Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMONIA
1. PENGERTIAN
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru atau alveoli.
Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya
konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 1993)

Mengingat adanya perubahan pathogen yang menyebabkan pneumonia, maka


dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Community-acquired pneumonia, dimulai sebagai penyakit pernapasan umum
dan bisa berkembang menjadi pneumonia.
Pneumonia streptococcal merupakan organisme penyebab umum. Tipe
pneumonia ini biasanya menimpa kalangan anak-anak atau kalangan orang tua.
Hospital-acquire pneumonia, dikenal sebagai pneumonia nosokomial.
Organisme seperti aeruginosa pseudomonas, klebsiella, atau aureus stapilococcus,
merupakan bakteri umum penyebab hospital-acquired pneumonia.
Lobar dan bronchopneumonia, dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi
infeksi. Sekarang ini, pneumonia diklasifikasikan menurut organisme, bukan hanya
menurut lokasi anatominya saja.
Pneumonia viral, bakterial, dan fungal, dikategorikan berdasarkan pada agen
penyebabnya. Kultur sputum dan sensitivitas dilakukan untuk mengidentifikasi
organisme perusak.
2. ETIOLOGI
 Virus Synsitical respiratorik
 Virus
 Influensa
 Adenovirus
 Rhinovirus
 Rubeola
 Varisella
 Micoplasma (pada anak yang relatif besar)
 Pneumococcus
 Streptococcus
 Staphilococcus
3. TANDA dan GEJALA
 Sesak Nafas
 Batuk nonproduktif
 Ingus (nasal discharge)
 Suara napas lemah
 Retraksi intercosta
 Penggunaan otot bantu nafas
 Demam
 Ronchii
 Cyanosis
 Leukositosis
 Thorax photo menunjukkan infiltrasi melebar
4. PATOFISIOLOGI
Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi. Suatu reaksi
inflamasi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan menghasilkan
eksudat, yang mengganggu gerakan dan difusi oksigen serta karbon dioksida. Sel-sel
darah putih, kebanyakan neutrofil, juga bermigrasi ke dalam alveoli dan memenuhi
ruang yang biasanya mengandung udara. Area paru tidak mendapat ventilasi yang
cukup karena sekresi, edema mukosa, dan bronkospasme, menyebabkan oklusi parsial
bronki atau alveoli dengan mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah
vena yang memasuki paru-paru lewat melalui area yang kurang terventilasi dan keluar
ke sisi kiri jantung tanpa mengalami oksigenasi. Pada pokoknya, darah terpirau dari
sisi kanan ke sisi kiri jantung. Percampuran darah yang teroksigenasi dan tidak
teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan hipoksemia arterial.
Sindrom Pneumonia Atipikal. Pneumonia yang berkaitan dengan mikoplasma,
fungus, klamidia, demam-Q, penyakit Legionnaires’. Pneumocystis carinii, dan virus
termasuk ke dalam sindrom pneumonia atipikal.
Pneumonia mikoplasma adalah penyebab pneumonia atipikal primer yang
paling umum. Mikoplasma adalah organisme kecil yang dikelilingi oleh membran
berlapis tiga tanpa dinding sel. Organisme ini tumbuh pada media kultur khusus tetapi
berbeda dari virus. Pneumonia mikoplasma paling sering terjadi pada anak-anak yang
sudah besar dan dewasa muda.
Pneumonia kemungkinan ditularkan oleh droplet pernapasan yang terinfeksi,
melalui kontak dari individu ke individu. Pasien dapat diperiksa terhadap antibodi
mikoplasma.
Inflamasi infiltrat lebih kepada interstisial ketimbang alveolar. Pneumonia ini
menyebar ke seluruh saluran pernapasan, termasuk bronkiolus. Secara umum,
pneumonia ini mempunyai ciri-ciri bronkopneumonia. Sakit telinga dan miringitis
bulous merupakan hal yang umum terjadi. Pneumonia atipikal dapat menimbulkan
masalah-masalah yang sama baik dalam ventilasi maupun difusi seperti yang
diuraikan dalam pneumonia bakterial.
5. MANIFESTASI KLINIK
Pneumonia bakterial (atau pneumokokus) secara khas diawali dengan awitan
menggigil, demam yang timbul dengan cepat (39,5oC ¬¬¬sampai 40,5oC), dan nyeri
dada yang terasa ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernapas dan batuk. Pasien
sangat sakit dengan takipnea sangat jelas (25 sampai 45 kali/menit) disertai dengan
pernapasan mendengkur, pernapasan cuping hidung, dan penggunaan otot-otot
aksesori pernapasan.
Pneumonia atipikal beragam dalam gejalanya, tergantung pada organisme
penyebab. Banyak pasien mengalami infeksi saluran pernapasan atas (kongesti nasal,
sakit tenggorok), dan awitan gejala pneumonianya bertahap. Gejala yang menonjol
adalah sakit kepala, demam tingkat rendah, nyeri pleuritis, mialgia, ruam, dan
faringitis. Setelah beberapa hari, sputum mukoid atau mukopurulen dikeluarkan.
Nadi cepat dan bersambungan (bounding). Nadi biasanya meningkat sekitar 10
kali/menit untuk setiap kenaikan satu derajat Celcius. Bradikardia relatif untuk suatu
demam tingkatan tertentu dapat menandakan infeksi virus, infeksi mycoplasma, atau
infeksi dengan spesies Legionella.
Pada banyak kasus pneumonia, pipi berwarna kemerahan, warna mata menjadi
lebih terang, dan bibir serta bidang kuku sianotik. Pasien lebih menyukai untuk duduk
tegak di tempat tidur dengan condong ke arah depan, mencoba untuk mencapai
pertukaran gas yang adekuat tanpa mencoba untuk batuk atau napas dalam. Pasien
banyak mengeluarkan keringat. Sputum purulen dan bukan merupakan indikator yang
dapat dipercaya dari etiologi. Sputum berbusa, bersemu darah sering dihasilkan pada
pneumonia pneumokokus, stafilokokus, Klebsiella, dan streptokokus. Pneumonia
Klebsiella sering juga mempunyai sputum yang kental; sputum H. influenzae
biasanya berwarna hijau.
Tanda-tanda lain terjadi pada pasien dengan kondisi lain seperti kanker, atau
pada mereka yang menjalani pengobatan dengan imunosupresan, yang menurunkan
daya tahan terhadap infeksi dan terhadap organisme yang sebelumnya tidak dianggap
patogen serius. Pasien demikian menunjukkan demam, krekles, dan temuan fisik yang
menandakan area solid (konsolidasi) pada lobus-lobus paru, termasuk peningkatan
fremitus taktil, perkusi pekak, bunyi napas bronkovesikular atau bronkial, egofoni
(bunyi mengembik yang terauskultasi), dan bisikan pektoriloquy (bunyi bisikan yang
terauskultasi melalui dinding dada). Perubahan ini terjadi karena bunyi ditransmisikan
lebih baik melalui jaringan padat atau tebal (konsolidasi) ketimbang melalui jaringan
normal.
Pada pasien lansia atau mereka dengan PPOM, gejala-gejala dapat
berkembang secara tersembunyi. Sputum purulen mungkin menjadi satu-satunya
tanda pneumonia pada pasien ini. Sangat sulit untuk mendeteksi perubahan yang halus
pada kondisi mereka karena mereka telah mengalami gangguan fungsi paru yang
serius.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan Radiologis
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air
bronchogram (airspace disease) misalnya oleh Streptococcus pneumoniae;
bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara lain staphylococcus, virus atau
mikoplasma; dan pneumonia interstisial (interstitial disease) oleh virus dan
mikoplasma. Distribusi infiltrat pada segmen apikal lobus bawah atau inferior lobus
atas sugestif untuk kuman aspirasi. Tetapi pada pasien yang tidak sadar, lokasi ini bisa
dimana saja. Infiltrat di lobus atas sering ditimbulkan Klebsiella, tuberkulosis atau
amiloidosis. Pada lobus bawah dapat terjadi infiltrat akibat Staphylococcus atau
bakteriemia.
 Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit
normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada infeksi yang
berat sehingga tidak terjadi respons leukosit, orang tua atau lemah. Leukopenia
menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi kuman Gram
negatif atau S. aureus pada pasien dengan keganasan dan gangguan kekebalan. Faal
hati mungkin terganggu.
 Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi
jarum transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk tujuan terapi
empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test dan Z. Nielsen.
 Pemeriksaan Khusus
Titer antibodi terhadap virus, legionela, dan mikoplasma. Nilai diagnostik bila
titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan untuk menilai
tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen.
7. PENATALAKSANAAN
Pengobatan pneumonia termasuk pemberian antibiotik yang sesuai seperti
yang ditetapkan oleh hasil pewarnaan Gram. Penisilin G merupakan antibiotik pilihan
untuk infeksi oleh S. pneumoniae. Medikasi efektif lainnya termasuk eritromisin,
klindamisin, sefalosporin generasi kedua dan ketiga, penisilin lainnya, dan
trimetoprim-sulfametoksazol (Bactrim).
Pneumonia mikoplasma memberikan respons terhadap eritromisin, tetrasiklin,
dan derivat tetrasiklin (doksisiklin). Pneumonia atipikal lainnya mempunyai penyebab
virus, dan kebanyakan tidak memberikan respons terhadap antimikrobial.
Pneumocystis carinii memberikan respons terhadap pentamidin dan trimetropim-
sulfametoksazol (Bactrim, TMP-SMZ). Inhalasi lembab, hangat sangat membantu
dalam menghilangkan iritasi bronkial. Asuhan keperawatan dan pengobatan (dengan
pengecualian terapi antimikrobial) sama dengan yang diberikan untuk pasien yang
mengalami pneumonia akibat bakteri.
Pasien menjalani tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda
penyembuhan. Jika dirawat di RS, pasien diamati dengan cermat dan secara kontinu
sampai kondisi klinis membaik.
Jika terjadi hipoksemia, pasien diberikan oksigen. Analisis gas darah arteri
dilakukan untuk menentukan kebutuhan akan oksigen dan untuk mengevaluasi
keefektifan terapi oksigen. Oksigen dengan konsentrasi tinggi merupakan
kontraindikasi pada pasien dengan PPOM karena oksigen ini dapat memperburuk
ventilasi alveolar dengan menggantikan dorongan ventilasi yang masih tersisa dan
mengarah pada dekompensasi. Tindakan dukungan pernapasan seperti intubasi
endotrakeal, inspirasi oksigen konsentrasi tinggi, ventilasi mekanis, dan tekanan
ekspirasi akhir positif (PEEP) mungkin diperlukan untuk beberapa pasien tersebut.
Penatalaksanaan Terapi
 Bila dispnea berat berikan Oksigen
 IVFD ; cairan DG 10 % atau caiara 24 Kcl, Glukosa 10 % tetesan dibagi rata dalam
24 jam.
 Pengobatan: Penicilin Prokain 50.000 unit / kg BB / hari dan Kloramfenikol 75 mg
/kg BB/ hari dibagi dalam 4 dosis.

8. Dampak Hospitalisasi
Perawatan yang diberikan oleh pihak rumah sakit memang berbeda, tidak
semua pasien baik anak, remaja dan orang dewasa diperlalukan berbeda pula. Apabila
berobat ke rumah sakit yang notabene memberikan fasilitas dengan kelas terbaik,
maka tidak salah pelayanan mereka akan sangat memuaskan.
Namun, banyak juga kejadian saat ini, khususnya pasien dengan menggunakan
asuransi pemerintah atau askes mendapat pelayanan yang kurang memuaskan. Dari
segi komunikasi, keramahan para pekerja, obat yang diberikan, dan sebagainya.
Dampak hospitalisasi pada anak dan keluarga yang berdampak buruk, seperti
a) Dampak Trauma
Secara psikologi dampak karena hospitalisasi untuk anak yaitu bisa membuat
rasa trauma. Baik trauma dalam kurun waktu pendek dan juga dalam waktu
yang panjang. Apabila rumah sakit tidak dapat mengobati dan melayani pasien
dengan baik dan benar, tentu hal ini bisa saja mengakibatkan keseriusan
penyakit pasien menjadi bertambah parah.
Belum lagi dengan pelayanan yang tidak baik, maka jelas hal ini berpengaruh
kepada kenyamanan pasien anak – anak, merekan akan sering menangis dan
ketakutan.
b) Dampak Cedera
Dampak hospitalisasi pada anak dan keluarga selanjutnya yaitu bisa membuat
cedera atau cacat. Banyak peristiwa yang dialami beberapa pasein anak – anak,
yang dampaknya sangat serius. Contoh karena pelayanan yang tidak maksimal
atau karena orangtuanya tidak memiliki cukup uang, sang anak ditelantarkan
begitu saja sampai kondisinya parah.
Ada juga yang sampai kondisi anak balita meninggal, karena pelayanan dan
tindakan medis yang terlambat. Tentu hal ini sangat miris, dan terjadinya
kepada anak – anak yang masih memiliki masa depan yang panjang.
c) Dampak Rasa Takut
Ketakutan pasti akan terjadi apabila pihaj rumah sakit memberikan pelayanan
yang asal – asalan, belum lagi pemberian obat yang kadang tidak sesuai dengan
penyakit pasien.
Pasti orangtua sangat menkuatirkan kondisi seperti ini, bukannya sembuh malah
semakin parah penyakitnya, selain beban mental dirasakan orangtua, pasien
anak juga akan merasa tidak nyaman dengan perlakukan yang tidak semestinya.
Kondisi seperti ini banyak dialami oleh anak – anak yang tingkat kemampuan
ekonomi di bawah standar atau orangtua yang tidak memiliki kecukupan biaya.
d) Adanya Rasa Tidak Percaya
Akibat dari hospitalisasi rumah sakit terhadap pasien anak, maka timbullah opsi
tidak percaya kepada pihak rumah sakit. Rasa trauma, takut, kuatir dan
sebagainya, tentu saja untuk mencari rumah sakit dengan fasilitas dan pelayanan
baik membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Rumah sakit swasta sendiri yang tidak menerima pasien dengan jaminan askes
atau asuransi pemerintah sangatlah sulit bagi pasien. Banyak rujukan rumah
sakit yang tidak sesuai dengan harapan pasien, sehingga pasien mengalami
reaksi yang semakin parah.
e) 5. Rasa Sedih
Belum lagi dampak hospitalisasi pada anak dan keluarga yang berujung kepada
perasaan sedih. Kejadian pasien anak balita yang meninggal di rumah sakit
akibat pelayanan, tindakan yang salah, diagnosa salah sering terjadi. Sehingga
kondisi pasien tidak bisa diselamatkan, ada juga karena dana yang tidak cukup.
Hal ini membuat keluarga dan orangtua merasa sedih, untuk berobat saja
mereka diharuskan untuk membayar jaminan dulu, lalu jika tidak maka pasien
tidak bisa diobati bahkan sudah tidak tertolong. Hal ini menjadi satu alasan bagi
orangtua, betapa menyedihkannya pelayanan di rumah sakit.
f) Prasangka Buruk Terhadap Rumah Sakit
Ada banyak kasus yang mengecewakan terjadi di rumah sakit, entah itu
pelayanannya, petugasnya, obat – obatan dan sebagainya yang terkesan tidak
memuaskan pasien.
Akibat hal tersebut, maka timbullah perasaan prasangka buruk terhadap rumah
sakit, jangan – jangan ?, itulah yang sering diungkapkan orangtua apabila
kondisi anak tidak segera membaik. Atau karena takut jika dokter dan perawat
salah memberikan obat dan juga diagnosa penyakitnya.
g) Rasa Malas Untuk Berobat Ke Rumah Sakit
Dampak hospitalisasi pada anak dan keluarga berikutnya, orangtua menjadi
enggan dan malas untuk berobat ke rumah sakit.
Lebih baik berusaha dengan obat herbal, tradisional daripada harus ke rumah
sakit. Namun, kondisi darurat barulah orangtua akan bertindak segera, hal ini
akibat dari hospitalisasi rumah sakit yang tidak dipercayai oleh keluarga pasien.
Banyak kasus yang memang bisa terjadi akibat dari hospitalisasi rumah sakit,
namun tidak semua rumah sakit bertindak buruk. Oleh sebab itu lebih sangat
penting untuk peka terhadap kondisi si buah hati, apabila mengalami kondisi
sakit segera bertindak dengan pengobatan ala rumahan atau ke klinik terdekat.
Semoga penjelasan di atas untuk dampak hospitalisasi pada anak dan keluarga
menjadi manfaat untuk Anda.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Aktivitas/istirahat
Gejala: Kelemahan, kelelahan, insomnia.
Tanda: Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.

Sirkulasi
Gejala: Riwayat adany/GJK kronis.
Tanda: Takikardia, penampilan kemerahan atau pucat.

Integritas ego
Gejala: Banyaknya stresor, masalah finansial.
Makanan/cairan
Gejala: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, riwayat diabetes melitus.
Tanda: Distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor buruk,
penampilan kakeksia (malnutrisi).

Neurosensori
Gejala: Sakit kepala daerah frontal (influenza).
Tanda: Perubahan mental (bingung, somnolen).

Nyeri/keamanan
Gejala: Sakit kepala, nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk; nyeri dada
substernal (influenza), mialgia, artralgia.
Tanda: Melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada sisi yang sakit untuk
membatasi gerakan)

Pernapasan
Gejala: Riwayat adanya/ISK kronis, PPOM, merokok sigaret, takpnea, dispnea
progresif, pernapasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal.
Tanda: Sputum: merah muda, berkarat, atau purulen, perkusi: pekak di atas area yang
konsolidasi, fremitus: taktil dan vokal bertahap meningkat dengan konsolidasi,
gesekan friksi pleural, bunyi napas: menurun atau tak ada di atas area yang terlibat,
atau napas bronkial, warna: pucat atau sianosis bibir/kuku.

Keamanan
Gejala: Riwayat gangguan sistem imun, mis: SLE, AIDS, penggunaan steroid atau
kemoterapi, institusionalisasi, ketidakmampuan umum, demam (mis: 38, 5-39,6oC).
Tanda: Berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan mungkin ada pada
kasus rubeola atau varisela

Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Riwayat mengalami pembedahan; penggunaan alkohol kronis.
Pertimbangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 6,8 hari.
Rencana pemulangan: Bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah,
oksigen mungkin diperlukan bila ada kondisi pencetus.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi sputum.
b. Gangguan pertukaran gas b/d pneumonia.
c. Intoleransi aktivitas b/d kerusakan pertukaran gas sekunder terhadap pneumonia.
d. Nyeri akut b/d inflamasi parenkim paru.
e. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d peningkatan kebutuhan metabolik sekunder
terhadap demam dan proses infeksi.
f. Risiko kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan berlebihan (demam,
berkeringat banyak, napas mulut/hiperventilasi, muntah).

III. INTERVENSI
A. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi sputum.
Tujuan : Jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tak ada dispnea,
sianosis.
Intervensi :
1) Kaji frekuensi/kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
R/ Takipnea, pernapasan dangkal, dan gerakan dada tak simetris sering terjadi
karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan/atau cairan paru.
2) Auskultasi area paru, catat area penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi
napas adventisius, mis: krekels, mengi.
R/ Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi
napas bronkial (normal pada bronkus) dapat juga terjadi pada area konsolidasi.
Krekels, ronki, dan mengi terdengar pada inspirasi dan/atau ekspirasi pada
respons terhadap pengumpulan cairan, sekret kental, dan spasme jalan
napas/obstruksi.
3) Bantu pasien latihan napas sering. Tunjukkan/bantu pasien mempelajari
melakukan batuk, mis: menekan dada dan batuk efektif sementara posisi
duduk tinggi.
R/ Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru/jalan napas lebih
kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami, membantu
silia untuk mempertahankan jalan napas paten. Penekanan menurunkan
ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan upaya napas lebih
dalam dan lebih kuat.
4) Lakukan penghisapan sesuai indikasi.
R/ Merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada
pasien yang tak mampu melakukan karena batuk tak efektif atau penurunan
tingkat kesadaran.
5) Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan
air hangat daripada dingin.
R/ Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
6) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi: mukolitik, ekspektoran,
bronkodilator, analgesik.
R/ Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret.
Analgesik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan
ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-hati, karena dapat
menurunkan upaya batuk/menekan pernapasan.
B. Gangguan pertukaran gas b/d pneumonia.
Tujuan: Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan
GDA dalam rentang normal dan tak ada gejala distres pernapasan.
Intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernapas.
R/ Manifestasi distres pernapasan tergantung pada/indikasi derajat keterlibatan
paru dan status kesehatan umum.
2) Observasi warna kulit, membran mukosa, dan kuku, catat adanya sianosis
perifer (kuku) atau sianosis sentral (sirkumoral).
R/ Sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap
demam/menggigil. Namun sianosis daun telinga, membran mukosa, dan kulit
sekitar mulut menunjukkan hipoksemia sistemik.
3) Awasi suhu tubuh, sesuai indikasi. Bantu tindakan kenyamanan untuk
menurunkan demam dan menggigil, mis: selimut tambahan, suhu ruangan
nyaman, kompres hangat atau dingin.
R/ Demam tinggi (umum pada pneumonia bakterial dan influenza) sangat
meningkatkan kebutuhan metabolik dan kebutuhan oksigen dan mengganggu
oksigenasi seluler.
4) Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi (fowler atau semi
fowler), napas dalam dan batuk efektif.
R/ Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran
sekret untuk memperbaiki ventilasi.
5) Berikan terapi oksigen dengan benar, mis: dengan nasal prong, masker,
masker Venturi.
R/ Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg.
Oksigen diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman tepat dalam
toleransi pasien.
6) Awasi GDA, nadi oksimetri.
R/ Mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan terapi paru.

C. Intoleransi aktivitas b/d kerusakan pertukaran gas sekunder terhadap


pneumonia.
Tujuan: Melaporkan/menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas
yang dapat diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan
tanda vital dalam rentang normal

Intervensi:
1) Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea,
peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan
setelah aktivitas.
R/ Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan
intervensi.
2) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi. Dorong penggunaan manajemen stres dan pengalih yang tepat.
R/ Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.
3) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
R/ Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan
metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan. Pembatasan aktivitas
ditentukan dengan respons individual pasien terhadap aktivitas dan perbaikan
kegagalan pernapasan.
4) Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan/atau tidur.
R/ Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi, atau
menunduk ke depan meja atau bantal.
5) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
R/ Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
D. Nyeri akut b/d inflamasi parenkim paru.
Tujuan: Menunjukkan rileks, istirahat/tidur, dan peningkatan aktivitas yang
tepat.
Intervensi:

1) Tentukan karakteristik nyeri, mis: tajam, konstan, ditusuk. Selidiki


perubahan karakter/lokasi/intensitas nyeri.
R/ Nyeri dada, biasanya ada dalam beberapa derajat pada pneumonia, juga
dapat timbul komplikasi pneumonia seperti perikarditis dan endokarditis.
2) Pantau tanda vital.
R/ Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien
mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda vital telah
terlihat.
3) Berikan tindakan nyaman, mis: pijatan punggung, perubahan posisi, musik
tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas.
R/ Tindakan non-analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat
menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesik.
4) Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.
R/ Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan
membran mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
5) Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode
batuk.
R/ Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan
keefektifan upaya batuk.
6) Berikan analgesik dan antitusif sesuai indikasi.
R/ Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non-produktif/paroksismal
atau menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan/istirahat
umum.

E. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d peningkatan kebutuhan metabolik sekunder


terhadap demam dan proses infeksi.
Tujuan: Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/
meningkatkan berat badan, menyatakan perasaan sejahtera.
Intervensi:
1) Pantau: presentase jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan,
timbang BB tiap hari, hasil pemeriksaan protein total, albumin dan
osmolalitas.
R/ Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yang
diharapkan.
2) Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin.
Bartikan/bantu kebersihan mulut setelah muntah, setelah tindakan aerosol dan
drainase postural, dan sebelum makan.
R/ Menghilangkan tanda bahaya, rasa, bau dari lingkungan pasien dan dapat
menurunkan mual.
3) Rujuk kepada ahli diet untuk membantu memilih makanan yang dapat
memenuhi kebutuhan nutrisi selama sakit panas.
R/ Ahli diet ialah spesialisasi dalam hal nutrisi yang dapat membantu pasien
memilih makanan yang memenuhi kebutuhan kalori dan kebutuhan nutrisi
sesuai dengan keadaan sakitnya, usia, tinggi dan berat badannya.
4) Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering dan
makanan yang menarik untuk pasien.
R/ Tindakan ini dapat meningkatkan masukan dan memerlukan lebih sedikit
energi.

F. Risiko kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan berlebihan (demam,


berkeringat banyak, napas mulut/hiperventilasi, muntah).
Tujuan: Menunjukkan keseimbangan cairan dibuktikan dengan parameter
individual yang tepat, mis: membran mukosa lembab, turgor kulit baik,
pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil

Intervensi:
1) Kaji perubahan tanda vital, contoh peningkatan suhu/demam memanjang,
takikardia, hipotensi ortostatik.
R/ Peningkatan suhu/memanjangnya demam meningkatkan laju metabolik dan
kehilangan cairan melalui evaporasi, TD ortostatik berubah dan peningkatan
takikardia menunjukkan kekurangan cairan sistemik.
2) Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).
R/ Indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran mukosa
mulut mungkin kering karena napas mulut dan oksigen tambahan.
3) Pantau masukan dan haluaran, catat warna, karakter urine. Hitung
keseimbangan cairan. Waspadai kehilangan yang tak tampak. Ukur berat
badan sesuai indikasi.
R/ Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan
penggantian.
4) Tekankan cairan sedikitnya 2500 ml/hari atau sesuai kondisi individual.
R/ Pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan risiko dehidrasi.
5) Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan.
R/ Adanya penurunan masukan/banyak kehilangan, penggunaan parenteral
dapat memperbaiki/mencegah kekurangan.
6) Lapor dokter jika ada tanda-tanda kekurangan cairan menetap atau
bertambah berat.
R/ Merupakan tanda-tanda kebutuhan cairan yang meningkat atau mulai
timbulnya komplikasi.

IV. EVALUASI
1. Jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tak ada dispnea, sianosis.
2. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA
dalam rentang normal dan tak ada gejala distres pernapasan.
3. Melaporkan/menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang
dapat diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda
vital dalam rentang normal.
4. Menunjukkan rileks, istirahat/tidur, dan peningkatan aktivitas yang tepat.
5. Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/
meningkatkan berat badan, menyatakan perasaan sejahtera.
6. Menunjukkan keseimbangan cairan dibuktikan dengan parameter individual
yang tepat, mis: membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler
cepat, tanda vital stabil.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 1. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta.

Charles, J.Reeves, dkk. 2001. Buku 1 Keperawatan Medikal Bedah Ed. I. Salemba Medika.
Jakarta

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Ed. 6 Vol
2. EGC. Jakarta.

Slamet suyono, dkk. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed.3. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai