Anda di halaman 1dari 19

BAB I

Landasan Teori
A. Pengertian
Pleural effusion occurs when too much fluid collects in the pleural space (the space between the two
layers of the pleura). It is commonly known as “water on the lungs.” It is characterized by shortness of
breath, chest pain, gastric discomfort (dyspepsia), and cough.
Efusi pleura adalah akumulasi cairan yang berlebihan pada rongga pleura, cairan tersebut mengisi
ruangan yang mengelilingi paru. Cairan dalam jumlah yang berlebihan dapat mengganggu pernapasan
dengan membatasi peregangan paru selama inhalasi. Efusi pleura adalah adanya cairan di rongga
pleura>15, akibat ketidak seimbangan gaya starling. (Liza, 2008).
Efusi pleura adalah akumulasi cairan yang berlebihan pada rongga pleura, cairan tersebut mengisi
ruangan yang mengelilingi paru. Cairan dalam jumlah yang berlebihan dapat mengganggu pernapasan
dengan membatasi peregangan paru selama inhalasi. (Anita, 2008)
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat cairan berlebihan di rongga pleura, dimana kondisi
ini jika dibiarkan akan membahayakan jiwa penderitanya (John Gibson, MD, 1995, Waspadji Sarwono
(1999, 786)
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam kavum pleura
diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat (
Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 1994, 111).
Terdapat empat tipe cairan yang dapat ditemukan pada efusi pleura
1.Cairan serus (hidrothorax)
2.Darah (hemothotaks)
3.Chyle (chylothoraks)
4.Nanah (pyothoraks atau empyema)
Hemotoraks (darah di dalam rongga pleura) biasanya terjadi karena cedera di dada.
Penyebab lainnya adalah:
- pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura
- kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta) yang kemudian mengalirkan
darahnya ke dalam rongga pleura
- gangguan pembekuan darah.
Darah di dalam rongga pleura tidak membeku secara sempurna, sehingga biasanya mudah dikeluarkan
melelui sebuah jarum atau selang.

Empiema (nanah di dalam rongga pleura) bisa terjadi jika pneumonia atau abses paru menyebar ke
dalam rongga pleura.
Empiema bisa merupakan komplikasi dari:
- Pneumonia
- Infeksi pada cedera di dada
- Pembedahan dada
- Pecahnya kerongkongan
- Abses di perut.
Kilotoraks (cairan seperti susu di dalam rongga dada) disebabkan oleh suatu cedera pada saluran getah
bening utama di dada (duktus torakikus) atau oleh penyumbatan saluran karena adanya tumor.

Rongga pleura yang terisi cairan dengan kadar kolesterol yang tinggi terjadi karena efusi pleura
menahun yang disebabkan oleh tuberkulosis atau artritis rematoid.

B. Etiologi
Penyebab paling sering efusi pleura transudatif di USA adalah oleh karena penyakit gagal jantung kiri,
emboli paru, dan sirosis hepatis, sedangkan penyebab efusi pleura eksudatif disebabkan oleh
pneumonia bakteri, keganasan (ca paru, ca mamma, dan lymphoma merupakan 75 % penyebab efusi
pleura oleh karena kanker), infeksi virus.
Tuberkulosis paru merupakan penyebab paling sering dari efusi pleura di Negara berkembang termasuk
Indonesia. Selain TBC, keadaan lain juga menyebabkan efusi pleura seperti pada penyakit autoimun
systemic lupus erythematosus (SLE), perdarahan (sering akibat trauma). Efusi pleura jarang pada
keadaan rupture esophagus, penyakit pancreas, anses intraabdomen, rheumatoid arthritis, sindroma
Meig (asites, dan efusi pleura karena adanya tumor ovarium).
Dalam keadaan normal, cairan pleura dibentuk dalam jumlah kecil untuk melumasi permukaan pleura
(pleura adalah selaput tipis yang melapisi rongga dada dan membungkusparu-paru).
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik,
kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :
Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
Penurunan tekanan osmotic koloid darah
Peningkatan tekanan negative intrapleural
Adanya inflamasi atau neoplastik pleura

Bisa terjadi 2 jenis efusi yang berbeda:


1.Efusi pleura transudativa, biasanya disebabkan oleh suatu kelainan pada tekanan normal di dalam
paru-paru. Jenis efusi transudativa yang paling sering ditemukan adalah gagal jantung kongestif.
2.Efusi pleura eksudativa terjadi akibat peradangan pada pleura, yang seringkali disebabkan oleh
penyakit paru-paru. Kanker, tuberkulosis dan infeksi paru lainnya, reaksi obat, asbetosis dan sarkoidosis
merupakan beberapa contoh penyakit yang bisa menyebabkan efusi pleura eksudativa.
Penyebab lain dari efusi pleura adalah:
 Gagal jantung
 Kadar protein darah yang rendah
 Sirosis
 Pneumonia
 Blastomikosis
 Koksidioidomikosis
 Tuberkulosis
 Histoplasmosis
 Kriptokokosis
 Abses dibawah diafragma
 Artritis rematoid
 Pankreatitis
 Emboli paru
 Tumor
 Lupus eritematosus sistemik
 Pembedahan jantung
 Cedera di dada
 Obat-obatan (hidralazin, prokainamid, isoniazid, fenitoin,klorpromazin, nitrofurantoin, bromokriptin,
dantrolen, prokarbazin)
Pemasanan selang untuk makanan atau selang intravena yang kurang baik.

C. Patofisiologi
Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura
parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan
hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru
dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase
cairan disini mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan antara produksi
dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotic
(hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Atas dasar kejadiannya efusi dapat
dibedakan atas transudat dan eksudat pleura. Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena
bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic
koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar
langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung
banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat
jenisnya rendah.
• Dalam keadaan normal hanya terdapat 1020ml cairan di dalam rongga pleura •Jumlahcairan di rongga
pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cmH2O.•Akumulasi cairan
pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia
dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses keradaganatauneoplasma, bertambahnya
tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan negaintra pleura apabila terjadi atelektasis
paru.(Alsagaf H, MuktiA ,1995, 145).
• Effusi pleura berarti terjadipengumpulan sejumlah besarcairanbebasdalamkavumpleura.

D. Tanda dan Gejala


Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup
banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis
(pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural
yang signifikan.
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan
berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba
dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk
garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis
Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi
lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya sudut
kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin
terdapat pergeseran di mediatinum.
Ultrasonografi
Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan, sitologi,
berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati
cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks).
Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).
Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam (untuk TBC),
hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat dehidrogenase (LDH),
protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.
Biopsi pleura mungkin juga dilakukan

F. Penatalaksanaan medis
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan
kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik
ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).
Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna keperluan
analisis dan untuk menghilangkan disneu.
Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari tatau minggu,
torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan kadang
pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada dengan drainase
yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasiruang pleura dan
pengembangan paru.
Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang pleura untuk
mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah plerektomi, dan
terapi diuretic.
Efusi karena gagal jantung :
1.Diuretik
2.Torakosentesis diagnostik bila:
a.Efusi unilateral
b.Efusi menetap dengan trapi diuretik
c.Efusi bilateral,ketinggian cairan berbeda bermakna
d.Efusi+febris
e.Efusi+nyeri dada pleuritik
Efusi pleura karena pleuritis tuberkulosis
Obat anti tuberkulosis(minimal 9 bulan)+ kortikosteroid dosis 0,75-1mg/kg BB/ Hari selama 2-3 minggu,
setelah ada responsditurunkanbertahap+torakosentesisterapeutik, bila sesak atau efusi>tinggi dari sel
iga,
Efusi pleura keganasan Drainase dengan kandidat yang baik untuk pleuro disisialah .Terapi kangker
parua.Kemoterapi sistemik pada limfoma,kanker mammae dan karsinoma paru small cellb.Radioterpi
pada limfoma

G. Pemeriksaan Diagnostik
Rontgendada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura,
yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
CTscandada7y
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya pneumonia,
abses paru atau tumor
USGdada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa
dilakukan pengeluaran cairan.
Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap
contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang
dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana contoh
lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi
pleura tetap tidak dapat ditentukan.
 Analisa cairan pleura
Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul.
Analisa cairan pleura
Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di konfirmasi dengan foto
thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral decubitus dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura
sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak cairan dalam rongga
pleura sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan adanya
sudut costophreicus yang tidak tajam.
Bila efusi pleura telah didiagnosis, penyebabnya harus diketahui, kemudian cairan pleura diambil
dengan jarum, tindakan ini disebut thorakosentesis. Setelah didapatkan cairan efusi dilakukan
pemeriksaan seperti:
1. Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH), albumin, amylase, pH, dan glucose
2. Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui kemungkinan terjadi infeksi
bakteri
3. Pemeriksaan hitung sel
4. Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan
Langkah selanjutnya dalam evaluasi cairan pleura adalah untuk membedakan apakan cairan tersebut
merupakan cairan transudat atau eksudat. Efusi pleura transudatif disebabkan oleh faktor sistemik yang
mengubah keseimbangan antara pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Misalnya pada keadaan
gagal jantung kiri, emboli paru, sirosis hepatis. Sedangkan efusi pleura eksudatif disebabkan oleh faktor
local yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Efusi pleura eksudatif biasanya
ditemukan pada Tuberkulosis paru, pneumonia bakteri, infeksi virus, dan keganasan
H. Diagnosis
Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di konfirmasi dengan foto
thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral decubitus dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura
sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak cairan dalam rongga
pleura sebanya 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan adanya sudut costophreicus yang
tidak tajam. Apabila cairan yang terakumulasi lebih dari 500 ml, biasanya akan menunjukkan gejala klinis
seperti penurunan pergerakan dada yang terkena efusi pada saat inspirasi, pada pemeriksaan perkusi
didapatkan dullness/pekak, auskultasi didapatkan suara pernapasan menurun, dan vocal fremitus yang
menurun.
Bila efusi pleura telah didiagnosis, penyebabnya harus diketahui, kemudian cairan pleura diambil
dengan jarum, tindakan ini disebut thorakosentesis. Setelah didapatkan cairan efusi dilakukan
pemeriksaan seperti:
1. Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH), albumin, amylase, pH, dan glucose
2. Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui kemungkinan terjadi infeksi
bakteri
3. Pemeriksaan hitung sel
4. Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan
Langkah selanjutnya dalam evaluasi cairan pleura adalah untuk membedakan apakan cairan tersebut
merupakan cairan transudat atau eksudat. Efusi pleura transudatif disebabkan oleh faktor sistemik yang
mengubah keseimbangan antara pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Misalnya pada keadaan
gagal jantung kiri, emboli paru, sirosis hepatis. Sedangkan efusi pleura eksudatif disebabkan oleh faktor
local yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Efusi pleura eksudatif biasanya
ditemukan pada Tuberkulosis paru, pneumonia bakteri, infeksi virus, dan keganasan

I. Komplikasi
Efusi pleura berulang, epiema, gagal nafas
a.Angka harapan hidup:minimal beberapa bulan
b.Terjadi rekurens yang cepat
c.Pasien tidak debilitasi
d.Cairan pleura dengan PH>7,3
e.Alternatif pasien yang tidak dapat dilakukan plurodesis ialah pleuroperitoneal shunt
Dengan membesarnya efusi akan terjadi restriksi ekspansi paru dan pasien mungkin mengalami
1.Dispneu bervariasi
2.Nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi sekunder akibat penyakit pleura
3.Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi
4.Ruang interkostal menonjol (efusi yang berat)
5.Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena
6.Perkusi meredup di atas efusi pleura
7.Egofoni di atas paru-paru yang tertekan dekat efusi
8.Suara nafas berkurang di atas efusi pleura
9.Fremitus vokal dan raba berkurang

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN EFUSI PLEURA

A. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama
atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
• Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat
ke rumah sakit.
• Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa : sesak nafas, rasa berat pada
dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk
dan bernafas serta batuk non produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
• Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tandatanda seperti batuk, sesak
nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya.
• Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk
menurunkanatau menghilangkan keluhankeluhannya tersebut.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
• Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti TBC paru, pneumoni, gagal jantung,
trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor
predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
>Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakitpenyakit yang disinyalir
sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya
f. Riwayat Psikososial
>Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana
perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
g. Pengkajian Pola Fungsi
1.Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
• Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang
kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan.
• Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan penggunaan obat-obatan bias
menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.

2.Pola nutrisi dan metabolisme


• Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi badan dan
berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien,
• Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi pleura
akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur
abdomen.
• Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi pleura keadaan
umumnyalemah.
3.Pola eliminasi
• Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah
MRS.
• Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan
menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan
peristaltik otot-otot tractus degestivus.
4.Pola aktivitas dan latihan
• Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi
• Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
• Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada.
• Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu
oleh perawat dan keluarganya.
5. Pola tidur dan istirahat
• Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan
kebutuhan tidur dan istitahat
• Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan
rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
6.Pola hubungan dan peran
• Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan
peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai
seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya.
• Disamping itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami perubahan dan semua itu
mempengaruhi hubungan interpersonal pasien. Pola persepsi dan konsep diri
•Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah.
• Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Pasien mungkin akan
beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan.
• Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap dirinya
7.Pola sensori dan kognitif
• Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga
dengan proses berpikirnya.
8.Pola reproduksi seksual
• Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan terganggu untuk sementara
waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.
9.Pola penanggulanganstress
• Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress dan mungkin pasien
akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap
lebih tahu mengenai penyakitnya.
10. Pola tatanilai dan kepercayaan
• Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan menganggap
bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan.

h. Pemeriksaan Fisik
• Status Kesehatan Umum
• Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas,
bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien.
• Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan pasien.
Sistem Respirasi
Inspeksi
• Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga mendatar, ruang antar iga
melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra
lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya
dyspneu.
• Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu
pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
• Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh
rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke
medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di
bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
• Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke atas makin
tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda
tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan.
• Ditambah lagi dengan tanda i – e artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan
terdengar suara e sengau, yang disebut egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 1994,
79)

Sistem Cardiovasculer
• Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5 pada linea medio
claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran
jantung.
• Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan
teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictuscordis.
• Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan
untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
• Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III
yang merupakan gejala payah jantung serta
adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.

Sistem Pencernaan
• Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau
tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan
atau massa.
• Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya
5-35kali per menit.
• Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah
massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba.
• Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak
(hepar, asites, vesikaurinarta, tumor).

Sistem Neurologis
• Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah
composmentis atau somnolen atau comma
• Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.
• Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
Sistem Muskuloskeletal
• Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial • Palpasi pada kedua ekstremetas untuk
mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan
capillary refiltime.
• Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri
dan kanan.

Sistem Integumen
• Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit, pada Px dengan
effuse biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport O2.
• Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian texture
kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang,

B. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


1. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan), gangguan
musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh : dispneu, takipneu, perubahan kedalaman pernapasan, penggunaan otot
aksesori, gangguan pengembangan dada, sianosis, GDA taknormal.
Tujuan : pola nafas efektif
Kriteria hasil :
- Menunjukkan pola napas normal/efektif dng GDA normal
- Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia
Intervensi :
Identifikasi etiologi atau factor pencetus
Evaluasi fungsi pernapasan (napas cepat, sianosis, perubahan tanda vital)
Auskultasi bunyi napas
Catat pengembangan dada dan posisi trakea, kaji fremitus.
Pertahankan posisi nyaman biasanya peninggian kepala tempat tidur
Bila selang dada dipasang :
a. periksa pengontrol penghisap, batas cairan
b. Observasi gelembung udara botol penampung
c. Klem selang pada bagian bawah unit drainase bila terjadi kebocoran
d. Awasi pasang surutnya air penampung
e. Catat karakter/jumlah drainase selang dada.
Berikan oksigen melalui kanul/masker

2. Nyeri dada b.d factor-faktor biologis (trauma jaringan) dan factor-faktor fisik (pemasangan selang
dada)
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
- Pasien mengatakan nyeri berkurang atau dapat dikontrol
- Pasien tampak tenang
Intervensi :
Kaji terhadap adanya nyeri, skala dan intensitas nyeri
Ajarkan pada klien tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi
Amankan selang dada untuk membatasi gerakan dan menghindari iritasi
Kaji keefektifan tindakan penurunan rasa nyeri
Berikan analgetik sesuai indikasi
3. Resiko tinggi trauma/henti napas b.d proses cidera, system drainase dada, kurang pendidikan
keamanan/pencegahan
Tujuan : tidak terjadi trauma atau henti napas
Kriteria hasil :
- Mengenal kebutuhan/mencari bantuan untuk mencegah komplikasi
- Memperbaiki/menghindari lingkungan dan bahaya fisik
Intervensi :
Kaji dengan pasien tujuan/fungsi unit drainase, catat gambaran keamanan
Amankan unit drainase pada tempat tidur dengan area lalu lintas rendah
Awasi sisi lubang pemasangan selang, catat kondisi kulit, ganti ulang kasa penutup steril sesuai
kebutuhan
Anjurkan pasien menghindari berbaring/menarik selang
Observasi tanda distress pernapasan bila kateter torak lepas/tercabut.

4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan


Tujuan : Mengetahui tentang kondisinya dan aturan pengobatan
Kriteria hasil :
- Menyatakan pemahaman tentang masalahnya
- Mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup untuk mencegah
terulangnya masalah
Intervensi :
Kaji pemahaman klien tentang masalahnya
Identifikasi kemungkinan kambuh/komplikasi jangka panjang
Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, nutrisi, istirahat, latihan
Berikan informasi tentang apa yang ditanyakan klien
Berikan reinforcement atas usaha yang telah dilakukan klien .

The core responsibilities of nurses:


To prevent nocturia, give drug in the morning
Monitor fluid intake and output, weight, blood pressure, and electrolyte levels.
Watch for signs and symptoms of hypokalemia, such as muscle weakness and cramps.
Drug may be used with potassium sparing diuretic to prevent potassium loss.
Consult to doctor and dietitian about a high-potassium diet. Foods rich in potassium include citrus fruits,
tomatoes, bananas, dates, and apricots.
Monitor glucose level, especially in diabetic patients.
Monitor elderly patients, who are especially susceptible to excessive diuresis.
In patients with hypertension, therapeutic response may be delayed several weeks.
The nurse role in the care of the patient with a pleural effusion includes:
Implementing the medical regimen.
The nurse prepares and positions the patient for thoracentesis and offers support throughout the
procedure.
Pain management is a priority, and the nurse assists the patient to assume positions that are the least
painful.
Frequent turning and ambulation are important to facilitate drainage the nurse administers analgesics
as prescribed and as needed.
If chest tube drainage and a water-seal system is used, the nurse is responsible for monitoring the
system’s function and recording the amount of drainage at prescribed intervals.
If a patient is to be managed as an outpatient with a pleural catheter for drainage, the nurse is
responsible for educating the patient and family regarding management and care of the catheter and
drainage system.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges E Mailyn, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan


pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta, EGC. 1999

http://dewabenny.blogspot.com/2008/01/efusi-pleura.html

http://medicastore.com/penyakit/147/Efusi_Pleura.html
http://drlizakedokteran.blogspot.com/2008/01/cairan-di-paru-efusi-pleura.html
http://yenibeth.wordpress.com/2008/07/24/askep-efusi-pleura/
http://maidun-gleekapay.blogspot.com/2008/09/asuhan-keperawatan-klien-dengan-efusi.html

http://rofiqahmad.wordpress.com/2008/12/22/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-efusi-pleura/

http://akhtyo.blogspot.com/2009/01/asuhan-keperawatan-efusi-pleura.html

Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and Suddarth’s, Ed8. Vol.1, Jakarta,
EGC, 2002.
A. Definisi
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang
terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih,
yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C
Diane, 2000)
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan
visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit
sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan
(5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak
tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura. (Price
C Sylvia, 1995)

B. Etiologi
1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan
sindroma vena kava superior.
2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus),
bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana
masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik,
tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat
mekanisme dasar : Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik.
Penurunan tekanan osmotic koloid darah. Peningkatan tekanan negative intrapleural. Adanya
inflamasi atau neoplastik pleura

C. Tanda dan Gejala


 Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan
cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
 Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis
(pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
 Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan
pleural yang signifikan.
 Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan
berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah
(raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
 Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis
Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong
mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
 Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

D. Patofisiologi
Terlampir.
E. Pemeriksaan Diagnostik
 Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya sudut
kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan melengkung.
Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.
 Ultrasonografi
 Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan, sitologi,
berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8.
Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau
kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat
(hasil radang).
 Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam (untuk
TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat
dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.
 Biopsi pleura mungkin juga dilakukan

F. Penatalaksanaan medis
Terlampir.

G. Water Seal Drainase (WSD)


1. Pengertian
WSD adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk mengeluarkan udara dan cairan melalui
selang dada.
2. Indikasi
a. Pneumothoraks karena rupture bleb, luka tusuk tembus
b. Hemothoraks karena robekan pleura, kelebihan anti koagulan, pasca bedah toraks
c. Torakotomi
d. Efusi pleura
e. Empiema karena penyakit paru serius dan kondisi inflamasi
3. Tujuan Pemasangan
 Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura
 Untuk mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
 Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap sebagian
 Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada.
4. Tempat pemasangan
a. Apikal
Letak selang pada interkosta III mid klavikula
Dimasukkan secara antero lateral
Fungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
b. Basal
Letak selang pada interkostal V-VI atau interkostal VIII-IX mid aksiller
Fungsi : untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura
5. Jenis WSD
• Sistem satu botol
Sistem drainase ini paling sederhana dan sering digunakan pada pasien dengan simple
pneumotoraks
• Sistem dua botol
Pada system ini, botol pertama mengumpulkan cairan/drainase dan botol kedua adalah botol
water seal.
• System tiga botol
Sistem tiga botol, botol penghisap control ditambahkan ke system dua botol. System tiga botol
ini paling aman untuk mengatur jumlah penghisapan.

H. Pengkajian
1. Aktifitas/istirahat
Gejala : dispneu dengan aktifitas ataupun istirahat
2. Sirkulasi
Tanda : Takikardi, disritmia, irama jantung gallop, hipertensi/hipotensi, DVJ
3. Integritas ego
Tanda : ketakutan, gelisah
4. Makanan / cairan
Adanya pemasangan IV vena sentral/ infuse
5. nyeri/kenyamanan
Gejala tergantung ukuran/area terlibat : Nyeri yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan
menyebar ke leher, bahu, abdomen
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi
6. Pernapasan
Gejala : Kesulitan bernapas, Batuk, riwayat bedah dada/trauma,
Tanda : Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, retraksi interkostal, Bunyi
napas menurun dan fremitus menurun (pada sisi terlibat), Perkusi dada : hiperresonan diarea
terisi udara dan bunyi pekak diarea terisi cairan
Observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma atau kemps,
penurunan pengembangan (area sakit). Kulit : pucat, sianosis,berkeringat, krepitasi subkutan

I. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan), gangguan
musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh : dispneu, takipneu, perubahan kedalaman pernapasan,
penggunaan otot aksesori, gangguan pengembangan dada, sianosis, GDA tak normal.
Tujuan : pola nafas efektif
Kriteria hasil :
- Menunjukkan pola napas normal/efektif dng GDA normal
- Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia
Intervensi :
Identifikasi etiologi atau factor pencetus. Evaluasi fungsi pernapasan (napas cepat, sianosis,
perubahan tanda vital). Auskultasi bunyi napas. Catat pengembangan dada dan posisi trakea, kaji
fremitus. Pertahankan posisi nyaman biasanya peninggian kepala tempat tidur
Bila selang dada dipasang :
a. Periksa pengontrol penghisap, batas cairan
b. Observasi gelembung udara botol penampung
c. Klem selang pada bagian bawah unit drainase bila terjadi kebocoran
d. Awasi pasang surutnya air penampung
e. Catat karakter/jumlah drainase selang dada.
Berikan oksigen melalui kanul/masker
2. Nyeri dada b.d factor-faktor biologis (trauma jaringan) dan factor-faktor fisik (pemasangan
selang dada)
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
- Pasien mengatakan nyeri berkurang atau dapat dikontrol
- Pasien tampak tenang
Intervensi :
Kaji terhadap adanya nyeri, skala dan intensitas nyeri. Ajarkan pada klien tentang manajemen
nyeri dengan distraksi dan relaksasi. Amankan selang dada untuk membatasi gerakan dan
menghindari iritasi. Kaji keefektifan tindakan penurunan rasa nyeri. Berikan analgetik sesuai
indikasi
3. Resiko tinggi trauma/henti napas b.d proses cidera, system drainase dada, kurang pendidikan
keamanan/pencegahan
Tujuan : tidak terjadi trauma atau henti napas
Kriteria hasil :
- Mengenal kebutuhan/mencari bantuan untuk mencegah komplikasi
- Memperbaiki/menghindari lingkungan dan bahaya fisik
Intervensi :
Kaji dengan pasien tujuan/fungsi unit drainase, catat gambaran keamanan. Amankan unit
drainase pada tempat tidur dengan area lalu lintas rendah. Awasi sisi lubang pemasangan
selang, catat kondisi kulit, ganti ulang kasa penutup steril sesuai kebutuhan. Anjurkan pasien
menghindari berbaring/menarik selang. Observasi tanda distress pernapasan bila kateter torak
lepas/tercabut.
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan
Tujuan : Mengetahui tentang kondisinya dan aturan pengobatan
Kriteria hasil :
- Menyatakan pemahaman tentang masalahnya
- Mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup untuk mencegah
terulangnya masalah
Intervensi :
Kaji pemahaman klien tentang masalahnya. Identifikasi kemungkinan kambuh/komplikasi
jangka panjang. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, nutrisi, istirahat, latihan. Berikan
informasi tentang apa yang ditanyakan klien. Berikan reinforcement atas usaha yang telah
dilakukan klien.

DAFTAR PUSTAKA
Baughman C Diane, Keperawatan medical bedah, Jakarta, EGC, 2000.
Doenges E Mailyn, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta, EGC. 1999.
Hudak, Carolyn M. Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol.1, Jakarta. EGC. 1997.
Purnawan J. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Media Aesculapius. FKUI.1982.
Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit, Ed4. Jakarta. EGC. 1995.
Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and Suddarth’s, Ed8.
Vol.1, Jakarta, EGC, 2002.
Syamsuhidayat, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta, EGC, 1997.
Susan Martin Tucker, Standar perawatan Pasien: proses keperawatan, diagnosis, dan evaluasi.
Edisi 5. Jakarta EGC. 1998.

Suka
Be the first to like this.

Entri ini dituliskan pada 6 November 2009 pada 14:31 dan disimpan dalam LP-LP. Anda bisa
mengikuti setiap tanggapan atas artikel ini melalui RSS 2.0 pengumpan. Anda bisa tinggalkan
tanggapan, atau lacak tautan dari situsmu sendiri

Anda mungkin juga menyukai