Anda di halaman 1dari 33

PRESENTASI KASUS

SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

“DISTONIA”

Pembimbing
dr. Wiharto, Sp. KJ

DisusunOleh :
Intan Mawaridhatul Ulla G4A017078
Ambar Kholida Zahra G4A017070
Fikry Barran G4A017068
Densy Nurtita Fitriani G4A017076
Tiara Asri Nurillah G4A018082
Farhan Ichsan G4A018047

SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2019

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

“DISTONIA”

Disusun untuk memenuhi salah satu ujian


Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
RSUD Prof. Dr. MargonoSoekarjoPurwokerto

DisusunOleh :
Intan Mawaridhatul Ulla G4A017078
Ambar Kholida Zahra G4A017070
Fikry Barran G4A017068
Densy Nurtita Fitriani G4A017076
Tiara Asri Nurillah G4A018082
Farhan Ichsan G4A018047

Telahdipresentasikandan disetujuiolehpembimbing
Pada tanggal, Juli 2019
Pembimbing,

dr. Wiharto, Sp. KJ

2
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Usia : 27 tahun
No RM : 00745261
Tempat, TanggalLahir : Banyumas, 18 Juli 1992
JenisKelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Gunung Lurah RT 6/7 Cilongok
Pekerjaan : -
Pendidikan : SMK
Status Perkawinan : Belum menikah
TanggalMasuk RS : 17 Juli 2019
B. Anamnesis (Metode Alloanamnesis dan Autoanamnesis)
1. Alloanamnesis
Telah dilakukan alloanamnesis kepada keluarga pasien yang dilakukan
di Bangsal Anggrek pada Jumat, 19 Juli 2019 dengan identitas
narasumber:
Narasumber
Nama Tn. A
Usia 54 tahun
Jenis kelamin Laki-laki
Pekerjaan Wirausaha Gula Jawa
Pendidikan SD
Alamat Gunung Lurah RT 6/7 Cilongok
Lama Kenal 27 tahun
Hubungan dengan Pasien Ayah

Berikut ini hasil alloanamnesis dengan rincian sebagai berikut:


a. Keluhan Utama
Pasien badannya kaku-kaku dan bergerak terus
b. KeluhanTambahan

3
1) Pasien merasa malu
2) Pasien merasa cemas
3) Pasien terkadang melamun
4) Pasien sulit tidur
5) Pasien merasa tidak nyaman bersosialisasi dengan tetangga
c. Riwayat Penyakit Sekarang
3 tahun yang lalu Beberapa bulan HMRS
(2016) setelah kontrol di Pasien datang ke poli
RSCM dengan keluhan kaku
Pasien mengalami Pasien mulai berhenti pada tubuh,bergerak-
kaku-kaku pada minum obat atas gerak terus dan
tangannya. Awalnya kehendak sendiri dan pasien ingin berhenti
tangan kanan mulai kaku-kaku lagi minum obat. Keluhan
kemudian menjalar sehingga periksa ke berlangsung
ke leher. Oleh RS Mitra keluarga semenjak 3 hari pasca
perusahaan tempat untuk mendapatkan pasien tidak
pasien bekerja clonazepam lagi. mengonsumsi obat
pasien diperiksakan Hingga akhirnya clonazepam.Hal ini
ke dokter spesialis karena jarak yang membuat pasien
Saraf di RS Mitra jauh, pasien memilih menjadi menutup
Keluarga Bekasi untuk rawat jalan di diri, cemas dan malu
kemudian pasien RS Siloam. dengan orang di
dirujuk ke RSCM. Di lingkungan sekitar
RSCM pasien karena tubuhnya
diberikan mulai kaku.
clonazepam untuk
seminggu dan
diprogramkan
akupuntur tetapi
pasien takut dan
memilih tidak
melakukan
akupuntur. Keluhan
kaku membaik
setelah minum obat.

4
Pasien datang ke poli dengan keluhan kaku pada
tubuh,bergerak-gerak terus dan pasien ingin berhenti minum obat.
Keluhan berlangsung semenjak 3 hari pasca pasien tidak
mengonsumsi obat clonazepam. Hal ini membuat pasien menjadi
menutup diri, cemas dan malu dengan orang di lingkungan sekitar
karena tubuhnya mulai kaku.

Menurut ayah pasien pasien mulai dirasa tidak sehat karena


tubuhnya mulai kaku-kaku dan bergerak sendiri sehingga ayah pasien
merasa pasien perlu dibawa ke rumah sakit untuk diobati.Ayah pasien
juga merasa pasien mengalami perubahhan perilaku. Pasien menjadi
lebih menarik diri, sering melamun. Pasiem tidak ingin bertemu
dengan tetangga sekitar karena merasa malu tubuhnya gemetar-
gemetar sendiri. Bila disarankan oleh ayahnya untuk berinteraksi
sosial dengan tetangga, pasien mulai mengamuk karena tidak suka bila
nanti menjadi bahan omoangan oleh tetangga.
Riwayatnya selama pasien bekerja di Jakarta 3 tahun yang lalu
pasien mengalami kaku-kaku. Oleh karenanya perusahaan
maemfasilitasi pasien untuk periksa ke dokter saraf. Sebenarnya
pasien dahulu sudah pernah disarankan untuk operasi dan biaya
operasi akan dibantu secara pribadi oleh manager perusahaan tempat
pasien bekerja. Namun keluarga merasa keberatan dan sungkan bila
manager menggunakan biaya pribadi, karena biaya untuk terapi pasien
tidaklah murah. Sehingga pasien dan keluarga memutuskan untuk
berobat jalan saja.
Semasa kanak-kanak tidak pernah ada kejadian aneh atau
perubahan perilaku pada pasien. Pasien dikenal sebagai anak yang
aktif dan bisa mengikuti kegiatan pendidikan di sekolahnya. Pasien
memiliki hobi bermain bola seperti futsal. Sewaktu kecil pasien
pernah memiliki riwayat demam hingga kejang.

5
2. Autoanamnesis

3 tahun lalu pasien mengeluhkan badan terasa kaku. Kaku


dirasakan bertahap, awalnya muncul dari lengan kanan, menjalar ke
bagian bahu kemudian leher. Setelah itu, kaku mulai dirasakan di seluruh
tubuh, terutama pada keempat anggota gerak, dengan intensitas terberat
pada lengan dan tangan kanan. Tahun 2016, pasien mulai berobat dengan
dokter spesialis saraf di RS Mitra Keluarga di Bekasi, kemudian dirujuk
ke RSCM, hingga akhirnya berobat di RS Siloam Bekasi dekat tempat
tinggal pasien. Pasien berobat ditemani oleh atasannya di tempat pasien
bekerja, rutin pengobatan selama 3 tahun. Selama berobat dengan
spesialis saraf, pasien diberi obat clonazepam, rutin dikonsumsi selama 3
tahun terakhir.
Saat pasien kontrol ke RS Siloam bulan Juni 2019, pasien
mengatakan bahwa dokter meningkatkan dosis obat yang dikonsumsi
pasien, dari awalnya 2x1/2 tab menjadi 1-0-1/2. Pasien merasa bahwa
saat awal mengonsumsi obat dari dokter keluhan kaku berkurang, namun
setelah dosis obat ditingkatkan pasien merasa keluhan kakunya tidak
kunjung menghilang dan bertambah parah, sehingga pasien takut
ketergantungan obat clonazepam dan ingin berhenti minum obat tersebut.
Bulan Juli 2019, pasien memutuskan untuk berhenti dari
pekerjaannya sebagai staf gudang di Carefour Bekasi, dan memutuskan
untuk kembali ke kampung halamannya, Cilongok.
Tiga hari SMRS, pasien berhenti mengonsumi obat. 2 hari SMRS,
pasien mulai merasakan takut, lemas, dan mulut kering, sehingga pasien
berobat ke RS Margono dengan spesialis saraf, diantar oleh keluarga
pasien.

Saat ini pasien mengakui bahwa semenjak keluhan kaku pasien


memberat, pasien enggan untuk bertemu dengan tetangga, karena merasa
malu dan tidak percaya diri apabila harus bersosialiasi dengan
tetangganya. 1 hari lalu, pasien sulit tidur, yakni hanya tidur 4 jam dari
pukul 1 malam sampai pukul 5 pagi. Sebelum tidur, pasien mengaku
mendengar suara-suara aneh berupa orang yang sedang ramai bercakap-
cakap, namun pasien tidak mengetahui sumber suara dan tidak mengenali

6
sumber suara tersebut. Pasien tidak merasa takut dengan suara yang ia
dengar, namun merasakan tidak nyaman. Keluhan adanya penglihatan
bayangan tertentu disangkal oleh pasien

d. Riwayat Penyakit Dahulu


1) Psikiatri
Pasienbelum pernah rawat iniap di poli pskiatri, sebelumnya
pasien rawat jalan dengan dokter spesialis Saraf.

2) Penyalahgunaan Obat-obatan, Alkohol dan Zat Adiktif


Penggunaan obat-obatan terlarang tanpa resep dokter, minuman keras,
dan rokok disangkal
3) Yang mendahului penyakit
a) Faktor organik : HT (-), DM (-), Trauma kepala (+) saat SD,
kejang oleh karena demam saat masih bayi
b) Faktor predisposisi: badan mulai kaku-kaku bila tidak mengonsumsi
obat clonazepam.
c) Kepribadian introvert pendiam
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga besar tidak ada yang mengalami gejala yang serupa
dengan gejala pasien.

7
f. SilsilahKeluarga

54 th 49 th

37 th 40 th 32 th 34 th 27 th

12 th

6 th 3 th

Keterangan :

: Laki-lakisehat

: Perempuansehat

: Pasien

g. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya, ayahnya bekerja
sebagai pengusaha gula jawa dan ibu pasien membantu suami memasak
gula jawa. Pasien merupakan keluarga dengan keadaan ekonomi
menengah kebawah, pasien menggunakan asuransi BPJS.
h. Riwayat Pribadi
1. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir di Cilongok, Kabupaten Banyumas dengan kehamilan
yang dikehendaki, lahir di rumah dan dibantu oleh dukun. Lahir secara
pervaginam, menangis spontan dan tidak ada penyulit saat kehamilan
maupun persalinan. Berat bayi saat lahir 2500 gram, dan masa

8
kehamilan cukup bulan, yakni 9 bulan. Pasien pernah mengalami
kejang disertai demam saat berusia 7 hari.

2. Masa Kanak-Kanak
Pasien merupakan anak yang aktif. Pasien merupakan anak yang
mendapat perhatian dari orang tua, nenek dan saudaranya. Saat kecil
pasien senang bermain dengan teman-teman lingkungan
rumahnya.Perkembangan bahasa dan sosial pasien berjalan normal
sesuai usia, akan tetapi perkembangan motorik halus dan motorik
kasar pasien lebih lambat, yakni baru bisa berjalan lancar setelah
berusia 5 tahun dan sering mengalami kaku-kaku, namun belum
separah saat ini.

3. Masa Remaja
Pertumbuhan dan perkembangan pada masa ini normal. Pasien
berkembang menjadi anak yang ceria, aktif, baik, dan rajin. Pasien
memiliki banyak teman semasa sekolahnya, hubungan pasien dengan
teman-temannya baik. Pasien cukup akrab dengan temannya, sering
bermain bersama, dan menjalani hobi bermain futsal bersama.

4. Riwayat Perkembangan Seksual


Pasien tidak mengalami gangguan dalam perkembangan
seksualnya.Pasien menyukai lawan jenis, pernah menjalin hubungan
dengan perempuan selama 3 tahun, sejak pasien SMK hingga pasien
bekerja di Bekasi. Pasien mengatakan bahwa kala itu pasien sudah
menjalani hubungan yang cukup serius, hingga pasien sering
membiayai pasangannya, namun akhirnya hubungan pasien berakhir.
Pasien mengaku saat ini sudah ikhlas dengan hal tersebut.

5. Riwayat Pendidikan

Pendidikan terakhir pasien adalah lulusan SMK jurusan akuntansi.


Pendidikan pasien tergolong lancar sejak masuk sekolah hingga pasien
lulus. Pasien merupakan murid yang rajin dan mampu menerima
pelajaran yang diberikan selama sekolah.

9
6. Riwayat Perkembangan Jiwa
Sejak kecil pasien merupakan orang yang bersifat aktif, terbuka,
baik, mudah bergaul dengan teman-temannya. Namun saat pasien
berada di SMK (11 tahun lalu), pasien mulai merasakan gejala badan
kaku yang dialami pasien semakin sering timbul dan intensitasnya
perlahan memberat, sejak saat itu pasien mulai merasa tidak nyaman,
tertutup, dan mulai merasa tegang apabila harus bersosialisasi dengan
orang sekitar, karena pasien merasa dirinya berbeda dan khawatir akan
menjadi pusat perhatian.

7. Kegiatan moral spiritual

Pasien beragama Islam. Sebelum sakit pasien rajin beribadah shalat


5 waktu dan mengaji. Saat ini pasien masih shalat dan beribadah,
namun sudah jarang untuk shalat berjamaah

8. Aktivitas sosial

a. Dalam keluarga
Pasien memiliki hubungan yang baik dan akrab dengan
keluarganya.

b. Dengan tetangga
Pasien menjalin hubungan baik dengan tetangga pasien, sebelum
sakit pasien kerapkali mengikuti kegiatan bersama
tetangganyaseperti bersosialisasi di lingkungan keluarganya,
namun semenjak sakit, pasien tidak pernah berkumpul kembali
dengan tetangganya, karena pasien merasa tidak nyaman apabila
harus berhadapan dengan orang banyak dalam keadaan sakitnya.

c. Dengan rekan kerja


Semasa bekerja, pasien menjalin hubungan baik dengan seluruh
rekan kerja dan atasannya, tidak pernah mengalami pertengkaran
sejak awal bekerja hingga berhenti bekerja bulan lalu. Atasan
pasien di tempat bekerja juga sangat baik, peduli akan kesehatan
pasien, dan selalu membantu pasien untuk berobat.

10
9. Sikap keluarga terhadap penderita
Keluarga sangat peduli terhadap kondisi kesehatan pasien.

i. Hal-hal yang mendahului penyakit


1. Faktor Predisposisi
Riwayat trauma kepala saat SD
Konsumsi clonazepam sebagai terapi
2. Faktor Pencetus
Pasien berhenti mengonsumsi clonazepam

III. KESIMPULAN ANAMNESA

A. Pasien seorang laki-laki berusia 27 tahun, belum menikah, beragama


Islam, suku Jawa, sempat bekerja di bagian gudang carrefour bekasi
selama 4 tahun.
B. Pasien dibawa keluarganya ke Poli Jiwa RSUD Banyumas pada
tanggal 17 Juli 2019 karena pasien ingin berhenti konsumsi obat
clonazepam.
C. Pasien memiliki riwayat konsumsi obat clonazepam sejak 2016 untuk
terapi kekakuan motorik,
D. Faktor pencetus dari munculnya gejala ini adalah pasien berhenti
minum clonazepam 2 hari.
E. Pasien adalah pribadi terbuka, dan mudah bergaul.

IV. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum : Laki-laki, sesuai usia, tidak tampak sakit jiwa
B. Kesadaran : Compos mentis
C. Tanda vital
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 94 x/min, reguler, isi dan tekanan cukup
Respirasi : 20 x/min. reguler
Suhu : 36.6 C

D. Berat badan : 48 kg
E. Tinggi badan :161 cm

F. Kepala : Mesocephal
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat
isokor, 3mm/3mm, reflek pupil +/+
11
G. Mata :

H. Hidung : Tidak ada discharge, tidak ada deviasi septum


I. Mulut : Tidak sianosis, tidak ada discharge
J. Telinga Tidak :ada kelainan bentuk dan ukuran, serumen (+/+)

Tidak ada deviasi trachea, tidak teraba pembesaran


K. Leher :
kelenjar getah bening

L. Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi :
Ictus cordis tidak kuat angkat, teraba di SIC V LMCS
Perkusi :
c
Batas kiri atas SIC II LPSS, batas kiri bawah SIC V

Auskultasi LMCS, reguler,


: S1>S2 batas kanan atas-, SIC
murmur II LPSD,
gallop - batas kanan
bawah SIC IV LPSD
M. Pulmo
Inspeksi : Jejas (-), simetris kanan-kiri
Palpasi : Vocal fremitus simetris kanan dan kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi :

Suara dasar vesikuler +/+, tidak ada suara tambahan


N. Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus normal
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen
Palpasi :
Tidak ada nyeri nyeri tekan, tidak ada defans

O. Ekstremitas : muskular, tidak teraba masa, tidak teraba hepar dan


Akral hangat (+/+/+/+), tidak terdapat edem pada
lien.
keempat ekstremitas

P. Pemeriksaan Status Neurologis


Nervus Cranialis:
N.II : Refleks Cahaya +/+, pupil isokor, diameter 3mm/3mm
N.III, IV, VI : Gerak bola mata normal
N. VII : paresis -/-

12
N.XII : paresis -/-

Fungsi Motorik Superior


Gerak : Terbatas/Terbatas
Kekuatan Motorik : Normal/Normal
Tonus : Hipertonus/Hipertonus
Trofi : Eutrofi/Eutrofi
Refleks Fisiologis : +/+
Refleks Patologis : -/-
Sensibilitas : normal/normal

Fungsi Motorik Inferior


Gerak : Terbatas/Terbatas
Kekuatan Motorik : Normal/Normal
Tonus : Hipertonus/Hipertonus
Trofi : Eutrofi/Eutrofi
Refleks Fisiologis : +/+
Refleks Patologis : -/-
Sensibilitas : normal/normal

V. STATUS PSIKIATRI
Keadaan Umum : Tidak tampak sakit jiwa
Kesadaran : compos mentis
Orientasi : Orang/waktu/tempat/situasi: Baik
Fungsi Psikomotor :
- Sikap : Kooperatif
- TingkahLaku : normoaktif
Proses pikir :
-Bentuk pikir : Realistik
-Isi pikir : Waham -
-Progresi piker : Koheren
Persepsi :
- Halusinasi auditorik: (+)
- Halusinasi visual : (-)
Fungsi Afektif :
- Roman Muka : Normomimik
- Mood : Cemas

13
- Afek : Appropriate
Perhatian : Mudah ditarik mudah dicantum
Hubunganjiwa :Baik
Insight :5

14
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Pemeriksaan Darah Lengkap RSMS 17/7/2019


Hb : 16.6 Hitung Jenis
Leukosit : 8290 Basofil : 0.1
Hematokrit : 47 Eosinofil : 0.8 L
Eritrosit : 5.4 Batang : 0.4 L
Trombosit : 245.000 Segmen : 63.6
MCV : 86.5 Limfosit : 30.0
MCH : 30.7 Monosit :5.1
MCHC : 35.5 SGOT : 29
RDW : 12.0 SGPT :29
MPV : 10.3

B. Pemeriksaan Urin Lengkap


Fisis Sedimen
Eritrosit : 0-1
Warna : Kuning Leukosit : 0-1
Kejernihan : Jernih Epitel : 1-3
Bau : Khas Granuler kasar: 0-1
Kimia Bakteri : 11-20
Urobilinogen : 0.1 Nitrit : Negatif
Bilirubin : negatif Trikomonas : Negatif
Protein : negatif Jamur : Negatif

15
VII. Sindrom
a) Kesulitan berbicara
b) Leher berputar atau tertarik diluar kesadaran
c) Kaku-kaku seluruh tubuh
d) Penurunan fungi tubuh seperti menulis, angkat beban

VIII. Diagnosis Banding


1. Distonia
2. Sindroma putus obat
3. Gangguan gerak ektrapiramidal primer

IX. Diagnosis Multi Aksial


Axis I : Distonia
Axis II :-
Axis III : Tortikolis
Axis IV :-
Axis V : GAF 60-51

X. Penatalaksanaan
1. Perawatan di Rumah Sakit
2. Terapi Farmakologis
a. PO Diazepam 2x5 mg
b. PO Trihexyphenidyl 2x2 mg
c. PO Gabapentin 1x100 mg
d. PO Asam Folat 1x1 Pagi
XI. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam

XII. PERKEMBANGAN PASIEN


Subjektif Objektif Assessment Planning
HP-1 Autoanamnesa TD 146/125 Aksis I : Inj
Pasien datang ke poli mmHg Distonia Dipenhidram
Rabu, dengan keluhan ingin N 104 x/menit in 2x1 amp
17/7/19 berhenti konsumsi obat RR 20x/menit Aksis II: - IM
19,00 clonazepam. Pasien telah T 36,5 C Diazepam
mengkonsumsi Aksis III: 2x5 mg
Bangsal clonazepam sejak 2016 Keadaan Tortikolis
Anggrek yang diresepkan dokter Umum: Tidak P/ Cek darah
RSCM untuk kekakuan tampak sakit Aksis IV : - lengkap, cek
motorik. Pasien awalnya jiwa urin rutin,
mengkonsumsi Kesadaran: Aksis V: Faal Hati
clonazepam dengan dosis compos mentis GAF 60-51 (SGOT,
2x1/2 tab dan kekakuan Orientasi: SGPT)
motorik dirasa membaik -
setelah minum Orang/waktu/t
clonazepam, lalu pasien empat/situasi :
selanjutnya rutin kontrol baik
di RS Siloam atas Fungsi
rujukan dari RSCM Psikomotor:
karena lebih dekat - Sikap:
dengan tempat tinggal Kooperatif
pasien. Pasien rutin - Tingkah
kontrol ke RS Siloam 2x Laku:
dalam 1 bulan sejak 2016 normoaktif
hingga sekarang. Namun Proses pikir :
saat kontrol terkahir -Bentuk pikir :
keluhan pasien dirasa Realistik
memburuk dan dari -Isi pikir :
dokter di RS Siloam waham -
memberikan peningkatan -Progresi
dosis clonazepam yaitu pikir : koheren
menjadi 1-0-1/2. Pasien Persepsi:
merasa setelah dosis - Halusinasi
ditingkatkan, kekakuan auditorik : (-)
motoriknya tidak - Halusinasi
semakin membaik visual : (-)
namum semakin parah. Fungsi Afektif:
Sejak 2 hari yang lalu - Roman Muka
Pasien berusaha berhenti : Normomimik
minum obat, namun - Mood :
setelah pasien tidak Cemas
mengkunsumsi - Afek :
clonazepam, pasien Appropriate
merasa takut, cemas, Perhatian :
lemas dan mulut kering. Mudah Ditarik
Pasien juga sulit tidur mudah
dan merasa tidak ada dicantum
tenaga. Pasien mengaku Hubungan jiwa
aktivitasnya sehari-hari
terganggu. : baik
Insight : 5
Alloanamnesa
Alloanamnesa dilakukan
dengan Ny. Warsiyah
(Ibu kandung) dan Ny.
Umi (Kakak Kandung)

Pasien lahir dengan BBL


2.5 Kg dan usia
kandungan 9 bulan,
kelahiran dibantu dukun.
Sempat mengalami
kejang disertai demam
saat berusia 7 hari.
Perkembangan pasien
dalam berbahasa sesuai
dengan teman-teman
sebayanya namun untuk
perkembangan motorik
pasien baru dapat
berjalan saat berusia 5
tahun. Dan sejak kecil
sudah mengalami
kekakuan motorik
Menurut pengakuan
keluarga, pasien sempat
bekerja dengan baik saat
dosis obat belum
ditingkatkan. Saat ini
kondisi kekakuan pasien
semakin memburuk sejak
3 hari lalu.

HP-2 Autoanamnesa
Pasien TD 120/90 mmHg Aksis I : Diazepam 2x5
Kamis, menyatakan N 100x/menit Distonia mg
18/7/19 sudah dapat tidur RR 20x/menit THP 2x2 mg
19.00 meski kadang T 36.9 C Aksis II: -
terbangun.
Bangsal Keluhan cemas Keadaan Umum: Aksis III:
Anggrek dan takut Tidak tampak Tortikolis
berkurang. sakit jiwa
Pasien merasa Kesadaran: Aksis IV : -
tangannya terasa compos mentis
kaku lagi sejak Orientasi: Aksis V: GAF
pikul 16.00 WIB, - 60-51
padahal terasa Orang/waktu/temp
membaik saat at/situasi : baik
pagi hari Fungsi
Psikomotor:
Alloanamnesis - Sikap:
(oleh ayah Kooperatif
pasien) - Tingkah Laku:
Pasien dapat normoaktif
tidur namun Proses pikir :
kurang nyenyak -Bentuk pikir :
karena sering Realistik
terbangun -Isi pikir : waham
-, fobi -, obsesi -,
preokupasi -
-Progresi pikir :
koheren
Persepsi:
- Halusinasi
auditorik : (-)
- Halusinasi visual
: (-)
Fungsi Afektif:
- Roman Muka :
Normomimik
- Mood : Eutimia
- Afek :
Appropriate
Perhatian : Mudah
Ditarik mudah
dicantum
Hubungan jiwa :
baik
Insight : 5
HP-3 Autoanamnesa TD : 130/90 Aksis I : Diazepam 2x5
Pasien tadi pagi mmHg Distonia mg
Kamis, mengatakan N: 84kali/menit THP 2x2 mg
19/7/19 mendengar reguler Aksis II: - Gabaphentine
19.00 bisikan yang RR: 20 kali/menit 1x1 pagi
menyuruh untuk T: 36.5 C Aksis III: Asam folat 1x1
Bangsal minum obat Tortikolis
Anggrek clonazepam. Keadaan Umum:
Namun sore ini Tidak tampak Aksis IV : -
sudah tidak ada sakit jiwa
bisikan lagi. Kesadaran: Aksis V: GAF
Pasien merasa compos mentis 60-51
kaku tubuhnya Orientasi:
masih sama Orang/waktu/temp
seperti tadi pagi. at/situasi : baik
Pasien merasa Fungsi
mulutnya terasa Psikomotor:
kering padahal - Sikap:
pasien sudah Kooperatif
banyak - Tingkah Laku:
meminum air normoaktif
putih. Pasien Proses pikir :
merasa deg -Bentuk pikir :
degan dan Realistik
gemetar, keluhan -Isi pikir : waham
tersebut muncul -, fobi -, obsesi -,
tanpa ada sebab preokupasi -
tertentu. Pasien -Progresi pikir :
juga mengatakan koheren
ketika keluhan
tersebut muncul Persepsi:
wajahnya terasa - Halusinasi
tertarik. auditorik : (-)
- Halusinasi visual
: (-)
Alloanamnesis Fungsi Afektif:
Tidak dilakukan - Roman Muka :
karena tidak ada Normomimik
keluarga yang - Mood : Eutimia
mendampingi - Afek :
pasien Appropriate
Perhatian : Mudah
Ditarik mudah
dicantum
Hubungan jiwa :
baik
Insight : 5

XIII. Kesimpulan
1. Pasien seorang laki-laki berusia 27 tahun, belum menikah, beragama Islam, suku
Jawa, sempat bekerja bekerja.
2. Pasien dibawa keluarganya ke Poli Jiwa RSUD Banyumas pada tanggal 17 Juli
2019 karena pasien ingin berhenti konsumsi obat clonazepam.
3. Pasien memiliki riwayat konsumsi obat clonazepam sejak 2016 untuk terapi
kekakuan motorik,
4. Faktor pencetus dari munculnya gejala ini adalah pasien berhenti minum
clonazepam 2 hari.
5. Pasien adalah pribadi terbuka, dan mudah bergaul.
6. Diagnosis Multi Aksial
Axis I : Distonia
Axis II :-
Axis III : Tortikolis
Axis IV :-
Axis V : GAF 60-51

Terapi yang diberikan:


a. Terapi Farmakologis
1) PO Diazepam 2x5 mg
2) PO Trihexyphenidyl 2x2 mg
3) PO Gabapentin 1x100 mg
4) PO Asam Folat 1x1 Pagi
PENDAHULUAN
Distonia adalah gangguan gerak yang fitur utamanya adalah otot tak sadar terjadi
kontraksi atau spasme. Istilah distonia ini awalnya diperkenalkan oleh Oppenheim pada tahun
1911 untuk menggambarkan otot dan kelainan postural yang terlihat dalam kondisi ini.
Konsep distonia sendiri membingungkan sebagai istilah telah digunakan untuk
menggambarkan sebagai gejala (misalnya lengan distonik postur), penyakit (dystonia torsi
primer) atau sindrom. 1

Distonia mewakili kelompok umum dari gangguan gerak yang mencakup berbagai
kondisi dari satu-satunya manifestasi adalah kejang otot distonik, dimana distonia merupakan
salah satu bagian yang lebih parah dari kondisi neurologis. Distonia dapat berkembang pada
usia berapa pun, terbagi dalam masa bayi (<2 tahun), anak (3-12 tahun), remaja (13-20
tahun), awal (21-40) dan akhir (> 40 tahun). Onset distonia sering terjadi pada usia awal (<26
tahun) dan akhir (> 26 tahun). 1

Dalam studi populasi genetik dan klinis pada distonia, 80% dari populasi mengalami
tremor untuk distonia pada umumnya (Larsson dan Sjogren, 1966). Marsden melaporkan
bahwa 14% pasien dengan umum idiopatik nonfamilial distonia terlihat dengan tremor
(Marsden, 1974). Selain itu, 68% pasien dengan serviks distonia memiliki tremor kepala (Pal
et al., 2000). Namun, Rondot memeriksa 132 pasien dengan cervical distonia, yang
mengungkapkan aktivitas berirama dan tremor ekstremitas atas di 40% dan 21% pasien
(Rondot et al., 1981, seperti dikutip dalam Jedynak et al., 1991). 3

Dalam survei pada writer`s kram, tremor tangan dilaporkan di hampir setengah dari
subyek (Sheehy, 1982). Selain itu, Jankovic diselidiki 350 pasien yang didiagnosis dengan
tremor esensial (ET), berbasis pada kehadiran tremor di kepala, tangan, atau suara dalam
tidak adanya penyakit lain yang dapat menyebabkan tremor. Oleh karena itu, prevalensi
distonia dengan tremor sangat bervariasi tergantung pada laporan. 3 Hidup dengan distonia
dapat menyakitkan dan melemahkan, serta memalukan dan stigma. Pekerjaan, kegiatan sosial
dan kualitas hidup dapat secara signifikan berdampak.2
TINJAUAN PUSTAKA
a) Definisi

Distonia adalah gangguan gerakan ditandai kontraksi otot yang abnormal sering
berulang, kelainan postur, atau keduanya. Gerakan distonik biasanya berpola, memutar,
dan mungkin gemetar. Distonia sering dimulai atau diperburuk oleh suatu gerakan
volunter dan terkait dengan aktivasi otot overflow.4

b) Etiologi

Sebagian besar kasus distonia tidak memiliki penyebab spesifik. Distonia


tampaknya berkaitan dengan masalah pada basal ganglia. Basal ganglia adalah daerah
otak yang bertanggung jawab untuk memulai kontraksi otot. Masalahnya melibatkan
hubungan antara sel-sel saraf.5

Distonia dapat disebabkan oleh kerusakan pada basal ganglia. Kerusakan tersebut
dapat dikarenakan adanya:

1. Trauma otak.

2. Stroke.

3. Tumor.

4. Kekurangan oksigen.

5. Infeksi.

6. Reaksi obat.

7. Keracunan yang disebabkan oleh timbal atau karbon monoksida.

8. Idiopatik atau distonia primer yang sering diwariskan dari orangtua. Beberapa
pembawa gen distonia ini mungkin tidak pernah muncul gejala distonia. Gejala
dapat bervariasi secara luas diantara anggota keluarga yang sama.5

c) Epidemiologi

Kejadian populasi yang sebenarnya dari prevalensi distonia tidak diketahui.


Angka-angka prevalensi tersedia biasanya didasarkan pada studi kasus didiagnosis. Hal
ini terutama terjadi dengan distonia yang dapat hadir dalam berbagai cara, dan sejumlah
besar kasus distonia fokal tidak terdiagnosis atau bahkan salah didiagnosis. Sebuah studi
di South Tyrol di Austria mempelajari sampel acak dari populasi berusia di atas 50 tahun
berikutnya. Distonia primer didiagnosis pada 6 dari 707 orang yang diteliti memberikan
prevalensi 7320 per juta penduduk usia yang dipilih. Ini menunjukkan bahwa dalam
penuaan populasi, distonia adalah gangguan neurologis yang relatif umum. 1 Dalam studi
yang lain, distonia mempengaruhi sekitar 1% dari populasi, dan perempuan lebih rentan
terkena distonia daripada laki-laki.5

d) Klasifikasi

Berdasarkan bagian tubuh yang terkena:6

1. Distonia generalisata, mengenai sebagian besar atau seluruh tubuh.

2. Distonia fokal, terbatas pada bagian tubuh tertentu,sering saat usia 40-50 tahun. Dan
wanita tiga kali lipat lebih sering dibandingkan laki-laki. Gejala tersering yang
timbul yaitu cervical dystonia, blepharospasme, oromandibular dystonia, laryngeal
dystonia, dan limb dystonia.

3. Distonia multifokal, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang tidak berhubungan.
Satu atau kedua kaki, tangan dan kaki, atau wajah dan tangan.

4. Distonia segmental, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang berdekatan. Contohnya
mata, mulut, dan wajah bagian bawah.

5. Hemidistonia, melibatkan lengan dan tungkai pada sisi tubuh yang sama, seringkali
merupakan akibat dari stroke.

Berdasarkan onset:7

1. Early onset (≤20-30 tahun): Biasanya dimulai dari kaki atau lengan dan sering
menjalar ke anggota badan lainnya.

2. Late onset: biasanya dimulai dari leher (termasuk laring), otot-otot kranial atau satu
lengan. Cenderung tetap terlokalisasi dengan perkembangan terbatas untuk otot yang
berdekatan.
Beberapa pola distonia memiliki gejala yang khas:6

1. Distonia torsi, sebelumnya dikenal sebagai dystonia musculorum deformans atau


DMD. Merupakan distonia generalisata yang jarang terjadi dan bisa diturunkan,
biasanya berawal pada masa kanak-kanak dan bertambah buruk secara progresif.
Penderita bisa mengalami cacat yang serius dan harus duduk dalam kursi roda.

2. Tortikolis spasmodik atau tortikolis merupakan distonia fokal yang paling sering
ditemukan. Menyerang otot-otot di leher yang mengendalikan posisi kepala,
sehingga kepala berputar dan berpaling ke satu sisi. Selain itu, kepala bisa tertarik ke
depan atau ke belakang. Tortikolis bisa terjadi pada usia berapapun, meskipun
sebagian besar penderita pertama kali mengalami gejalanya pada usia pertengahan.
Seringkali mulai secara perlahan dan biasanya akan mencapai puncaknya. Sekitar
10-20% penderita mengalami remisi (periode bebas gejala) spontan, tetapi tidak
berlangsung lama.

Gambar 1. Macam-macam Tortikolis Spasmodik

3. Blefarospasme merupakan penutupan kelopak mata yang tidak disadari.


Gejala awalnya bisa berupa hilangnya pengendalian terhadap pengedipan mata. Pada
awalnya hanya menyerang satu mata, tetapi akhirnya kedua mata biasanya terkena.
Kejang menyebabkan kelopak mata menutup total sehingga terjadi kebutaan
fungsional, meskipun mata dan penglihatannya normal.

4. Distonia kranial merupakan distonia yang mengenai otot-otot kepala, wajah dan leher.

5. Distonia oromandibuler menyerang otot-otot rahang, bibir dan lidah.


Rahang bisa terbuka atau tertutup dan penderita mengalami kesulitan berbicara dan
menelan.

6. Distonia spasmodik melibatkan otot tenggorokan yang mengendalikan proses


berbicara. Juga disebut distonia spastik atau distonia laringeal, yang menyebabkan
kesulitan dalam berbicara atau bernafas.
7. Sindroma Meige adalah gabungan dari blefarospasme dan distonia oromandibuler,
kadang-kadang dengan disfonia spasmodik.

8. Kram penulis merupakan distonia yang menyerang otot tangan dan kadang lengan
bawah bagian depan, hanya terjadi selama tangan digunakan untuk menulis. Distonia
yang sama juga disebut kram pemain piano dan kram musisi.

9. Distonia dopa-responsif merupakan distonia yang berhasil diatasi dengan obat-obatan.


Salah satu variannya yang penting adalah distonia Segawa.
Mulai timbul pada masa kanak-kanak atau remaja, berupa kesulitan dalam berjalan.
Pada distonia Segawa, gejalanya turun-naik sepanjang hari, mulai dari kemampuan
gerak di pagi hari menjadi ketidakmampuan di sore dan malam hari, juga setelah
melakukan aktivitas.

e) Patofisiologi

Mutasi pada tujuh gen yang berbeda telah dikaitkan dengan distonia. Lokalisasi
dan kemungkinan fungsi ini protein akan ditampilkan di neuron skema. Mutasi pada
GTP cyclohydrolase I (GCH1) atau tyrosine hydroxylase (TH) merusak sintesis dopamin
di DYT5 dystonia. Sebuah amino tunggal penghapusan asam di Torsina, pendamping
molekul dalam amplop nuklir dan endoplasma reticulum (ER), bertanggung jawab untuk
DYT1 dystonia. Mutasi pada α 3 subunit dari Na+/K + ATPase (ATP1A3) menyebabkan
onset yang cepat dystonia parkinsonisme (DYT12). mutasi pada ε sarcoglycan, mungkin
biasanya ditemukan pada membran plasma neuron, menyebabkan myoclonus dystonia
(DYT11). Mutasi pada myofibrillogenesis regulator 1 (MR 1), a enzim detoksifikasi
diduga, menyebabkan paroksismal dyskinesia non-kinesigenic (DYT8). A faktor
transkripsi umum, TAF1 bermutasi di X terkait dystonia parkinsonisme (DYT3).6

f) Manifestasi Klinis

Gejala pada penderita distonia antara lain leher berputar diluar kesadaran, tremor,
kesulitan berbicara. Gejala tersebut disebabkan karena:5,6

- Cedera ketika lahir

- Infeksi
- Reaksi terhadap obat tertentu

- Trauma

- Stroke

Sekitar 50% kasus tidak memiliki hubungan dengan penyakit maupun cedera, dan
disebut distonia primer atau distonia idiopatik. Distonia juga bisa merupakan gejala dari
penyakit lainnya, yang beberapa diantaranya diturunkan.6

Gejala dan Tanda:5

- Gejala awal adalah kemunduran dalam menulis (setelah menulis beberapa baris
kalimat), kram kaki dan kecenderungan tertariknya satu kaki keatas atau
kecenderungan menyeret kaki setelah berjalan atau berlari pada jarak tertentu.

- Leher berputar atau tertarik diluar kesadaran penderita, terutama ketika penderita
merasa lelah.

- Gejala lainnya adalah tremor dan kesulitan berbicara atau mengeluarkan suara.

- Gejala awalnya bisa sangat ringan dan baru dirasakan hanya setelah olah raga berat,
stres atau karena lelah. Lama-lama gejalanya menjadi semakin jelas dan menyebar
serta tak tertahankan.
Gambar 2. (a) Kram penulis, (b) Distonia servikal, (c) Dystonia musculorum deformans,
(d) Parkinsonian

Awal mula serangan :5

1. Reaksi distonia akut

Spasme otot dan kontraksi involunter yang timbul beberapa menit. Kelompok
otot yang paling sering terjadi yaitu otot wajah, leher, lidah, ekstraokuler,
bermanifestasi sebagai tortikolis, disartria bicara, dan sikap badan yang tidak biasa.5

2. Akatisia

Merupakan bentuk yang paling sering dari sindroma ekstrapiramidal yang


diinduksi oleh obat antipsikotik. Manifestasi klinis berupa perasaan subjektif
kegelisahan (restlessness) yang panjang, dengan gerakan yang gelisah, umumnya kaki
yang tidak bisa tenang. Penderita dengan akatisia berat tidak mampu untuk duduk
tenang, perasaannya menjadi cemas atau iritabel. Akatisia terkadang sulit dinilai dan
sering salah diagnosis dengan ansietas atau agitasi dari pasien psikotik, yang
disebabkan dosis antipsikotik yang kurang.5
3. Kronik

a. Tardive dyskinesia

Terjadi setelah menggunakan antipsikotik minimal selama 3 bulan atau


setelah pemakaian antipsikotik dihentikan selama 4 minggu untuk oral dan 8
minggu untuk injeksi depot, maupun setelah pemakaian dalam jangka waktu yang
lama (umumnya setelah 6 bulan atau lebih). Penderita yang menggunakan APG I
dalam jangka waktu yang lama sekitar 20-30% akan berkembang menjadi tardive
dyskinesia. Seluruh APG I dihubungkan dengan risiko tardive dyskinesia.5

Umumnya berupa gerakan involunter dari mulut, lidah, batang tubuh, dan
ekstremitas yang abnormal dan konsisten. Gerakan oral-facial meliputi mengecap-
ngecap bibir (lip smacking), menghisap (sucking), dan mengerutkan bibir
(puckering) atau seperti facial grimacing. Gerakan lain meliputi gerakan irregular
dari limbs, terutama gerakan lambat seperti koreoatetoid dari jari tangan dan kaki,
gerakan menggeliat dari batang tubuh.5

b. Tardive dystonia

Ini merupakan tipe kedua yang paling sering dari sindroma tardive.
Gerakan distonik adalah lambat, berubah terus menerus, dan involunter serta
mempengaruhi daerah tungkai dan lengan, batang tubuh, leher (contoh torticolis,
spasmodic disfonia) atau wajah (contoh meige’s syndrome). Tidak mirip benar
dengan distonia akut.5

c. Tardive akatisia

Mirip dengan bentuk akatisia akut tetapi berbeda dalam respons terapi
dengan menggunakan antikolinergik. Pada tardive akatisia pemberian
antikolinergik memperberat keluhan yang telah ada.5

d. Tardive tics

Sindroma tics multiple, rentang dari motorik tic ringan sampai kompleks
dengan involuntary vocazations (tardive gilles de la tourette’s syndrome).5

e. Tardive myoclonus

Singkat, tidak stereotipik, umumnya otot rahang tidak sinkron. Gangguan


ini jarang dijumpai.5
Gambar 3. Area-area yang Bisa Terkena Distonia

g) Pemeriksaan Diagnosis

Pemeriksaan yang dapat dilakukan di antaranya adalah pemeriksaan fisik


neurologis. Pemeriksaan laboratorium tergantung pada tampilan klinis. Pasien dengan
distonia simplek tidak membutuhkan tes. Pemeriksaan kualitatif untuk mendeteksi
adanya antipsikotik tidak tersedia secara luas. Selain itu, kandungan obat dalam serum
untuk tranquilizer mayor tidak berkorelasi dengan baik dengan keparahan klinis dari
overdosis dan tidak bermanfaat pada pengobatan akut. Pemeriksaan rutin elektrolit,
nitrogen urea darah, kreatinin darah, glukosa darah, dan bikarbonat bermanfaat dalam
menilai status hidrasi, fungsi ginjal, status asam basa, dan termasuk hipoglikemi sebagai
penyebab kelainan sensorium.6

Kontraksi otot yang terus menerus sering menyebabkan perusakan otot yang
terlihat dari peningkatan potassium, asam urat, dan keratin kinase-MM. Perusakan otot
juga menghasilkan myoglobin yang diserap oleh ginjal, sehingga menyebabkan disfungsi
tubulus ginjal. Dehidrasi memperburuk penyerapan ini. Pada myoglobinuria, urin
menjadi berwarna cokelat gelap.6

h) Diagnosa Banding

1. Sindroma putus obat

2. Parkinson’s Disease

3. Distonia primer

4. Tetanus

5. Gangguan gerak ekstrapiramidal primer

i) Penatalaksanaan

Sejumlah tindakan dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan kejang otot dan
nyeri adalah sebagai berikut.6

1. Obat-obatan

Telah digunakan bebeapa jenis obat yang membantu memperbaiki


ketidakseimbangan neurotransmitter. Obat yang diberikan merupakan sekumpulan
obat yang mengurangi kadar neurotransmitter asetilkolin, yaitu triheksilfenidil,
benztropin, dan prosiklidin HCl. Obat yang mengatur neurotransmitter GABA bisa
digunakan bersama dengan obat diatas atau diberikan tersendiri (pada penderita
dengan gejala yang ringan), yaitu diazepam, lorazepam, klonazepam, dan baklofen.
Obat lainnya memberikan efek terhadap neurotransmiter dopamin. Obat yang
meningkatkan efek dopamin adalah levodopa/karbidopa dan bromokriptin. Obat yang
mengurangi efek dopamin adalah reserpin atau tetrabenazin. Untuk mengendalikan
epilepsi diberikan obat anti kejang karbamazepin.

2. Toksin Botulinum

Sebuah pengobatan yang baru-baru ini diperkenalkan ialah toksin botulinum


yang juga disebut Botox atau Xeomin.5 Sejumlah kecil racun ini bisa disuntikkan
kedalam otot yang terkena untuk mengurangi distonia fokal. Pada awalnya racun ini
digunakan untuk mengobati blefarospasme. Racun menghentikan kejang otot dengan
menghambat pelepasan neurotransmitter asetilkolin. Efeknya bertahan selama
beberapa bulan sebelum suntikan ulangan dilakukan.6 Injeksi toksin botulinum perlu
diulang setiap tiga bulan.5

3. Pembedahan dan Pengobatan lainnya

Jika pemberian obat tidak berhasil atau efek sampinya terlalu berat, maka
dilakukan pmbedahan. Distonia generalisata stadium lanjut telah berhasil diatasi
dengan pembedahan yang menghancurkan sebagian dari talamus. Resiko dari
pembedahan ini adalah gangguan berbicara, karena talamus terletak didekat struktur
otak yang mengendalikan proses berbicara. Pada distonia fokal (termasuk
blefarospasme, disfonia spasmodik dan tortikolis) dilakukan pembedahan untuk
memotong atau mengangkat saraf dari otot yang terkena. Beberapa penderita distonia
spasmodik bisa menjalani pengobatan oleh ahli patologi berbicara-berbahasa. Terapi
fisik, pembidaian, penatalaksanaan stres dan biofeedback juga bisa membantu
pemderita distonia jenis tertentu.

j) Prognosis

Prognosis pasien dengan sindrom ekstra piramidal yang akut masih baik bila
gejala langsung dikenali dan ditanggulangi. Sedangkan prognosis pada EPS yang
kronik lebih buruk. Pasien dengan tardive distonia sangat buruk. Sekali terkena,
kondisi ini biasanya menetap pada pasien yang mendapat pengobatan neuroleptik
selama lebih dari 10 tahun.5

k) Penyulit

1. Gangguan gerak yang dialami penderita akan sangat mengganggu sehingga


menurunkan kualitas penderita dalam beraktivitas.

2. Pada distonia laring dapat menyebabkan asfiksia dan kematian.

3. Gangguan gerak saat berjalan dapat menyebabkan penderita terjatuh dan


mengalami fraktur.
Daftar Pustaka
1. TT Warner ,Prof. Reta Lila Weston Institute of Neurological Studies, UCL Institute of
Neurology, Consultant Neurologist National Hospital for Neurology and Neurosurgery.
Dystonia: Clinical Features, Diagnosis and Treatment. Available from
http://birminghammodis.com/handbook/11%20Warner%20Dystonia.pdf. Accessed:
19/10/2019.

2. The Dystonia Society. Dystonia A Guide To Good Practice. London : November 2011.
P13-14.

3. Young Eun Kim and Beom Seok Jeon. Dystonia with Tremors: A Clinical Approach.
Seoul National University Hospital Korea : March 2012. P75.

4. Mark Hallett, M.D. Pathophysiology of Dystonia: Translation. Human Motor Control


Section, NINDS, Bethesda : May 2013. P3.

5. Neil Lava. Dystonia: Causes, Types, Symptoms, and Treatments. WebMD Medical
Reference September 2004. Available from http://www.webmd.com/brain/dystonia-
causes-types-symptoms-and-treatments?page=2. Accessed: 19 July 2019

6. O Xandra, Breakfield, Blood, J Anne et al. The Pathophysiological Basis of Dystonias


Neuroscience. Departemen psychiatry and neurological and athinoula A martinos center
for biomedical imaging, massachusset general hospital and Harvard medical scool,
Boston, Massachussets. USA. 2008. Volume 9.

7. A. Albanese Chairman, et al. A systematic review on the diagnosis and treatment of


primary (idiopathic) dystonia and dystonia plus syndromes: report of an EFNS/MDS-ES
Task Force. European Journal of Neurology May 2006; 13(5): 433-444

Anda mungkin juga menyukai