Anda di halaman 1dari 18

BRONKIEKTASIS

I. PENDAHULUAN
Bronkiektasis Pertama kali diperkenalkan oleh Laennec pada tahun
1819, kemudian oleh Sir William Osler dan terakhir didefinisikan oleh Reid
pada tahun 1950. Bronkiektasis dapat di kategorikan kedalam penyakit paru
obstruksi bersama-sama dengan bronkitis kronik, emfisema paru, dan asma.
Bronkiektasis merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya
dilatasi (ektasis) bronkus atau bronkiolus yang dapat di sebabkan oleh
obstruksi dan peradangan yang kronis, sehingga mengakibatkan dinding otot
bronkus kehilangan sifat elastisitas dan berkurangnya aliran udara ke paru-
paru atau dapat pula di sebabkan oleh kelainan lain. Kelainan bronkus
tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus
berupa destruksi elemen elastis, otot polos brokus, tulang rawan dan
pembuluh-pembuluh darah. Brokus yang terkena umumnya adalah bronkus
ukuran sedang (medium size), sedangkan bronkus besar umumnya jarang.1,2
Bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun di dapat.
Bronkiektasis timbul apabila dinding bronkus melemah akibat perubahan
peradangan kronis yang mengenai mukosa serta lapisan otot.1,2
Bronkiektasis menimbulkan kompleks gejala yang di dominasi oleh
batuk dan pengeluaran sputum purulent dalam jumlah besar. Diagnosis
penyakit didasarkan pada riwayat klinis dari gejala respirasi yang bersifat
kronik, seperti batuk, produksi sputum yang kental dan penemuan radiografi
seperti penebalan dinding bronkus dan dilatasi lumen.1,2,3

II. INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI


Angka kejadian yang sebenarnya dari bronkiektasis tidak diketahui
pasti. Di negara-negara barat, insidens bronkiektasis diperkirakan sebanyak
1,3% diantara populasi. Insidens bronkiektasis cenderung menurun dengan
adanya kemajuan pengobatan antibiotika. Akan tetapi perlu di ingat bahwa
insidens ini juga dipengaruhi oleh kebiasaan merokok, polusi udara dan
kelainan kongenital.1,3

1
Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti
mengenai penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan
di klinik-klinik dan diderita oleh laki-laki maupun wanita. Penyakit ini dapat
diderita mulai sejak anak, bahkan dapat berupa kelainan kongenital.1
Bronkiektasis merupakan penyebab kematian yang amat penting pada
negara-negara berkembang. Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat,
bronkiektasis mengalami penurunan seiring dengan kemajuan pengobatan.
Prevalensi bronkiektasis lebih tinggi pada penduduk dengan golongan
sosioekonomi yang rendah.1,3

III. ANATOMI
Trachea adalah tabung yang dapat bergerak dengan panjang kurang
lebih 5 inci (13 cm) dan berdiameter 1 inci (2,5 cm). Trachea mempunyai
dinding fibroelastis yang tertanam di dalam balok-balok cartilago hialin
yang berbentuk huruf U yang mempertahankan lumen trachea tetap terbuka.
Ujung posterior cartilage yang bebas dihubungkan oleh otot polos yang
disebut otot trachealis. Trachea berpangkal di leher, di bawah kartilago
cricoidea larynx setinggi corpus vertebra cervicalis VI. Ujung bawah trachea
terdapat di dalam thorax setinggi angulus sterni (pinggir bawah vertebra
thoracica IV) membelah menjadi bronchus principalis (utama) dexter dan
bronchus principalis sinister. Bifurcation tracheae ini disebut carina. Pada
inspirasi dalam, carina turun sampai setinggi vertebra thoracica VI.4
Hubungan trachea dengan struktur lain di dalam mediastinum superius
thorax yaitu pada bagian anterior: sternum, thymus, vena brachiocephalica
sinistra, pangkal truncus brachiocephalus dan arteria carotis communis
sinsitra, serta arcus aorta; posterior: oesophagus, nervus laryngeus recurrens
sinistra; dextra: vena azyos, nervus vagus dextra, dan pleura; sinistra: arcus
aortae, arteria carotis communis sinistra dan arteria subclavia sinistra,
nervus vagus sinister dan nervus phrenicus sinistra, dan pleura. Trachea
dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, nervus laryngeus recurrens,

2
dan truncus symphaticus; saraf-saraf ini mengurus otot trachea dan
membrane mucosa yang melapisi trachea.4
Bronchus principalis (utama) dexter lebih lebar, lebih pendek, dan
lebih vertikal dibandingkan bronchus principalis sinister dan panjangnya
kurang lebih 1 inci (2,5 cm). Sebelum masuk ke dalam hilum pulmonis
dexter, bronchus principalis dexter mempercabangkan bronchus lobaris
superior dexter. Saat masuk ke hilum, bronchus principalis dexter membelah
menjadi bronchus lobaris medius dan bronchus inferior dextra. Bronchus
principalis sinister lebih sempit, lebih panjang, dan lebih horizontal
dibandingkan bronchus principalis dexter dan panjangnya kurang lebih 2
inci (5 cm). berjalan ke kiri di bawah arcus aortae dan di depan oesophagus.
Pada waktu masuk ke hilum pulmonis sinistra, bronchus principalis sinister
bercabang menjadi bronchus lobaris superior sinister dan bronchus lobaris
inferior sinister.4
Masing-masing paru terletak di samping kanan dan kiri mediastinum.
Oleh karena itu, paru satu dengan yang lain dipisahkan oleh jantung dan
pembuluh-pembuluh besar serta struktur lain di dalam mediastinum.
Masing-masing paru berbentuk kerucut dan diliputi oleh pleura visceralis,
dan terdapat bebas di dalam cavitas pleuralisnya masing-masing, hanya
dilekatkan pada mediastinum oleh radix pulmonis. Masing-masing paru
mempunyai apex pulmonis yang tumpul, yang menonjol ke atas ke dalam
leher sekitar 1 inci (2,5 cm) di atas clavicula; basis pulmonis yang konkaf
tempat terdapat diafragma; facies costalis yang konveks yang disebabkan
oleh dinding thorax yang konveks; facies mediastinalis yang konkaf yang
merupakan cetakan pericardium dan struktur mediastinum lainnya. Sekitar
pertengahan facies mediastinalis ini terdapat hilum pulmonis, yaitu suatu
cekungan tempat bronchus, pembuluh darah, dan saraf yang membentuk
radix pulmonis masuk dan keluar dari paru. Margo anterior paru tipis dan
meliputi jantung; pada margo anterior pulmo sinister terdapat incisura
cardiac pulmonis sinistri. Pinggir posterior tebal dan terletak di samping
columna vertebralis.4

3
Pulmo dexter sedikit lebih besar dari pulmo sinister dan dibagi oleh
fissura obliqua dan fissura horizontalis pulmonis dextri menjadi tiga lobus;
lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Pulmo sinister dibagi oleh
fissure oblique dengan cara yang sama menjadi dua lobus, lobus superior
dan lobus inferior.4

1.a 1b

Gambar 1a. Paru dilihat dari kanan. A. Lobus; B. Segmenta


bronchopulmonalia[4]Gambar 1b. Paru dilihat dari kiri. A. Lobus; B. Segmenta
bronchopulmonalia[4]

Segmenta bronchopulmonalia merupakan unit paru secara anatomis,


fungsi, dan pembedahan. Setiap bronchus lobaris (sekunder) yang berjalan
ke lobus paru mempercabangkan bronchi segmentales (tertier). Setiap
bronchus segmentalis masuk ke unit paru yang secara struktur dan fungsi
adalah independen dan disebut segmenta bronchopulmonalia, dan dikelilingi
oleh jaringan ikat. Setelah masuk segementa bronchopulmonaris, bronchus
segmentalis segera membelah. Pada saat bronchi menjadi lebih kecil,
cartilago berbentuk U yang ditemui mulai dari trachea perlahan-lahan
diganti dengan cartilago irregular yang lebih kecil dan lebih sedikit
jumlahnya. Bronchi yang paling kecil membelah dua menjadi bronchioli,

4
yang diameternya kurang dari 1 mm. Bronchioli tidak mempunyai cartilago
di dalam dindingnya dan dibatasi oleh epitel silinder bersilia. Jaringan
submucosa mempunyai lapisan serabut otot polos melingkar yang utuh.4
Bronchioli kemudian membelah menjadi bronchioli terminales yang
mempunyai kantong-kantong lembut pada dindingnya. Pertukaran gas yang
terjadi antara darah dan udara terjadi pada dinding kantong-kantong
tersebut, oleh karena itu kantong-kantong lembut dinamakan bronchiolus
respiratorius. Diameter bronchiolus respiratorius sekitar 0,5 mm. Bronchioli
respiratorius berakhir dengan bercabang sebagai ductus alveolaris yang
menuju ke arah pembuluh-pembuluh berbentuk kantong dengan dinding
yang tipis disebut saccus alveolaris. Saccus alveolaris terdiri atas beberapa
alveoli yang terbuka ke satu ruangan. Masing-masing alveolus dikelilingi
oleh jaringan kapiler yang padat. Pertukaran gas terjadi antara udara yang
terdapat di dalam lumen alveoli, melalui dinding alveoli ke dalam darah
yang ada di dalam kapiler di sekitarnya.4
trachea

Bronchus principalis sinister

Bronchus lobaris

Bronchus segmentalis

Bronchiolus terminalis

Bronchiolus respiratorius
Ductus alveolaris
Saccus alveolaris
alveolus

Gambar 2. Trachea, bronchi, bronchioli, ductus alveolaris, saccus alveolaris,


dan alveoli. Dapat diperhatikan jalan yang diambil oleh udara yang diinspirasi dari
trachea ke alveoli4

5
Ciri utama segmenta bronchopulmonalia dapat disimpulkan sebagai
berikut:4
1) Merupakan subdivisi lobus paru.
2) Berbentuk pyramid dengan apex menghadap ke atas kea rah radix
pulmonis.
3) Dikelilingi oleh jaringan ikat.
4) Mempunyai satu bronchus segmentalis, satu arteri segmentalis,
pembuluh limfe, dan saraf otonom.
5) Venae segmentales terletak di dalam jaringan ikat di antara segmenta
bronchopulmonalia yang berdekatan.
6) Sebuah penyakit segmenta bronchopulmonalia dapat dibuang dengan
pembedahan karena segmenta bronchopulmonalia merupakan sebuah
unit struktural.

Pembagian anatomis lebih lanjut paru didasarkan terutama pada


pemisahan saluran trakeobronkus menjadi conducting system (saluran napas
penghubung), yang memungkinkan perpindahan udara dari lingkungan luar
ke daerah pertukaran gas, dan terminal respiratory units (unit respiratorik
akhir), atau asinus, saluran napas dan struktur alveolus terkait yang berperan
langsun dalam pertukaran gas.4

IV. ETIOPATOGENESIS
Etiologi bronkiektasis sampai sekarang masih belum diketahui dengan
jelas. Namun bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat.
a. Kelainan kongenital
Dalam hal ini, bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam
kandungan. Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan
fetus memegang peranan penting. Bronkiektasis yang timbul kongenital
biasanya mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua
bronkus. Selain itu, bronkiektasis kongenital biasanya menyertai
penyakit-penyakit kongenital seperti Mucoviscidosis (cystic pulmonary),

6
Sindroma Kertagener (sinusitis, dekstrocardia terjadi secara bersamaan),
Mounier kuhn syndrome (tracheobbronchomegaly) penyakit jantung
bawaan, kifoskoliosis kogenital.

b. kelainan didapat
Bronkietasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan
merupakan akibat dari proses berikut:
Infeksi
Organisme yang menyebabkan terjadinya infeksi yaitu klebsiella
species, staphylococcus aureus, mycobacterium tuberculosis,
mycoplasma pneumonia, measles, pertussis, influenza, herpes simplex
virus, respiratory syncytial, dan tipe-tipe tertentu dari adenovirus.

Obstruksi bronkus
Obstruksi bronkus dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab
seperti korpus alienum, karsinoma bronkus, stenosis bronkus akibat
infeksi atau tekanan dari luar lainnya terhadap bronkus. Menurut
penelitian para ahli diketahui bahwa infeksi ataupun obstruksi bronkus
tidak selalu nyata (automatis) menimbulkan bronkiektasis. Diduga
mungkin masih ada faktor instrinsik (yang sampai sekarang belum
diketahui) ikut berperan dalam timbulnya bronkiektasis.

Tempat prediposisi bronkiektasis


Bronkiektasis dapat mengenai bronkus pada satu segmen paru, bahkan
dapat secara difus mengenai kedua paru. Bagian paru yang sering terkena
dan merupakan tempat prediposisi bronkiektasis adalah lobus tengah
paru kanan. Bagian lingula paru kiri lobus atas, segmen basal pada lobus
bawah kedua paru. Bronkus yang terkena umumnya bronkus ukuran
sedang (medium size), sedangkan bronkus besar jarang terkena. Bronkus
yang terkena dapat hanya pada satu segmen paru saja (lokal) maupun
difus mengenai bronkus kedua paru.

7
Gambar 3. Klasifikasi bronkiektasis : bentuk silindris dan sakular5

Gambar 4. Klasifikasi bronkiektasis: bentuk varicose, cystic dan silindris5

8
Klasifikasi bronkiektasis di bagi menjadi 3 bentuk berdasarkan pelebaran
bronkus dan derajad obstruksi, sebagai berikut5 :

1. Bentuk silindrik (tubular)


Seringkali dihubungkan dengan kerusakan parenkim paru, terdapat
penambahan diameter bronkus yang bersifat regular, lumen distal
bronkus tidak begitu melebar.

2. Bentuk varikosa (fusiform)


Pelebaran bronkus lebih lebar dari bentuk silindrik dan bersifat irregular.
Gambaran garis irregular dan distal bronkus yang mengembang adalah
gambaran khas pada bentuk varikosa.

3. Bentuk sakuler (kistik)


Dilatasi bronkus sangat progresif menuju ke perifer bronkus. Pelebaran
bronkus ini terlihat sebagai balon, kelainan ini biasanya terjadi pada
bronkus besar, Bentuk ini juga terdapat pada bronkiektasis congenital.

Perjalanan penyakit bronkiektasis tergantung faktor penyebab.


Apabila bronkiektasis timbul kongenital, patogenesisnya tidak diketahui, di
duga erat hubungannya dengan faktor genetik serta faktor pertumbuhan dan
perkembangan fetus dalam kandungan. Pada bronkiektasis yang didapat
melalui beberapa mekanisme seperti faktor infeksi bronkus, obstruksi
bronkus. Adapun faktor pencetus seperti merokok dan polusi udara juga
akan mempengaruhi.1,4

Permulaannya di dahului oleh faktor infeksi pada bronkus dan


menyebabkan destruksi dinding bronkus, akibatnya dinding bronkus
kehilangan sifat elastisitas dan berkurangnya aliran udara ke paru-paru oleh
karena mucus yang purulent. akibat infeksi yang kronis menyebabkan
terjadi dilatasi pada bronkus dan lumen. Adanya obstruksi bronkus yang di

9
sebabkan oleh korpus alienum dalam bronkus, karsinoma bronkus sehingga
menyebabkan dilatasi bronkus dan lumen mengakibatkan terganggunya
udara dalam paru.1
Pada bronkiektasis terjadi kerusakan pada dinding bronkus berupa
dilatasi bronkus, kerusakan elemen elastis bronkus, tulang rawan, otot-otot
polos, mukosa dan silia. Kerusakan tersebut menimbulkan stasis sputum,
gangguan reflex batuk, sesak napas.1,4
Untuk membedakan infeksi primer dan skunder bisa dilihat dari
sputum. Sputum pasien bronkiektasis bersifat mukoid dan putih jernih. Itu
berarti menandakan infeksi primer. jika sputum berubah dari putih jernih
menjadi kuning kehijauan atau berbau busuk menandakan terjadinya infeksi
skunder.1,4

Gambar 5. Gambaran bronkus normal dan bronkiektasis6

V. DIAGNOSIS
a. Gambaran Klinik
Gambaran klinis yang khas pada penderita bronkiektasis adalah1,7
- adanya batuk kronik disertai produksi sputum. Pada kasus berat
seperti tipe saccular bronkiektasis, seputum jumlahnya banyak
sekali, purulent, dan apabila di tampung lama sputum akan terpisah
menjadi 3 lapisan : a. lapisan teratas agak keruh terdiri atas mucus,
b. lapisan tengah jernih terdiri atas saliva, c. lapisan bawah keruh
terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak.

10
- Hemoptisis (hemoptoe) terjadi pada 50% kasus bronkiektasis, akibat
nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembulu darah
(pecah) dan timbul perdarahan.
- Sesak napas (dispnea) terjadi pada 50% kasus bronkiektasis akibat
infeksi bronkus.
- Demam berulang

b. Gambaran Radiologi
Pemeriksaan foto thoraks polos tampak gambaran berupa
bronkovascular, yang kasar yang umumnya terdapat di lapangan bawah
paru, atau gambaran garis-garis translusen yang panjang menuju ke hilus
dengan bayangan konsolidasi sekitarnya akibat peradangan sekunder,
kadang-kadang juga bisa berupa bulatan-bulatan translusen yang sering
di kenal sebagai gambaran sarang tawon (Honey comb appearance).
Bulatan translusen ini dapatberukuran besar (diameternya 1-10 cm) yang
berupa kista-kista translusen dan kadang-kadang berisi cairan (air fluid
level) akibat peradangan sekunder.1,2,7
Sering bronkiektasis yang dicurigai tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan foto thoraks polos.untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan
bronkografi, yaitu suatu pemeriksaan foto dengan pengisian media
kontras kedalam saluran sistem bronkus pada berbagai posisi (AP dan
lateral). Bronkografi juga menentukan bentuk-bentuk bronkiektasis.1,2,7

Gambar 6. tampak dilatasi bronkus bawah yang menunjukkan tipe silindris12

11
Gambar 7. Tampak Ring Shadow yang pada bagian bawah paru yang
menandakan adanya dilatasi bonkus ( honey comb appearance) pada paru11
c. CT Scan
Diagnosis pasti bronkiektasis dapat ditegakan apabila telah ditemukan
adanya dilatasi dan destruksi dinding bronkus. Computed tomography
(CT) scan paru menjadi alternatif pemeriksaan penunjang yang sesuai
untuk bronkiekasis karena mempunyai sensitifitas dan spesifisitas lebih
dari 95%. MRI dapat digunakan untuk menemukan penebalan dinding
bronkus dan pusat dilatasi bronkus tetapi memerlukan biaya yang tidak
sedikit. 1,7

Gambar 8. CT scan Thorax menunjukkan adanya dilatasi bronkus pada lobus inferior 11

12
d. Patologi Anatomi

Gambar 9. gambaran patologi anatomi bronkus11

Terdapat beberapa perubahan morfologi yang dapat terjadi pada


bronkiektasis, antara lain10,11,12 :
1. Dinding bronkus
Dinding bronkus yang terkena dapat mengalami perubahan berupa
proses inflamasi yang sifatnya destruktif dan ireversibel. Pada
pemeriksaan patologi anatomi sering ditemukan berbagai tingkatan
keaktifan proses inflamasi serta terdapat proses fibrosis. Jaringan
bronkus yang mengalami kerusakan selain otot-otot polos bronkus
juga elemen-elemen elastis.

2. Mukosa bronkus
Mukosa bronkus permukaannya menjadi abnormal, silia pada sel
epitel menghilang, terjadi perubahan metaplasia skuamosa, dan
terjadi sebukan hebat sel-sel inflamasi. Apabila terjadi eksaserbasi
infeksi akut, pada mukosa akan terjadi pengelupasan, ulserasi, dan
pernanahan.

13
e. Laboratorium
Sering ditemukan anemia, yang menunjukan adanya infeksi kronik atau
di temukannya leokositosis yang menunjukan adanya infeksi. Urin
umumnya normal, kecuali bila sudah ada proteinuria. Pemeriksaan
sputum dengan pengecatan langsung dapat di lakukan untuk
menentukan kuman apa yang terdapat pada sputum. Pemeriksaan
sputum dan uji sensitifitas terhadap antibiotik perlu dilakukan apabila
ditemukan adanya infeksi skunder. Infeksi skunder memberikan
gambaran sputum berwarna kuning atau hijau.1

VI. DIAGNOSIS BANDING


diagnosis banding dari penyakit bronkiektasis adalah penyakit bronchitis,
dan emphysema, penyakit paru penyebab hemoptysis seperti karsinoma
paru.1,12

VII. PENATALAKSANAAN
Prinsip penanganan penyakit bronkiektasis adalah konservatif serta
pembedahan.
a. Non Medikamentosa.
Timbulnya bronkiektasis sebenarnya dapat dicegah, kecuali pada bentuk
kongenital. Seperti memberikan vaksinasi teratur pada masa kecil. Dan
menghindari faktor penyebab serta faktor resiko. Seperti mencegah atau
menghentikan merokok, mencegah atau menghindari debu, asap atau
polusi udara.
- Melakukan drainase postural. Dimana prinsip drainase postural
adalah usaha mengeluarkan sputum (secret bronkus) dengan bantuan
gaya gravitasi.
- Mengatur posisi tempat tidur pasien sebaiknya di atur sedemikian
rupa sehingga posisi tidur pasien dapat memudahkan drainase secret
bronkus. hal ini dapat dicapai misalnya dengan mengganjal bagian

14
kaki pasien sehingga di peroleh posisi pasien yang sesuai untuk
memudahkan drainase sputum.

b. Medikamentosa1,
- Drainase secret dengan bronkoskop dilakukan untuk menentukan
dari mana asal secret (sputum), menentukan lokasi obstruksi
bronkus, dan menghilangkan obstruksi bronkus dengan suction
drainase.
- Pengobatan obstruksi bronkus. Apabila ditemukan tanda obstruksi
bronkus dapat di berikan obat bronkodilator. Sebaiknya sewaktu di
lakukan uji faal paru dan diketahui adanya tanda obstruksi saluran
napas sekaligus dilakukan tes terhadap obat bronkodilator.
Bronkodilator, termasuk beta-agonis dan antikolinergik, dapat
membantu beberapa pasien dengan bronkiektasis, membalikkan
bronkospasme, meningkatkan pembersihan mukosiliar.
- Pengobatan hipoksia. Pada pasien yang mengalami hipoksia akibat
infeksi kronis, perlu diberikan oksigen.
- Pengobatan hemoptisis. Apabila terjadi hemoptisis, tindakan yang
perlu segera dilakuakan adalah upaya menghentikan perdarahan.
Apabila perdarahan cukup banyak (masif) perlu dilakukan tindakan
operatif segera untuk menghentikan perdarahannya. Sementara
diberikan transfusi darah untuk mengganti darah yang hilang.
- Mencairkan sputum yang kental dilakukan dengan cara inhalasi uap
air panas atau dingin dan menggunakan obat-obat mukolitik.
- Mengontrol infeksi saluran napas. Adanya infeksi saluran
pernapasan akut harus di cegah dengan menggunakan antibiotik agar
infeksi tidak berkelanjutan.

15
c. Pem
d. bedahan
Indikasi dilakukan pembedahan adalah pasien bronkiektasis yang
terbatas, tetapi sering mengalami infeksi berulang atau pasien dengan
hemoptisis massif mutlak perlu dilakukan operasi.1

VIII. PROGNOSIS
Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat-ringannya serta
luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan
secara tepat (konservatif atau pembedahan) dapat memperbaiki prognosis
penyakit. Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek,
survivalnya tidak akan lebih dari 5-15 tahun. Kematian pasien tersebut
biasanya karena pneumonia, payah jantung kanan, hemoptisis dan lain-lain.
Pada kasus-kasus tanpa komplikasi bronkitis kronik berat dan difus biasanya
disabilitasnya ringan.1,10,11,12,13

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi L, Simadibrato M. Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta: internal publishing, 2010. Hal :
2297-2304.
2. Malueka RG (editor). Radiologi Diagnostik. Cetakan ketiga. Yogyakarta:
Pustaka Cendekia Press Yogyakarta; 2011. Hal : 47-49.
3. Maitra A, Kumar V. Paru dan Saluran Napas Atas. Editor: Kumar V, Cotran
RS, Robbins SL. In: Robbins Basic Pathology. Edisi 7. Jakarta: EGC; 2012.
4. Snell RS. Anatomi klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Editor: Hartanto
H. In: Clinical Anatomy for Medical Students. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2012.
Hal 87-93
5. Corwin EJ. Patofisiologi: Buku Saku. Editor: Yudha EK, Wahyuningsih E,
Yulianti D, Karyuni PK. In: Handbook of Pathophysiology. Edisi 3. Jakarta:
EGC; 2009.
6. Kusumawidjaja K. Emfisema, Atelektasis dan Bronkiektasis. Editor:
Ekayuda I. In: Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2009.
7. Patel PR. Saritis A. Lecture Notes : radiology. Edisi 2. Jakarta : Penerbit
erlangga : 2007.
8. Holbert JM. Bronchiectasis Imaging. Medscape (serial online). (citied 2015
Dec 07); (1 Screen). Available from
<http://emedicine.medscape.com/article/354167-overview#a2>
9. Zaien P, (editor). Penyakit paru. Cetakan ketiga. Jakarta: Jakarta: EGC;
2009.
10. Emmons EE. Bronchiectasis. Medscape (serial online). 2015 (citied 2015
Dec 07); (1 Screens). Available from:<
http://emedicine.medscape.com/article/296961-overview#showall>
11. Author : Emmons EE. Bronchiectasis Treatment & Management. Medscape
(serial online). 2015 (citied 2015 Dec 07); (2 Screens). Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/296961-treatment#d9

17
12. Eman O. Arram. Bronchiectasis in copd Patients, Egyptian journal of chest
disease (serial online) 2012 (citied 2015 dec 07); (6 Screens). Avaible
from:http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0422763812000404
13. Cantin L. Bankier A. bronchiectasis : American Journal of Roentgenology:
Vol. 193, No. 3 (AJR), (serial online) 2009 (crtied 2015 dec 07);
(24screens)Availablefrom:http://www.ajronline.org/doi/pdf/10.2214/AJR.09
.3053

18

Anda mungkin juga menyukai