Anda di halaman 1dari 13

TEXT BOOK READING

TRIGEMINAL NEURALGIA
Conservative, Trigeminal Nerve Block, or Microvascular Decompression ?

Pembimbing :
dr. Muttaqien Pramudigdo, Sp. S

Disusun Oleh:
Dita Yulianti G4A017045

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
SMF ILMU PENYAKIT SARAF
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2019
TEXT BOOK READING

TRIGEMINAL NEURALGIA
Conservative, Trigeminal Nerve Block, or Microvascular Decompression ?

Pada tanggal, April 2019

Diajukan untuk memenuhi salah satu prasyarat mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik
Bagian SMF Ilmu Penyakit Saraf
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun Oleh :
Dita Yulianti G4A017045

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Muttaqien Pramudigdo, Sp.S

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan
Text Book Reading ini dengan judul : TRIGEMINAL NEURALGIA
Conservative, Trigeminal Nerve Block, or Microvascular Decompression.
Text Book Reading ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik Bagian SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUD Prof.
Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Penulis menyadari bahwa penyusunan Text
Book Reading ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari
kesempurnaan, hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan yang penulis miliki.
Atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan Text Book Reading ini, penulis
sangat mengharapkan masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun kearah
perbaikan dan penyempurnaan Text Book Reading ini. Cukup banyak kesulitan
yang penulis temui dalam penulisan Text Book Reading ini, tetapi Alhamdullilah
dapat penulis atasi dan selesaikan dengan baik.
Akhir kata penulis berharap semoga Text Book Reading ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak dan semoga amal baik yang telah diberikan
kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT

Purwokerto, April 2019

Penulis,

Dita
Yulianti

3
TRIGEMINAL NEURALGIA
Conservative, Trigeminal Nerve Block, or Microvascular Decompression ?
Pepi Budianto
KSM Neurology FK Universitas Sebelas Maret
RSUD Dr. Moewardi, Surakarta

Pendahuluan
Nyeri yang dirasakan pada area kepala dan leher timbul akibat adanya
stimulus pada serabut saraf aferen nervus trigeminus, intermediaus,
glossofaringeus, vagus, serta radiks servikal bagian atas melalui nervus oksipitalis.
Proses kompresi, distorasi, paparan terhadap suhu dingin, lesi pada jalur sentral,
ataupun bentuk iritasi lainnya dapat menyebabkan stimulasi serabut serabut saraf
tersebut sehingga timbul rasa nyeri pada area yang dipersarafi.
Neuralgia trigeminal merupakan terminology yang dipakai untuk rasa nyeri
yang dirasakan pada distribusi nervus trigeminus. Nyeri tersebut biasanya
unilateral, rekuren, berupa rasa nyeri seperti tersetrum listrik, berlangsung singkat,
timbul dan menghilang secara mendadak, dan dipicu oleh stimulus innoxious yang
semestinya tidak berbahaya atau menimbulkan nyeri.
Wanita lebih sering terkena dibandingkan pria, dengan perbandingan
frekuensi pria:wanita = 1:2-3. Sebagian besar kasus neuralgia trigeminal terjadi
pada usia > 50 tahun. Prevalensi neuralgia trigeminal adalah 0,1 hingga 0,2 per
tahun dengan insidensi mulai dari 4-5/100.000/tahun hingga 20/100.000/ tahun.

Klasifikasi dan Diagnosis


Berdasarkan The International Classification of Headache Disorders 3rd
Edition (Beta version), neuralgia trigeminal diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Neuralgia trigeminal klasik (Idiopatik)
Neuralgia trigeminal klasik terjadi karena kompresi neurovascular, paling
sering melibatkan arteri superior neurovascular cerebellar. Neuralgia trigeminal
klasik terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Neuralgia trigeminal klasik, paroksismal murni

4
Neuralgia trigeminal klasik paroksismal murni adalah neuralgia trigeminal
tanpa nyeri yang terus menerus pada wajah. Disebut juga sebagai neuralgia
trigeminal tipe 2. Gejalanya berupa:
 Nyeri yang berulang pada unilateral wajah
 Tidak ada rasa nyeri fasial yang persisten di setiap serangan nyeri

b. Neuralgia trigeminal klasik yang disertai nyeri wajah yang persisten


Neuralgia trigeminal klasik yang disertai nyeri wajah yang persisten adalah
neuralgia trigeminal dengan rasa nyeri yang terus menerus pada wajah.
Kriteria diagnosisnya adalah:
 Serangan yang berulang pada salah satu sisi wajah
 Nyeri wajah yang terus menerus dengan intensitas sedang

2. Neuropati trigeminal dengan nyeri (Simptomatik)


Neuropati trigeminal dengan nyeri (Simptomatik) adalah nyeri di kepala atau
wajah yang didistribusi oleh satu atau lebih cabang dari saraf trigeminal yang
disebabkan oleh kelainan lain dan terindikasi adanya kerusakan saraf. Rasa
sakitnya sangat berbagai macam kualitas dan intensitasnya terganting dari
kasus.

a. Neuropati trigeminal dengan nyeri, yang berkaitan dengan Herpes


zoster akut.
Sakit di bagian kepala atau wajah secara unilateral yang berlangsung selama
3 bulan yang didistribusi oleh satu atau lebih percabangan saraf trigeminal,
disebabkan dan dihubungkan dengan gejala lain dan atau tanda klinis dari
herpes zoster akut. Kriteria diagnosa :
a. Sakit di wajah atau kepala secara unilateral yang berlangsung selama 3
bulan
b. Salah 1 atau dari kedua hal berikut :
1) Erupsi herpes di salah satu percabangan saraf trigeminal
2) DNA virus varicella zoster telah terdeteksi pada CSF dengan reaksi
rantai polimerasi

5
c. Bukti sebab-akibat ditunjukkan oleh kedua hal-hal berikut:
1) Rasa sakit didahuli erupsi herpses setelah kurang dari 7 hari
2) Rasa sakit terletak pada distribusi dari percabangan saraf trigeminal
yang sama

b. Neuropati trigeminal pasca herpes


Sakit kepala atau wajah yang persisten atau rekuren selama setidaknya 3
bulan yang didistribusi oleh 1 atau lebih percabangan dari saraf trigeminal,
dengan perubahan variable sensor yang disebabkan oleh herpes zoster.
Kriteria diagnosa:
a. Sakit kepala atau wajah unilateral yang persisten atau rekuren yang lebih
dari 3 bulan
b. Riwayat dengan herpes zoster akut mempengaruhi percabangan dari saraf
trigeminal
c. Bukti sebab akibat ditunjukkan oleh kedua hal berikut :
1) Rasa sakit berkembang dalam waktu bersamaan dengan herpes zoster
akut.
2) Rasa sakit terletak pada cabang nervus trigeminal yang sama.

c. Neuropati trigeminal dengan nyeri pasca trauma


Merupakan rasa nyeri pada muka atau oral yang diikuti trauma pada saraf
trigeminal, dengan symptom lain dan atau gejala klinis dari disfungsi saraf
trigeminal. Kriteria diagnosa :
a. Rasa nyeri pada muka dan atau oral secara unilateral
b. Riwayat trauma yang dapat diidentifikasi pada saraf trigeminal dengan
gejala klinis jelas (hyperalgesia, allodynia)
c. Bukti sebab akibat ditunjukkan oleh kedua hal berikut :
1) Rasa sakit terletak di percabangan saraf trigeminal
2) Rasa sakit berkembang dalam 3 sampai 6 bulan dari terjadinya trauma

d. Neuropati trigeminal dengan nyeri, berkaitan dengan plak multiple


sclerosis

6
Rasa sakit pada kepala atau muka secara unilateral pada percabangan saraf
trigeminal dengan karasteristik seperti classical trigeminal neuralgia,
disebabkan oleh multiple sclerosis plaque yang mempengaruh saraf
trigeminal dan berhubungan dengan gejala lain dan atau gejala klinis dari
multiple sclerosis. Kriteria diagnosa :
a. Rasa nyeri pada kepala dan atau pada wajah dengan karakteristik seperti
classical trigeminal neuralgia bersamaan dengan atau tanpa nyeri pada
wajah yang persisten tapi tidak selalu unilateral
b. Multiple Sclerosis telah terdiagnosa

e. Neuropati trigeminal dengan nyeri, berkaitan dengan SOL


Rasa sakit pada kepala atau pada wajah pada percabangan saraf trigeminal
dengan karateristik sepertim classical trigeminal neuralgia, disebabkan
karena adanya kontak antara saraf trigeminal dengan lesi space-occupying.
Karakteristik diagnosa :
a. Rasa nyeri pada kepala dan atau pada wajah dengan karakteristik seperti
classical trigeminal neuralgia bersamaan dengan atau tanpa nyeri pada
wajah yang persisten tapi tidak selalu unilateral
b. Rasa sakit yang telah terjadi setelah kontak antara dan lesi saraf
trigeminal

f. Neuropati trigeminal dengan nyeri, berkaitan dengan penyakit lainnya


Kriteria diagnosa :
a. Rasa nyeri pada kepala dan atau pada wajah dengan karakteristik seperti
classical trigeminal neuralgia bersamaan dengan atau tanpa nyeri pada
wajah yang persisten tapi tidak selalu unilateral
b. Kelainan, selain yang disebutkan di atas tapi diketahui mampu
menyebabkan rasa sakit pada saraf trigeminal.
c. Rasa sakit berkembang setelah onset dari kelainan

Neuralgia trigeminal klasik merupakan tipe neuralgia trigeminal yang


disebabkan oleh kompresi neurovaskuler, paling sering akibat arteri serebelaris

7
superior. Tidak ada penyebab lain selain kompresi neurovaskuler pada neuralgia
trigeminal tipe ini. MRI diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
penyebab lain, sekaligus untuk melihat adanya kompresi neurovascular pada
nervus trigeminus. Neuralgia trigeminal klasik paling sering timbul pada distribusi
nervus trigeminus divisi kedua atau ketiga. Hanya <5% pasien yang mengalami
nyeri pada divisi pertama. Rasa nyeri sangat jarang terjadi bilateral ataupun
menyberang ke sisi kontralateralnya (side-locked). Karena intensitas nyeri yang
berat, maka seringkali memicu kontraksi otot wajah pada sisi tersebut, sehingga
disebut dengan tic douloureux.

Diagnosis neuralgia trigeminal klasik ditegakkan apabila memenuhi kriteria


berikut:
a. Minimal 3 kali serangan yang memenuhi kriteria B dan C
b. Lokasi pada 1 atau lebih divisi nervus trigeminus, tanpa penjalaran di luar
distribusi nervus trigeminus
c. Rasa nyeri tersebut memenuhi minimal 3 karakteristik berikut:
1) Serangan paroksismal yang berulang, dengan durasi 1 detik hingga 2 menit
2) Intensitas berat
3) Kualitas nyeri seperti tersetrum listrik, tertembak, tertusuk, atau tajam
4) Dipicu oleh stimulus innoxious pada sisi wajah tersebut
d. Secara klinis tidak ada deficit neurologis lain
e. Tidak memenuhi kriteria diagnoasis yang lain dalam ICHD-3

Pada neuralgia trigeminal klasik subtype paroksismal murni, didapatkan


adanya periode refrakter, dimana tidak ada nyeri persisten pada wajah
(asimptomatik) di antara serangan paroksismal. Sedangkan apabila diantara
serangan paroksismal tersebut didapatkan nyeri wajah yang persisten (biasanya
intensitas sedang) maka termasuk dalam tipe neuralgia trigeminal atipikal
(neuralgia trigeminal tipe-2; neuralgia trigeminal klasik yang disertai nyeri wajah
yang persisten). Sensitisasi sentral memegang peranan dalam timbulnya nyeri yang
persisten pada neuralgia trigeminal atipikal.

8
Tata Laksana
Tata laksana neuralgia trigeminal secara umum dibagi menjadi 2 yaitu terapi
konservatif farmakologis dan prosedur intervensi. Dahulu, prosedur intervensi
(pembedahan) merupakan lini peratama tata laksana neuralgia trigeminal. Namun
semenjak ditemukannya karbamazepin pada tahun 1962 oleh Blom, maka terapi
farmakologis menjadi lini pertama tata laksana neuralgia trigeminal. Sebagaian
besar guidelines menyebutkan karbamazepin dan okskarbazepin sebagai terapi
farmakalogis pilihan untuk kasus neuralgia trigeminal.
Neuralgia trigeminal klasik tipe paroksismal murni biasanya berespon baik
terhadap terapi farmakologis terutama karbamazepin atau okskarbazepin
(setidaknya pada tahap awal). Sedangkan neuralgia trigeminal klasik atipikal
biasanya berespon kurang baik terhadap terapi farmakologis (disbanding tipe
paroksismal murni), dan bahkan kadang dengan prosedur intervensipun hasilnya
juga kurang memuaskan.
Berbagai pilihan terapi farmakologis yang dapat dipertimbangkan dalam
tata laksana neuralgia trigeminal disajikan dalam table berikut:

9
Medication Mechanism of Dosage Adverse Effects
Action
Carbamazepin Slow recovery of 200-1200 mg daily Nausea, drowsiness,
voltage-gated in divided doses fatigue, dizziness,
sodium channels, memory problem,
modulates calcium diplopia, nystagmus,
channel activity, liver dysfunction,
activates descending haematosupression
inhibitory
modulation
Phenytoin Promote sodium 300-500 mg daily Nystagmus, ataxia,
efflux from neurons slurred speech,
decreased coordination,
mental confusion
Oxcarbazepin Same as 300-1800 mg daily Decreased blood
carbamazepine ini 2 divided doses sodium level, dizziness,
fatigue, headache,
tremors, drowsiness,
diminished
concentration, diplopia,
and stammering
Lamotrigine Decreases repetitive 100-150 mg daily Sleepiness, dizziness,
firing of sodium in 2 divided doses; headache, vertigo, rash,
channels by slowing starting doseage, Steven-johnson
recovery rote of 25 mg every other syndrome e
voltage gated day for 6-8 days,
channels dosage is increased
by 25-50 mg every
1-2 weeks
Gabapentin Blockage os voltage- 1200-3600 mg Fatigue, somnolence,
gated calcium daily in 3 or 4 dizziness, ataxia,
channels by binding divided doses nystagmus and tremor
to α2/ℽ subunit
Topiramate Voltage-gated 200-300 mg daily Fatigue, nervousness,
sodium channel in 2 divided doses tremors, weight loss and
blockage; difficulty with
potentiation of ℽ- concentration/attention
amino-butyric acid
activation receptor
mechanism

Karbamazepin merupakan terapi farmakologis utama pada kasus neuralgia


trigeminal. Idealnya, kadar obat dalam diperiksa 2-3 minggu setelah memulai terapi
dengan obat ini, dan diulang setiap 1-3 bulan. Pada terapi jangka panjang, sebaiknya

10
dilakukan pemeriksaan darah rutin dan fungsi hepar secara berkala. Setelah nyeri
terkontrol selama 6-8 minggu, dosis sebaiknya diturunkan secara bertahap sampai
dosis terendah yang masih dapat mengontrol rasa nyeri.
Okskarbazepin merupakan terapi farmakologis pilihan kedua pada kasus
neuralgia trigeminal. Okskarbazepin merupakan analog karbamazepin namun
memiliki sedikit perbedaan jalur metabolisme. Okskarbazepin tidak mengalami
metabolism manjadi metabolit epoxide, yang memiliki efek toksik dan juga
memiliki efek leukopeni yang lebih ringan disbanding kabamazepin. Pada
pemberian okskarbazepin, yang harus diwaspadai adalah terjadinya hiponatremi.
Beberapa penelitian menunjukkan efikasi ikskarbazepin setara dengan
karbamazepin. Namun karena data yang masih terbatas, maka karbamazepin masih
menjadi terapi lini pertama pada neuralgia trigeminal.
Apabila pemberian terapi farmakologi tidak memberikan hasil yang
memuaskan atau menyebabkan efek samping yang berbahaya atau tidak dapat
dikendalikan, maka prosedur intervensi dapat dipertimbangkan untuk tata laksana
kasus ini. Prosedur intervensi yang dapat dipilih diantaranya adalah dekompresi
mikrovaskuler, readiasi stereotaktik dengan gamma knife, mikrokompresi balloon
perkutaneus, rhizolisis gliserol perkutaneus, radiofrekuensi perkutaneus pada
ganglion Gasserian, dan yang masih dalam tahap penelitian lebih lanjut adalah
neuromodulasi ganglion Gasserian. Pemilihan prosedur intervensi yang sesuai
terutama berdasarkan pertimbangan etiologi, manfaat maupun efek samping dari
masing masing pilihan.
Blok nervus trigeminus dan ganglion Gasserian dengan menggunakan
anestesi local, steroid atau obat obatan neurolitik, serta neurodekstruksi melalui
prosedur freezing, radiofrekuensi dan tindakan lainnya saat ini memiliki peran
penting dalam manajeman nyeri. Perkembangan teknologi yang pesat dalam bidang
radiografi imaging, elektronik dan teknologi haerum berperan dalam peningkatan
efikasi terapi dengan pilihan modalitas ini, serta mengurangi biaya, komplikasi dan
efek samping dari prosedur ini.
Blok nervus trigeminus dan ganglion Gasserian data dilakukan melalui
berbagai teknik/ approach, tergantung dari cabang mana yang akand ilakukan
blockade. Coronoid approach dapat dipilih untuk blockade nervus trigeminus divisi

11
maksilaris dan mandibularis, dengan menusukkan anestesi local, steroid atau agen
neurolitik (gliserol) melalui coroid notch. Untuk blockade nervus trigeminus divisi
oftalmika, gliserol dapat dimasukkan melalui supraorbital notch. Beberapa teknik
lain baik intraoral maupun ekstraoral juga dapat dipilih berdasarkan pertimbangan
tertentu. Kontraindikasi dari prosedur ini diantaranya adalah infeksi lokal, sepsis,
dalam terapi disulfiram, serta gangguan oerilaku yang signifikan, sedangkan
komplikasi yang mungkin terjadi adalah anesthesia dolorosa, disestesia pasca
tindakan, aktivasi Herpes labialis dan zoster, gangguan motoric, asimetri otot
wajah, sindroma horner, hematom dan ekimosis fasial, toksisitas anestesi lokal,
trauma saraf dan infeksi.
Dekompresi mikrovaskular merupakan satu satunya tindakan yang secara
langsung bertujuan menghilangkan kelainan yang mendasari neuralgia trigeminal
klasik, yaitu kompresi vaskuler pada nervus trigeminus. Prosedur ini emmerlukan
anestesi general. Mikrodiseksi dengan bantuan mikroskop dan visualisasi
endoskopi dilakukan untuk memisahkan arteri maupun vena yang menekan nervus
trigeminus. Dekompresi mikrovaskuler memiliki efikasi tinggi dalam mengurangi
nyeri pada neuralgia trigeminal klasik. Hamper 90% pasien mengalami perbaikan
nyeri pasca operasi, 80% bebas nyeri setelah satu tahun, 75% setelah 3 tahun, dan
73% setelah 5 tahun. Namun bagaimanapun, tindakan ini merupakan prosedur
operasi mayor, berupa tindakan kraniotomi untuk mencapai nervus trigeminus pada
fossa posterior. Beberapa komlikasi mungkin terjadi diantaranya infark,
perdarahan, LCS leakage, maupun kematian (0,2 hingga 0,5%). Untuk mengurangi
risiko komplikasi tersebut, saat ini operasi dilakukan dengan teknik intraoperative
neuromonitoring.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Narouze SN. Interventional Management of Head and Face Pain. New York:
Springer Science; 2014.
2. Punyani SR, Jasuja VR. Trigeminal Neuralgia: an Insight into Current
Treatment Modalities. JOBCR. 2012; 2(3).
3. Kleef M, Ganderen WE, Narouze SN, Jurmiko TJ, Zundert J, Geurts JW,
Mekhail N. Trigeminal Neuralgia: Evidence Based Medicine. Pain Practice.
2009; 9(4).
4. Faddoul J, Maarawi SK, Weinberg S, Tablet P, Samaha E, Maarawi J.
Trigeminal Neuralgia. – TN: Diagnosis and Management Challenges JLDA.
2013:48(2).
5. Krafft RM. Trigeminal Neuralgia. AAFP. 2008; 77(9).
6. Waldaman SD. Blockade of the Trigeminal Nerve and Its Branches.
Philadelphia: Elsevier; 2011.
7. Stiles MA, Evans JJ. Trigeminal Neuralgia. Philadelphia: Elsevier; 2011.
8. Lawsons EF, Wallace MS. Neural Blockade with Neurolytic Agents in
Management of Cancer Pain. Philadelphia: Elsevier; 2011.
9. Finnerup NB, Attal Nadine, Harroutounian S. Pharmacotherapy for Neuropatic
Pain in Adults; A systemic review and meta analysis. Lancet neurology.
2015;14.
10. Headache Classification Committee of the International Headache Society
(HIS). The International Classification of Headache Disorders, 3rd Edition (beta
version). Cephalgia. 2013:33 (9).
11. Waldman SD. Atlas of Pain Management. Philadelphia: Elsevier; 2013.
12. Aminoff MJ, Boller, F, Swaab DF. Headache. Amsterdam: Elsevier; 2011.

13

Anda mungkin juga menyukai