Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

BIOPSI

Pembimbing :
dr. Lopo Triyanto, Sp.B (K) Onk

Disusun Oleh:
Dita Yulianti
G1A014045

SMF ILMU BEDAH


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO
2019

1
HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan serta disetujui referat dengan judul :

“BIOPSI”

Diajukan untuk memenuhi tugas kepanitraan klinik dokter


muda SMF Ilmu bedah substase Onkologi
RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun Oleh:
Dita Yulianti
G1A014045

Purwokerto, Juni 2019

Mengetahui,
Dokter Pembimbing,

dr. Lopo Triyanto, Sp.B (K) Onk


NIP. 19660429 199903 1 002

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan
karuniaNya, sehingga dapat menyelesaikan tugas referat ini. Referat yang berjudul
“Biopsi” ini merupakan salah satu tugas kepanitraan klinik dokter muda SMF
Ilmu Bedah substase Onkologi RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Lopo Triyanto, Sp. A
sebagai pembimbing atas bimbingan, saran, dan kritik yang membangun dalam
penyusunan tugas referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih belum
sempurna serta banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis tetap
mengharapkan saran dan kritik membangun dari pembimbing serta seluruh pihak.

Purwokerto, Juni 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

BAB I. BIOPSI.................................................................................................................. 5
A. Definisi Biopsi .............................................................................................................. 5
B. Indikasi dan Kontraindikasi Biopsi .............................................................................. 5
C. Klasifikasi Biopsi ......................................................................................................... 6
D. Jenis Biopsi................................................................................................................... 6
E. Prinsip Biopai ............................................................................................................. 14
F. Teknik Biopsi ............................................................................................................. 16
G. Komplikasi ................................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 20

4
BAB I
BIOPSI

A. Definisi
Biopsi berasal dari bahasa Yunani, dimana bios berarti hidup dan opsy
berarti melihat, maka biopsi dapat didefinisikan sebagai “melihat sesuatu
yang hidup”. Definisi lain, biopsi adalah tes medis dimana diambil sejumlah
kecil sel atau jaringan dari tubuh untuk pemeriksaan patologis mikroskopik
untuk menentukan adanya atau meluasnya suatu penyakit. Jaringan ini
biasanya diperiksa dengan menggunakan mikroskop oleh seorang ahli
patologi (Lukito, 2010).

B. Indikasi Biopsi dan Kontraindikasi Biopsi


Menemukan Tindakan biopsi bukanlah suatu keharusan untuk setiap
proses patologis yang ditemukan. Tindakan biopsi merupakan indikasi pada
keadaan (Reichart & Philipsen, 2000):
 Lesi putih yang persisten pada mukosa. Lesi-lesi ini kadang-kadang
merupakan suatu lesi prekanker. Tindakan biopsi dilakukan untuk
menegakkan diagnosa apakah lesi tersebut merupakan lesi jinak,
prakanker atau suatu lesi keganasan.
 Ulserasi yang persisten lebih dari tiga minggu tidak menunjukkan adanya
perbaikan.
 Adanya kecurigaan suatu keganasan sehingga penatalaksanaan dapat
ditunjuk pada spesialis atau subspesialis.
 Pembengkakan yang persisten tanpa adanya diagnosa yang jelas.
Tindakan biopsi merupakan suatu tindakan bedah minor. Kadang-
kadang memilih untuk tindakan melakukan biopsi lebih sulit daripada
memilih biopsi. Bila pasien mempunyai riwayat penyakit kelainan darah atau
pada pasien yang mendapatkan terapi antikoagulan, tindakan biopsi
merupakan kontraindikasi. Lesi yang berlangsung lama cenderung merupakan
lesi yang jinak, sedangkan perubahan lesi yang cepat kemungkinan
merupakan lesi yang ganas. Apabila suatu lesi mengarah malignan sebaiknya

5
dirujukkan. Hal-hal dimana sebaiknya tidak dilakukan biopsi pada (Lukito,
1982):
 Variasi anatomi normal, misalnya pigmentasi rasial fisiologis.
 Lesi yang disebabkan trauma yang belum lama terjadi.
 Lesi inflamatorik akut/subakut misalnya infeksi bakteri/virus
 Lesi vaskuler, misalnya hemangioma.
 Lesi yang karena lokasi atau ukuran sangat sulit untuk pembedahan.
 Biopsi diluar daerah yang direncanakan akan dieksisi saat operasi

C. Klasifikasi Biopsi
Biopsi terbagi menjadi (Ellis, 1998):
 Biopsi tertutup : Tanpa membuka kulit, Bahan sedikit/kurang
representative, Dapat ditingkatkan dengan biopsi terbuka, bisa dikerjakan
oleh disiplin non-bedah. Contoh : FNAB, Core Biopsy, Cairan cyste-
sputum-darah-ascites, dan Endoscopy

 Biopsi terbuka : Dengan membuka kulit/mukosa, Biasanya dikerjakan


oleh disiplin bedah, dan Akan mendapatkan spesimen yang lebih
representative. Contohnya : Biopsi insisi, Biopsi eksisi

D. Jenis Biopsi
1. Biopsi Insisi
Biopsi insisi adalah pengambilan sedikit jaringan dari massa tumor
yang lebih besar. Biopsi insisi sering diperlukan untuk diagnosis massa
yang lebih besar yang memerlukan prosedur bedah (Ellis, 1998).
Indikasi biopsi insisi adalah bila lesi yang dicurigai terlihat sulit
karena besar (diameter lebih dari 1 cm) atau pada lokasi yang dapat
menimbulkan kerusakan struktur vital atau bila lokasi sangat sulit untuk
dikerjakan seperti pada palatum lunak atau dasar lidah atau bila dicurigai
kemungkinan besar merupakan lesi keganasan (Ellis, 1998).
Prinsip biopsi insisi adalah pengambilan jaringan pada area lesi
harus representatif. Tempat pemilihan area biopsi harus meliputi jaringan
yang mengalami perubahan dengan perluasan ke jaringan normal pada

6
dasarnya atau pada bagian tepinya. Jaringan nekrotik harus dihindari
karena akan tidak berguna dalam mendiagnosa. Selain itu pengambilan
jaringan lebih baik dalam dan sempit daripada lebar tetapi dangkal, karena
perubahan sel pada superfisial akan berbeda dengan bagian jaringan yang
lebih dalam (Ellis, 1998).
Komplikasi biopsi insisi antara lain adalah infeksi luka, dehisensi,
dan pembentukan jaringan parut, serta hematom. Terdapat beberapa faktor
penting yang harus diperhatikan pada biopsy insisi. Untuk lesi di
ekstremitas, insisi dilakukan sepanjang aksis panjang ekstremitas. Untuk
lesi di batang tubuh, insisi dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat
terambil bersamaan dengan seluruh tumor yang akan diangkat. Letak
biopsi harus tepat pada tumor, pada titik dimana lesi dekat dengan kulit,
dan tidak boleh ada lipatan yang meninggi atau yang mengganggu di
superfisial terhadap tumor. Sebelum penutupan luka, hemostasis harus
diperhatikan untuk meminimalisir hematoma. Drainase tidak rutin
dikerjakan, tetapi bila diperlukan, maka drain harus ditempatkan melalui
atau dekat dengan insisi biopsy. Bila didiagnosis dengan keganasan, jalur
drain harus tereksisi bersamaan dengan massa tumor (Ellis, 1998).

Gambar 1.1 Biopsi insisi (Ellis, 1998)


A. Pengambilan spesimen dengan biopsi insisi lebih baik sempit dan dalam daripada lebar
dan dangkal.
B. Tepi spesimen biopsi insisi melibatkan jaringan yang normal di bawahnya.

7
2. Biopsi Eksisi
Biopsi eksisi adalah pengambilan seluruh lesi pada saat prosedur
diagnosa bedah dilakukan. Jaringan normal dikelilingi lesi juga harus dieksisi
untuk pengambilan secara total. Tidak hanya jaringan lesi yang berharga untuk
dilakukan pemeriksaan patologis, namun eksisi yang lengkap merupakan bagian
dari terapi definitif (Sukardja, 2000).

Gambar 1.2 Biopsi Eksisi pada jaringan lunak (Sukardja, 2000)


A. Dilihat dari permukaan, insisi berbentuk elips di sekitar lesi sekurang-kurangnya 3
mm menjauhi lesi.
B. Dilihat dari samping, insisi dibuat dengan kedalaman yang cukup untuk
mengangkat lesi secara keseluruhan.
C. Dilihat dari arah belakang, insisi di buat konvergen ke arah kedalaman lesi untuk
mendapatkan penutupan luka yang baik.

Indikasi biopsi eksisi adalah bila diameter lesi kurang dari 1 cm


dan pada pemeriksaan klinis terlihat lesi tersebut adalah jinak, lesi terlihat
lesi vaskular atau berpigmentasi. Semua lesi yang dapat diangkat secara
lengkap tanpa menimbulkan keadaan mutilasi pada pasien merupakan
perawatan terbaik dengan biopsi eksisi. Prinsip biopsi eksisi adalah
keseluruhan lesi dengan 2 mm sampai 3 mm jaringan normal
disekelilingnya dieksisi (Sukardja, 2000).

8
3. Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Fine Nedle Aspiration Biopsy)
Biopsi FNA adalah suatu teknik yang sangat sederhana yang telah
digunakan di Swedia selama berpuluh-puluh tahun namun baru digunakan
secara luas di Amerika selama 10 tahun terakhir. Suatu jarum yang lebih
kecil dari jarum injeksi rutin (sekitar 22 - 25G) dimasukkan ke dalam
tumor dan beberapa puluh sampai ribuan sel di aspirasi ke dalam syringe.
Jarum juga diaspirasikan ke beberapa arah. Penghisapan tidak dilakukan
lagi ketika jarum akan ditarik keluar dari massa. Kemudian dihapuskan
pada slide, diwanai, dan diperiksa di bawah mikroskop oleh ahli patologi.
Diagnosis dapat diketahui biasanya hanya dalam beberapa menit. Tumor-
tumor yang dalam, struktur yang sulit dijangkau (pankreas, paru-paru dan
hati) adalah kandidat-kandidat yang baik untuk FNA, karena cara lain
untuk mengambil sampel dari organ-organ tersebut adalah dengan operasi
besar. Prosedur FNA seperti itu biasanya dilakukan oleh seorang
radiologist dengan tuntunan ultrasound atau CT-Scan dan tidak
membutuhkan anestesi, bahkan lokal anestesi sekalipun. Tumor-tumor
tiroid juga kandidat yang sangat baik untuk FNA (Tambunan, 1999).
Cara ini paling tidak invasif tapi juga paling kurang informatif
untuk mendiagnosa jaringan. FNA biasanya tidak dapat memberikan grade
tapi biasanya dapat menentukan adanya suatu keganasan dan tipe
histologis dari tumor. Hasil-hasil yang meragukan harus diikuti dengan
evaluasi yang lebih jauh (Tambunan, 1999).
Adapun indikasi dilakukannya FNAB adalah:
1) Preoperatif biopsi aspirasi pada tumor sangkaan maligna
operable. Tujuannya adalah untuk diagnosis dan menentukan pola tindakan
bedah selanjutnya.
2) Maligna inoperable. Biopsi aspirasi merupakan diagnosis konfirmatif.
3) Diagnosis konfirmatif tumor "rekuren" dan metastasis.
4) Membedakan tumor kistik,solid dan peradangan.
5) Mengambil spesimen untuk kultur dan penelitian

9
Gambar 1.3 Fine Nedle Aspiration Biopsy

4. Core Biopsy
Biopsi jenis ini membutuhkan sepotong jaringan intak untuk
dianalisa secara histologik dan dapat dilakukan di klinik, memiliki potensi
yang sama untuk memberikan informasi setara biopsi insisi bila potongan
yang diambil cukup baik (Suyatno, 2009).
Tekniknya dibuat suatu insisi yang sangat kecil untuk
memudahkan masuknya jarum ke dalam kulit. Jarum biopsi (ukuran 14-16
G) ditempatkan dalam posisi tertutup melalui insisi dan dimasukkan
sampai posisinya tepat diatas tumor. Lalu jarum dibuka sehingga trokar
bagian dalam masuk lebih jauh ke dalam massa tumor. Sementara trokar
bagian dalam distabilisasi, lapisan luar didorong menutupi jarum bagian
dalam sehingga sebagian massa tumor masuk ke dalam trokar. Saat jarum
dibuka, bagian jaringan yang ada harus segera ditempatkan ke dalam
formalin. Jarum-jarum biopsi yang dilengkapi dengan per juga dapat
digunakan. Biasanya prosedur ini digunakan beberapa kali. Baik FNA dan
biopsi tipe ini, false positive rate nya sangat rendah namun false negatif
ratanya dapat mencapai 10%. Sebagian besar dari hasil-hasil yang negatif
atau meragukan sebaiknya dikonfirmasi baik dengan biopsi insisi ataupun
biopsi eksisi (Suyatno, 2009).

10
Gambar 1.4 Core biopsy

5. Punched Biopsy
Punch biopsy cocok untuk mengambil sampel pada lesi yang datar
dan lebar, dan efektif untuk meraih sampel subkutan, dan mendapatkan
informasi mengenai kedalaman invasi tumor. Biopsi ini menggunakan
anestesi lokal dan trephine. Operator membuat insisi sirkular sampai
tingkat lemak superfisial, menggunakan trephine yang berputar. Traksi
yang dilakukan tegak lurus terhadap garis kulit yang relaks meminimalisir
redundansi saat penutupan. Spesimen diambil dengan forceps atau jarum.
Hemostasis dilakukan dengan jahitan nonabsorbable yang dapat diangkat
7-14 hari. Luka harus dicuci satu sampai dua kali sehari denhan sabun
ringan dan dibiarkan lembab dengan mengoleskan petroleum jelly pada
balutan sampai menyembuh (Conzen, 2008).

Gambar 1.5. Punch biopsy

11
6. Endoscopic Biopsy
Selain biopsi dengan jarum seperti diatas terdapat juga suatu
tindakan biopsi menggunakan jarum dengan bantuan endoskopi. Pada
prinsipnya sama yaitu pengambilan sampel jaringan dengan aspirasi jarum,
hanya saja metode ini menggunakan endoskopi sebagai panduannya. Cara
ini baik untuk tumor dalam saluran tubuh seperti saluran pernafasan,
pencernaan dan kandungan. Endoskopi dengan kamera masuk ke dalam
saluran menuju lokasi kanker, lalu dengan jarum diambil sedikit jaringan
sebagai sampel (Libutti, 2008).

Gambar 1.6 Endoscopic biopsy

7. Biopsi Sumsum Tulang


Dalam kasus hitung darah yang abnormal, seperti anemia yang tidak bisa
dijelaskan, tingginya sel darah putih dan rendahnya platelet, adalah penting untuk
memeriksa sel-sel dari sumsum tulang. Pada orang dewasa, sampel bisanya
diambil dari tulang pelvis, khususnya dari spina iliaka superior posterior. Ahli-
ahli hematologi terampil dan terbiasa melakukan biopsi ini namun sebagian besar
internis dan patologis dan dokter keluarga juga terlatih untuk melakukan prosedur
ini (Conzen, 2008).
Dengan posisi pasien berbaring telungkup, kulit di sekitar lokasi biopsi
diberi lokal anestesi. Lalu jarum dimasukkan lebih dalam untuk mencapai
membran permukaan yang menutupi tulang (periosteum). Sebuah jarum yang
lebih besar dengan ujung jarum sangat tajam kemudian dimasukkan ke dalam

12
ruang sumsum tulang. Sebuah syringe dihubungkan dengan jarum tersebut dan
dilakukan aspirasi. Sel-sel sumsum tulang akan masuk ke dalam syringe.
Langkah aspirasi ini biasanya tidak menyenangkan/ tidak nyaman untuk pasien,
karena bagian dalam dari tulang tidak dapat dibius total. Isi dari syringe yang
terlihat seperti darah dan gumpalan-gumpalan lemak yang mengambang di
dalamnya bila dilihat dengan mata telanjang, diteteskan di atas slide dan
dihapuskan. Setelah diwarnai, sel-sel dapat dilihat oleh ahli patologi/hematologi
yang akan memeriksa (Conzen, 2008).
8. Bite Biopsy
Dalam bahasa Belanda disebut “Hapje biopsie” yang artinya
digigit. Dengan menggunakan tang aligator, jaringan dicakot atau digigit
sampai lepas dari tempatnya. Biopsy jenis ini biasanya digunakan untuk
tumor pada bronchus, rectum dan organ berongga lainnya (Lukito, 2010).
9. Trephine Biopsy
Biopsy jenis ini digunakan untuk tulang rawan atau sumsum
tulang. Alat ditusukkan ke tulang lalu digergaji (ditekan dan diputar outar),
disedot, dikeluarkan, diperiksa di laboratorium patologi, tetapi
pemeriksaan tersebut harus diproses dengan cara tertentu (dekalsifikasi),
kalau tidak hanya kelihatan keeping keeping tulang saja (Lukito, 2010).
10. Biopsi Kuretase
Dengan kuret permukaan jaringan dikerok sampai lepas. Jaringan
yang didapat berbentuk potongan-potongan tumor, misalnya pada tumor
uterus (Lukito, 2010).
11. Biopsi Irigasi
Misalnya di rongga perut terlihat tumor sudah berhamburan,
mungkin tidak diperlukan operasi lagi, tapi untuk melihat secara sitology
tumornya jenis apa, maka dimasukkan air, dibilas, lalu air bilasan
diambil. Hal ini juga akan mengakibatkan sel tumor bertambah
menyebar (Lukito, 2010).
12. The Sponge Method
Tumor digosok dengan kassa lalu kassa tersebut dicelupkan ke
dalam air garam atau lainnya, cairan hasil perasannya disentrifuse dan
diperiksa. Cara ini dinilai berbahaya, karena sebenarnya tumor itu tidak

13
boleh ditekan tekan, sel selnya menjalar (Lukito, 2010).
13. Pemeriksaan Langsung dari Bahan
Biopsi jenis ini biasa dilakukan pada pemeriksaan sputum atau
secret yang dibuat preparat hapus (cara Papanicolaou) (Lukito, 2010).
14. Biopsi Tak Disangka
Biopsy tak disangka misalnya dapat terjadi pada waktu
apendiktomi terdapat suatu jaringan yang suspek, lalu dibiopsi atau ada
jaringan yang terangkat dan diperiksa ke laboratorium patologi
menghasilkan hasil yang positif maka cara tersebut disebut biopsy tak
disangka (Lukito, 2010).

E. Prinsip Biopsi
Teknik biopsi apapun yang akan dilakukan harus mengikuti prinsip-
prinsip utama biopsi yaitu antara lain :

 Sebelum melakukan tindakan pembedahan, daerah biopsi dicuci dengan


antiseptik yang tidak berwarna, misalnya alkohol 70 %
 Bekas tempat penusukan jarum atau bekas goresan harus ditempatkan
secara cermat sehingga nantinya dapat diangkat sebagai bagian prosedur
bedah definitif yang akan dilakukan. Menentukan tempat insisi biopsi juga
merupakan hal yang penting. Insisi secara umum diletakkan longitudinal
sehingga pengangkatan jaringan dan penutupan luka akan lebih mudah.
 Injeksi cairan anestetikum sebaiknya jauh dari tempat biopsi, jangan pada
tempat biopsi.
 Jangan menggunakan electrosurgery atau laser, tetapi hanya dengan
scalpel atau instrumen pemotong seperti punch instrument.
 Jangan membuat teraan yang disebabkan oleh jaringan atau instrumen
lainnya pada spesimen biopsi.
 Bidang jaringan yang baru jangan sampai terkontaminasi selama prosedur
biopsi. Hematoma yang besar setelah biopsi dapat menyebabkan
penyebaran tumor dan harus dilakukan pencegahan secermat mungkin
dengan penatalaksanaan hemostasis yang sempurna selama biopsi.
Instrumen yang digunakan dalam biopsi merupakan sumber kontaminasi

14
yang potensial terhadap bidang jaringan yang baru. Bukan suatu hal yang
umum untuk mengambil lebih dari satu sampel biopsi di beberapa tempat
lesi yang dicurigai pada waktu yang bersamaan. Sebaliknya tidak
menggunakan alat atau instrumen yang kemungkinan kontak dengan tumor
ketika mengambil jaringan dari daerah yang tidak terkontaminasi.
 Teknik biopsi harus sudah dipilih dengan hati-hati untuk mendapatkan
sampel jaringan yang adekuat untuk pemeriksaan patologis. Jaringan yang
cukup yang cukup harus dapat diambil untuk tujuan tersebut bila kesulitan
diagnosa telah diantisipasi.
 Pada biopsi insisi pengambilan sebaiknya dalam dan sempit, mengikut
sertakan jaringan yang normal. Jaringan nekrotik tidak diikut sertakan.
 Saat melakukan pembedahan jaringan tumor, harus dihindari teknik
manipulasi yang kasar seperti menariknarik dan menekan jaringan tumor,
karena sel-sel tumor mudah lepas dan jaringan tumor mudah sobek
sehingga dapat menyebar melalui aliran darah atau limfe.
 Daerah biopsi atau pembedahan yang dilakukan sebelumnya harus diangkat
pada waktu pembedahan berikutnya. Sebaiknya operator yang melakukan
tindakan biopsi dan pembedahan berikutnya adalah orang yang sama agar
mengetahui dengan pasti daerah yang sudah ditusuk.
 Daerah operasi biopsi jika kemungkinan dibilas dengan cairan pembunuhan
sel tumor seperti sublimat 1 : 500, Na Hipoklorit 0,35 % dengan pH 8,9-
9,0, Cetrimide 1 % Cetavlon, Savlon. Pada pembilasan di dalam rongga
mulut harus dilakukan dengan hati-hati karena dapat menimbulkan gejala
keracunan apabila cairan masuk ke dalam rongga peritonium.
 Pananganan biopsi oleh patologis juga penting. Orientasi spesimen biopsi
penting untuk penentuan terapi selanjutnya. Ahli bedah harus menandai
daerah tertentu pada tumor dengan hati-hati untuk memfasilitasi orientasi
spesimen oleh patologis. Untuk jenis atau ukuran tumor yang berbeda
diperlukan fiksasi yang berbeda pula. Semua spesimen biopsi harus segera
diletakan di kedalam formalin.

15
F. Teknik Biopsi
Adapun prinsip-prinsip teknik biopsi jaringan lunak disingkat seperti
dibawah ini :
1. Anestesi
Bila kemungkinan teknik anestesi blok lokal disarankan. Larutan
anestesi sebaiknya tidak diinjeksikan pada jaringan yang tidak diangkat,
karena dapat menyebabkan distorsi pada spesimen. Bila teknik blok
anestesi tidak memungkinkan dapat digunakan lokal anestesi dengan
infiltrasi tetapi larutan diinjeksikan sekurang-kurangnya 1 cm menjauhi
lesi (Rosenberg, 2008).
2. Stabilitas Jaringan
Insisi bedah yang akurat akan lebih mudah dilakukan pada
jaringan yang distabilisasi dengan baik. Beberapa metoda dapat digunakan
untuk mendapatkan stabilisasi jaringan. Stabilisasi dapat dilakukan dengan
menjepit oleh jari asisten pada kedua sisi area biopsi. Teknik tersebut juga
menghasilkan keadaan hemostasis dengan mengkompresi pembuluh darah
sekitar. Instrumen juga dapat digunakan untuk mendapatkan stabilisasi.
Teknik sutura retraksi atau dengan klip penjepit dapat digunakan untuk
stabilisasi area sekitar. Bila digunakan sutura sebaiknya ditempatkan pada
subtansi jaringan yang dalam dan jauh dari lokasi biopsi. Cara ini dapat
digunakan untuk stabilisasi yang aman tanpa menarik jaringan
(Rosenberg, 2008).
3. Hemostasis
Penggunaan suction, terutama penggunaan evakuator dengan
volume tinggi untuk aspirasi pada perdarahan selama biopsi sebaiknya
dihindari. Spesimen yang kecil dapat dengan mudah teraspirasi oleh alat
tersebut dan hilang. Suction volume rendah dengan membungkus
ujungnya dengan kasa dapat digunakan dengan cara menekan dengan
tampon cukup adekuat, kecuali pada perdarahan yang hebat (Rosenberg,
2008).
4. Insisi
Untuk insisi pada biopsi sebaiknya digunakan scalpel yang tajam.

16
Penggunaan elektrokauter sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan
kehancuran jaringan pada jaringan yang berdekatan dengan garis insisi dan
dapat meyebabkan distorsi pada struktur histologis spesimen.
Insisi berbentuk elips pada permukaan dan membentuk V pada
dasar lesi untuk memudahkan dalam penutupan luka. Modifikasi bentuk
elips dan bentuk V dapat dilakukan tergantung pada kedalaman lesi yang
dicurigai. Pada biopsi eksisi, insisi awal haruslah merupakan panduan
untuk mencapai kedalaman lesi. Kedalaman lesi akan dapat memberikan
materi yang cukup untuk pemeriksaan histopatologi yang adekuat.
Spesimen yang tipis dan dalam lebih menguntungkan dibandingkan
dengan spesimen yang lebar dan dangkal. Insisi harus paralel dengan
jaringan saraf, arteri dan vena yang normal. Jaringan normal sekitarnya
harus diikut sertakan dalam spesimen biopsi iksisi. Bila lesi terlihat jinak,
jaringan normal disekitarnya cukup diambil sebesar 2-3 mm. Bila lesi
dicurigai cukup ganas, berpigmentasi atau dengan batas yang difus,
jaringan sekitarnya yang diambil sebesar 5 mm. Dapat dilakukan lebih dari
satu biopsi insisi bila dibutuhkan bila karateristik lesi berbeda dari daerah
yang satu dengan yang lainnya (Rosenberg, 2008).
5. Penanganan Jaringan
Setiap spesimen jaringan yang diambil haruslah berada dalam
kondisi siap untuk pemeriksaan histopatologis. Spesimen yang compang
camping dapat menyebabkan spesimen tidak dapat didiagnosa dan
menyebabkan penundaan diagnosa definitif dan terapi karena biopsi harus
diulang. Penggunaan penjepit jaringan/tissu forceps dapat menyebabkan
kerusakan arsitektur sel terutama pada biopsi kecil. Bila digunakan
penjepit jaringan untuk mendapatkan jaringan, pengulangan dalam
melepaskan dan meletakan instrumen pada jaringan tersebut harus
dihindari serta hendaknya menggunakan pinset anatomikum untuk
menghindari kerusakan jaringan (Rosenberg, 2008).
6. Indentifikasi Tepi Jaringan
Bila dicurigai lesi selain proses yang jinak, tepi spesimen biopsi
harus ditandai dengan benang sutera (silk) sebagai orientasi patologis

17
dalam pemeriksaan. Bila lesi yang didiagnosa memerlukan terapi
tambahan patologis dapat menetukan tepi spesimen bila terdapat tumor
residual. Intervensi bedah selanjutnya dapat dilakukan berdasarkan tepi
dari tumor residual. Orientasi lesi dan metoda yang digunakan pada
spesimen yang telah ditandai harus diilustrasikan pada kertas data yang
akan diikut sertakan dalam pengiriman spesimen (Rosenberg, 2008).
7. Penanganan Spesimen
Jaringan yang telah diambil harus segera diletakkan ke dalam
larutan formalin 10% dengan volume sebanyak 20 kali dari spesimen .
Seluruh spesimen harus terendam di dalam larutan dan harus dipastikan
bahwa jaringan tidak menempel pada dinding wadah atas larutan
formalin. Setelah itu baru dilakukan penutupan pada luka (Rosenberg,
2008).
8. Penutupan Luka
Setelah spesimen diambil, penutupan primer dari luka berbentuk
elips biasanya dapat dilakukan dengan mudah. Jahit luka lapis demi lapis
hingga terjadi perlekatan kembali dari luka bekas insisi sebelumnya
(Rosenberg, 2008).

G. Komplikasi Biopsi
1. Perdarahan, jaringan yang dibiopsi mengandung banyak pembuluh darah
dan pada waktu insisi terpotong pembuluh darah tertentu yang tidak
dilakukan hemostasis yang baik atau setelah perdarahan berhenti terjadi
lagi perdarahan akibat jaringan tumor yang rapuh sehingga hemostasis
tidak dapat dilakukan dengan baik.
2. Infeksi, biopsi membuat luka sehingga merupakan tempat masuknya
kuman.
3. Luka tidak mau sembuh, karena bertumbuhnya sel-sel tumor di luka biopsi
atau terjadi nekrosis atau infeksi.
4. Biopsi dapat menyebarkan sel-sel tumor ganas ke jaringan sekitarnya dan
ditambah pula bila mempergunakan anestesi infiltrasi yang berupa
suntikan cairan. Kalau dapat, anestesi dilakukan secara narkosis atau

18
anestesi regioner sehingga tidak terjadi penyebaran dari sel-sel tumor
secara lokal. Pasien yang dilakukan biopsi dengan anestesi infiltrasi
biasanya sel-sel tumor cepat menyebar ke sekitarnya dan beberapa waktu
kemudian terlihat tumbuh didekatnya akibat dorongan cairan anestesi.
5. Merusak jaringan atau organ-organ disekitarnya, melakukan biopsi didekat
suatu duktus bisa terambil jaringan duktus tersebut kalau tidak hati-hati.
6. Komplikasi anestesi infiltrasi, kemungkinan terjadi penyebaran sel-sel
tumor kesekitarnya, selain itu bisa timbul reaksi alergi terhadap obat-obat
anestesi bisa sampai terjadi syok.

19
DAFTAR PUSTAKA

Conzen SD, Grushko TA, Olopade OI. Cancer of the breast. in De Vita V.T. Jr.
Hellman S, Rosenberg A.A.: Cancer principles and practice of
oncology, vol 1. 8th ed, Philladelphia. Lippincott Raven Publisher.
2008

Ellis III, Edward, 1998, Principles of defferential Diagnosis and Biopsy., In.,
Contemporary Oral And Maxillofacial surgery., Petersen, dkk., 3rd ed.
Mosby. St Louis., hal 512-532.

Janti, Sudiono. 2008. Pemeriksaan Patologi Untuk Diagnosis Neoplasma: EGC.

Lukito, P. 2010. Penuntun Diagnostik dan Tindakan Terapi Tumor Ganas.


Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung. Sub. Bag/UPF
Onkologi., Kepala dan Leher., Lab./UPF Ilmu Bedah FKUP/RSHS.

Lukito. P., 1982., Beberapa Petunjuk Onkologi dalam Ilmu Bedah, Sub. Bag/UPF
Onkologi., Kepala dan Leher., Lab./UPF Ilmu Bedah FKUP/RSHS.

Reichart, PA., & Philipsen., 2000., Color Atlas of Dental Medicine. Oral
Pathology., Theme Stuttgart., New York., hal : 9-19.

Rosenberg AS. 2008. Principles of surgical oncology, in De Vita V.T. Jr. Hellman
S, Rosenberg A.A.: Cancer principles and practice of oncology, vol 1.
8th ed, Philladelphia. Lippincott Raven Publisher.

Suyatno, E. P. 2009. Diagnostik dan terapi Bedah Onkologi. Jakarta: Sagung Seto.

Tambunan, G., 1990., Penuntun Biopsi Aspirasi Jarum Halus. Aspek Klinik dan
Sitologi Neoplasma., Hipokrates., Jakarta

20

Anda mungkin juga menyukai