Anda di halaman 1dari 9

Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS IX 2018 ISBN: 978-602-361-137-9

RESTORASI SUNGAI: TANTANGAN DAN SOLUSI


PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

PROGRAM ECOVILLAGE SEBAGAI UPAYA PERUBAHAN


PERILAKU MASYARAKAT DALAM PELESTARIAN KAWASAN DAS
CITANDUY DI KECAMATAN PANUMBANGAN KABUPATEN CIAMIS
Nedi Sunaedi & Ruli As’ari
Jurusan Pendidikan Geografi FKIP Universitas Siliwangi, Tasikmalaya
E-mail: Nedi_pdil@yahoo.com

ABSTRAK
Ecovillage adalah desa/kampung berbudaya lingkungan dimana masyarakatnya mampu
mengelola lingkungannya sesuai dengan kaidah keberlanjutan meliputi konservasi,
pemanfaatan dan pemulihan lingkungan. Ecovillge sebagai bentuk interaksi manusia
terhadap lingkungan untuk mencapai kehidupan berkelanjutan dan lestari. Kegiatan
pengembangan Desa/Kampung Berbudaya Lingkungan (Ecovillage) di Kecamatan
Panumbangan Kabupaten Ciamis dimaksudkan agar masyarakat mengetahui, memahami
dan menguasai persoalan, potensi dan kebutuhan kawasan sekitar dengan metode hadap-
masalah, masyarakat sekitar dapat mencari alternatif pemecahan masalah yang relatif
mudah dilaksanakan secara swadaya (partisipati). Tujuan dari pengembangan Ecovillage ini
adalah dapat memfasilitasi masyarakat di Kecamatan Panumbangan Kecamatan Ciamis
untuk mengelola DAS Citanduy supaya terjaga kelestariannya. Dengan adanya penerapan
konsep Ecovillage di Kecamatan Panumbangan Kabupaten Ciamis dapat terlihat : perilaku
masyarakat dalam mewujudkan lingkungan lebih baik, gotong royong masyarakat mulai
terbentuk, adanya rasa dan sikap yang mandiri melalui swadaya masyarakat salah satunya
dengan membentuk Bank Sampah.

Kata kunci: Ecovillage, Pelestarian, DAS

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagian besar kawasan hutan yang berada pada aliran utama daerah aliran sungai
(DAS) Citanduy hulu semakin menyusut akibat ulah manusia. Kerusakan ekosistem
lingkungan akibat penebangan hutan dan budi daya pertanian yang tidak mengikuti kaidah-
kaidah konservasi dituding sebagai penyebab terjadinya erosi. Tiadanya perubahan sikap
dalam menggarap tutupan lahan, lebih memperparah tingginya laju. Karenanya, perlu
kegiatan peningkatan kualitas sempadan sungai pada daerah aliran sungai Citanduy hulu
yang berada dalam kawasan hutan.
Sejak tahun 1970-an degradasi DAS berupa lahan gundul tanah kritis, erosi pada
lereng-lereng curam baik yang digunakan untuk pertanian maupun untuk penggunaan lain
seperti permukiman dan pertambangan, sebenarnya telah memperoleh perhatian
pemerintah Indonesia. Namun proses degradasi tersebut terus berlanjut, karena tidak
adanya keterpaduan tindak dan upaya yang dilakukan dari sektor atau pihak-pihak yang
berkepentingan dengan DAS.
Pendekatan menyeluruh pengelolaan DAS secara terpadu menuntut suatu
manajemen terbuka yang menjamin keberlangsungan proses koordinasi antara lembaga
terkait. Pendekatan terpadu juga memandang pentingnya peranan partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan DAS, mulai dari perencanaan, perumusan kebijakan, pelaksanaan dan
pemungutan manfaat.

419 | Komisi D: Kontribusi Bidang Pendidikan dalam Restorasi Sungai


Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS IX 2018 ISBN: 978-602-361-137-9
RESTORASI SUNGAI: TANTANGAN DAN SOLUSI
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Awalnya perencanaan pengelolaan DAS lebih banyak dengan pendekatan pada


faktor fisik dan bersifat sektoral. Namun sejak sepuluh tahun yang lalu telah dimulai dengan
pendekatan holistik, yaitu dengan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu, antara lain dimulai
di 12 DAS prioritas (Brantas, Solo, Jratunseluna, Serayu, Citanduy, Cimanuk, Citarum,
Ciliwung, Asahan, Batanghari, Billa Walanae, dan Sadang). Namun urutan prioritas tersebut
dikaji ulang, dengan pertimbangan seperti : (1) urutan DAS prioritas perlu disesuaikan
dengan pertimbangan teknik yang lebih maju dan pertimbangan kebijakan yang
berkembang pada saat ini; (2) pengelolaan DAS juga memerlukan asas legalitas yang kuat
dan mengikat bagi instansi terkait dalam berkoordinasi dan merencanakan kebijakan
pengelolaan DAS; dan (3) perubahan arah pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi.
Guna meningkatkan fungsi konservasi dari kawasan hutan tersebut perlu dilakukan
pengayaan dengan penanaman tanaman yang berfungsi sebagai penahan erosi permukaan
atau pun longsor. Jenis-jenis vegetasi yang dipilih adalah kaliandra, bambu dan rumput
gajah. Pemilihan jenis vegetasi tersebut dimaksudkan selain sebagai penahan erosi dan
longsor, juga ada manfaat ekonominya. Artinya, melalui kegiatan itu petani dapat
memperoleh sumber pendapatan. Selain itu, warga pun juga dapat mengembangkan lahan
itu sebagai budi daya perlebahan atau peternakan. Intinya, terhadap warga perlu dilakukan
pendekatan konservasi dan ekonomi.
Ukuran DAS memiliki variasi antara satu dengan yang lainnya. Ada yang memiliki
luas beberapa hektar saja hingga ribuan hektar. Secara administratif, batas DAS dapat
tercakup dalam satu wilayah kabupaten hingga melintasi batas propinsi bahkan negara.
Suatu DAS dapat terdiri dari beberapa Sub-DAS yang dapat dikelompokkan menjadi DAS
bagian hulu, DAS bagian Tengah dan DAS bagian Hilir. Daerah Aliran Sungai bagian hulu
berfungsi sebagai kawasan konservasi penyangga daerah tengah dan hilir. Daerah Aliran
Sungai bagian hulu memiliki ciri topografi yang relatif lebih tinggi berupa daerah
pegunungan dengan curah hujan yang tinggi. Kemudian bagian tengah merupakan daerah
peralihan antara hulu dan hilir. Sedangkan DAS bagian hilir dicirikan sebagai daerah yang
relatif landai dengan curah hujan yang rendah.
Kerusakan yang terjadi di bagian hulu Sungai citanduy didominasi oleh rendahnya
kepedulian masyarakat dan pemerintah sekitar terhadap kelestarian alam. Pendekatan
menyeluruh dan terpadu sangat diperlukan yakni pendekatan yang menuntut suatu
manajemen terbuka yang menjamin berlangsungnya proses koordinasi antara lembaga atau
instansi terkait, memandang pent-ingnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan DAS
(Direktorat Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2007). Salah satu upaya pendekatan
penyelesaian masalah DAS Citanduy yaitu melalui Pengembangan Ecovillage (Desa
Berbudaya Lingkungan).
Pengembangan Ecovillage diterapkan di level desa dengan pertimbangan desa
merupakan wilayah otonomi yang memiliki peran strategis dalam memeli-hara sumberdaya
alam, lingkungan, peninggalan berse-jarah, pengembangan ekonomi masyarakat, dan sosial
budaya. Sebagaimana Undang-Undang Desa No. 6 Ta-hun 2014, Pasal 1, “desa
merupakan wilayah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat
setempat ber-dasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan atau hak tradisional yang
diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Hal
ini berarti, potensi desa perlu dikelola secara bijak agar dapat memberikan dukungan
terhadap kehidupan secara berkelanjutan.

420 | Komisi D: Kontribusi Bidang Pendidikan dalam Restorasi Sungai


Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS IX 2018 ISBN: 978-602-361-137-9
RESTORASI SUNGAI: TANTANGAN DAN SOLUSI
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Peran serta masyarakat, pelaku usaha, tokoh agama, akademisi, lembaga swadaya
masyarakat, dan aparat pemerintah dalam membangun desa yang berwawasan lingkungan
merupakan kunci pengendalian kerusakan lingkungan. Dalam program pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan, terutama di perdesaan pengetahuan dan kearifan lokal
mengenai upaya kon-servasi dan peraturan yang mengatur perilaku anggota masyarakat
dalam pemeliharaan lingkungan hidup sangat menentukan tercapainya ecovillage (Johnson
et al., 2003 dalam Kusharto et al., 2012).
Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pengembangan ecovillage
di Desa Sindang Herang Kecamatan Panumbangan Kabupaten Ciamis dilihat dari 3 dimensi
yaitu ekologi, ekonomi dan sosial. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
rekomendasi pada pengembangan ecovillage di DAS Citarum selanjutnya dan dapat
mendukung pencapaian target Citarum BESTARI pada Tahun 2018.

METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Penelitian
dilakukan di Desa Sindang Herang Kecamatan Panumbangan Kabupaten Ciamis. Kajian ini
dilakukan melalui pengumpulan, pengolahan dan analisis data secara primer dan sekunder,
kaji literatur. Pada kajian ini, data dan informasi bersumber dari data dan kajian primer dan
sekunder yang selanjutnya dianalisa dengan menganalisa hasil survey lapangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Deskripsi Wilayah Penelitian
Daerah Aliran Sungai (DAS) Citanduy Citanduy adalah salah satu dari 40 DAS yang
ada di Provinsi Jawa Barat (yang teridentifikasi oleh Balai Pengelolaan DAS Cimanuk-
Citanduy). Secara geografis wilayah sungai Citanduy terletak pada posisi 108 0 04’ hingga
1090 30’ Bujur Timur (BT) dan 70 03’ hingga 70 52’ Lintang Selatan (LS). Pada musim
kemarau DAS bagian hulu ini masih dapat mencapai curah hujan 200 – 300 milimeter per
bulan. Wilayah Tasikmalaya dan Ciamis termasuk ke dalam wilayah sub DAS Citanduy hulu
yang saat ini kondisinya masih termasuk kategori kritis akibat degradasi yang menurunkan
kualitas lingkungan.
Wilayah dan Kondisi Biofisik DAS Citanduy Wilayah DAS Citanduy sendiri meliputi
sebagian besar Propinsi Jawa Barat dan sebagian kecil berada di Jawa Tengah. Berikut
tabel mengenai cakupan wilayah administrasi DAS Citanduy. Jika dikelompokkan menjadi
bagian hulu, tengah dan hilir, maka Sub DAS Citanduy Hulu, Sub DAS Cimuntur, Sub DAS
Cijolang merupakan DAS bagian hulu. Sub DAS Ciseel dan Cikawung termasuk DAS bagian
tengah. Sedangkan Sub DAS Segara Anakan dan sebagian Sub DAS Ciseel merupakan
DAS bagian hilir.
Perubahan penggunaan lahan yang terjadi di DAS mengindikasikan bahwa telah
terjadi proses penurunan kuantitas dan kualitas sumberdaya DAS. Seiring dengan
meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk, maka berbagai tatanan kehidupan pun ikut
berubah mengikuti perkembangan kebutuhan masyarakat. Dampak dari perubahan tersebut
ialah pola pemanfaatan sumber daya alam oleh masyarakat yang berada sekitar DAS.
Diantara perubahan-perubahan penggunaan lahan yang terjadi, perubahan yang paling
besar pengaruhnya terhadap kelestarian sumberdaya air adalah perubahan dari kawasan
hutan ke penggunaan lainnya seperti pertanian, perumahan ataupun industri. Keinginan
untuk memanfaatkan sumberdaya alam semaksimal mungkin untuk tujuan pertanian,

421 | Komisi D: Kontribusi Bidang Pendidikan dalam Restorasi Sungai


Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS IX 2018 ISBN: 978-602-361-137-9
RESTORASI SUNGAI: TANTANGAN DAN SOLUSI
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

umumnya membuat masyarakat kurang mengindahkan dampak lingkungan yang akan


muncul pada DAS.
Masyarakat yang cenderung mencari lahan-lahan yang relatif lebih subur, sehingga
banyak masyarakat sekitar DAS yang menggarap lahan di kawasan hutan atau pada lahan
dengan elevasi yang lebih tinggi. Perkembangan penduduk dan meningkatnya kebutuhan
tempat tinggal juga akan mendesak pola pemanfaatan lahan yang semakin luas sehingga
menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan. Hal ini karena pertambahan penduduk yang
begitu pesat tidak diikuti oleh luas DAS yang relatif tetap, dimana pertambahan jumlah
penduduk nantinya juga akan diikuti dengan peningkatan daerah terbangun. Bagian hulu
DAS yang merupakan kawasan penyangga bagi daerah hilir dan tengah harus tetap terjaga
kemampuan konservasinya. Kenyataan tersebut memiliki arti bahwa upaya konservasi tanah
dan konservasi air pada DAS hulu menjadi keharusan demi kelangsungan hidup penduduk
di sekitar DAS yang pada umumnya merupakan masyarakat tani yang sangat tergantung
dengan lahan pertanian, baik berupa kebun campuran maupun sawah.

Pelestarian Kawasan DAS Citanduy Melalui Program Ecovillage


Komitmen kelompok ecovillage dan warga masyarakat sangat diperlukan dalam
perbaikan lingkungan, karena komitmen merupakan kondisi psikologis yang mencirikan
hubungan antara individu dengan kelompok atau organisasi dan memiliki implikasi bagi
keputusan individu untuk tetap berada atau meninggalkan kelompok/organisasinya (Tobing,
2009). Selanjutnya, Porter et al. (1973) dalam Tobing (2009) mendefinisikan bahwa
komitmen organisasional sebagai kekuatan relatif individu terhadap suatu organisasi dan
keterlibatannya dalam organisasi tertentu, yang dicirikan oleh tiga faktor psikologis: (1)
Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi tertentu; (2) Keinginan untuk
berusaha sekuat tenaga demi organisasi; dan (3) Kepercayaan yang pasti dan penerimaan
terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.
Selanjutanya faktor pengungkit kedua dari dimensi sosial yang sama pentingnya
adalah partisipasi masyarakat dalam program lingkungan. Partisipasi dan keikutsertaan
kelompok dalam upaya perbaikan lingkungan menjadi energi yang mendorong bergeraknya
roda pembangunan atau kegiatan masyarakat dalam rangka mencapai tujuan atau untuk
memecahkan suatu masalah. Sebagaimana Soelaiman (1985) dalam Yulianti (2006)
menjelaskan bahwa Partisipasi masyarakat diartikan sebagai keterlibatan aktif warga
masyarakat, baik secara perorangan, kelompok atau kesatuan masyarakat dalam proses
pembuatan keputusan bersama, perencanaan dan pelaksanaan program dan pembangunan
masyarakat, yang dilaksanakan di dalam maupun diluar lingkungan masyarakat atas dasar
rasa kesadaran dan tanggungjawab. Ada 3 hal penting dalam partisipasi yaitu: (1) partisipasi
masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi,
kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program
pembangunan serta proyek-proyek akan gagal; (2) masyarakat akan lebih mempercayai
proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan
perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek tersebut dan
akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut; dan (3) merupakan suatu hak
demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat itu sendiri (Conyers,
1991).
Dalam pencapaian tujuan ecovillage selain partisipasi masyarakat juga diperlukan
kelembagaan yang mendukung lingkungan. Kelembagaan dan kebijakan selalu menjadi isu

422 | Komisi D: Kontribusi Bidang Pendidikan dalam Restorasi Sungai


Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS IX 2018 ISBN: 978-602-361-137-9
RESTORASI SUNGAI: TANTANGAN DAN SOLUSI
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

penting dalam pengelolaan lingkungan hidup dan pembangunan umumnya. Kebijakan yang
bagus tetapi dilandasi kelembagaan yang jelek akan membawa proses pem-bangunan
dengan hasil tidak maksimal. Demikian juga sebaliknya, kelembagaan yang bagus tetapi ke-
bijakannya tidak mendukung juga membuat tujuan pembangunan sulit dicapai sesuai
harapan. Menurut Ruttan dan Hayami, (1984) kelembagaan adalah aturan di dalam suatu
kelompok masyarakat atau organisasi yang menfasilitasi koordinasi antar anggotanya untuk
membantu mereka dengan harapan di mana setiap orang dapat bekerjasama atau
berhubungan satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan bersama yang di-inginkan.

Ecovillage dalam sebagai upaya Perubahan Perilau Masyarakat dalam mengelola


Lingkungan
Pengembangan ecovillage yang bertujuan pada merubah perilaku masyarakat
sudah terlihat, mengingat perubahan ekologi dan ekonomi memerlukan waktu dan proses
yang panjang. Peningkatan pendidikan dan kesadaran merupakan faktor kunci dalam
melakukan perubahan. Desa digunakan sebagai tempat implemen-tasi dan pusat
pendidikan bagi, masyarakat, organisasi dan pemerintah untuk transisi menuju tahap
keberlanju-tan. Dukungan perguruan tinggi dan dunia usaha dapat mendorong usaha
masyarakat dalam mewujudkan ecovillage. Pemeliharaan lingkungan melalui peran serta
masyarakat dan pengembangan usaha produktif di tingkat rumah tangga dapat dilakukan
melalui peran kepemimpinan dan partisipasi masyarakat (Kusharto et al., 2012). Selain itu,
ditegaskan oleh Kasper dan Streit (1998), keberlanjutan ecovillage ditentukan oleh be-
berapa hal, seperti kejelasan aturan dan dipatuhi masyarakat, lahan, pembiayaan, dan
keterjangkauan oleh seluruh masyarakat.
Dalam mencapai itu semua diperlukan peningkatan pemahaman atau pendidikan
lingkungan yang terus menerus dilakukan sampai masyarakat mempunyai karakter peduli
lingkungan. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan
Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang
terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-
norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. dengan tujuan (Desfandi,
2015).
Ecovillage merupakan kampung berbudaya lingkungan sehingga masyarakat dapat
mengelola lingkungan dengan kaidah keberlanjutan. Konservasi, pemanfaatan dan
pemulihan lingkungan menjadi fokus dalam program ecovillage. Salah satu kampung yang
menerapkan ecovillage yaitu terdapat di kampung/dusun Warudoyong RT 03 RW 03 Desa
Sindangherang Kecamatan Panumbangan Kabupaten Ciamis. Nama ecovillage di kampung
ini adalah Gaur Citanduy. Kampung ini merupakan salah satu percontohan ecovillage
karena tahun 2018 berhasil menyabet juara 1 tingkat Jawa Barat dalam segi lingkungan.
Even ini akan dilanjutkan pada bulan mendatang untuk tingkat Nasional. Sebenarnya
program ecovillage ini mencakup 4 kampung/dusun, yaitu :
1. Dusun Warudoyong
2. Dusun Bungursari
3. Dusun Landeuh
4. Dusun Tenjolaya (Fokus pada Kampung KB)
Kampung yang menjadi basis inti ecovillage yaitu di kampung/dusun Warudoyong.
Penggagas ecovillage dari kampung ini yaitu Bapak Yudis yang merupakan ketua RT 03.
Program-program unggulan diantaranya :

423 | Komisi D: Kontribusi Bidang Pendidikan dalam Restorasi Sungai


Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS IX 2018 ISBN: 978-602-361-137-9
RESTORASI SUNGAI: TANTANGAN DAN SOLUSI
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

1. Bank sampah
2. Penanaman sayuran di pekarangan
3. Gotong royong
4. Pengelolaan teras sungai Citanduy
Dalam melaksnakan program ecovillage ini, masyarakat memberi peran besar untuk
keberhasilan. Masyarakat mampu berinteraksi dengan lingkungan sehingga sadar terhadap
kelestarian lingkungan. Apabila ada hal-hal yang tidak dapat dipecahkan oleh masyarakat
maka dinas terkait atau pemerintahan setempat dapat memfasilitasi kebutuhan masyarakat.
Fokus yang diperhatikan pada ecovillage ini, yaitu :
1. Sampah
2. Sungai
3. Lingkungan
4. Iklim
Sebagaimana diungkapkan diatas, dari ketiga dimensi terlihat bahwa pada dimensi
ekologi ada empat atribut yang menjadi faktor pengungkit dan “pembuangan limbah
pertanian” memiliki pengaruh sangat besar dibanding atribut yang lainnya. Hal ini dapat
diinterpretasikan bahwa atribut “pembuangan limbah pertanian” berpengaruh sangat besar
terhadap sustainability dari sisi ekologi. Sedangkan dari sisi dimensi ekonomi, terlihat bahwa
ada tiga atribut sebagai faktor pengungkit dan atribut “dukungan masyarakat terhadap
penjualan produk daur ulang” berpengaruh dominan terhadap sustainability dari sisi
ekonomi. Sedangkan dari dari sisi dimensi sosial ada empat atribut yang menjadi faktor
pengungkit dan atribut “komitmen bersama dalam perbaikan lingkungan” memiliki pengaruh
sangat besar dibanding atribut lainnya. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa atribut
“komitmen bersama dalam perbaikan lingkungan” berpengaruh sangat besar terhadap
sustainability dari sisi sosial.

Kampung Eco-Village

Bank Sampah

424 | Komisi D: Kontribusi Bidang Pendidikan dalam Restorasi Sungai


Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS IX 2018 ISBN: 978-602-361-137-9
RESTORASI SUNGAI: TANTANGAN DAN SOLUSI
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Teras Sungai Ci Tanduuy

Gambar 1. Kawasan Daerah Penelitian

Skinner dalam Notoatmodjo (2007:133) merumuskan bahwa perilaku dari luar yaitu
perilaku yang terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian
organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus-
Organisme-Respons. Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus dibedakan menjadi dua
yaitu :
 Perilaku tertutup (covert behavior), Respons seseorang terhadap stimulus dalam
bentuk terselubung atau tertutup (covert).
 Perilaku terbuka (overt behavior), Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk
tindakan nyata atau terbuka.
Menurut (Notoatmodjo, 2007:178) perilaku manusia berangkat dari tingkat
kesehatan. Bahkan kesehatan masarakat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor perilaku
dan faktor di luar perilaku. Perilaku itu sendiri ditentukan dari tiga faktor berikut :
 Faktor predisposisi (Predisposing Factor) yang terwujud dari pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai dsb.
 Faktor pendukung (Enabling Factor) yang terwujud dalam lingkup fisik, tersedianya
fasilitas dan sarana kesehatan misalnya puskesmas, obat-obatan, media informasi,
sarana pendidikan, buku-buku dsb.
 Faktor penguat (Reinforcing Factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas
kesehatan.
Anggota masyarakat yang harus bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan
hidup yang ada di sekelilingnya seperti yang dikemukakan dalam Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup pasal 6 dan 7
yaitu :
1) Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta
mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
2) Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan berkewajiban memberikan
informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup.
3) Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan
dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Perilaku individu tidak timbul dengan sendirinya tetapi sebagai akibat dari stimulus
yang diterima individu baik berupa stimulus eksternal maupun stimulus internal. Namun
demikian sebagian besar dari perilaku individu itu merupakan respons terhadap stimulus
eksternal. Kaum behavioristis memandang bahwa perilaku sebagai respons terhadap
stimulus sangat ditentukan oleh keadaan stimulusnya dan individu seakan-akan tidak

425 | Komisi D: Kontribusi Bidang Pendidikan dalam Restorasi Sungai


Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS IX 2018 ISBN: 978-602-361-137-9
RESTORASI SUNGAI: TANTANGAN DAN SOLUSI
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

mempunyai kemampuan untuk menentukan perilakunya, hubungan stimulus respons


dengan demikian bersifat mekanistis.
Berbeda dengan faham yang dianut kaum behaviorist, faham kognitivistis
memandang perilaku individu sebagai respons dari stimulus, namun dalam diri individu itu
ada kemampuan untuk menentukan perilaku yang diambilnya. Ini berarti individu berada
dalam keadaan aktif untuk menentukan perilaku yang diambilnya. Hubungan stimulus
dengan respons tidak berlangsung secara otomatis, tetapi individu berperanan dalam
menentukan perilakunya.
Perilaku, lingkungan dan individu saling berinteraksi satu dengan yang lain, ini berarti
bahwa perilaku individu dapat mempengaruhi individu itu sendiri, dan dapat mempengaruhi
lingkungannya, demikian pula sebaliknya lingkungan dapat mempengaruhi individu.
Salah satu karakteristik perilaku manusia yang menarik adalah sifat diferensialnya,
maksudnya satu stimulus dapat menimbulkan lebih dari satu respons yang berbeda dan
beberapa stimulus yang berbeda dapat menimbulkan satu respons yang sama.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kajian keberlanjutan
pengembangan ecovillage di DAS Citanduy Hulu mempunyai nilai cukup berkelanjutan baik
itu pada dimensi ekologi, ekonomi maupun dimensi sosial.
Faktor pengungkit (leverage factor) yang dominan dari masing-masing dimensi
adalah sebagai berikut: dimensi ekologi yaitu pembuangan limbah pertanian; dimensi
ekonomi yaitu dukungan masyarakat terhadap penjualan produk daur ulang; dan dimensi
sosial yaitu komitmen bersama dalam perbaikan lingkungan. Faktor pengungkit yang ada
dimasing-masing dimensi dapat dijadikan kunci dalam penyusunan strategi keberlanjutan
pengembangan ecovillage yang akan datang.

PENGHARGAAN
Kami mengucapkan terimaksih kepada kader ecovillage yang telah bersedia
meluangkan waktunya mendukung penelitian ini.

REFERENSI
Azwar, Saifuddin. 2012. Sikap Manusia : Teori dan Pengukurannya. Edisi ke-2. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Chiras, Daniel D. 1991. Environmental Science: Action for a sustainable Future. California :
The Benjamin/Cumings Pub. Co. inc.
Depdiknas. 2003. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
nasional
Fadjarajani, Siti. 2013. Zonasi dan Pemanfaatan Bukit Sepuluh Ribu Kota Tasikmalaya.
(Dalam Prosiding PIT IGI (Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Geograf Indonesia
Tahun 2013 hal. 466 – 477)
Hasan, M. Iqbal. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta:
Ghalia Indonesia. Iskandar, Jusman (2012) Metode Penelitian Administrasi.
Bandung : Puspaga
Malik, Yakub. 2001. Konservasi_Perbukitan_Sepuluh_Ribu_ (Ten_Thousand_Hills).
Tersedia di: http://file.upi.edu/browse.php?dir=Direktori/FPIPS/. (Selasa, 25 Januari
2013)

426 | Komisi D: Kontribusi Bidang Pendidikan dalam Restorasi Sungai


Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS IX 2018 ISBN: 978-602-361-137-9
RESTORASI SUNGAI: TANTANGAN DAN SOLUSI
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Mantra, Ida Bagoes. 2011. Demografi Umum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


Munir, Moch. 2003. Geologi Lingkungan. Malang: Bayumedia
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Jakarta: Rineka Cipta.
Prawironegoro, Darsono. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta: Nusantara Consulting.
Raharja, Prathama 2006 Teori Ekonomi Mikro Suatu Pengantar. Jakarta : Penerbit Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Rochmad. 2012. Revisi Taksonomi Bloom (a Revision of Bloom’s Taxonomy). Semarang:
Unnes.
Ruseffendi. 2010. Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya.
Bandung : Tarsito.
Sagala. 2012. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1987. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES
Soemarwoto, Otto. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Jakarta:
Djembatan.

Soemarwoto, Otto. 2005. Atur-Diri-Sendiri Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup.


Yogyakarta: Gadjahmada University Press..
Soemirat. 2011. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Sugiyono. 2003. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, kulaitatif dan R&D, Bandung : Alpfabeta
Sumaatmadja, Nursid. 1988. Studi Geografi Suatu Pendekatan dan Analisa Keruangan.
Bandung: Alumni.
Sya, Ahman. 2004. Bukit Sepuluh Ribu Tasikmalaya. Tasikmalaya: CV Gadjah Poleng.
Wawan dan Dewi. (2010). Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika

427 | Komisi D: Kontribusi Bidang Pendidikan dalam Restorasi Sungai

Anda mungkin juga menyukai