Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan sebuah negara yang terbentuk dari beberapa pulau-

pulau. Sejak dari dulu Indonesia telah memiliki riwayat bencana alam yang cukup

besar. Hal ini dilatar belakangi oleh letak geografis indonesia yang diapit oleh

beberapa lempeng tektonik aktif yaitu lempeng Indo-Australia di bagian selatan,

lempeng Eurasia di bagian utara dan lempeng Pasifik di bagian Timur. Ketiga

lempengan tersebut bergerak dan saling bertumbukan sehingga lempeng Indo-

Australia menghunjam ke bawah lempeng Eurasia dan menimbulkan gempa bumi,

jalur gunungapi, dan sesar atau patahan, sehingga di Indonesia sangat rawan

terhadap bencana (Amri dkk, 2016).


Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh

faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga

mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian

harta benda, dan dampak psikologis (UU Nomor 24 Tahun 2007). Bencana juga

dapat diartikan sebagai satu kejadian atau serangkaian kejadian yang menimbulkan

korban dan atau kerusakan atau kerugian harta benda, infrastruktur, pelayanan-

pelayanan yang penting atau sarana kehidupan pada satu skala yang berada diluar

kapasitas normal dari komunitas-komunitas yang terdampak untuk mengatasinya

(World Health Organization). Mengingat dampak yang luar biasa terebut, maka

penanggulangan bencana alam harus dilakukan dengan menggunakan prinsip dan

1
cara yang tepat. Selain itu, penanggulangan bencana alam juga harus menyeluruh

tidak hanya pada saat terjadi bencana tetapi pencegahan sebelum terjadi bencana dan

rehabilitas serta rekonstruksi setelah terjadi bencana. Oleh karena itu diperlukan

pengelolaan yang tepat dalam menangani setiap bencana yang ada.


Pengelolaan didefinisikan sebagai upaya yang ditujukan untuk mengurangi

dampak dari bencana, baik bencana alam, bencana ulah manusia maupun gabungan

dari keduanya dalam suatu negara atau masyarakat. Oleh karena itu dalam makalah

ini akan dibahas tentang hal-hal yang terkait dengan pengelolaan bencana

terkhususnya jenis pengelolaan bencana.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari pengelolaan bencana?
2. Apa tujuan dilakukannya pengelolaan bencana?
3. Apa pertimbangan dan program dalam penyusunan pengelolaan

bencana?
4. Apa saja jenis-jenis pengelolaan bencana?
5. Bagaimana kebijakan dan strategi pengelolaan bencana?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah penanggulangan bencana.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian dari pengelolaan bencana.
b. Untuk mengetahui tujuan dilakukannya pengelolaan bencana.
c. Untuk mengetahui pertimbangan dan program dalam penyusunan

pengelolaan bencana.
d. Untuk mengetahui jenis-jenis pengelolaan bencana.
e. Bagaimana kebijakan dan strategi pengelolaan bencana.

D. Manfaat
Menambah wawasan bagi mahasiswa keperawatan terkait pengelolaan bencana,

khususnya jenis pengelolaan bencana.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengelolaan Bencana


Pengelolaan bencana merupakan langkah yang sangat perlu dilakukan sebagai

suatu titik tolak utama dari manajemen bencana untuk mengurangi kerugian akibat

kemungkinan terjadinya bencana, baik itu korban jiwa atau kerugian harta benda

yang akan berpengaruh pada kehidupan dan kegiatan manusia (BNPB, 2008).

Pengelolaan bencana didefinisikan sebagai upaya yang ditujukan untuk mengurangi

dampak dari bencana, baik bencana alam, bencana ulah manusia maupun gabungan

dari keduanya dalam suatu negara atau masyarakat (UU Nomor 24 Tahun 2007).

Dalam konteks bencana, dikenal tiga macam yaitu bencana alam, bencana non-alam

dan sosial (UU Nomor 24 Tahun 2007).


1. Bencana Alam
Merupakan suatu serangkaian peristiwa bencana yang disebabkan oleh faktor

alam, yaitu berupa gempa, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin

topan, dan tanah longsor.


2. Bencana Non-Alam
Merupakan bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa

nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan

wabah penyakit.
3. Bencana Sosial

3
Merupakan suatu bencana yang diakibatkan oleh manusia, seperti konflik

sosial dan teror.


Pengelolaan bencana merupakan langkah yang sangat perlu dilakukan sebagai

suatu titik tolak utama dari manajemen bencana. Ada empat hal penting dalam

pengelolaan bencana, yaitu (UU Nomor 24 Tahun 2007). :


1. Tersedia informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk tiap jenis bencana.
2. Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam

menghadapi bencana, karena bermukim di daerah rawan bencana.


3. Mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta mengetahui cara

penyelamatan diri jika bencana timbul.


4.Pengaturan dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi ancaman

bencana.

B. Tujuan Dilakukannya Pengelolaan Bencana


Tujan dari strategi pengelolaan adalah untuk mengurangi kerugian-kerugian

pada saat terjadinya bahaya di masa mendatang. Tujuan utama adalah untuk

mengurangi risiko kematian dan cedera terhadap penduduk. Tujuan-tujuan sekunder

mencakup pengurangan kerusakan dan kerugian-kerugian ekonomi yang ditimbulkan

terhadap infrastruktur sektor publik dan mengurangi kerugian-kerugian ekonomi

yang ditimbulkan terhadap infrastruktur sektor publik dan mengurangi kerugian-

kerugian sektor swasta sejauh hal-hal itu mungkin mempengaruhi masyarakat secara

keseluruhan. Tujuan-tujuan ini mungkin mencakup dorongan bagi orang-orang untuk

melindungi diri mereka sejauh mungkin. Beberapa tujuan dari pengelolaan bencana

adalah sebagai berikut (UU Nomor 24 Tahun 2007).


1. Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana.
2. Menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada.
3. Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana,

terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh.


4. Menghargai budaya lokal.
5. Membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta.

4
6. Mendorong semangat gotong royong, rasa kesetiakawanan, dan

kedermawanan.
7. Menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,

dan bernegara.

C. Pertimbangan dan Penyusunan Program Pengelolaan Bencana


Beberapa pertimbangan dalam menyusun program pengelolaan bencana,

khususnya di Indonesia adalah (Peraturan Pemerintah RI Nomor 21 Tahun 2008):


1. Pengelolaan bencana harus diintegrasikan dengan proses pembangunan.
2. Fokus bukan hanya dalam pengelolaan bencana tapi juga pendidikan,

pangan, tenaga kerja, perumahan dan kebutuhan dasar lainnya.


3. Sinkron terhadap kondisi sosial, budaya serta ekonomi setempat.
4. Dalam sektor informal, ditekankan bagaimana meningkatkan kapasitas

masyarakat untuk membuat keputusan, menolong diri sendiri dan membangun

sendiri.
5. Menggunakan sumber daya dan daya lokal (sesuai prinsip desentralisasi)
6. Mempelajari pengembangan konstruksi rumah yang aman bagi golongan

masyarakat kurang mampu, dan pilihan subsidi biaya tambahan membangun

rumah.
7. Mempelajari teknik merombak (pola dan struktur) pemukiman.
8. Mempelajari tata guna lahan untuk melindungi masyarakat yang tinggal

di daerah yang rentan bencana dan kerugian, baik secara sosial, ekonomi, maupun

implikasi politik.
9. Mudah dimengerti dan diikuti oleh masyarakat.

D. Jenis-Jenis Pengelolaan Bencana


Secara umum, dalam prakteknya pengelolaan dapat dikelompokkan ke dalam

pengelolaan struktural dan pengelolaan non struktural. Pengelolaan struktural

berhubungan dengan usaha-usaha pembangunan konstruksi fisik, sementara

pengelolaan non struktural antara lain meliputi perencanaan tata guna lahan

disesuaikan dengan kerentanan wilayahnya dan memberlakukan peraturan (law

5
enforcement) pembangunan. Dalam kaitan itu pula, kebijakan nasional harus lebih

memberikan keleluasan secara substansial kepada daerah-daerah untuk

mengembangkan sistem pengelolaan bencana yang dianggap paling tepat dan paling

efektif-efisien untuk daerahnya (BAKORNAS-PB, 2007).


Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara dengan

potensi bahaya (hazard potency) yang sangat tinggi. Beberapa potensi tersebut antara

lain adalah gempa bumi, tsunami, banjir, letusan gunung api, tanah Iongsor, angin

ribut, kebakaran hutan dan lahan, letusan gunung api. Potensi bencana yang ada di

Indonesia dapat dikelompokkan menjadi kelompok utama, yaitu potensi bahaya

utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral hazard). Potensi bahaya

utama (main hazard potency) ini dapat dilihat antara lain pada peta potensi bencana

gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan

zona zona gempa yang rawan, peta potensi bencana tanah longsor, peta potensi

bencana letusan gunung api, peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana

banjir, dan lain-lain (HIPLI, 2012).


Dari indikator-indikator di atas dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki

potensi bahaya utama (main hazard potency) yang tinggi. Hal ini tentunya sangat

tidak menguntungkan bagi negara Indonesia. Di samping tingginya potensi bahaya

utama, Indonesia juga memiliki potensi bahaya ikutan (collateral hazard potency)

yang sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator misalnya likuifaksi,

persentase bangunan yang terbuat dari kayu, kepadatan bangunan, dan kepadatan

industri berbahaya. Potensi bahaya ikutan (collateral hazard potency) ini sangat

tinggi terutama di daerah perkotaan yang memiliki kepadatan, persentase bangunan

kayu (utamanya di daerah pemukiman kumuh perkotaan), dan jumlah industri

6
berbahaya, yang tinggi. Dengan indikator di atas, perkotaan Indonesia merupakan

wilayah dengan potensi bencana yang sangat tinggi.


1. Pengelolaan Struktural
Pengelolaan strukural merupakan upaya untuk meminimalkan bencana yang

dilakukan melalui pembangunan berbagai prasarana fisik dan menggunakan

pendekatan teknologi, seperti pembuatan kanal khusus untuk pencegahan banjir,

alat pendeteksi aktivitas gunung berapi, bangunan yang bersifat tahan gempa,

ataupun Early Warning System yang digunakan untuk memprediksi terjadinya

gelombang tsunami. Pengelolaan struktural adalah upaya untuk mengurangi

kerentanan (vulnerability) terhadap bencana dengan cara rekayasa teknis

bangunan tahan bencana. Bangunan tahan bencana adalah bangunan dengan

struktur yang direncanakan sedemikian rupa sehingga bangunan tersebut mampu

bertahan atau mengalami kerusakan yang tidak membahayakan apabila bencana

yang bersangkutan terjadi. Rekayasa teknis adalah prosedur perancangan struktur

bangunan yang telah memperhitungkan karakteristik aksi dari bencana

(BAKORNAS-PB, 2007).
2. Pengelolaan Non-Struktural
Pengelolaan non–struktural adalah upaya mengurangi dampak bencana

selain dari upaya tersebut diatas. Bisa dalam lingkup upaya pembuatan kebijakan

seperti pembuatan suatu peraturan, misalnya Undang-Undang Penanggulangan

Bencana (UU PB). Contoh lainnya adalah pembuatan tata ruang kota, capacity

building masyarakat, bahkan sampai menghidupkan berbagai aktivitas lain yang

berguna bagi penguatan kapasitas masyarakat, juga bagian dari pengelolaan ini.

Ini semua dilakukan untuk, oleh dan di masyarakat yang hidup di sekitar daerah

rawan bencana.

7
Kebijakan non struktural meliputi legislasi, perencanaan wilayah, dan

asuransi. Kebijakan non struktural lebih berkaitan dengan kebijakan yang

bertujuan untuk menghindari risiko yang tidak perlu dan merusak. Tentu, sebelum

perlu dilakukan identifikasi risiko terlebih dahulu. Penilaian risiko fisik meliputi

proses identifikasi dan evaluasi tentang kemungkinan terjadinya bencana dan

dampak yang mungkin ditimbulkannya.


Kebijakan pengelolaan baik yang bersifat struktural maupun yang bersifat

non struktural harus saling mendukung antara satu dengan yang lainnya.

Pemanfaatan teknologi untuk memprediksi, mengantisipasi dan mengurangi risiko

terjadinya suatu bencana harus diimbangi dengan penciptaan dan penegakan

perangkat peraturan yang memadai yang didukung oleh rencana tata ruang yang

sesuai. Sering terjadinya peristiwa banjir dan tanah longsor pada musim hujan dan

kekeringan di beberapa tempat di Indonesia pada musim kemarau sebagian besar

diakibatkan oleh lemahnya penegakan hukum dan pemanfaatan tata ruang wilayah

yang tidak sesuai dengan kondisi lingkungan sekitar. Teknologi yang digunakan

untuk memprediksi, mengantisipasi dan mengurangi risiko terjadinya suatu

bencana pun harus diusahakan agar tidak mengganggu keseimbangan lingkungan

di masa depan (BAKORNAS-PB, 2007).

E. Kebijakan Dan Strategi Pengelolaan Bencana


1. Kebijakan
Berbagai kebijakan yang perlu ditempuh dalam pengelolaan bencana antara

lain (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006).


a. Dalam setiap upaya pengelolaan bencana perlu membangun persepsi

yang sama bagi semua pihak baik jajaran aparat pemerintah maupun segenap

unsur masyarakat yang ketentuan langkahnya diatur dalam pedoman

8
umum,petunjuk pelaksanaan dan prosedur tetap yang dikeluarkan oleh instansi

yang bersangkutan sesuai dengan bidang tugas unit masing-masing.


b. Pelaksanaan pengelolaan bencana dilaksanakan secara terpadu

terkoordinir yang melibatkan seluruh potensi pemerintah dan masyarakat.


c. Upaya preventif harus diutamakan agar kerusakan dan korban jiwa dapat

diminimalkan.
d. Penggalangan kekuatan melalui kerjasama dengan semua pihak, melalui

pemberdayaan masyarakat serta kampanye.

2. Strategi
Untuk melaksanakan kebijakan dikembangkan beberapa strategi sebagai

berikut (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006).


a. Pemetaan
Langkah pertama dalam strategi pengelolaan ialah melakukan pemetaan

daerah rawan bencana. Pada saat ini berbagai sektor telah mengembangkan

peta rawan bencana. Peta rawan bencana tersebut sangat berguna bagi

pengambil keputusan terutama dalam antisipasi kejadian bencana alam.

Meskipun demikian sampai saat ini penggunaan peta ini belum dioptimalkan.

Hal ini disebabkan karena beberapa hal, diantaranya adalah:


1) Belum seluruh wilayah di Indonesia telah dipetakan.
2) Peta yang dihasilkan belum tersosialisasi dengan baik.
3) Peta bencana belum terintegrasi.
4) Peta bencana yang dibuat memakai peta dasar yang berbeda beda

sehingga menyulitkan dalam proses integrasinya.


b. Pemantauan.
Dengan mengetahui tingkat kerawanan secara dini, maka dapat dilakukan

antisipasi jika sewaktu-waktu terjadi bencana, sehingga akan dengan mudah

melakukan penyelamatan. Pemantauan di daerah vital dan strategis secara jasa

dan ekonomi dilakukan di beberapa kawasan rawan bencana.


c. Penyebaran Informasi

9
Penyebaran informasi dilakukan antara lain dengan cara: memberikan

poster dan leaflet kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dan Propinsi seluruh

Indonesia yang rawan bencana, tentang tata cara mengenali, mencegah dan

penanganan bencana. Memberikan informasi ke media cetak dan elektronik

tentang kebencanaan adalah salah satu cara penyebaran informasi dengan

tujuan meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana geologi di suatu kawasan

tertentu. Koordinasi pemerintah daerah dalam hal penyebaran informasi

diperlukan mengingat Indonesia sangat luas.


d. Sosialisasi dan Penyuluhan
Sosialisasi dan penyuluhan tentang segala aspek kebencanaan kepada

SATKOR-LAK PB, SATLAK PB, dan masyarakat bertujuan meningkatkan

kewaspadaan dan kesiapan menghadapi bencana jika sewaktu-waktu terjadi.

Hal penting yang perlu diketahui masyarakat dan Pemerintah Daerah ialah

mengenai hidup harmonis dengan alam di daerah bencana, apa yang perlu

ditakukan dan dihindarkan di daerah rawan bencana, dan mengetahui cara

menyelamatkan diri jika terjadi bencana.


e. Pelatihan/Pendidikan
Pelatihan difokuskan kepada tata cara pengungsian dan penyelamatan jika

terjadi bencana. Tujuan latihan lebih ditekankan pada alur informasi dari

petugas lapangan, pejabat teknis, SATKORLAK PB, SATLAK PB dan

masyarakat sampai ke tingkat pengungsian dan penyelamatan korban bencana.

Dengan pelatihan ini terbentuk kesiagaan tinggi menghadapi bencana akan

terbentuk.
f. Peringatan Dini
Peringatan dini dimaksudkan untuk memberitahukan tingkat kegiatan hasil

pengamatan secara kontinyu di suatu daerah rawan dengan tujuan agar

10
persiapan secara dini dapat dilakukan guna mengantisipasi jika sewaktu-waktu

terjadi bencana. Peringatan dini tersebut disosialisasikan kepada masyarakat

melalui pemerintah daerah dengan tujuan memberikan kesadaran masyarakat

dalam menghindarkan diri dari bencana. Peringatan dini dan hasil pemantauan

daerah rawan bencana berupa saran teknis dapat berupa antana lain pengalihan

jalur jalan (sementara atau seterusnya), pengungsian dan atau relokasi, dan

saran penanganan lainnya.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil yaitu, pengelolaan bencana adalah sebuah upaya

untuk memperingan suatu dampak dari terjadinya bencana.pengelolaan bencana

harus benar-benar dilakukan ketika terjadi suatu bencana baik longsor,banjir

bandang,sunami,dan lain-lain.pengelolaan bencana harus benar-benar direncanakan

sematang mungkin agar dalam pelaksanaan dilapangan dapat berjalan dengan baik.
Upaya pengelolaan dapat dilakukan dalam bentuk pengelolaan struktur dengan

memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana, seperti

membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi untuk menahan serta

memperkokoh struktur ataupun membangun struktur bangunan penahan longsor,

penahan dinding pantai, dan lain-lain. Selain itu upaya pengelolaan juga dapat

dilakukan dalam bentuk non struktural, diantaranya seperti menghindari wilayah

bencana dengan cara membangun menjauhi lokasi bencana yang dapat diketahui

melalui perencanaan tata ruang dan wilayah serta dengan memberdayakan

masyarakat dan pemerintah daerah.

B. Saran
Bagi mahasiswa keperawatan agar dapat menumbuhkan rasa kemanusiaan

yang tinggi melalui membantu sesama manusia lain yang membutuhkan dan cara

tersebut dapat terwujud dengan banyaknya sumber informasi terkait penanggulangan

bencana yang sudah dipahami, sehingga dapat diimplementasikan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Amri, dkk. (2016). Risiko Bencana Indonesia. Jakarta: BNPB. Dari


https://www.bnpb.go.id. Diakses pada 25 Juni 2019.

Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana. (2007). Pengenalan


Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di Indonesia.
https://www.bnpb.go.id. Diakses pada 25 Juni 2019.

Himpunan Pemerhati Lingkungan Hidup Indonesia. (2012). Potensi Bencana di


Indonesia. Dari http://www.hpli.org. Diakses pada 25 Juni 2019.

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2008


Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana. Dari
https://www.bnpb.go.id. Diakses pada 25 Juni 2019.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006 Tentang Pedoman Umum
Mitigasi Bencana. Dari https://www.bnpb.go.id. Diakses pada 25 Juni 2019.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang


Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Dari https://www.bnpb.go.id.
Diakses pada 25 Juni 2019.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan


Bencana. Dari https://www.bnpb.go.id. Diakses pada 25 Juni 2019.

World Health Organization. Emergency and essential surgical care. Dari


https://www.who.int. Diakses pada 25 Juni 2019.

13

Anda mungkin juga menyukai