PNEUMONIA
1. PENGERTIAN
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru atau alveoli.
Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya
konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 1993)
8. Dampak Hospitalisasi
Perawatan yang diberikan oleh pihak rumah sakit memang berbeda, tidak
semua pasien baik anak, remaja dan orang dewasa diperlalukan berbeda pula. Apabila
berobat ke rumah sakit yang notabene memberikan fasilitas dengan kelas terbaik,
maka tidak salah pelayanan mereka akan sangat memuaskan.
Namun, banyak juga kejadian saat ini, khususnya pasien dengan menggunakan
asuransi pemerintah atau askes mendapat pelayanan yang kurang memuaskan. Dari
segi komunikasi, keramahan para pekerja, obat yang diberikan, dan sebagainya.
Dampak hospitalisasi pada anak dan keluarga yang berdampak buruk, seperti
a) Dampak Trauma
Secara psikologi dampak karena hospitalisasi untuk anak yaitu bisa membuat
rasa trauma. Baik trauma dalam kurun waktu pendek dan juga dalam waktu
yang panjang. Apabila rumah sakit tidak dapat mengobati dan melayani pasien
dengan baik dan benar, tentu hal ini bisa saja mengakibatkan keseriusan
penyakit pasien menjadi bertambah parah.
Belum lagi dengan pelayanan yang tidak baik, maka jelas hal ini berpengaruh
kepada kenyamanan pasien anak – anak, merekan akan sering menangis dan
ketakutan.
b) Dampak Cedera
Dampak hospitalisasi pada anak dan keluarga selanjutnya yaitu bisa membuat
cedera atau cacat. Banyak peristiwa yang dialami beberapa pasein anak – anak,
yang dampaknya sangat serius. Contoh karena pelayanan yang tidak maksimal
atau karena orangtuanya tidak memiliki cukup uang, sang anak ditelantarkan
begitu saja sampai kondisinya parah.
Ada juga yang sampai kondisi anak balita meninggal, karena pelayanan dan
tindakan medis yang terlambat. Tentu hal ini sangat miris, dan terjadinya
kepada anak – anak yang masih memiliki masa depan yang panjang.
c) Dampak Rasa Takut
Ketakutan pasti akan terjadi apabila pihaj rumah sakit memberikan pelayanan
yang asal – asalan, belum lagi pemberian obat yang kadang tidak sesuai dengan
penyakit pasien.
Pasti orangtua sangat menkuatirkan kondisi seperti ini, bukannya sembuh malah
semakin parah penyakitnya, selain beban mental dirasakan orangtua, pasien
anak juga akan merasa tidak nyaman dengan perlakukan yang tidak semestinya.
Kondisi seperti ini banyak dialami oleh anak – anak yang tingkat kemampuan
ekonomi di bawah standar atau orangtua yang tidak memiliki kecukupan biaya.
d) Adanya Rasa Tidak Percaya
Akibat dari hospitalisasi rumah sakit terhadap pasien anak, maka timbullah opsi
tidak percaya kepada pihak rumah sakit. Rasa trauma, takut, kuatir dan
sebagainya, tentu saja untuk mencari rumah sakit dengan fasilitas dan pelayanan
baik membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Rumah sakit swasta sendiri yang tidak menerima pasien dengan jaminan askes
atau asuransi pemerintah sangatlah sulit bagi pasien. Banyak rujukan rumah
sakit yang tidak sesuai dengan harapan pasien, sehingga pasien mengalami
reaksi yang semakin parah.
e) 5. Rasa Sedih
Belum lagi dampak hospitalisasi pada anak dan keluarga yang berujung kepada
perasaan sedih. Kejadian pasien anak balita yang meninggal di rumah sakit
akibat pelayanan, tindakan yang salah, diagnosa salah sering terjadi. Sehingga
kondisi pasien tidak bisa diselamatkan, ada juga karena dana yang tidak cukup.
Hal ini membuat keluarga dan orangtua merasa sedih, untuk berobat saja
mereka diharuskan untuk membayar jaminan dulu, lalu jika tidak maka pasien
tidak bisa diobati bahkan sudah tidak tertolong. Hal ini menjadi satu alasan bagi
orangtua, betapa menyedihkannya pelayanan di rumah sakit.
f) Prasangka Buruk Terhadap Rumah Sakit
Ada banyak kasus yang mengecewakan terjadi di rumah sakit, entah itu
pelayanannya, petugasnya, obat – obatan dan sebagainya yang terkesan tidak
memuaskan pasien.
Akibat hal tersebut, maka timbullah perasaan prasangka buruk terhadap rumah
sakit, jangan – jangan ?, itulah yang sering diungkapkan orangtua apabila
kondisi anak tidak segera membaik. Atau karena takut jika dokter dan perawat
salah memberikan obat dan juga diagnosa penyakitnya.
g) Rasa Malas Untuk Berobat Ke Rumah Sakit
Dampak hospitalisasi pada anak dan keluarga berikutnya, orangtua menjadi
enggan dan malas untuk berobat ke rumah sakit.
Lebih baik berusaha dengan obat herbal, tradisional daripada harus ke rumah
sakit. Namun, kondisi darurat barulah orangtua akan bertindak segera, hal ini
akibat dari hospitalisasi rumah sakit yang tidak dipercayai oleh keluarga pasien.
Banyak kasus yang memang bisa terjadi akibat dari hospitalisasi rumah sakit,
namun tidak semua rumah sakit bertindak buruk. Oleh sebab itu lebih sangat
penting untuk peka terhadap kondisi si buah hati, apabila mengalami kondisi
sakit segera bertindak dengan pengobatan ala rumahan atau ke klinik terdekat.
Semoga penjelasan di atas untuk dampak hospitalisasi pada anak dan keluarga
menjadi manfaat untuk Anda.
A. PENGKAJIAN
Aktivitas/istirahat
Gejala: Kelemahan, kelelahan, insomnia.
Tanda: Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
Sirkulasi
Gejala: Riwayat adany/GJK kronis.
Tanda: Takikardia, penampilan kemerahan atau pucat.
Integritas ego
Gejala: Banyaknya stresor, masalah finansial.
Makanan/cairan
Gejala: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, riwayat diabetes melitus.
Tanda: Distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor buruk,
penampilan kakeksia (malnutrisi).
Neurosensori
Gejala: Sakit kepala daerah frontal (influenza).
Tanda: Perubahan mental (bingung, somnolen).
Nyeri/keamanan
Gejala: Sakit kepala, nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk; nyeri dada
substernal (influenza), mialgia, artralgia.
Tanda: Melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada sisi yang sakit untuk
membatasi gerakan)
Pernapasan
Gejala: Riwayat adanya/ISK kronis, PPOM, merokok sigaret, takpnea, dispnea
progresif, pernapasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal.
Tanda: Sputum: merah muda, berkarat, atau purulen, perkusi: pekak di atas area yang
konsolidasi, fremitus: taktil dan vokal bertahap meningkat dengan konsolidasi,
gesekan friksi pleural, bunyi napas: menurun atau tak ada di atas area yang terlibat,
atau napas bronkial, warna: pucat atau sianosis bibir/kuku.
Keamanan
Gejala: Riwayat gangguan sistem imun, mis: SLE, AIDS, penggunaan steroid atau
kemoterapi, institusionalisasi, ketidakmampuan umum, demam (mis: 38, 5-39,6oC).
Tanda: Berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan mungkin ada pada
kasus rubeola atau varisela
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Riwayat mengalami pembedahan; penggunaan alkohol kronis.
Pertimbangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 6,8 hari.
Rencana pemulangan: Bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah,
oksigen mungkin diperlukan bila ada kondisi pencetus.
III. INTERVENSI
A. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi sputum.
Tujuan : Jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tak ada dispnea,
sianosis.
Intervensi :
1) Kaji frekuensi/kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
R/ Takipnea, pernapasan dangkal, dan gerakan dada tak simetris sering terjadi
karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan/atau cairan paru.
2) Auskultasi area paru, catat area penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi
napas adventisius, mis: krekels, mengi.
R/ Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi
napas bronkial (normal pada bronkus) dapat juga terjadi pada area konsolidasi.
Krekels, ronki, dan mengi terdengar pada inspirasi dan/atau ekspirasi pada
respons terhadap pengumpulan cairan, sekret kental, dan spasme jalan
napas/obstruksi.
3) Bantu pasien latihan napas sering. Tunjukkan/bantu pasien mempelajari
melakukan batuk, mis: menekan dada dan batuk efektif sementara posisi
duduk tinggi.
R/ Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru/jalan napas lebih
kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami, membantu
silia untuk mempertahankan jalan napas paten. Penekanan menurunkan
ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan upaya napas lebih
dalam dan lebih kuat.
4) Lakukan penghisapan sesuai indikasi.
R/ Merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada
pasien yang tak mampu melakukan karena batuk tak efektif atau penurunan
tingkat kesadaran.
5) Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan
air hangat daripada dingin.
R/ Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
6) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi: mukolitik, ekspektoran,
bronkodilator, analgesik.
R/ Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret.
Analgesik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan
ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-hati, karena dapat
menurunkan upaya batuk/menekan pernapasan.
B. Gangguan pertukaran gas b/d pneumonia.
Tujuan: Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan
GDA dalam rentang normal dan tak ada gejala distres pernapasan.
Intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernapas.
R/ Manifestasi distres pernapasan tergantung pada/indikasi derajat keterlibatan
paru dan status kesehatan umum.
2) Observasi warna kulit, membran mukosa, dan kuku, catat adanya sianosis
perifer (kuku) atau sianosis sentral (sirkumoral).
R/ Sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap
demam/menggigil. Namun sianosis daun telinga, membran mukosa, dan kulit
sekitar mulut menunjukkan hipoksemia sistemik.
3) Awasi suhu tubuh, sesuai indikasi. Bantu tindakan kenyamanan untuk
menurunkan demam dan menggigil, mis: selimut tambahan, suhu ruangan
nyaman, kompres hangat atau dingin.
R/ Demam tinggi (umum pada pneumonia bakterial dan influenza) sangat
meningkatkan kebutuhan metabolik dan kebutuhan oksigen dan mengganggu
oksigenasi seluler.
4) Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi (fowler atau semi
fowler), napas dalam dan batuk efektif.
R/ Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran
sekret untuk memperbaiki ventilasi.
5) Berikan terapi oksigen dengan benar, mis: dengan nasal prong, masker,
masker Venturi.
R/ Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg.
Oksigen diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman tepat dalam
toleransi pasien.
6) Awasi GDA, nadi oksimetri.
R/ Mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan terapi paru.
Intervensi:
1) Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea,
peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan
setelah aktivitas.
R/ Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan
intervensi.
2) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi. Dorong penggunaan manajemen stres dan pengalih yang tepat.
R/ Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.
3) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
R/ Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan
metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan. Pembatasan aktivitas
ditentukan dengan respons individual pasien terhadap aktivitas dan perbaikan
kegagalan pernapasan.
4) Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan/atau tidur.
R/ Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi, atau
menunduk ke depan meja atau bantal.
5) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
R/ Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
D. Nyeri akut b/d inflamasi parenkim paru.
Tujuan: Menunjukkan rileks, istirahat/tidur, dan peningkatan aktivitas yang
tepat.
Intervensi:
Intervensi:
1) Kaji perubahan tanda vital, contoh peningkatan suhu/demam memanjang,
takikardia, hipotensi ortostatik.
R/ Peningkatan suhu/memanjangnya demam meningkatkan laju metabolik dan
kehilangan cairan melalui evaporasi, TD ortostatik berubah dan peningkatan
takikardia menunjukkan kekurangan cairan sistemik.
2) Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).
R/ Indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran mukosa
mulut mungkin kering karena napas mulut dan oksigen tambahan.
3) Pantau masukan dan haluaran, catat warna, karakter urine. Hitung
keseimbangan cairan. Waspadai kehilangan yang tak tampak. Ukur berat
badan sesuai indikasi.
R/ Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan
penggantian.
4) Tekankan cairan sedikitnya 2500 ml/hari atau sesuai kondisi individual.
R/ Pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan risiko dehidrasi.
5) Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan.
R/ Adanya penurunan masukan/banyak kehilangan, penggunaan parenteral
dapat memperbaiki/mencegah kekurangan.
6) Lapor dokter jika ada tanda-tanda kekurangan cairan menetap atau
bertambah berat.
R/ Merupakan tanda-tanda kebutuhan cairan yang meningkat atau mulai
timbulnya komplikasi.
IV. EVALUASI
1. Jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tak ada dispnea, sianosis.
2. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA
dalam rentang normal dan tak ada gejala distres pernapasan.
3. Melaporkan/menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang
dapat diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda
vital dalam rentang normal.
4. Menunjukkan rileks, istirahat/tidur, dan peningkatan aktivitas yang tepat.
5. Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/
meningkatkan berat badan, menyatakan perasaan sejahtera.
6. Menunjukkan keseimbangan cairan dibuktikan dengan parameter individual
yang tepat, mis: membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler
cepat, tanda vital stabil.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 1. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Charles, J.Reeves, dkk. 2001. Buku 1 Keperawatan Medikal Bedah Ed. I. Salemba Medika.
Jakarta
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Ed. 6 Vol
2. EGC. Jakarta.
Slamet suyono, dkk. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed.3. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta.