ABSTRAK
Ecovillage adalah desa/kampung berbudaya lingkungan dimana masyarakatnya mampu
mengelola lingkungannya sesuai dengan kaidah keberlanjutan meliputi konservasi,
pemanfaatan dan pemulihan lingkungan. Ecovillge sebagai bentuk interaksi manusia
terhadap lingkungan untuk mencapai kehidupan berkelanjutan dan lestari. Kegiatan
pengembangan Desa/Kampung Berbudaya Lingkungan (Ecovillage) di Kecamatan
Panumbangan Kabupaten Ciamis dimaksudkan agar masyarakat mengetahui, memahami
dan menguasai persoalan, potensi dan kebutuhan kawasan sekitar dengan metode hadap-
masalah, masyarakat sekitar dapat mencari alternatif pemecahan masalah yang relatif
mudah dilaksanakan secara swadaya (partisipati). Tujuan dari pengembangan Ecovillage ini
adalah dapat memfasilitasi masyarakat di Kecamatan Panumbangan Kecamatan Ciamis
untuk mengelola DAS Citanduy supaya terjaga kelestariannya. Dengan adanya penerapan
konsep Ecovillage di Kecamatan Panumbangan Kabupaten Ciamis dapat terlihat : perilaku
masyarakat dalam mewujudkan lingkungan lebih baik, gotong royong masyarakat mulai
terbentuk, adanya rasa dan sikap yang mandiri melalui swadaya masyarakat salah satunya
dengan membentuk Bank Sampah.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagian besar kawasan hutan yang berada pada aliran utama daerah aliran sungai
(DAS) Citanduy hulu semakin menyusut akibat ulah manusia. Kerusakan ekosistem
lingkungan akibat penebangan hutan dan budi daya pertanian yang tidak mengikuti kaidah-
kaidah konservasi dituding sebagai penyebab terjadinya erosi. Tiadanya perubahan sikap
dalam menggarap tutupan lahan, lebih memperparah tingginya laju. Karenanya, perlu
kegiatan peningkatan kualitas sempadan sungai pada daerah aliran sungai Citanduy hulu
yang berada dalam kawasan hutan.
Sejak tahun 1970-an degradasi DAS berupa lahan gundul tanah kritis, erosi pada
lereng-lereng curam baik yang digunakan untuk pertanian maupun untuk penggunaan lain
seperti permukiman dan pertambangan, sebenarnya telah memperoleh perhatian
pemerintah Indonesia. Namun proses degradasi tersebut terus berlanjut, karena tidak
adanya keterpaduan tindak dan upaya yang dilakukan dari sektor atau pihak-pihak yang
berkepentingan dengan DAS.
Pendekatan menyeluruh pengelolaan DAS secara terpadu menuntut suatu
manajemen terbuka yang menjamin keberlangsungan proses koordinasi antara lembaga
terkait. Pendekatan terpadu juga memandang pentingnya peranan partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan DAS, mulai dari perencanaan, perumusan kebijakan, pelaksanaan dan
pemungutan manfaat.
Peran serta masyarakat, pelaku usaha, tokoh agama, akademisi, lembaga swadaya
masyarakat, dan aparat pemerintah dalam membangun desa yang berwawasan lingkungan
merupakan kunci pengendalian kerusakan lingkungan. Dalam program pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan, terutama di perdesaan pengetahuan dan kearifan lokal
mengenai upaya kon-servasi dan peraturan yang mengatur perilaku anggota masyarakat
dalam pemeliharaan lingkungan hidup sangat menentukan tercapainya ecovillage (Johnson
et al., 2003 dalam Kusharto et al., 2012).
Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pengembangan ecovillage
di Desa Sindang Herang Kecamatan Panumbangan Kabupaten Ciamis dilihat dari 3 dimensi
yaitu ekologi, ekonomi dan sosial. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
rekomendasi pada pengembangan ecovillage di DAS Citarum selanjutnya dan dapat
mendukung pencapaian target Citarum BESTARI pada Tahun 2018.
METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Penelitian
dilakukan di Desa Sindang Herang Kecamatan Panumbangan Kabupaten Ciamis. Kajian ini
dilakukan melalui pengumpulan, pengolahan dan analisis data secara primer dan sekunder,
kaji literatur. Pada kajian ini, data dan informasi bersumber dari data dan kajian primer dan
sekunder yang selanjutnya dianalisa dengan menganalisa hasil survey lapangan.
penting dalam pengelolaan lingkungan hidup dan pembangunan umumnya. Kebijakan yang
bagus tetapi dilandasi kelembagaan yang jelek akan membawa proses pem-bangunan
dengan hasil tidak maksimal. Demikian juga sebaliknya, kelembagaan yang bagus tetapi ke-
bijakannya tidak mendukung juga membuat tujuan pembangunan sulit dicapai sesuai
harapan. Menurut Ruttan dan Hayami, (1984) kelembagaan adalah aturan di dalam suatu
kelompok masyarakat atau organisasi yang menfasilitasi koordinasi antar anggotanya untuk
membantu mereka dengan harapan di mana setiap orang dapat bekerjasama atau
berhubungan satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan bersama yang di-inginkan.
1. Bank sampah
2. Penanaman sayuran di pekarangan
3. Gotong royong
4. Pengelolaan teras sungai Citanduy
Dalam melaksnakan program ecovillage ini, masyarakat memberi peran besar untuk
keberhasilan. Masyarakat mampu berinteraksi dengan lingkungan sehingga sadar terhadap
kelestarian lingkungan. Apabila ada hal-hal yang tidak dapat dipecahkan oleh masyarakat
maka dinas terkait atau pemerintahan setempat dapat memfasilitasi kebutuhan masyarakat.
Fokus yang diperhatikan pada ecovillage ini, yaitu :
1. Sampah
2. Sungai
3. Lingkungan
4. Iklim
Sebagaimana diungkapkan diatas, dari ketiga dimensi terlihat bahwa pada dimensi
ekologi ada empat atribut yang menjadi faktor pengungkit dan “pembuangan limbah
pertanian” memiliki pengaruh sangat besar dibanding atribut yang lainnya. Hal ini dapat
diinterpretasikan bahwa atribut “pembuangan limbah pertanian” berpengaruh sangat besar
terhadap sustainability dari sisi ekologi. Sedangkan dari sisi dimensi ekonomi, terlihat bahwa
ada tiga atribut sebagai faktor pengungkit dan atribut “dukungan masyarakat terhadap
penjualan produk daur ulang” berpengaruh dominan terhadap sustainability dari sisi
ekonomi. Sedangkan dari dari sisi dimensi sosial ada empat atribut yang menjadi faktor
pengungkit dan atribut “komitmen bersama dalam perbaikan lingkungan” memiliki pengaruh
sangat besar dibanding atribut lainnya. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa atribut
“komitmen bersama dalam perbaikan lingkungan” berpengaruh sangat besar terhadap
sustainability dari sisi sosial.
Kampung Eco-Village
Bank Sampah
Skinner dalam Notoatmodjo (2007:133) merumuskan bahwa perilaku dari luar yaitu
perilaku yang terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian
organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus-
Organisme-Respons. Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus dibedakan menjadi dua
yaitu :
Perilaku tertutup (covert behavior), Respons seseorang terhadap stimulus dalam
bentuk terselubung atau tertutup (covert).
Perilaku terbuka (overt behavior), Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk
tindakan nyata atau terbuka.
Menurut (Notoatmodjo, 2007:178) perilaku manusia berangkat dari tingkat
kesehatan. Bahkan kesehatan masarakat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor perilaku
dan faktor di luar perilaku. Perilaku itu sendiri ditentukan dari tiga faktor berikut :
Faktor predisposisi (Predisposing Factor) yang terwujud dari pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai dsb.
Faktor pendukung (Enabling Factor) yang terwujud dalam lingkup fisik, tersedianya
fasilitas dan sarana kesehatan misalnya puskesmas, obat-obatan, media informasi,
sarana pendidikan, buku-buku dsb.
Faktor penguat (Reinforcing Factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas
kesehatan.
Anggota masyarakat yang harus bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan
hidup yang ada di sekelilingnya seperti yang dikemukakan dalam Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup pasal 6 dan 7
yaitu :
1) Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta
mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
2) Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan berkewajiban memberikan
informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup.
3) Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan
dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Perilaku individu tidak timbul dengan sendirinya tetapi sebagai akibat dari stimulus
yang diterima individu baik berupa stimulus eksternal maupun stimulus internal. Namun
demikian sebagian besar dari perilaku individu itu merupakan respons terhadap stimulus
eksternal. Kaum behavioristis memandang bahwa perilaku sebagai respons terhadap
stimulus sangat ditentukan oleh keadaan stimulusnya dan individu seakan-akan tidak
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kajian keberlanjutan
pengembangan ecovillage di DAS Citanduy Hulu mempunyai nilai cukup berkelanjutan baik
itu pada dimensi ekologi, ekonomi maupun dimensi sosial.
Faktor pengungkit (leverage factor) yang dominan dari masing-masing dimensi
adalah sebagai berikut: dimensi ekologi yaitu pembuangan limbah pertanian; dimensi
ekonomi yaitu dukungan masyarakat terhadap penjualan produk daur ulang; dan dimensi
sosial yaitu komitmen bersama dalam perbaikan lingkungan. Faktor pengungkit yang ada
dimasing-masing dimensi dapat dijadikan kunci dalam penyusunan strategi keberlanjutan
pengembangan ecovillage yang akan datang.
PENGHARGAAN
Kami mengucapkan terimaksih kepada kader ecovillage yang telah bersedia
meluangkan waktunya mendukung penelitian ini.
REFERENSI
Azwar, Saifuddin. 2012. Sikap Manusia : Teori dan Pengukurannya. Edisi ke-2. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Chiras, Daniel D. 1991. Environmental Science: Action for a sustainable Future. California :
The Benjamin/Cumings Pub. Co. inc.
Depdiknas. 2003. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
nasional
Fadjarajani, Siti. 2013. Zonasi dan Pemanfaatan Bukit Sepuluh Ribu Kota Tasikmalaya.
(Dalam Prosiding PIT IGI (Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Geograf Indonesia
Tahun 2013 hal. 466 – 477)
Hasan, M. Iqbal. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta:
Ghalia Indonesia. Iskandar, Jusman (2012) Metode Penelitian Administrasi.
Bandung : Puspaga
Malik, Yakub. 2001. Konservasi_Perbukitan_Sepuluh_Ribu_ (Ten_Thousand_Hills).
Tersedia di: http://file.upi.edu/browse.php?dir=Direktori/FPIPS/. (Selasa, 25 Januari
2013)