Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH PRESENTASI KASUS

“KARSINOMA RECTI”

Pembimbing :
dr. Kamal Agung Wijayana, Sp.B(K)BD

Disusun Oleh :
Dita Yulianti G4A017045

STAF MEDIK FUNGSIONAL ILMU BEDAH


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
PURWOKERTO

2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

MAKALAH PRESENTASI KASUS


“KARSINOMA RECTI”

Disusun oleh :
Dita Yulianti G4A017045

Diajukan untuk memenuhi syarat ujian kepaniteraan klinik di bagian


Ilmu Bedah RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo
Purwokerto

Telah disetujui,
pada tanggal: Juni 2018

Mengetahui,
Dokter Pembimbing,

dr. Kamal Agung Wijayana, Sp.B(K)BD

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan presentasi kasus
yang berjudul “Karsinoma Rekti”. Penulisan presentasi kasus ini merupakan salah
satu syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Bedah
RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Penulis berharap presentasi kasus
ini dapat bermanfaat untuk kepentingan pelayanan kesehatan, pendidikan,
penelitian dan dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya oleh berbagai pihak
yang berkepentingan. Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Kamal Agung,
Wijayana, Sp.B(K)BD selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran
dan motivasi dalam penyusunan presentasi kasus ini.
Penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
presentasi kasus ini. Oleh karena itu, segala masukan yang bersifat membangun
sangat diharapkan.

Purwokerto, Juni 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
I. STATUS PASIEN
A. Identitas Penderita ............................................................................ 1
B. Anamnesis ........................................................................................ 1
C. Obyektif ............................................................................................ 2
D. Pemeriksaan Penunjang .................................................................... 4
E. Diagnosa Kerja .................................................................................. 5
F. Penatalaksanaan ................................................................................ 5
G. Prognosis ........................................................................................... 6

II. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 7

III. TINJAUAN PUSTAKA


A. Anatomi Rectum .............................................................................. 8
B. Karsinoma Rekti
1. Definisi ....................................................................................... 10
2. Epidemiologi .............................................................................. 11
3. Etiologi dan Faktor Resiko ........................................................ 11
4. Patogenesis ................................................................................. 14
5. Manifestasi Klinis ...................................................................... 14
6. Klasifikasi .................................................................................. 15
7. Penegakan Diagnosis ................................................................. 17
8. Manajemen ................................................................................. 19
9. Prognosis .................................................................................... 22

IV. KESIMPULAN
A. Kesimpulan ....................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 24

iv
I. STATUS PASIEN

A. Identitas Penderita
Nama : Ny. A
Umur : 42 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Karanglewas RT 02 RW 03 Cimanggu
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Tgl masuk RS : 30 April 2019
Tgl periksa : 2 Mei 2019

B. Anamnesis
1. Keluhan utama
BAB berdarah
2. Keluhan tambahan
Anus terasa sakit, nyeri perut, sulit BAB
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke RSMS dengan keluhan BAB berdarah. Keluhan
dirasakan sejak sekitar 8 bulan yang lalu. Darah yang keluar bersama feses
berwarna merah segar sekitar setengah gelas belimbing setiap kali BAB.
Keluhan BAB berdarah tidak membaik dengan istirahat ataupun dengan
obat obatan. Selain itu pasien juga mengeluh nyeri perut yang dirasakan
terus-menerus dan nyeri di sekitar anus terutama saat BAB yang semakin
memberat dalam 2 bulan terakhir. Pasien harus mengedan dan
membutuhkan waktu yang lama untuk BAB. Feses yang keluar sedikit dan
pasien sering merasa tidak puas setelah BAB. Pasien mengaku pernah
dirawat dengan keluhan yang sama dan dilakukan biopsi 5 bulan yang lalu
dan didapatkan hasil keganasan.
4. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat keluhan serupa : diakui
Riwayat hipertensi : diakui

1
Riwayat anemia : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat stroke : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
5. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat hipertensi : diakui
Riwayat anemia : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat stroke : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat keganasan : disangkal
6. Riwayat sosial dan exposure
Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk bukan perumahan bersama
suami dan anaknya. Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Pasien
terbiasa makan makanan yang dimasak sendiri di rumah.

C. Obyektif
1. Keadaan umum : Sedang
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Vital sign
Tekanan Darah : 150/90 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Respiration Rate : 20 x/menit
Suhu : 37,3 0C
4. Berat badan : 47 kg
5. Tinggi badan : 150 cm
6. Indeks Massa Tubuh : 20.89 kg/m2 (normal)
7. Status generalis
a. Pemeriksaan kepala
1) Bentuk kepala

2
Mesocephal, simetris, venektasi temporalis (-)
2) Rambut
Warna rambut sebagian putih-hitam, tidak mudah dicabut dan
terdistribusi merata
3) Mata
Simetris, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
4) Telinga
Discharge (-), deformitas (-)
5) Hidung
Discharge (-), deformitas (-), napas cuping hidung (-)
6) Mulut
Bibir sianosis (-), lidah sianosis (-)
b. Pemeriksaan leher
Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
c. Pemeriksaan thoraks
Paru
Inspeksi : Dinding dada payudara kanan dan kiri simetris,
tidak tampak ketertinggalan gerak antara
hemithoraks kanan dan kiri.
Palpasi : Vokal fremitus lobus superior kanan = kiri
Vokal fremitus lobus inferior kanan = kiri
Perkusi : Perkusi orientasi seluruh lapang paru sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+
Ronki basah halus -/-
Ronki basah kasar -/-
Wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V 2 jari medial LMCS
dan kuat angkat (-)
Perkusi : Batas atas kanan : SIC II LPSD
Batas atas kiri : SIC II LPSS

3
Batas bawah kanan : SIC IV LPSD
Batas bawah kiri : SIC V 2 jari medial LMCS
Auskultasi : S1>S2 reguler; gallop (-), murmur (-)
d. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (-) normal
Perkusi : Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
Palpasi : Nyeri tekan (+) di region umbilical dan hipogastric,
undulasi (-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
e. Pemeriksaan ekstremitas
Ekstremitas Ekstremitas
Pemeriksaan superior inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Edema - - - -
Sianosis - - - -
Akral dingin - - - -
Reflek fisiologis + + + +
Reflek patologis - - - -

8. Status Lokalis
Pemeriksaan Rectum
a. Inspeksi: Tidak tampak massa
b. Pemeriksaan Rectal Toucher
TSA : Normotoni
Mukosa Rectum : Licin, teraba massa di awah jam 6 pada posisi
LLD ukuran 3x3 cm, konsistensi keras, permukaan
berbenjol, tidak daoat digerakkan, nyeri tekan (+)
Ampula rekti : Tidak kolaps
Sarung Tangan : Feses (+) Lendir (+) Darah (+)

4
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium Darah
Pemeriksaan 01/05/2018
Hemoglobin 12,8
Leukosit 10.460
Hematokrit 41
Eritrosit 4.9
Trombosit 308,000
MCV 84
MCH 28
MCHC 33
RDW 14.7 H
MPV 9.0 L
Basofil 0.9
Eosinofil 0.2 L
Batang 0.1 L
Segmen 76.2 H
Limfosit 16.5 L
Monosit 6.1
Ureum 22.7
GDS 172
Natrium 138
Kalium 4,2
Kalsium 1,31
PT 11,2
APTT 34

2. Pemeriksaan Histopatologi 26/12/2018


Organ : Biopsi rectum
Kesan : Ganas, skuamous cell carcinoma diferensiasi sedang

E. Diagnosa Kerja
Karsinoma rekti

F. Penatalaksanaan
1. Edukasi
a. Edukasi makan makanan dengan gizi seimbang
b. Edukasi perawatan bekas operasi

5
c. Menjaga kebersihan luka
d. Istirahat yang cukup
2. Non medikamentosa
a. Rawat luka dan ganti perban
b. Diet lunak
3. Medikamentosa
a. IVFD RL 20 tpm
b. Ceftriaxone 2x1 gr
c. Ranitidin 2x1 amp
d. Ketorolac 3x30 mg
4. Operasi
Jenis tindakan pembedahan : Miles operation

G. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam

6
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Rectum
Secara anatomi rektum terbentang dari vertebrae sakrum ke-3 sampai
garis anorektal. Secara fungsional dan endoskopik, rektum dibagi menjadi
bagian ampula dan sfingter. Bagian sfingter disebut juga annulus hemoroidalis,
dikelilingi oleh muskulus levator ani dan fasia coli dari fasia supra-ani. Bagian
ampula terbentang dari sakrum ke-3 ke difragma pelvis pada insersi muskulus
levator ani. Panjang rektum berkisar 10-15 cm, dengan keliling 15 cm pada
rectosigmoid junction dan 35 cm pada bagian ampula yang terluas. Dinding
rektum mempunyai 4 lapisan : mukosa, submukosa, muskularis (sirkuler dan
longitudinal), dan lapisan serosa (Fazeli & Keramati, 2015).

Gambar 1 : Anatomi Rektum (Sumber : Netter)

7
Gambar 2: Lapisan dinding rektum

Arteri rectalis superior mendarahi setengah bagian atas canalis analis


dan arteri rectalis inferior mendarahi setengah bagian bawahnya. Vena-vena di
rectum, setengah bagian atas dialirkan oleh vena rectalis superior ke vena
mesenterica inferior dan setengah bagian bawah dialirkan oleh vena rectalis
inferior ke vena pudenda interna. Anastomosis venae rectales membentuk
anastomosis portal-sistemik yang penting (Snell, 2012).

8
Gambar 3 : Pembuluh darah Arteri dan Vena pada rektum

Pembuluh limfe daerah anorektum membentuk pleksus halus yang


mengalirkan isinya menuju kelenjar limfe inguinal yang selanjutnya mengalir
ke kelenjar limfe iliaka. Infeksi dan tumor ganas pada daerah anorektal dapat
mengakibatkan limfadenopati inguinal. Pembuluh rektum di atas garis
anorektum berjalan seiring dengan v. hemoroidalis superior dan melanjut ke
kelenjar limfe mesenterika inferior dan aorta (Snell, 2012).
Persarafan rektum terdiri atas sistem simpatik dan parasimpatik.
Serabut simpatik berasal dari pleksus mesenterikus inferior yang berasal dari
lumbal 2, 3, dan 4, serabut ini mengatur fungsi emisi air mani dan ejakulasi.
Serabut parasimpatis berasal dari sakral 2, 3, dan 4, serabut ini mengatur fungsi
ereksi penis, klitoris dengan mengatur aliran darah ke dalam jaringan (Snell,
2012).

B. Karsinoma Recti
1. Definisi
Karsinoma rekti didefinisikan sebagai keganasan yang muncul
pada rektum, yang sebagian besar adalah tumor ganas. Jenis keganasan

9
terbanyak pada rektum adalah adenokarsinoma (Kementerian Kesehatan
RI, 2015).

2. Epidemiologi
Kanker rektum adalah kanker paling umum kedua (28%) di usus
besar setelahnya kanker kolon proksimal (42%) (Siegel et al., 2014). Oleh
karena itu, kanker rektum selalu dianggap sebagai bagian dari kanker
kolorektal dalam studi epidemiologi terkait. Kanker kolorektal, sebagai
salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, adalah kanker
paling umum ketiga pada pria dan yang kedua pada wanita di dunia
dengan probabilitas 4,7-5% (Fazeli & Keramati, 2015). Hal tersebut juga
telah dilaporkan sebagai penyebab ketiga tertinggi kematian akibat kanker
pada pria dan wanita di Amerika Serikat (Siegel et al., 2014).
Meskipun kejadian geografis kanker kolorektal bervariasi di
seluruh dunia, polanya serupa di antara pria dan wanita. Saat ini, kanker
kolorektal tampaknya lebih umum di negara-negara maju di dunia.
Perkiraan tertinggi adalah di Australia / Selandia Baru (masing-masing
44,8 dan 32,2 per 100.000 pria dan wanita), dan terendah di Afrika Barat
(4,5 dan 3,8 per 100.000) (Fazeli & Keramati, 2015). Menurut data terbaru
dari Amerika Serikat, sekitar 136.830 kasus baru kanker kolorektal
didiagnosis setiap tahun, termasuk 40.000 kanker recti (Siegel et al.,
2014). Diperkirakan 71.830 pria dan 65.000 wanita akan didiagnosis
dengan kanker kolorektal dan 26.270 pria dan 24.040 wanita akan
meninggal karena penyakit di negara ini pada tahun 2014 (Siegel et al.,
2014).

3. Etiologi dan Faktor Resiko


a. Kolitis Ulseratif
Kolitis ulseratif merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
kanker rektum, sekitar 1% dari pasien yang memiliki riwayat kronik
ulseratif kolitis. Pendekatan yang direkomendasikan untuk seseorang
dengan riwayat ulseratif kolitis dan risiko tinggi terkena kanker

10
kolorektal yaitu dengan mengunakan kolonoskopi untuk menentukan
kebutuhan akan total proktokolektomi pada pasien dengan kolitis yang
durasinya lebih dari 8 tahun. Strategi yang digunakan berdasarkan
asumsi bahwa lesi displasia bisa dideteksi sebelum terbentuknya
invasif kanker (Casciato, 2017).
b. Penyakit Crohn’s
Penyakit ini dapat mengenai semua bagian saluran cerna, dari
mulut hingga anus. Pasien yang menderita penyakit Crohn’s juga
mempunyai risiko tinggi untuk menderita kanker kolorektal tetapi
masih lebih rendah jika dibandingkan dengan kolitis ulseratif. Pasien
dengan striktur kolon memiliki angka kejadian adenokarsinoma yang
tinggi di tempat yang terjadi fibrosis (Schwartz, 2005).
c. Riwayat Keluarga
Sekitar 15% dari seluruh kanker kolorektal juga muncul pada
pasien dengan riwayat kanker kolorektal pada keluarga terdekat.
Seseorang dengan keluarga terdekat yang mempunyai kanker
kolorektal mempunyai kemungkinan untuk menderita kanker
kolorektal dua kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan seseorang
yang tidak memiliki riwayat kanker kolorektal pada keluarganya
(Casciato, 2017).
d. Kanker Kolorektal Herediter
Abnormalitas genetik pada individu juga mampu memediasi
progresi dari mukosa kolorektal normal menuju mukosa kolorektal
yang maligna. Sekitar setengah dari seluruh karsinoma dan
adenokarsinoma berhubungan dengan mutasi. Langkah yang paling
penting dalam menegakkan diagnosa dari sindrom kanker herediter
yaitu riwayat kanker pada keluarga. Mutasi sangat jarang terlihat pada
adenoma yang lebih kecil dari 1 cm. Delesi alel dari 17p ditunjukkan
pada ¾ dari seluruh kanker kolon, dan delesi dari 5q ditunjukkan lebih
dari 1/3 dari karsinoma kolon dan adenoma yang besar. Dua sindrom
yang utama dan beberapa varian yang utama dari sindrom ini
menyebabkan kanker kolorektal telah dikenali karakternya. Dua

11
sindrom ini, dimana mempunyai predisposisi menuju kanker
kolorektal memiliki mekanisme yang berbeda, yaitu Familial
Adenomatous Polyposis (FAP) dan Hereditary Non Polyposis
Colorectal Cancer (HNPCC) (Casciato, 2017).
Gen yang bertanggung jawab untuk FAP yaitu gen APC, yang
berlokasi pada kromosom 5q21. Adanya defek pada APC tumor
supresor gen dapat menggiring kepada kemungkinan pembentukan
kanker kolorektal pada umur 40 sampai 50 tahun. Pada FAP yang
telah berlangsung cukup lama, didapatkan polip yang sangat banyak
sehingga sulit untuk dapat dilakukannya kolonoskopi polipektomi
yang aman dan adekuat (Casciato, 2017).
Pola autosomal dominan dari HNPCC yaitu Lynch’s sindrom I
dan II. Generasi yang dipengaruhi dengan kanker kolorektal muncul
pada umur yang muda (±45 tahun), dengan predominan lokasi kanker
pada kolon kanan. Abnormalitas genetik ini terdapat pada mekanisme
mismatch repair yang bertanggung jawab pada defek eksisi dari
abnormal repeating sequences dari DNA, yang dikenal sebagai
mikrosatellite (mikrosatellite instability). Retensi dari squences ini
mengakibatkan ekspresi dari phenotype mutator, yang
dikarakteristikkan oleh frekuensi DNA replikasi error (RER+
phenotype). Hal tersebut mengakibatkan seseorang memiliki
multitude dari malignansi primer (Casciato, 2017).
e. Usia dan Jenis Kelamin
Usia dan jenis kelamin adalah faktor risiko penting yang
mempengaruhi kanker kolon dan rektal (Wei, et al., 2004).
Peningkatan risiko yang signifikan secara statistik untuk kanker usus
besar sebanding dengan peningkatan tinggi badan. Untuk Indeks
Massa Tubuh (IMT), ada efek yang berbeda pada kanker kolorektal
antara laki-laki dan perempuan. Sebuah studi melaporkan bahwa
setiap peningkatan 5 kg / m2 BMI dikaitkan dengan peningkatan
masing-masing 24% dan 9% kejadian karsinoma kolorektal pada pria
dan wanita (Renehan et al., 2008). Selain itu, ada peningkatan risiko

12
bermakna dalam kategori tertinggi BMI di antara para wanita untuk
kanker rektum (Wei, et al., 2004).
f. Gaya Hidup
Faktor lingkungan seperti diet dan aktivitas fisik juga dapat
mempengaruhi risiko. Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi
kalori, daging dan diet rendah serat berkemungkinan besar untuk
menderita kanker kolorektal pada sebagian besar penelitian, meskipun
terdapat juga penelitian yang tidak menunjukkan adanya hubungan
antara serat dan kanker kolorektal (Fazeli & Keramati, 2015).

4. Patogenesis
Pada mukosa rektum yang normal, sel-sel epitel akan mengalami
regenerasi setiap 6 hari. Pada keadaan patologis seperti adenoma terjadi
perubahan genetik yang mengganggu proses diferensiasi dan maturasi dari
sel-sel tersebut yang dimulai dengan inaktivasi gen adenomatous polyposis
coli (APC) yang menyebabkan terjadinya replikasi tak terkontrol dari sel
kanker. Peningkatan jumlah sel akibat replikasi tak terkontrol tersebut
akan menyebabkan terjadinya mutasi yang akan mengaktivasi K-ras
onkogen dan mutasi gen p53, hal ini akan mencegah terjadinya apoptosis
dan memperpanjang hidup dari sel kanker (Robbins, 2013).

5. Manifestasi Klinis
Perdarahan rektal adalah presentasi paling umum dari kanker
rektal. Pada tahap selanjutnya, gejala lain seperti tenesmus, feses yang
lebih kecil dari biasanya, keluhan tidak nyaman pada perut seperti sering
flatus, kembung, rasa penuh pada perut atau nyeri nyeri panggul dan
rektum atau gejala obstruktif dapat terjadi. Membandingkan gejala
karsinoma kolorektal pada umumnya, manifestasi klinis berbeda
tergantung pada lokasi tumor (yaitu kolon asenden, transversal, atau
sigmoid, atau rektum) (Wilkes et al., 2012). Hematochezia dan perubahan
kebiasaan buang air besar lebih sering terjadi pada kanker rektum dan
karsinoma kolorektal sisi kiri. Namun, anemia defisiensi besi lebih sering

13
disebabkan oleh kanker sisi kanan. Nyeri perut dapat terjadi pada tumor
kiri dan kanan. Ini bisa menjadi gejala obstruksi parsial, penyebaran tumor
peritoneal, perforasi usus atau bahkan peritonitis. Pasien yang menderita
kanker rektum metastatik dapat menunjukkan gejala klinis yang dapat
merujuk ke tempat metastasisnya. Berdasarkan drainase vena rektum atas
melalui sistem portal, tempat yang paling umum dari metastasis
hematogen adalah hepar, diikuti oleh paru-paru dan tulang. Namun,
saluran rektum distal ke vena inferior rektal (dan kemudian ke vena cava
inferior) dan mungkin bermetastasis awalnya ke paru-paru (Fazeli &
Keramati, 2015).
Dalam situasi yang jarang, tumor rektal juga dapat terjadi
perdarahan gastrointestinal akut atau peritonitis setelah perforasi ke dalam
rongga peritoneum. Pembentukan fistula ke organ yang berdekatan
(seperti kandung kemih), demam yang tidak diketahui asalnya, abses
(karena kanker perforasi lokal), bakteremia atau sepsis (karena
Streptococcus bovis atau Clostridium septikum) juga telah dilaporkan
sebagai manifestasi klinis yang jarang muncul lainnya (Fazeli & Keramati,
2015).

6. Klasifikasi
Stadium Karsinoma Kolorektal Berdasarkan Sistem TNM American Joint
Comittee on Cancer (AJCC), edisi ke 7, tahun 2009.
 T- Tumor primer
Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 : Tidak ada evidens adanya tumor primer
Tis : Karsinoma in situ: intraepitelial atau invasi lamina propria.
T1 : Tumor invasi submukosa
T2 : Tumor invasi muskularis proria
T3 : Tumor invasi melewati muskularis propria ke dalam jaringan
perikolorektal
T4a : Tumor penetrasi ke permukaan peritoneum viseral
T4b : Tumor invasi langung atau menempel pada organ atau struktur lain

14
 N- Kelenjar getah bening regional
Nx : Kelenjar getah bening tidak dapat dinilai
N0 : Tidak ada metastasis kelenjar getah bening
N1 : Metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional
N1 a : Metastasis pada satu kelenjar getah bening regional
N1 b : Metastasis pada 2-3 kelenjar getah bening regional
N1 c : Tumor deposit pada subserosa, mesenteri, atau perikolik
nonperitoneal atau jaringan perirektal tanpa metastasis kelenjar getah
bening regional
N2 : Metastasis pada 4 atau lebih kelenjar getah bening regional
N2a : Metastasis pada 4-6 kelenjar getah bening regional
N2b : Metastasis pada 7 atau lebih kelenjar getah bening regional

 M - Metastasis jauh
M0 : Tidak ada metastasis jauh
M1 : Metastasis jauh
M1a : Metastasis terbatas pada satu organ atau bagian (contoh, hati, paru-
paru, ovarium, kelenjar non-regional
M1 b : Metastasis pada lebih dari satu oragan/bagian atau peritoneum

15
7. Penegakan Diagnosis (Kementerian Kesehatan RI, 2015)
a. Anamnesis
Keluhan perdarahan melalui anus, gangguan defekasi, kadang
didapatkan massa pada perut, tanda-tanda obstruksi usus, anemia,
penurunan berat badan.
Tanda dan gejala berikut ini merupakan temuan yang sering menjadi
awal dugaan adanya karsinoma rekti:
- Perdarahan per-anum disertai peningkatan frekuensi defekasi
dan/atau diare selama minimal 6 minggu pada semua umur
- Defekasi seperti kotoran kambing
- Perdarahan per-anum tanpa gejala anal pada individu berusia di
atas 60 tahun
- Peningkatan frekuensi defekasi atau buang air besar berlendir
- Massa intra-luminal di dalam rektum
- Tanda-tanda obstruksi mekanik usus

16
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda anemia, kadang
dapat pula ditemukan massa yang teraba pada abdomen, atau tanda-
tanda obstruksi usus.
Pemeriksaan Colok Dubur
Pemeriksaan ini dilakukan pada setiap penderita dengan gejala
anorektal. Tujuan pemeriksaan ini untuk menetapkan keutuhan sfingter
ani dan menetapkan ukuran dan derajat fiksasi tumor pada rektum 1/3
tengah dan distal, serta menetapkan jarak antara tumor dengan
anocutan line. Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai
adalah:
- Keadaan tumor
- Mobilitas tumor

Ada 2 gambaran khas dari pemeriksaan colok dubur, yaitu indurasi


dan adanya suatu penonjolan tepi, dapat berupa :
a. suatu pertumbuhan awal yang teraba sebagai indurasi seperti
cakram yaitu suatu plateau kecil dengan permukaan yang licin dan
berbatas tegas.
b. suatu pertumbuhan tonjolan yang rapuh, biasanya lebih lunak,
tetapi umumnya mempunyai beberapa daerah indurasi dan ulserasi
c. suatu bentuk khas dari ulkus maligna dengan tepi noduler yang
menonjol dengan suatu kubah yang dalam (bentuk ini paling
sering)
d. suatu bentuk karsinoma anular yang teraba sebagai pertumbuhan
bentuk cincin

c. Pemeriksaan Penunjang
Dalam menegakkan diagnosis karsinoma rekti, beberapa pemeriksaan
yang sering dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan Laboratorium
2. Hematologik : darah perifer lengkap, LED, hitung jenis.

17
3. Kimia darah
4. Tumor marker CEA
5. Pemeriksaan Radiologik
- Pemeriksaan foto toraks PA
- CT scan/MRI
- Ultrasonografi (USG) abdomen
- Ultrasonografi (USG) endorektal (bila dapat dikerjakan)
- PET scan (bila diperlukan/tidak rutin)
6. Pemeriksaan Patologi Anatomi
Biopsi dari rektum dan spesimen reseksi menentukan jenis
keganasan dan derajat diferensiasinya
7. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi yang dapat dilakukan:
- Sigmoidoskopi rigid / Rektoskopi (untuk visualisasi kolon dan
rektum)
- Sigmoidoskopi fleksibel (Lebih efektif dibandingkan dengan
sigmoidoskopi rigid)
- Kolonoskopi
Akurasi sama dengan kombinasi enema barium kontras ganda
+ sigmoidoskopi fleksibel untuk KKR atau polip > 9 mm.

8. Manajemen
Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker rektal. Beberapa
adalah terapi standar dan beberapa lagi masih diuji dalam penelitian klinis.
Tiga terapi standar untuk kanker rektal yang digunakan antara lain ialah :
a. Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan
terutama untuk stadium I dan II kanker rektal, bahkan pada pasien
suspek dalam stadium III juga dilakukan pembedahan. Meskipun
begitu, karena kemajuan ilmu dalam metode penentuan stadium
kanker, banyak pasien kanker rektal dilakukan pre-surgical treatment
dengan radiasi dan kemoterapi. Penggunaan kemoterapi sebelum

18
pembedahan dikenal sebagai neoadjuvant chemotherapy, dan pada
kanker rektal, neoadjuvant chemotherapy digunakan terutama pada
stadium II dan III. Pada pasien lainnya yang hanya dilakukan
pembedahan, meskipun sebagian besar jaringan kanker sudah diangkat
saat operasi, beberapa pasien masih membutuhkan kemoterapi atau
radiasi setelah pembedahan untuk membunuh sel kanker yang
tertinggal (Monson, et al., 2015).
Tipe pembedahan yang dipakai antara lain (Murrel, 2005) :
 Eksisi lokal : jika kanker ditemukan pada stadium paling dini,
tumor dapat dihilangkan tanpa melakukan pembedahan lewat
abdomen. Jika kanker ditemukan dalam bentuk polip, operasinya
dinamakan polypectomy.
 Reseksi: jika kanker lebih besar, dilakukan reseksi rektum lalu
dilakukan anastomosis. Jiga dilakukan pengambilan limfonodi
disekitan rektum lalu diidentifikasi apakah limfonodi tersebut juga
mengandung sel kanker.

Pengangkatan kanker rektum biasanya dilakukan dengan reseksi


abdominoperianal, termasuk pengangkatan seluruh rectum, mesorektum
dan bagian dari otot levator ani dan dubur. Prosedur ini merupakan
pengobatan yang efektif namun mengharuskan pembuatan kolostomi
permanen (Fazeli & Keramati, 2015).
Rektum terbagi atas 3 bagian yaitu 1/3 atas, tengah dan bawah.
Kanker yang berada di lokasi 1/3 atas dan tengah (5 s/d 15 cm dari garis
dentate) dapat dilakukan ”restorative anterior resection”. Pada tumor
rektum sepertiga tengah dilakukan reseksi dengan mempertahankan
sfingter anus, sedangkan pada tumor sepertiga distal dilakukan amputasi
rektum melalui reseksi abdominoperineal Quenu-Miles. Pada operasi ini
anus turut dikeluarkan (Fazeli & Keramati, 2015).
Pada pembedahan abdominoperineal menurut Quenu-Miles,
rektum dan sigmoid dengan mesosigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar
limfe pararektum dan retroperitoneal sampai kelenjar limfe retroperitoneal.

19
Kemudian melalui insisi perineal anus dieksisi dan dikeluarkan seluruhnya
dengan rektum melalui abdomen (Fazeli & Keramati, 2015).

b. Radiasi
Radiasi dilakukan pada kasus stadium II dan III lanjut, radiasi
dapat menyusutkan ukuran tumor sebelum dilakukan pembedahan.
Peran lain radioterapi adalah sebagai terapi tambahan untuk
pembedahan pada kasus tumor lokal yang sudah diangkat melaui
pembedahan, dan untuk penanganan kasus metastasis jauh tertentu.
Terutama ketika digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi,
radiasi yang digunakan setelah pembedahan menunjukkan telah
menurunkan resiko kekambuhan lokal di pelvis sebesar 46% dan
angka kematian sebesar 29%. Pada penanganan metastasis jauh,
radiasi telah berguna mengurangi efek lokal dari metastasis tersebut,
misalnya pada otak. Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi
paliatif pada pasien yang memiliki tumor lokal yang unresectable
(Peev, et al., 2015).

c. Kemoterapi
Adjuvant chemotherapy, (menangani pasien yang tidak
terbukti memiliki penyakit residual tapi beresiko tinggi mengalami
kekambuhan), dipertimbangkan pada pasien yang tumornya
menembus sangat dalam atau tumor lokal yang bergerombol (Stadium
II lanjut dan Stadium III). Terapi standarnya ialah dengan fluorouracil,
(5-FU) dikombinasikan dengan leucovorin dalam jangka waktu enam
sampai dua belas bulan. 5-FU merupakan anti metabolit dan
leucovorin memperbaiki respon. Agen lainnya, levamisole,
(meningkatkan sistem imun, dapat menjadi substitusi bagi leucovorin.
Protopkol ini menurunkan angka kekambuhan kira – kira 15% dan
menurunkan angka kematian kira – kira sebesar 10% (Peev, et al.,
2015).

20
9. Prognosis
Tingkat kelangsungan hidup relatif 5 tahun (American Cancer Society,
2017).
Stadium I : 70-95%
Stadium II: 54-65%
Stadium III : 39-60%
Stadium IV: 0-16%

21
IV. KESIMPULAN

1. Karsinoma rekti merupakan keganasan yang muncul pada rektum, yang


sebagian besar adalah tumor ganas. Jenis keganasan terbanyak pada
rektum adalah tipe adenokarsinoma.
2. Faktor resiko dari karsinoma rekti diantaranya adalah riwayat Idiopathic
Inflammatory Bowel Disease (misalnya colitis ulseratif, penyakit Crohn),
faktor genetik, faktor usia dan jenis kelamin, serta faktor gaya hidup.
3. Manifestasi klinis dari karsinoma rekti adalah adanya darah pada feses,
diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar-benar kosong
saat BAB, feses yang lebih kecil dari biasanya, keluhan tidak nyaman pada
perut seperti sering flatus, kembung, rasa penuh pada perut atau nyeri.
4. Manajemen dari karsinoma rekti antara lain pembedahan, radiasi dan
kemoterapi.

22
DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society. Colorectal Cancer Facts & Figures 2017-2019. Atlanta,
Ga: American Cancer Society; 2017.

Casciato DA. 2017. Manual of Clinical Oncology 8th ed. Lippincott Williams &
Wilkins: USA.

Fazeli, M.F., Keramati, M. R. 2015. Rectal Cancer : A Review. Medical Journal


of the Islamic Republic of Iran, 29:1-23.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Panduan Pelayanan Klinis


Kanker Rektum.

Kuipers, E.J., Grady, W.M., Lieberman, D., et al. 2015. Colorectal Cancer. Nature
Reviews, 1 : 1-25.

Monson, J.R., Weiser, M.R., Buie, W.D., et al. Practice Parameters for the
Management of Rectal Cancer. Diseases of the Colon and Rectum.
56(5):535-550.

Murrell, Z.A., Dixon, M.R., Vargas, H., et al. Contemporary Indications for and
Early Outcomes of Abdominoperineal Resection. The American Surgeon,
71(10):837-840.

Peev, M.p., Fitzgerald, E., Wasif S.M., et al. 2015. Current Trends in the
Treatment of Rectal Cancer. Am J Digest Dis, 2(1):46-59.

Renehan, A.G., Tyson M., Egger M., et al. 2008. Body-Mass Index and Incidence
of Cancer : A Systematic Review and Meta-analysis of Prospective
Observational Studies. Lancet, 371(9612):569-578.

Robbins, et al. 2013. Buku Ajar Patologi Robbins, Ed. 7, Vo. 2. Jakarta : EGC.

Schwartz SI, 2005. Schwartz’s Principles of Surgery 8th Ed. United States of
America: The McGraw-Hill Companies.

Siegel R., Desantis C, Jemal A. 2014. Colorectal Cancer Statistics. CA : A Cancer


Journal for Clinicians, 64(2):104-117.

Snell, Richard S. 2012. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran.

Wei, E.K., Giovannucci E., Wu, K., et al. 2004. Comparison of Risk Factors for
Colon and Rectal Cancer. International Journal of Cancer Journal
International du Cancer, 108(3):433-442.

Wilkes, G., Hartshorn, K. 2012. Clinical Update : Colon, Rectal, and Anal
Cancers. Seminars in Oncology Nursing, 28(4):el-22.

23

Anda mungkin juga menyukai