Anda di halaman 1dari 9

Nama : Muhammad Dandy Setiawan Kelas : Akuntansi 4 B

Nim : 11170820000050 Dosen : Ismawati Haribowo,S.E.,M.Si.


Mata kuliah : Analisis keuangan dan pasar modal

Resume
Analisis Laporan Keuangan dan Financial Distress

Laporan Keuangan

Menurut SAK: laporan keuangan adalah bagian dari proses pelaporan keuangan yang lengkap,
meliputi; neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (arus kas, atau arus dana,
catatan, dan laporan lain) serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral darinya.
Menurut M. Sadeli (2002:2), pengertian laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntasi dan
informasi histories yang di dalamnya terdapat proses identifikasi, pengukuran, dan laporan
informasi ekonomi sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan yang tepat.
Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan
sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan
pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut.

Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap posisi keuangan maupun perkembangan suatu


perusahaan adalah Pemilik perusahaan,Manager atau pemimpin perusahaan, Para investor, Para
kreditor, Pemerintah

Suatu perusahaan dikatakan mempunyai posisi keuangan yang kuat apabila mampu:

1. Memenuhi kewajiban-kewajibannya tepat pada waktunya; yaitu pada waktu ditagih


(kewajiban keuangan terhadap pihak eksternal);
2. Memelihara modal kerja yang cukup untuk operasi yang normal (kewajiban keuangan
terhadap pihak internal);
3. Membayar bunga dan dividend yang dibutuhkan
4. Memelihara tingkat kredit yang menguntungkan;
Manfaat Analisis Laporan Keuangan

Menurut Harahap (2009:195), kegunaan analisis laporan keuangan ini dapat dikemukakan
sebagai berikut:
1. Dapat memberikan informasi yang lebih luas, lebih dalam daripada yang terdapat dari
laporan keuangan biasa.
2. Dapat menggali informasi yang tidak tampak secara kasat mata (explicit) dari suatu laporan
keuangan atau yang berada di balik laporan keuangan (implicit).
3. Dapat mengetahui kesalahan yang terkandung dalam laporan keuangan.
4. Dapat membongkar hal-hal yang bersifat tidak konsisten dalam hubungannya dengan suatu
laporan keuangan baik dikaitkan dengan komponen intern maupun kaitannya dengan
informasi yang diperoleh dari luar perusahaan.
5. Mengetahui sifat-sifat hubungan yang akhirnya dapat melahirkan model-model dan teori-
teori yang terdapat di lapangan seperti untuk prediksi, peningkatan.
6. Dapat memberikan informasi yang diinginkan oleh para pengambil keputusan. Dengan
perkataan lain yang dimaksudkan dari suatu laporan keuangan merupakan tujuan analisis
laporan keuangan juga antara lain:
a. Dapat menilai prestasi perusahaan.
b. Dapat memproyeksi laporan perusahaan.
c. Dapat menilai kondisi keuangan masa lalu dan masa sekarang dari aspek waktu tertentu:
Posisi keuangan (Aset, Neraca, dan Ekuitas),Hasil Usaha Perusahaan (Hasil atau Beban),
Likuiditas, Solvabilitas, Aktivitas, Rentabilitas atau Profitabilitas, Indikator Pasar Modal.
d. Menilai perkembangan dari waktu ke waktu.
e. Menilai komposisi struktur keuangan, arus dana.
7. Dapat menentukan peringkat (rating) perusahaan menurut kriteria tertentu yang sudah
dikenal dalam dunia bisnis.

ANALISA RASIO
Analisis Laporan Keuangan mencakup tiga karakteristik dalam suatu perusahaan yaitu, aspek
likuiditas, profitabilitas, dan solvabilitas;
1) Likuiditas
Adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
Pengertian lain adalah kemampuan seseorang atau perusahaan untuk memenuhi
kewajiban atau utang yang segera harus dibayar dengan harta lancarnya. Likuiditas
diukur dengan rasio aktiva lancar dibagi dengan kewajiban lancar. Perusahaan yang
memiliki likuiditas sehat paling tidak memiliki rasio lancar sebesar 100%. Ukuran
likuiditas perusahaan yang lebih menggambarkan tingkat likuiditas perusahaan
ditunjukkan dengan rasio kas (kas terhadap kewajiban lancar). Rasio likuiditas antara lain
terdiri dari:

a) Current Ratio (Rasio Lancar)


Rasio ini untuk menilai kecukupan aktiva lancar perusahaan untuk melunasi
kewajiban jangka pendek atau utang lancarnya yang dipakai dalam perhitungan akuntansi
sesuai jenis jenis laporan keuangan. Jika perbandingan aktiva lancar dengan utang lancar
bernilai tinggi maka kemampuan perusahaan juga tinggi untuk melunasi utang lancarnya.
Jika rasio lancar (current rasio) menunjukkan perbandingan 1:1 atau 100% berarti aktiva
lancar bisa melunasi kewajiban jangka pendek.

Kondisi perusahaan tergolong lebih aman jika rasio lancar di atas satu atau lebih
dari 100% maka perusahaan tersebut sudah pasti mampu membayar utang lancarnya
tanpa mengganggu kegiatan operasional perusahaan. Current ratio sebesar 200% dinilai
sebagai current ratio yang memuaskan untuk perusahaan industri atau perusahaan
komersil besar. Untuk perusahaan penghasil jasa seperti perusahaan listrik dan hotel rasio
sebesar 100% sudah mencukupi. Untuk itu pemahaman tentang kerangka konseptual
akuntansi keuangan sangat diperlukan. Rumus Current Ratio yaitu:

Rasio Lancar = Aktiva Lancar (Current Ratio) / Utang Lancar (Current Liabilities) x 100%

b) Quick Ratio (Rasio Cepat)


Quick Ratio dipakai untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membayar
kewajiban jangka pendek dengan memakai aktiva lancar, namun tanpa persediaan karena
persediaan butuh waktu lama untuk diubah menjadi uang dibandingkan aset lainnya.
Quick asset meliputi piutang dan surat-surat berharga. Semakin besar nilai rasio maka
kondisi perusahaan semakin baik. Jika rasio sebesar 1:1 atau 100% maka ini likuiditas
perusahaan baik. jika terjadi masalah likuiditas maka perusahaan akan mudah untuk
mengubah aktiva menjadi uang untuk membayar kewajiban (utang). Berikut ini rumus
Quick Ratio.

Quick Ratio = Current Assets – Inventory / Current Liabilities x 100%

c) Cash Ratio (Rasio Kas)


Cash Ratio digunakan untuk mengukur ketersediaan uang kas untuk melunasi
kewajiban (utang) jangka pendek. Uang kas bisa berbentuk rekening giro. Jika rasio
sebesar 1:1 atau 100% berarti perbandingan kas atau setara kas dengan utang akan
semakin baik sehingga perusahaan bisa melunasi utang sesuai jatuh tempo atau sebelum
jatuh tempo.

Cash Ratio = Cash or Cash Equivalent /Current Liabilities x 100%

2) Solvabilitas
Solvabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua kewajibannya
Solvabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melunasi seluruh utang yang
ada dengan menggunakan seluruh aset yang dimilikinya. Hal ini sesungguhnya jarang
terjadi kecuali perusahaan mengalami ke pailitan. Kemampuan operasi perusahaan
dicerminkan dari aset-aset yang dimiliki oleh perusahaan. Jenis-jenis solvabilitas:

1. Debt to Equity Ratio (Rasio Utang terhadap Ekuitas)

Rasio ini memaparkan porsi yang relatif antara ekuitas dan utang yang dipakai untuk
membiayai aset perusahaan. Debt to Equity Ratio (DER) membandingkan antara total kewajiban
(liabilities) dengan ekuitas (equity). Utang tidak boleh lebih besar dari modal supaya beban
perusahaan tidak bertambah. Tingkat rasio yang rendah berarti kondisi perusahaan semakin baik
karena porsi utang terhadap modal semakin kecil.

Rasio ini memperlihatkan bahwa dana pinjaman yang segera jatuh tempo akan ditagih
dibandingkan modal yang dimiliki. Perhitungan rasio ini bertujuan untuk mengetahui seberapa
besar bagian dari modal (termasuk pengertian modal dan jenis jenis modal yang menjadi jaminan
utang lancar. Semakin kecil rasio ini berarti kondisi perusahaan semakin baik karena modal
untuk menjamin utang lancar masih cukup (besar). Batas terendah dari rasio ini adalah 100%
atau 1 : 1. Rumus Debt to Equity Ratio (DER) sebagai berikut.

Debt to Equity Ratio (DER) = Total Utang / Ekuitas (Modal) x 100%

2. Debt Ratio (Rasio Utang)

Debt Ratio atau Rasio Utang menilai seberapa besar perusahaan berpatokan pada utang
untuk membiayai asetnya. Rasio ini membandingkan total utang (total liabilities) dengan total
aset yang dimiliki. Rasio ini juga memperlihatkan kemampuan perusahaan untuk memperoleh
pinjaman baru sebagai tambahan modal dengan jaminan aktiva tetap yang dimiliki oleh
perusahaan. Jika tingkat rasio ini semakin tinggi maka jaminan berupa asset yang ada dan uang
yang diberikan oleh kreditor dalam jangka panjang semakin terjamin. Besaran presentasi rasio
ini minimu 100% atau 1 : 1 artinya Rp 1 utang jangka panjang bisa dijamin oleh Rp 1 aktiva
tetap yang dimiliki oleh perusahaan. Utang yang dihitung dalam hal ini adalah semua utang
perusahaan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Kreditor biasanya lebih memilih debt
ratio yang rendah karena kondisi perusahaan aman (tidak akan bangkrut). Tingkat rasio yang
rendah maka kondisi perusahaan semakin aman (solvable). Berikut ini rumus rasio utang (debt
ratio).

Rasio utang = Total utang / Total Aset x 100%

3) Profitablitas
Rasio ini disebut juga sebagai rasio rentabilitas yaitu rasio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba atau keuntungan,
profitabilitas suatu perusahaan mewujudkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau
modal yang menghasilkan laba tersebut. Berikut merupakan rasio-rasio yang tergolong
dalam rasio profitabilitas adalah sebagai berikut:

1. Gross Profit Margin (Margin Laba Kotor)

Merupakan perandingan antar penjualan bersih dikurangi dengan Harga Pokok penjualan
dengan tingkat penjualan, rasio ini menggambarkan laba kotor yang dapat dicapai dari jumlah
penjualan. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus yaitu :
Gross Profit Margin = Laba kotor

Penjualan Bersih

2. Net Profit Margin (Margin Laba Bersih)

Merupakan rasio yang digunaka nuntuk mengukur laba bersih sesudah pajak lalu
dibandingkan dengan volume penjualan.

Rasio ini dapat dihitung dengan Rumus yaitu :

Net Profit Margin = Laba Setelah Pajak


Penjualan Bersih

3. Rasio Pengembalian Aset (Return on Assets Ratio)


Tingkat Pengembalian Aset merupakan rasio profitabilitas untuk menilai persentase
keuntungan (laba) yang diperoleh perusahaan terkait sumber daya atau total asset sehingga
efisiensi suatu perusahaan dalam mengelola asetnya bisa terlihat dari persentase rasio ini.
Rumus Rasio Pengembalian Aset sebagai berikut.

ROA = Laba Bersih / Total Aset

4. Return on Equity Ratio (Rasio Pengembalian Ekuitas)

Return on Equity Ratio (ROE) merupakan rasio profitabilitas untuk menilai kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba dari investasi pemegang saham perusahaan tersebut yang
dinyatakan dalam persentase. ROE dihitung dari penghasilan (income) perusahaan terhadap
modal yang diinvestasikan oleh para pemilik perusahaan (pemegang saham biasa dan pemegang
saham preferen). Return on equity menunjukkan seberapa berhasil perusahaan mengelola
modalnya (net worth) sehingga tingkat keuntungan diukur dari investasi pemilik modal atau
pemegang saham perusahaan. ROE yaitu rentabilitas modal sendiri atau yang disebut
rentabilitas usaha. Rumus Return On Equity sebagai berikut.

ROE = Laba Bersih Setelah Pajak / Ekuitas Pemegang saham


Financial Distress
Aghajani dan Jouzbarkand (2012) merumuskan bahwa financial distress adalah situasi
dimana perusahaan atau seseorang sedang berada dalam kondisi posisi keuangan yang lemah.
Perusahaan ataupun entitas lain tidak dapat membayarkan utang yang dipinjam dari kreditor.
Anggarini dan Ardiyanto (2010) menyatakan bahwa perusahaan yang mengalami financial
distress akan meng-hadapi beberapa kondisi. Kondisi yang pertama yaitu perusahaan mengalami
kegagalan pembayaran kembali utang yang sudah jatuh tempo kepada kreditur. Kondisi yang
kedua yaitu perusahaan tersebut berada dalam kondisi yang tidak solvable yaitu
ketidakmampuan seseorang atau badan untuk membayar utang tepat pada waktunya atau
keadaan yang menunjukkan jumlah kewajiban melebihi harta.

a) Model Altman terhadap Financial Distres


Edward Altman merupakan seoarang ekonom dan profesor di New York School of
Business dan mengembangkan model Altman pada tahun 1968. Model Altman kemudian
diterima oleh auditor dan manajemen akuntan pada per-tengahan tahun 1980. Pada mulanya
Altman mengembangkan model berdasarkan perusahaan manufaktur, kemudian selanjutnya
dilakukan modifikasi dan untuk sektor tertentu. (Al-Sulaiti & Almwajeh, 2007).

Ketepatan dalam memprediksi kebangkrutan pada awal penelitian tahun1968 yang


dilakukan oleh Altman mencapai 72% pada dua tahun sebelum pailit.Sementara itu Altman
kembali melakukan serangkaian penelitian berikutnya yangmeliputi tiga periode waktu yang
berbeda sampai dengan tahun 1999 dan hasil kekakuratan dalam memprediksi kebangkrutan
pada perusahaan satu tahun kedepan sebesar mencapai 80-90%. Model Z-Score menjadi alat
yang paling banyak digunakan bagi akuntan, auditor dan kreditor untuk mengevaluasi pinjaman
sejaktahun 1985 sampai sekarang (Eidleman, 1995).

Model pertama yang dilakukan oleh Altman berdasarkan data dari perusahaan
manufaktur yang telah go-public, sedangkan versi modifikasi yang dilakukan oleh Altman
selanjutnya dirancang untuk dapat diterapkan padaperusahaan industri swasta dan perusahaan
non-industri, serta perusahaan sector jasa.

Cara untuk mengukur variabel Altman Z-Score adalah sebagai berikut:

Z Score = 6,56 X1 + 3,26 X2 + 6,72 X3 + 1,05 X4


X1 = Working capital / Total Asset

X2 = Retained earning / Total Asset

X3 = Earning Before Interest and taxes / Total Asset

X4 = Book Value of Equity / Book Value of Total Debt

Klasifikasi

1. Z > 2,6 = Aman

2. 1,11 < Z < 2,6 = Abu-Abu

3. Z < 1,1 = Distress

b) Model Springate terhadap Financial Distres


Model ini diperkenalkan oleh Gordon L.V. Springate pada tahun 1978. Metode ini
merupakan pengembangan dari model Altman. Pada awalnya model ini menggunakan 19 rasio
keuangan populer namun, setelah melakukan pengujian kembali akhirnya Springate memilih 4
rasio yang digunakan dalam menentukan kriteriaperusahaan termasuk dalam kategori
perusahaan yang sehat atau perusahaan yang berpotensi bangkrut.

Cara menghitung Model Springate

Z Score = 1,03 X1 + 3,07 X2 + 0,66 X3 + 0,4 X4

X1 = Working Capital / Total Asset

X2 = Net Profit Before Interest and Taxes / Total Asset

X3 = Net Profit Before Tax / Current Liabilities

X4 = Sales / Total Asset

Klasifikasi

1. Z > 0,086 = Aman

2. Z < 0,086 = Distress


c) Model Zmijewski terhadap Financial Distres
Zmijewski mengembangkan model prediksi kebangkrutan pada tahun 1984.Model
tersebut menggunakan rasio keuangan yang mengukur kinerja keuangan, leverage, dan likuiditas
perusahaan.

Cara Penghitungan Model Zmijewski:

Z Score = -4,3 – 4,5 X1 + 5,72 X2 – 0,004 X3

X1 = Earning After Tax / Total Asset X 100%

X2 = Total Debt / Total Asset X 100%

X3 = Current Asset / Current Liabilities X 100%

Klasifikasi

1. Z < 0 = Aman

2. Z > 0 = Distress

d) Model Grover terhadap Financial Distres


Model Grover dikembangkan pada tahun 2001 dan merupakan model turunan dari model
Altman dengan melakukan penilaian ulang yang dilakukan oleh Jeffrey S. Grover.

Cara Penghitungan Model Grover:

Z Score = 1,650 X1 + 3,403 X2 - 0,016 X3 + 0,057

X1 = Working Capital / Total Asset

X2 = Net Profit Before Interest and Taxes / Total Asset

X3 = Earning After Tax / Total Asset X 100%

Klasifikasi

1. Z > -0,02 = Aman

2. Z < -0,02 = Distress

Anda mungkin juga menyukai