Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengan meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh
masyarakat maka tuntutan pengelolaan program Kesehatan dan Keselamatan Kerja di
Rumah Sakit (K3RS) semakin tinggi karena Sumber Daya Manusia (SDM) Rumah
Sakit, pengunjung/pengantar pasien, pasien dan masyarakat sekitar Rumah Sakit ingin
mendapatkan perlindungan dari gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja, baik
sebagai dampak proses kegiatan pemberian pelayanan maupun karena kondisi sarana
dan prasarana yang ada di Rumah Sakit yang tidak memenuhi standar.
Di dunia internasional, program K3 telah lama diterapkan di berbagai sector
industry (akhir abad 18), kecuali di sektor kesehatan. Perkembangan K3RS tertinggal
dikarenakan fokus pada kegiatan kuratif, bukan preventif. Fokus pada kualitas
pelayanan bagi pasien, tenaga profesional di bidang K3 masih terbatas, organisasi
kesehatan yang dianggap pasti telah melindungi diri dalam bekerja.
Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan
karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan
kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan social ekonomi masyarakat yang harus
tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Selain dituntut
mampu memberikan pelayanan dan pengobatan yang bermutu, Rumah Sakit juga
dituntut harus melaksanakan dan mengembangkan program K3 di Rumah Sakit
(K3RS) seperti yang tercantum dalam buku Standar Pelayanan Rumah Sakit yang
terdapat dalam instrument akreditasi Rumah Sakit.
Dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya
pasal 165 : “Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan
melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga
kerja”. Berdasarkan pasal di atas maka pengelola tempat kerja di Rumah Sakit
mempunyai kewajiban untuk menyehatkan para tenaga kerjanya. Salah satunya adalah
melalui upaya kesehatan kerja di samping keselamatan kerja. Rumah Sakit harus
menjamin kesehatan dan keselamatan baik terhadap pasien, penyedia layanan atau
pekerja maupun masyarakat sekitar dari berbagai potensi bahaya di Rumah Sakit.
1
Oleh karena itu, Rumah Sakit dituntut untuk melaksanakan Upaya Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) yang dilaksanakan secara terintegrasi dan menyeluruh
sehingga resiko terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat
Kerja (KAK) di Rumah Sakit dapat dihindari.
K3RS merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan
Rumah Sakit, khususunya dalam hal kesehatan dan keselamatan bagi SDM rumah
Sakit, pasien, pengunjung/pengantar pasien, masyarakat sekitar Rumah Sakit. Hal ini
secara tegas dinyatakan di dalam Undang-Undang No.44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit, pasal 40 ayat 1 yakni “Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit
wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali”. K3 termasuk
sebagai salah satu standar pelayanan yang dinilai di dalam akreditasi Rumah Sakit, di
samping standar pelayanan lainnya.
Selain itu seperti yang tercantum dalam pasal 7 ayat 1 Undang-Undang No. 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bahwa “Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan
lokasi, Bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan”, yang
mana persyaratan-persyaratan tersebut salah satunya harus memenuhi unsur K3 di
dalamnya. Dan bagi Rumah Sakit yang tidak memenuhi persyaratan-persyaratan
tersebut tidak diberikan izin mendirikan, dicabut atau tidak diperpanjang izin
operasional Rumah Sakit (pasal 17).
1. Data dan fakta K3RS
a. Secara Global
WHO : Dari 35 juta pekerja kesehatan :
 3 juta terpajan pathogen darah (2 juta terpajan virus HBV; 0,9 juta terpajan
virus HBC dan 170.000 terpajan virus HIV/AIDS).
 Dapat terjadi : 150.000 HBC; 70.000 HBB dan 1000 kasus HIV.
 Lebih dari 90% terjadi di negara berkembang.
 8-12% pekerja Rumah Sakit sensitif terhadap lateks.
ILO (2000); kematian akibat penyakit menular yang berhubungan dengan
pekerjaan : Laki-laki 108,256 dan perempuan 517,404.
b. Di Luar Negeri
 USA : (per tahun) 5000 petugas kesehatan terinfeksi Hepatitis B, 47 positif
HIV dan setiap tahun 600.000-1.000.000 luka tusuk jarum dilaporkan
(diperkirakan lebih dari 60% tidak dilaporkan).

2
 SC-Amerika (1998) mencatat frekuensi angka KAK di Rumah Sakit lebih
tinggi 41% disbanding pekerja lain dengan angka KAK terbesar adalah
cedera jarum suntik (NSI-Needle Stick Injuries).
 Staf wanita Rumah Sakit yang terpajan gas anestesi, secara signifikan
meningkatkan abortus spontan, anak yang dilahirkan mengalami kelainan
kongenital (studi restrospektif di Rumah Sakit Ontario terhadap 8.032
orang, tahun 1981-1985).
 41% perawat Rumah Sakit mengalami cedera tulang belakang akibat kerja
(occupational low back pain), (Harber P et al, 1985).
c. Di Indonesia
 Gaya berat yang ditanggung pekerja rata-rata lebih dari 20 kg. Keluhan
subyektif low back pain didapat pada 83.3% pekerja. Penderita terbanyak
usia 30-49 : 63.3% (instalasi bedah sentral di RSUD di Jakarta 2006).
 65.4% petugas pembersih suatu Rumah Sakit di Jakarta menderita
Dermatitis Kontak Iritan Kronik Tangan (2004).
 Penelitian dr.Joseph tahun 2005-2007 mencatat bahwa angka KAK NSI
mencapai 38-73% dari total petugas kesehatan.
 Prevalensi gangguan mental emosional 17,7% pada perawat di suatu
Rumah Sakit di Jakarta berhubungan bermakna dengan stressor kerja.
 Insiden akut secara signifikan lebih besar terjadi pada Pekerja Rumah
Sakit dibandingkan dengan seluruh pekerja di semua kategori (jenis
kelamin, ras, umur dan status pekerjaan (Gun 1983)).
Berdasarkan data-data yang ada insiden akut secara signifikan lebih besar
terjadi pada Pekerja RS dibandingkan dengan seluruh pekerja di semua
kategori (jenis kelamin, ras, umur dan status pekerjaan) (Gun 1983). Pekerja
RS berisiko 1,5 kali lebih besar dari golongan pekerja lain. Probabilitas
penularan HIV setelah luka tusuk jarum suntik yang terkontaminasi HIV
4:1000. Risiko penularan HBV setelah luka tusuk jarum suntik yang
terkontaminasi HBV 27-37:100. Risiko penularan HCV setelah luka tusuk
jarum suntik yang mengandung HCV 3-10:100.

3
2. Perlunya pelaksanaan K3RS
a. Kebijakan pemerintah tentang Rumah Sakit di Indonesia ; meningkatkan
akses, keterjangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan yang aman di Rumah
Sakit.
b. Perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi K3 Rumah Sakit serta
tindak lanjut, yang merujuk pada SK Menkes No.432/Menkes/SK/IV/2007
tentang Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit dan OHSAS 18001 tentang
Standar Sistem Manajemen K3.
c. Sistem manajemen K3 Rumah Sakit adalah bagian dari sistem manajemen
Rumah Sakit.
d. Rumah Sakit kompetitif di era global; tuntutan pengelolaan program K3 di
Rumah Sakit (K3RS) semakin tinggi karena pekerja, pengunjung, pasien dan
masyarakat sekitar Rumah Sakit ingin mendapatkan perlindungan dari
gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja, baik sebagai dampak proses
kegiatan pemberian pelayanan maupun karena kondisi sarana dan prasarana
yang ada di Rumah Sakit yang tidak memenuhi standar.
e. Tuntutan hukum terhadap mutu pelayanan Rumah Sakit semakin meningkat;
tuntutan masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang terbaik.
f. Pelaksanaan K3, berkaitan dengan citra dan kelangsungan hidup Rumah Sakit.
g. Karakteristik Rumah Sakit; pelayanan kesehatan merupakan industri yang
terdiri dari banyak tenaga kerja (labor intensive), padat modal, padat
teknologi, dan padat pakar, bidang pekerjaan dengan tingkat keterlibatan
manusia yang tinggi, terbukanya akses bagi bukan pekerja Rumah Sakit
dengan leluasa serta kegiatan yang terus menerus setiap hari.
h. Beberapa isu K3 yang penting di Rumah Sakit; keselamatan pasien dan
pengunjung, K3 pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan
peralatan di Rumah Sakit yang berdampak terhadap keselamatan pasien dan
pekerja dan keselamatan lingkungan yang berdampak terhadap pencemaran
lingkungan.
i. Rumah Sakit sebagai sistem pelayanan yang terintegrasi meliputi :
 Input : kebijakan, SDM, fasilitas, sistem informasi, logistic
abat/reagensia/peralatan, keuangan dan lain-lain.

4
 Proses : pelayanan rawat jalan dan rawat inap (in and out patient), instalasi
gawat darurat (IGD), pelayanan kamar operasi, pemulihan, yang
dilaksanakan dengan baik dan benar dan lain-lain.
 Keluaran (output) : pelayanan dan pengobatan prima (excellence medicine
and services).
 Lingkungan.

B. Tujuan Pedoman
1. Tujuan umum
Terciptanya lingkungan kerja yang aman, sehat dan produktif untuk SDM Rumah
Sakit, aman dan sehat bagi pasien, pengunjung/pengantar pasien, masyarakat dan
lingkungan sekitar Rumah Sakit sehingga proses pelayanan Rumah Sakit berjalan
baik dan lancar.
2. Tujuan khusus
a. Terwujudnya organisasi kerja yang menunjang tercapainya K3RS.
b. Meningkatnya profesionalisme dalam hal K3 bagi manajemen, pelaksana dan
pendukung program.
c. Terpenuhinya syarat-syarat K3 di setiap unit kerja.
d. Terlindunginya pekerja dan mencegah terjadinya PAK dan KAK.
e. Terselenggaranya program K3RS secara optimal dan menyeluruh.
f. Peningkatan mutu, citra dan produktivitas Rumah Sakit.

C. Ruang Lingkup Pelayanan


Ruang lingkup pelayanan Komite Kesehatan dan Keselamatan Rumah Sakit :
1. Standar pelayanan kesehatan kerja di rumah sakit, sebagai berikut :
a. Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja bagi SDM rumah sakit.
b. Melakukan pemeriksaan kesehatan berkala bagi SDM rumah sakit.
c. Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus.
d. Melaksanakan pendidikan dan penyuluhan/pelatihan tentang kesehatan kerja
dan memberikan bantuan kepada SDM rumah sakit dalam penyesuaian diri
baik fisik maupun mental.
e. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik
SDM rumah sakit.

5
f. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi SDM rumah
sakit yang menderita sakit.
g. Melakukan koordinasi dengan tim Komite Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi mengenai penularan infeksi terhadap SDM rumah sakit dan pasien.
h. Melaksanakan kegiatan surveilans kesehatan kerja.
i. Melaksanakan pemantauan lingkungan kerja dan ergonomic yang berkaitan
dengan kesehatan kerja (pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia,
biologi, psikososial dan ergonomi).
j. Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan K3RS yang
disampaikan kepada Direktur rumah sakit dan Unit Teknis terkait di wilayah
kerja rumah sakit.
2. Standar pelayanan keselamatan kerja di rumah sakit, sebagai berikut :
a. Pembinaan dan pengawasan kesehatan dan keselamatan sarana, prasarana dan
peralatan kesehatan.
b. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja terhadap SDM
rumah sakit.
c. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja.
d. Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitair.
e. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja.
f. Pelatihan dan promosi/penyuluhan keselamatan kerja untuk semua SDM
rumah sakit.
g. Memberi rekomendasi/masukan mengenai perencanaan, desain/lay out
pembuatan tempat kerja dan pemilihan alat serta pengadaannya terkait
keselamatan dan keamanan.
h. Membuat sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya.
i. Pembinaan dan pengawasan terhadap Manajemen Sistem Pencegahan dan
Penanggulangan Kebakaran (MSPK).
j. Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan keselamatan
kerja yang disampaikan kepada Direktur rumah sakit dan Unit Teknis terkait di
wilayah kerja rumah sakit.

6
D. Batasan Operasional
Batasan operasional di Komite Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah
Sakit antara lain :
1. Pengembangan kebijakan K3RS.
2. Pembudayaan perilaku K3RS.
3. Pengembangan SDM K3RS.
4. Pengembangan Pedoman, Petunjuk Teknis dan Standard Operational Procedure
(SOP) K3RS.

E. Landasan Hukum
Beberapa landasan hukum yang digunakan pada Komite Kesehatan dan
Keselamatan Kerja Rumah Sakit adalah :

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2918) ;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1981 Tentang Wajib Lapor
Ketenagakerjaan di Perusahaan ;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja ;
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437) ;
5. Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1997 Tentang
Ketenaganukliran ;
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 47290) ;
7. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4431) ;
8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara

7
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844) ;
9. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063) ;
10. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072 ) ;
11. Peraturan pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637) ;
12. Peraturan pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3781) ;
13. Peraturan pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838) ;

14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2000 Tentang


Keselamatan dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3992) ;
15. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2000 Tentang
Perizinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir ;
16. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 Tentang
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun ;
17. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2002 Tentang
Keselamatan Pengangkutan Zat Radioaktif ;
18. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2002 Tentang
Pengelolaan Limbah Radioaktif ;
19. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4737) ;

8
20. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah ;
21. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Karena
Hubungan Kerja ;
22. Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Wajib Laporan Penyakit Akibat
Hubungan Kerja ;
23. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2001 tentang Pedoman
Kelembagaan dan Pengelolaan Rumah Sakit Daerah ;
24. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 1994 tentang Pedoman
Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah ;

25. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2008 Tentang
Tata Cara Pemberian Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun ;
26. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 02/MEN/1980 tentang Pemeriksaan
Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja ;
27. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 5/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja ;
28. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor
KEP.186/MEN/1999 Tentang Unit Penanggulangan Kebakaran Di Tempat Kerja ;
29. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 159
b/Menkes/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit ;
30. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
983/Menkes/SK/XI/1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum ;
31. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar
Pelayanan Rumah Sakit ;
32. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 876/Menkes/SK/VIII/2001 tentang
Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan ;
33. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1217/Menkes/SK/IX/2001 tentang
Pedoman Pengamanan Dampak Radiasi ;
34. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1277/Menkes/SK/XI/2001 tentang Tata Kerja dan Organisasi Departemen
Kesehatan ;
35. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1335/Menkes/SK/X/2002 tentang Standar
Operasional Pengambilan dan Pengukuran Kualitas Udara Ruangan Rumah Sakit ;

9
36. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1439/Menkes/SK/XI/2002 tentang
Penggunaan Gas Medis Pada Sarana Pelayanan Kesehatan ;
37. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 351/Menkes/SK/III/2003 tentang Komite
Kesehatan dan Keselamatan Kerja Sektor Kesehatan ;
38. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1075/Menkes/SK/2003 tentang Sistem
Informasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) ;
39. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit ;
40. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 439/Menkes/Per/VI/2009
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Kesehatan ;

41. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :


432/MENKES/SK/IV/2007 tentang Pedoman Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit ;
42. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/2008
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit ;

43. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :


1087/MENKES/SK/VIII/2010 tentang Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit ;
44. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147/Menkes/Per/I/2010 tentang Perizinan
Rumah Sakit ;
45. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/Menkes/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien.

10
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Pola ketenagaan dan kualifikasi personil Komite Kesehatan dan Keselamatan
Kerja Rumah Sakit sebagai berikut :
1. Ketua Komite
Kualifikasi umum adalah sebagai berikut :
a. Pendidikan minimal D3 Akademi Teknik Elektro Medis
b. Pernah bertugas sebagai Wakil Kepala Instalasi atau Ketua Koordinator Tim
c. Pengalaman kerja minimal 5 tahun
d. Mempunyai jiwa kepemimpinan
e. Menguasai komputer
f. Memiliki rasa tanggung jawab dan loyalitas kepada perusahaan
g. Mampu koordinasi secara efektif
h. Penampilan dan kepribadian menarik
i. Bersikap ramah, sopan dan berkelakuan baik
j. Diluar klasifikasi harus ada rekomendasi tertulis Direktur
Persyaratan pelatihan adalah sebagai berikut :
a. Manajemen pemeliharaan dan perbaikan peralatan kesehatan
b. Manajemen pengelolaan kesehatan lingkungan rumah sakit

2. Sekretaris
Kualifikasi umum adalah sebagai berikut :
a. Pendidikan minimal D3 Administrasiu Perkantoran
b. Pengalaman kerja minimal 1 tahun
c. Menguasai komputer
d. Memiliki sertifikat kursus komputer
e. Disiplin dan teliti dalam bekerja
f. Memiliki rasa tanggung jawab dan loyalitas kepada perusahaan
g. Penampilan dan kepribadian menarik
h. Bersikap ramah, sopan dan berkelakuan baik

11
Persyaratan pelatihan adalah sebagai berikut :
a. Pelatihan administrasi perkantoran
b. Pelatihan komputer

3. Unit Pelaksana Peningkatan dan Pemeliharaan Kesehatan Karyawan


Kualifikasi umum adalah sebagai berikut :
a. Pendidikan minimal D3 Akademi Teknik Elektro Medis
b. Pengalaman kerja minimal 1 tahun
c. Mampu mengkoordinasikan kegiatan ke Staf
d. Disiplin dan teliti dalam bekerja
e. Menyukai pekerjaan di lapangan
f. Memiliki rasa tanggung jawab dan loyalitas kepada perusahaan
g. Memiliki jiwa kepemimpinan
Persyaratan pelatihan adalah sebagai berikut :
a. Pelatihan pemeliharaan peralatan medis

4. Unit Pelaksana Keselamatan dan Keamanan


Kualifikasi umum adalah sebagai berikut :
a. Pendidikan minimal D3 Kesehatan Lingkungan / S1 Teknik Lingkungan
b. Pengalaman kerja minimal 1 tahun
c. Mampu mengkoordinasikan kegiatan ke Staf
d. Disiplin dan teliti dalam bekerja
e. Menyukai pekerjaan di lapangan
f. Memiliki rasa tanggung jawab dan loyalitas kepada perusahaan
g. Memiliki jiwa kepemimpinan
Persyaratan Pelatihan sebagai berikut :
a. Pengelolaan kesehatan Lingkungan rumah sakit
b. Pengelolaan air bersih
c. Pengelolaan sampah domestik
d. Pengelolaan limbah B3
e. Pengendalian pencemaran udara
f. Auditor lingkungan
g. Kajian lingkungan hidup strategis
h. Penyusunan dokumen PROPER untuk rumah sakit
12
i. Dasar pengelolaan lingkungan terpadu
j. Evaluasi ekonomi lingkungan
k. Pembuatan sistem informasi lingkungan

5. Unit Pelaksana Bahan Berbahaya


Kualifikasi umum adalah sebagai berikut :
a. Pendidikan minimal D3 Akademi Teknik Elektro Medis
b. Pengalaman kerja minimal 1 tahun
c. Kreatif dan terampil
d. Disiplin dan teliti dalam bekerja
e. Menyukai pekerjaan di lapangan
f. Memiliki rasa tanggung jawab dan loyalitas kepada perusahaan
g. Bersikap ramah, sopan dan berkelakuan baik
Persyaratan Pelatihan sebagai berikut :
a. Pelatihan pemeliharaan peralatan medis
b. Pelatihan peralatan elektrik medik
c. Pelatihan peralatan ECG
d. Pelatihan mekanik medic

6. Unit Pelaksanan Kesiapan Menghadapi Bencana


Kualifikasi umum adalah sebagai berikut :
a. Pendidikan minimal D3 Kesehatan Lingkungan
b. Pengalaman kerja minimal 1 tahun
c. Menguasai komputer
d. Disiplin dan teliti dalam bekerja
e. Menyukai pekerjaan di lapangan
f. Memiliki rasa tanggung jawab dan loyalitas kepada perusahaan
g. Bersikap ramah, sopan dan berkelakuan baik
Persyaratan pelatihan adalah sebagai berikut :
a. Pengelolaan sampah domestik
b. Pengendalian pencemaran udara
c. Pengelolaan limbah B3

13
7. Unit Pelaksana Pengamanan Kebakaran
Kualifikasi umum adalah sebagai berikut :
a. Pendidikan minimal D3 Kesehatan Lingkungan
b. Pengalaman kerja minimal 1 tahun
c. Menguasai komputer
d. Disiplin dan teliti dalam bekerja
e. Menyukai pekerjaan di lapangan
f. Memiliki rasa tanggung jawab dan loyalitas kepada perusahaan
g. Bersikap ramah, sopan dan berkelakuan baik
Persyaratan pelatihan adalah sebagai berikut :
a. Pengendalian pencemaran air
b. Pengelolaan Instalasi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit

8. Unit Pelaksana Peralatan Medis


Kualifikasi umum adalah sebagai berikut :
a. Pendidikan minimal D3 Kesehatan Lingkungan
b. Pengalaman kerja minimal 1 tahun
c. Menguasai komputer
d. Disiplin dan teliti dalam bekerja
e. Menyukai pekerjaan di lapangan
f. Memiliki rasa tanggung jawab dan loyalitas kepada perusahaan
g. Bersikap ramah, sopan dan berkelakuan baik
Persyaratan pelatihan adalah sebagai berikut :
a. Pengelolaan penyehatan lingkungan rumah sakit
b. Pengelolaan penyehatan air bersih.

9. Unit Pelaksana Sistem Utiliti


Kualifikasi umum adalah sebagai berikut :
h. Pendidikan minimal D3 Kesehatan Lingkungan
i. Pengalaman kerja minimal 1 tahun
j. Menguasai komputer
k. Disiplin dan teliti dalam bekerja
l. Menyukai pekerjaan di lapangan
m. Memiliki rasa tanggung jawab dan loyalitas kepada perusahaan
14
n. Bersikap ramah, sopan dan berkelakuan baik
Persyaratan pelatihan adalah sebagai berikut :
c. Pengelolaan penyehatan lingkungan rumah sakit
d. Pengelolaan penyehatan air bersih.

10. Unit Pelaksana Pendidikan Staf


Kualifikasi umum adalah sebagai berikut :
o. Pendidikan minimal D3 Kesehatan Lingkungan
p. Pengalaman kerja minimal 1 tahun
q. Menguasai komputer
r. Disiplin dan teliti dalam bekerja
s. Menyukai pekerjaan di lapangan
t. Memiliki rasa tanggung jawab dan loyalitas kepada perusahaan
u. Bersikap ramah, sopan dan berkelakuan baik
Persyaratan pelatihan adalah sebagai berikut :
e. Pengelolaan penyehatan lingkungan rumah sakit
f. Pengelolaan penyehatan air bersih.

B. Distribusi Ketenagaan
Distribusi ketenagaan di Komite Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah
Sakit yaitu :
 1 orang ketua komite
 1 orang sekretaris
 1 orang unit pelaksana peningkatan dan pemeliharaan kesehatan karyawan
 1 orang unit pelaksana keselamatan dan keamanan
 1 orang unit pelaksana bahan berbahaya
 1 orang unit pelaksana kesiapan menghadapi bencana
 1 orang unit pelaksana pengamanan kebakaran
 1 orang unit pelaksana peralatan medis
 1 orang unit pelaksana sistem utiliti
 1 orang unit pelaksana pendidikan staf

15
C. Pengaturan Jaga
Pengaturan jaga di Komite Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit
yaitu :
 Shift pagi : 10, diantaranya :
a. 1 orang ketua komite
b. 1 orang sekretaris
c. 1 orang unit pelaksana peningkatan dan pemeliharaan kesehatan karyawan
d. 1 orang unit pelaksana keselamatan dan keamanan
e. 1 orang unit pelaksana bahan berbahaya
f. 1 orang unit pelaksana kesiapan menghadapi bencana
g. 1 orang unit pelaksana pengamanan kebakaran
h. 1 orang unit pelaksana peralatan medis
i. 1 orang unit pelaksana sistem utiliti
j. 1 orang unit pelaksana pendidikan staf
 Shift siang : 0
 Shift malam : 0

16
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Standar Fasilitas
Standar fasilitas yang harus dimiliki di instalasi pemeliharaan sarana rumah
sakit adalah :
1. Bangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL)
2. Mesin pengolah limbah medis padat (Incinerator) tetapi tidak beoperasi
3. Mesin pencacah kompos
4. Tools kit alat kesehatan
5. Tools kits penanganan tumpahan merkuri
6. Alat ukur kesehatan lingkungan (pH, debit meter, DO, flux meter, sound level
meter, hygrometer, thermometer ruangan)
7. Alat Pelindung Diri
8. Alat tulis kantor
9. Sarana dan prasarana perkantoran (meja, komputer, printer, lemari, filling cabinet,
exhaust fan/AC)

17
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

Tata laksana pelayanan di instalasi pemeliharaan sarana rumah sakit dilakukan untuk
kegiatan :
1. Perbaikan peralatan kesehatan
Pelayanan perbaikan peralatan kesehatan hanya dilakukan untuk seluruh peralatan
kesehatan yang ada di lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah Ganesha.
Tata laksananya dapat dilihat pada alur berikut ini :

Laporan Jika rusak


Pencatatan Perbaikan alat Jika berhasil : Jika gagal :
kerusakan berat : lapor
laporan kesehatan dikembalikan diperbaiki
alat ke gudang
kerusakan yang rusak ke ruangan pihak ketiga
kesehatan untuk diafkir

2. Pengolahan limbah medis padat


Pelayanan pengolahan limbah medis padat dilakukan untuk semua limbah medis padat
yang dihasilkan oleh kegiatan pelayanan medis di Rumah Sakit Umum Ganesha.
Tata laksananya dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Limbah medis padat harus sudah terbungkus rapat kantong plastik warna kuning ;
b. Limbah medis padat diangkut oleh petugas pihak ketiga setiap seminggu sekali setiap
hari kamis mulai pukul 10:00 s/d 11:00 Wita di tempat penampungan sementara
limbah bahan beracun dan berbahaya (B3);
c. Setiap penerimaan limbah medis padat dicatat dalam register khusus dinamakan log
book B3;
d. Melunasi biaya pengolahan limbah medis padat setiap satu bulan sekali yang
besarannya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati ; dan
e. Limbah medis padat bisa diproses setelah semua ketentuan administrasi terpenuhi.

18
BAB V
LOGISTIK

Kebutuhan logistik yang diperlukan di instalasi pemeliharaan sarana rumah sakit


diantaranya :
1. Bahan-bahan kimia untuk pemeliharaan kualitas air limbah, seperti :
i. Kaporit
ii. Klorin (Desinfektan)
iii. Abate
2. Bahan-bahan pengolahan limbah non medis padat, seperti :
i. Dedak
ii. Larutan EM4
Bahan-bahan logistik tersebut semuanya sudah dipersiapkan oleh gudang materiil bagian
rumah tangga, instalasi pemeliharaan sarana rumah sakit tinggal meminta ke gudang materiil
jika kebutuhan logistik tersebut habis.

19
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana instalasi pemeliharaan sarana rumah
sakit membuat asuhan untuk keselamatan pasien. Adapun tujuannya adalah untuk :
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di instalasi pemeliharaan sarana rumah
sakit.
2. Meningkatkan akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan ( KTD ) di instalasi pemeliharaan sarana
rumah sakit.
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
kejadian yang tidak diharapkan.

Keselamatan pasien merupakan salah satu kegiatan rumah sakit yang


dilakukan melalui assesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden
dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Di
RSU Ganesha kegiatan ini dilakukan melalui : monitoring indikator mutu layanan,
tindakan preventif, pengendalian produk / proses yang tidak sesuai, tindakan korektif dan
audit internal.

20
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat
kerja, bahan, dan proses pengolahan, landasan kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara
melakukan pekerjaan dan proses produksi. Keselamatan kerja merupakan tugas semua
pekerja yang berada di rumah sakit termasuk di instalasi pemeliharaan sarana rumah sakit.
Dengan demikian keselamatan kerja adalah dari, oleh dan untuk setiap tenaga kerja dan orang
lain yang berada di rumah sakit serta masyarakat di sekitar rumah sakit yang mungkin terkena
dampak akibat proses kerja. Keselamatan kerja adalah sarana utama untuk mencegah
terjadinya kecelakaan kerja yang dapat menimbulkan kerugian yang berupa cedera/luka,
cacat, kematian, kerugian harta benda dan kerusakan peralatan/mesin dan lingkungan secara
luas.
Dan, tujuannya adalah untuk :
1. Terciptanya budaya keselamatan kerja
2. Menurunnya kejadian yang tidak diharapkan
3. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian
yang tidak diharapkan.

Tata laksana keselamatan kerja di instalasi pemeliharaan sarana rumah


sakitdiantaranya :

A. Pemakaian Masker
1. Pengertian :
Suatu alat penutup mulut dan hidung.
2. Tujuan :
Untuk menahan tetesan basah yang keluar sewaktu menjalankan pekerjaan
(sewaktu bicara/bersin).
3. Kebijakan :
Upaya kesehatan dan keselamatan kerja melindungi petugas dari infeksi silang.
4. Prosedur :
a. Masker tersedia dalam keadaan bersih
b. Masker dipasang menutupi hidung dan mulut
c. Tali masker ditalikan dibelakang kepala

21
d. Masker setelah dipakai, ditempatkan di sampah medis

B. Pemakaian Sarung Tangan


1. Pengertian :
Suatu alat pelindung diri untuk melindungi tangan dari kontaminasi bahan
berbahaya/infeksius.
2. Tujuan :
Untuk meniadakan/ mengurangi terjadinya infeksi silang.
3. Kebijakan :
a. Upaya kesehatan dan keselamatan kerja melindungi petugas dan pasien dari
infeksi silang.
b. Mencegah transmisi kulit petugas ke pasien
c. Mengurangi meniadakan kontaminasi mikroorganisme antar petugas dan
pasien
4. Prosedur :
a. Sarung tangan dipakai saat akan terjadi kontak tangan pemeriksa dengan
darah, selaput lendir atau kulit yang terluka.
b. Akan melakukan tindakan invasive
c. Akan membersihkan sisa-sisa atau memegang permukaan yang
terkontaminasi.
d. Sarung steril dibuka dari bungkusnya dipaki memegang cufnya.
e. Masukkan tangan ke dalam sarung tangan yang sesuai dengan jarinya.
f. Setelah selesai dipakai jangan memegang apapun dulu dan dikontaminasikan
dengan klorhexidine 1,5% dan centrimide 15% di dalam tempat yang tersedia.
g. Lepas sarung dan tempatkan dalam sampah medis dan yang bisa dipakai ulang
ditempatkan dalam bak larutan klorhexidine glukonat 1,5% dan centrimid.

Klasifikasi Kecelakaan Kerja


a. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan
 Terpapar radiasi
 Terjatuh
 Tersandung
 Terbentur alat
 Tersetrum aliran listrik

22
 Tertular penyakit, dll
b. Klasifikasi menurut agen penyebabnya
 Alat –alat radiologi seperti kesetrum, terbentur, terpapar radiasi
 Lingkungan kerja seperti ruangan panas, pencahayaan, ventilasi, dll
c. Klasifikasi menurut jenis luka dan cideranya
 Efek terkena radiasi
 Efek terkena arus listrik
 Patah tulang
 Keseleo/dislokasi
 Nyeri otot dan kejang
 Luka gores
a. Klasifikasi menurut lokasi bagian tubuh yang terluka
 Kepala
 Tulang Belakang : leher, thoracal, lumbal, sacral
 Anggota gerak : ekstremitas atas, ekstremitas bawah, panggul
 Luka umum, dsb

Pencegahan Kecelakaan Kerja


a. Desain ruangan
Ruangan instalasi pemeliharaan sarana rumah sakit didesain sesuai dengan
aturan yang berlaku sesuai dengan pedoman pelayanan instalasi pemeliharaan
sarana rumah sakit yang diterbitkan oleh Kemenkkes RI.Kamar mandi
dilengkapi dengan keset kering untuk mencegah jatuh terpeleset.Ruangan
berAC untuk sirkulasi udara dan pemeliharaan alat-alat kesehatan.
b. Jaringan listrik
Jaringan listrik di instalasi pemeliharaan sarana rumah sakitdipasang
grounding untuk mencegah terjadinya kesetrum.
c. Pencegahan kesalahan manusia
Dilakukan dengan cara penyedian SPO, orientasi dan pelatihan kerja,
komunikasi antar pekerja dan tanda –tanda penggunaan alat yang jelas.
d. Pemeliharaan dan monitoring
Kalibrasi alat rutin dilakukan setiap tahun dan monitoring alat dilakukan
secara rutin.

23
e. Pengawasan
Kinerja petugas selalu dievaluasi sehingga mutu pelayanan tetap
terjaga.Penambahan wawasan pekerjaan dilakukan dengan mengadakan
kegiatan pelatihan baik internal maupun eksternal.

24
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Mutu layanan harus memiliki standar mutu yang jelas.Dengan demikian pengguna
jasa dapat membedakan pelayanan yang baik dan tidak baik melalui indikator dan standarnya.
Berdasarkan hal tersebut maka beberapa kegiatan yang dilakukan oleh instalasi pemeliharaan
sarana rumah sakit di RSU Ganesha sebagai berikut :
1. Mengikuti program yang mengelola kegiatan jaminan mutu.
2. Petugas mengadakan pertemuan secara berkala dengan melakukan rapat rutin
setiap bulan dan memiliki standar yang jelas, dan melakukan review
sejauhmana program dapat berjalan secara efektif. Selanjutnya hasil rapat
didokumentasikan dalam notulen rapat rutin.

3. Secara berkala dilakukan audit:


a. Dapat dilaksanakan oleh petugas yang berasal dari institusi itu sendiri ataupun dari
institusi luar yang ahli dalam bidang radiologi diagnostik.
b. Dilaksanakan untuk bidang manajerial, keuangan dan teknis.
c. Dilaksanakan minimal1(satu) tahun sekali.
d. Hasil audit berupa temuan-temuan yang tidak sesuai dengan standar atau referensi
diinformasikan kepada petugas terkait untukdilakukan tindakan perbaikan.
4. Kalibrasi alat kesehatan oleh Balai Pemeriksa Fasilitas Kesehatan yang telah
terakreditasi dan ditunjuk oleh BAPETEN.
5. Pelaksanaan jaminan dan kendalimutu sesuai dengan program pengendali mutu.
6. Instalasi pemeliharaan sarana rumah sakit membuat SPM dan dievaluasi setiap 3 bulan
sekali.

25
BAB IX
PENUTUP

Pedoman Pelayanan Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit Umum Ganesha ini
mempunyai peranan penting sebagai pedoman bagi pelaksanaan kegiatan sehari – hari tenaga
instalasi pemeliharaan sarana rumah sakit yang bertugas sehingga dapat meningkatkan mutu
pelayanan khususnya pelayanan.
Penyusunan Pedoman Pelayanan Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit ini
adalah langkah awal ke suatu proses yang panjang, sehingga memerlukan dukungan dan kerja
sama dari berbagai pihak dalam penerapannya untuk mencapai tujuan. Kami menyadari
bahwa Pedoman Pelayanan ini masih jauh dari sempurna, karena itu kami menerima saran
dan kritik guna menyempurnakan pedoman ini.
Akhir kata, semoga Pedoman Pelayanan Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit
ini dapat bermafaat bagi para pembaca sekalian.

26

Anda mungkin juga menyukai