. et. al.. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Prenada Media,
2007.

Shihab, M. Quraish. Wawasan Al-Qur‟an. Bandung: Mizan, 2001.

Sudarsono. Beberapa Pendekatan dalam Penelitian Kualitatif. Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press, 1992.

Suhaimi. Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan:


Studi Kasus di SMA Muhammadiyah Mataram. Malang: Tesis UIN Malang
tidak Diterbitkan, 2004.

Sujarwa. Manusia dan Fenomena Budaya Menuju Perspektif Moralitas Agama.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.

Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya, 2007.

Supartono. Ilmu Budaya Dasar. Bogor: Ghalia Indonesia, 2004.

Suprayogo, Imam. Revormulasi Visi Pendidikan Islam. Cet. I. Malang: STAIN


Press, 1999.
________, dan Tobroni. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2003.

Sztompka. Piotr. The Sociology of Social Change. Terjemahan Indonesia oleh


Alimandan, Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada, 2007.

S, Zainal Abidin. Seluk Beluk Al-Qur‟an. Jakarta: Rineka Cipta, 1992.


124

Tafsir, Ahmad. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: Remaja


Rosdakarya, 2004.

________. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Surabaya: Abditama, 1997.


Ulum, M. Samsul. Menangkap Cahaya Al-Qur‟an. Malang, UIN-Malang Press,
2007.

Wahab, Abdul Aziz. Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan (Telaah


Terhadap Organisasi Dan Pengelolaan Organisasi Pendidikan). Bandung:
Alfabeta, 2008.

Wahjosumidjo. Kepemimpinan Kepala Sekolah; Tinjauan Teoritik dan


Permasalahan-nya. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.

Anda mungkin juga menyukai